Model Pembelajaran Guided Discovery Learning

b. Masyarakat Medan sangat toleran. Oleh karena itu, mereka sangat menghargai perbedaan. Dengan adanya tahapan identifikasi seperti itu, mudah pula bagi siswa ketika harus merumuskan hipotesis. Misalnya, sebagai berikut : “Ketika berhadapan dengan budaya baru di tengah-tengah kehidupannya, masyarakat Medan begitu mudah menerimanya”. 3. Mengumpulkan Data Hipotesis merupakan jawaban sementara. Oleh karena itu, perlu ada pembuktian untuk merumuskan benar atau tidaknya. Caranya adalah dengan serangkaian pengumpulan data, yakni dengan: a membaca berbagai dokumen; b melakukan pengamatan lapangan; c penelitian laboratorium; d melakukan wawancara; e menyebarkan angket. Dengan cara tersebut, diharapkan siswa dapat memperoleh data yang benar-benar faktual, kuat dan meyakinkan. Data itu pun dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya karena mereka sendiri yang mengumpulkan. Diharapkan data itu pun dapat memberikan jawaban atas permasalahan sebelumnya dan dibandingkan pula dengan hipotesis yang telah mereka rumuskan. 4. Perumusan Kesimpulan Generalization Setelah data terkumpul dan dianalisis, kemudian dikoreksi dengan rumusan masalah yang dirumuskan sebelumnya. Data-data tersebut digunakan untuk menjawab permasalahan tersebut. Kesimpulan itulah yang dimaksud sebagai penemuan di dalam rangkaian kegiatan yang dilakukan siswa. 5. Mengkomunikasikan Temuan-temuan berharga siswa jangan dibiarkan terhenti dalam bentuk catatan-catatan berserakan. Hasil kegiatan mereka perlu ditindaklanjuti dengan kegiatan mengkomunikasikan. Temuan-temuan mereka perlu dihargai, yakni dengan berupa kegiatan seminar. Masing-masing siswa, baik individu ataupun kelompok, melaporkan hasil kegiatannya di depan forum diskusi untuk ditanggapi oleh siswa lain. Dalam proses ini pun memungkinkan bagi para siswa untuk saling memberikan masukan sehingga temuan yang mereka rumuskan menjadi lebih penting dan bermanfaat. Adapun kelebihan model pembelajaran ini menurut Suryosubroto 2009: 185- 186, adalah sebagai berikut: 1. Dianggap membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa, andai kata siswa itu dilibatkan terus dalam penemuan terpimpin. Kekuatan dari proses penemuan datang dari usaha untuk menemukan; jadi seseorang belajar bagaimana belajar itu. 2. Pengetahuan diperoleh sangat pribadi sifatnya dan mungkin merupakan suatu pengetahuan yang sangat kukuh; dalam arti pendalaman dari pengertian, retensi, dan transfer. 3. Membangkitkan gairah pada siswa, misalnya siswa merasakan jerih payah penyelidikannya, menemukan keberhasilan dan kadang-kadang kegagalan. 4. Memberikan kesempatan pada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuan sendiri. 5. Menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga ia lebih merasa terlibat dan bermotivasi sendiri untuk belajar, paling sedikit pada suatu proyek penemuan khusus. 6. Dapat membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri, melalui proses-proses penemuan. Dapat memungkinkan siswa sanggup mengatasi kondisi yang mengecewakan. 7. Membantu perkembangan siswa menuju skeptisme yang sehat untuk menemukan kebenaran akhir dan mutlak. Sedangkan kekurangan dari model ini menurut Suryosubroto 2009: 186-187 adalah sebagai berikut: 1. Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini. Misalnya, siswa yang lamban mungkin bingung dalam usahanya mengembangkan pikirannya jika berhadapan dengan hal-hal yang abstrak, atau menemukan saling ketergantungan antara pengertian dalam suatu subjek, atau dalam usahanya menyusun suatu hasil penemuan dalam bentuk tertulis. Siswa yang lebih pandai mungkin akan memonopoli penemuan dan akan menimbulkan frustasi pada siswa lain. 2. Kurang berhasil untuk mengajar kelas besar. Misalnya sebagian besar waktu dapat hilang karena membantu seorang siswa menemukan teori-teori, atau menemukan bagaimana ejaan dari bentuk kata-kata tertentu. 3. Harapan yang ditumpahkan mungkin mengecewakan guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional. 4. Mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang sebagai terlalu mementingkan memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan keterampilan. Sedangkan sikap dan keterampilan diperlukan untuk memperoleh pengertian atau sebagai perkembangan emosional sosial secara keseluruhan. 5. Dalam beberapa ilmu misalnya IPA fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide mungkin tidak ada. 6. Mungkin tidak akan memberikan kesempatan untuk berpikir kreatif, kalau berpikir kreatif, kalau pengertian-pengertian yang akan ditemukan telah diseleksi terlebih dahulu oleh guru, demikian pula proses-proses dibawah pembinaannya. Tidak semua pemecahan masalah menjamin penemuan yang penuh arti. Pemecahan masalah dapat bersifat membosankan mekanisasi, formalitas, dan pasif seperti bentuk terburuk dari metode ekspositories verbal.

B. Model Pembelajaran Guided Inquiry Learning

Menurut Indrawati dalam Trianto, 2013: 165, suatu pembelajaran pada umumnya akan lebih efektif bila diselenggarakan melalui model-model pembelajaran yang termasuk rumpun pemrosesan informasi. Hal ini dikarenakan model-model pemrosesan informasi menekankan pada bagaimana seseorang berpikir dan bagaimana dampaknya terhadap cara-cara mengolah informasi. Inquiry terbimbing yaitu dimana guru membimbing siswa untuk melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkannya pada suatu diskusi. Guru mempunyai peran aktif dalam menentukkan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. Inquiry terbimbing ini digunakan oleh siswa yang kurang berpengalaman dalam belajar yang menggunakan pendekatan inquiry. Bimbingan yang diberikan dapat berupa pertanyaan-pertanyaan dan diskusi multiarah yang dapat menggiring siswa agar dapat memahami konsep pelajaran. Di samping itu, bimbingan juga diberikan melalui lembar kerja siswa yang terstruktur. Selama berlangsungnya proses belajar, guru harus memantau kelompok diskusi siswa, sehingga guru dapat mengetahui dan memberikan petunjuk-petunjuk dan arahan yang diperlukan oleh siswa. Siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk diselesaikan baik melalui diskusi kelompok maupun secara individual agar mampu menyelesaikan masalah dan menarik suatu kesimpulan secara mandiri Hamiyah dan Jauhar, 2014: 190. Inkuiri yang dalam bahasa Inggris inquiry, berarti pertanyaan atau pemeriksaan, penyelidikan. Inquiry sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari atau memahami informasi. Sasaran utama kegiatan pembelajaran inquiry menurut Trianto 2013: 166 adalah: 1 keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar; 2 keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran; 3 mengembangkan sikap percaya diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inquiry. Trianto 2013: 166 menyatakan kondisi umum yang merupakan syarat timbulnya kegiatan inquiry bagi siswa adalah: 1 aspek sosial di kelas dan suasana terbuka yang mengundang siswa berdiskusi; 2 inquiry berfokus pada hipotesis; 3 penggunaan fakta sebagai evidensi informasi, fakta. Untuk menciptakan kondisi seperti itu, menurut Trianto 2013: 166-167 peranan guru adalah sebagai berikut: 1. Motivator, memberi rangsangan agar siswa aktif dan bergairah berpikir. 2. Fasilitator, menunjukkan jalan keluar jika siswa mengalami kesulitan. 3. Penanya, menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka buat. 4. Administator, bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan kelas. 5. Pengarah, memimpin kegiatan siswa untuk mencapai tujuan yang diharapkan. 6. Manajer, mengelola sumber belajar, waktu dan organisasi kelas. 7. Rewarder, memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai siswa. Gulo dalam Trianto, 2013: 168-169 menyatakan bahwa kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan pembelajaran inquiry adalah sebagai berikut: a. Mengajukan Pertanyaan atau Permasalahan Kegiatan inquiry dimulai ketika pertanyaan atau permasalahan diajukan. Untuk meyakinkan bahwa pertanyaan sudah jelas, pertanyaan tersebut dituliskan dipapan tulis, kemudian siswa diminta untuk merumuskan hipotesis. b. Merumuskan Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi permasalahan yang dapat diuji dengan data. Untuk memudahkan proses ini, guru menanyakan kepada siswa gagasan mengenai hipotesis yang mungkin. Dari semua gagasan yang ada, dipilih salah satu hipotesis yang relevan dengan permasalahan yang diberikan. c. Mengumpulkan Data Hipotesis digunakan untuk menuntun proses pengumpulan data. Data yang dihasilkan dapat berupa tabel, matrik, atau grafik. d. Analisis Data Siswa bertanggung jawab menguji hipotesis yang telah dirumuskan dengan menganalisis data yang telah diperoleh. Faktor penting dalam menguji hipotesis adalah pemikiran „benar‟ atau „salah‟. Setelah memperoleh kesimpulan, dari data percobaan, siswa dapat menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Bila ternyata hipotesis itu salah atau ditolak, siswa dapat menjelaskan sesuai dengan proses inquiry yang telah dilakukannya. e. Membuat Kesimpulan Langkah penutup dari pembelajaran inquiry adalah membuat kesimpulan sementara berdasarkan data yang diperoleh siswa. Langkah-langkah penerapan inquiry learning menurut Wardoyo 2013: 69- 71 adalah sebagai berikut: 1. Proses Identifikasi Proses identifikasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hal-hal yang dibutuhkan oleh siswa dan juga kebutuhan pendukung lainnya untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Proses ini dilakukan oleh guru dengan cara mengidentifikasi hal-hal mendasar yang perlu diketahui, dipahami dan dipersiapkan oleh guru. 2. Proses Seleksi Proses seleksi merupakan proses yang dilakukan oleh guru untuk melakukan kegiatan penyeleksian secara selektif terhadap konsep-konsep

Dokumen yang terkait

PERBANDINGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY DENGAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E(LC3E)

0 7 59

PERBANDINGAN PENGUASAAN KONSEP SISWA ANTARA PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MODEL GUIDED INQUIRY (GI) DENGAN MODEL LEARNING CYCLE 3E (LC3E) PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT

0 13 50

PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY LEARNING DENGAN GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR RANAH KOGNITIF DAN AFEKTIF SISWA (Studi Komparatif pada Materi Pokok Pengaruh Kepadatan Populasi Manusia Terhadap Lingkungan Siswa Kelas VII SM

0 8 70

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

3 23 60

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING DITINJAU DARI PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandar Lampung T.P.2014/2015)

2 7 45

PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY LEARNING DENGAN GUIDED INQUIRY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR ASPEK KOGNITIF DAN AFEKTIF SISWA (Studi Komparatif pada Materi Pokok Peran Manusia dalam Pengelolaan Lingkungan Siswa Kelas VII SMP PGRI 1 Band

4 59 95

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR SISWA (Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Kartika II-2 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Ajaran 2014/2015 Materi Pokok Ekosistem)

3 20 58

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR SISWA (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII MTs Negeri 1 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015 Materi Pokok Ekosistem)

11 70 61

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN PROBLEM BASED LEARNING

2 11 13

PENGARUH MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA SMAN 2 SUNGAI RAYA MATERI LAJU REAKSI

0 0 16