Hasil Belajar Aspek Kognitif

berikutnya yaitu analisis, sintesis dan evaluasi dikatakan sebagai tujuan kognitif tingkat tinggi. Dikatakan tujuan tingkat rendah, oleh karena tujuan kognitif ini hanya sebatas kemampuan untuk mengingat, mengungkapkan apa yang diingatnya serta menerapkan sesuai dengan aturan-aturan tertentu yang sifatnya pasti; sedangkan tujuan kognitif tingkat tinggi seperti menganalisis dan menyintesis bukan saja hanya berupa kemampuan mengingat, akan tetapi di dalamnya termasuk kemampuan berkreasi dan kemampuan mencipta. Oleh karenanya, tujuan ini sifatnya lebih kompleks dari hanya sekedar mengingat Sanjaya, 2012: 128. Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang psikologi serta berkembangnya tuntutan komunitas pendidikan, menurut Anderson dalam Sanjaya, 2012: 128-129, revisi taksonomi Bloom dilakukan dengan memasukkan unsur metacognitive sebagai bagian tertinggi dari domain kognitif, yang kemudian dinamakan meng-create mencipta menggantikan posisi evaluasi dan menarik sintesis. Hasil revisi taksonomi semua tingkatan dalam domain kognitif yang asalnya kata benda diubah menjadi kata kerja, misalnya tingkatan pertama yang disebut dengan pengetahuan knowledge diubah menjadi mengingat remembering. Dengan demikian juga dengan pemahaman comprehension diubah menjadi memahami understand. Disamping itu, revisi juga dilakukan dengan menarik aspek pengetahuan knowledge dari tingkatan kognitif menjadi aspek knowledge pengetahuan secara tersendiri menjadi 4 aspek pengetahuan, yakni: 1. Pengetahuan tentang fakta factual knowledge 2. Pengetahuan tentang konsep conceptual knowledge 3. Pengetahuan tentang prosedur procedural knowledge 4. Pengetahuan tentang metakognitif metacognitive knowledge Dari uraian di atas, maka perbaikan revisi dalam dimensi kognitif menurut Sanjaya 2012: 130 meliputi: 1. Adanya penggantian posisi tingkatan yakni evaluasi yang pada awalnya ditempatkan pada posisi puncak menjadi posisi kelima menggantikan tingkatan sintesis yang digantikan dengan mencipta create sebagai tingkatan aspek kognitif yang paling tinggi. 2. Mengeluarkan aspek pengetahuan knowledge dari tingkatan kognitif digantikan dengan mengingat remember; sedangkan pengetahuan itu sendiri dijadikan aspek tersendiri yang harus menaungi enam tingkatan meliputi pengetahuan knowledge tentang fakta, konsep, prosedural, dan pengetahuan metakognitif. 3. Dimensi kognitif yang enam tingkatan diubah dari kata benda menjadi kata kerja yakni yang asalnya pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi menjadi mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Tingkatan dan kata kerja operasional untuk mengukur jenjang kemampuan ranah kognitif menurut Daryanto 2012: 63-64 adalah: 1. Pengetahuan knowledge: mendefinisikan, mendeskripsikan, mengidentifikasi, mendaftarkan, menjodohkan, menyebutkan, menyatakan states, mereproduser. 2. Pemahaman comprehension: mempertahankan, membedakan, menduga estimates, menerangkan, memperluas, meyimpulkan, menggeneralisasi, memberikan contoh, menuliskan kembali, memperkirakan. 3. Aplikasi application: mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, menemukan, memanipulasi, memodifikasikan, mengoperasikan, meramalkan, menyiapkan, menghasilkan, menghubungkan, menunjukkan, memecahkan, menggunakan. 4. Analisis analysis: memperinci, mengasuh diagram, membedakan, mengidentifikasi, mengilustrasikan, menyimpulkan, menunjukkan, menghubungkan, memilih, memisahkan, membagi subdivides. 5. Sintestis synthesis: mengkatagorisasi, mengkombinasi, mengarang, menciptakan, membuat desain, menjelaskan, memodifikasikan, mengorganisasikan, menyusun, membuat rencana, mengatur kembali, merekonstruksikan, menghubungkan, mereorganisasikan, merevisi, menuliskan kembali, menuliskan, menceritakan. 6. Evaluasi evaluation: menilai, membandingkan, menyimpulkan, mempertentangkan, mengkritik, mendeskripsikan, membedakan, menerangkan, memutuskan, menafsirkan, menghubungkan, membantu supports. Dalam proses belajar yang bermakna, untuk mencapai pengertian-pengertian baru dan retensi yang baik, materi-materi belajar selalu dan hanya dapat dipelajari bila dihubungkan dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip serta informasi-informasi yang relevan yang telah dipelajari sebelumnya. Substansi dan sifat organisasi latar belakang pengetahuan ini mempengaruhi ketepatan serta kejelasan pengertian-pengertian baru yang ditimbulkan serta kemampuan memperoleh kembali pengertian-pengertian baru tersebut. Makin jelas, stabil serta terorganisasinya struktur kognitif siswa, proses belajar yang bermakna dan retensi makin mudah terjadi. Sebaliknya, struktur kognitif yang tidak stabil, kabur dan tidak terorganisasi dengan tepat, cenderung merintangi proses belajar yang bermakna dan retensi Slameto, 2010: 122-123. Struktur kognitif adalah perangkat fakta-fakta, konsep-konsep, generalisasi- generalisasi yang terorganisasi, yang telah dipelajari dan dikuasai seseorang. Menurut Slameto 2010: 25-26, ada tiga macam variabel struktur kognitif, yaitu: 1. Pengetahuan yang Telah Dimiliki Bagaimana bahan baru dapat dipelajari dengan baik, bergantung pada apa yang telah diketahui advanceorganizers. 2. Diskriminabilitas Konsep-konsep baru yang dapat dibedakan dengan jelas dengan apa yang telah dipelajari, mudah dipelajari dan dikuasai. 3. Kemantapan dan Kejelasan Konsep-konsep yang mantap dan jelas yang telah ada di dalam struktur kognitif memudahkan belajar dan retensi. Untuk menambah kemantapan dan kejelasan konsep itu perlu latihan. Menurut Syah 2006: 51, sekurang-kurangnya ada dua macam kecakapan kognitif siswa yang amat perlu dikembangkan segera khususnya oleh guru, yakni: 1 strategi belajar memahami isi materi pelajaran; 2 strategi meyakini arti penting isi materi pelajaran dan aplikasinya serta menyerap pesan-pesan moral yang terkandung dalam materi pelajaran tersebut. Tanpa pengembangan dua macam kecakapan kognitif ini, agaknya siswa sulit diharapkan mampu mengembangkan ranah afektif dan psikomotornya sendiri. Strategi menurut Syah 2006: 51 adalah sebuah istilah populer dalam psikologi kognitif, yang berarti prosedur mental yang terbentuk tatanan tahapan yang memerlukan alokasi upaya-upaya yang bersifat kognitif dan selalu dipengaruhi oleh pilihan-pilihan kognitif atau pilihan-pilihan kebiasaan belajar cognitive preferences siswa. Pilihan kebiasaan belajar ini secara garis besar terdiri atas: 1 menghafal prinsip-prinsip yang terkandung dalam materi; 2 mengaplikasikan prinsip-prinsip materi. Preferensi kognitif yang pertama pada umumnya timbul karena dorongan luar motif ekstrinsik yang mengakibatkan siswa menganggap belajar hanya sebagai alat pencegah ketidaklulusan atau ketidaknaikkan. Mengukur keberhasilan siswa yang berdimensi kognitif rasa cipta dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik dengan tes tertulis maupun tes lisan dan perbuatan. Karena semakin membengkaknya jumlah siswa di sekolah-sekolah, tes lisan dan perbuatan saat ini semakin jarang digunakan. Alasan lain mengapa tes lisan khususnya kurang mendapat perhatian ialah karena pelaksanaannya yang face to face berhadapan langsung. Cara ini, konon dapat mendorong penguji untuk bersikap kurang fair terhadap si terujipeserta didik tertentu Syah, 2006: 208. Untuk mengatasi masalah subjektivitas itu, semua jenis tes tertulis baik yang berbentuk subjektif maupun yang berbentuk objektif kecuali tes B-S, seyogianya dipakai sebaik-baiknya oleh para guru. Namun demikian, apabila anda menghendaki informasi yang lebih akurat mengenai kemampuan kognitif siswa, selain tes B-S, tes pilihan berganda juga sebaiknya tidak digunakan. Sebagai gantinya, anda sangat dianjurkan untuk menggunakan tes pencocokan matching test, tes isian, dan tes esai. Khusus untuk mengukur kemampuan analisis dan sintesis siswa, anda lebih dianjurkan untuk menggunakan tes esai, karena tes ini adalah ragam instrumen evaluasi yang dipandang paling tepat untuk mengevaluasi dua jenis kemampuan akal siswa tadi Syah, 2006: 209.

E. Hasil Belajar Aspek Afektif

Domain afektif berkenaan dengan sikap, nilai-nilai dan apresiasi. Domain ini merupakan bidang tujuan pendidikan kelanjutan dari domain kognitif. Artinya seseorang hanya akan memiliki sikap tertentu terhadap sesuatu objek manakala telah memiliki kemampuan kognitif tingkat tinggi. Menurut Krathwohl dkk dalam Sanjaya, 2012: 131-132, domain afektif memiliki tingkatan yaitu: 1. Penerimaan adalah sikap kesadaran atau kepekaan seseorang terhadap gejala, kondisi, keadaan atau suatu masalah. Seseorang memiliki perhatian yang positif terhadap gejala-gejala tertentu manakala mereka memiliki kesadaran tentang gejala, kondisi atau objek yang ada, kemudian mereka juga menunjukkan kerelaan untuk menerima, bersedia untuk memerhatikan gejala, atau kondisi yang diamatinya itu yang pada akhirnya mereka memiliki kemauan untuk mengarahkan segala perhatiannya terhadap objek itu. 2. Merespons atau menanggapi ditunjukkan oleh kemauan untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan tertentu seperti kemauan untuk menyelesaikan tugas tepat waktu, kemauan untuk mengikuti diskusi, kemauan untuk membantu orang lain, dan lain sebagainya. Responding biasanya diawali dengan diam-diam kemudian dilakukan dengan sungguh- sungguh dan kesadaran setelah itu baru respons dilakukan dengan penuh kegembiraan dan kepuasan. 3. Menghargai, tujuan ini berkenaan dengan kemampuan untuk memberi penilaian atau kepercayaan kepada gejala atau suatu objek tertentu. Menghargai terdiri dari penerimaan suatu nilai dengan keyakinan tertentu, seperti menerima akan adanya kebebasan atau persamaan hak antara laki- laki dan perempuan; mengutamakan suatu nilai seperti memiliki keyakinan akan kebenaran suatu ajaran tertentu; serta komitmen akan kebenaran yang diyakininnya dengan aktivitas. 4. Mengorganisasimengatur diri, tujuan yang berhubungan dengan pengembangan nilai ke dalam sistem organisasi tertentu, termasuk hubungan antar nilai dan tingkat prioritas nilai-nilai itu. Tujuan ini terdiri dari mengkonseptualisasi nilai, yaitu memahami unsur-unsur abstrak dari suatu nilai yang telah dimiliki dengan nilai-nilai yang datang kemudian; serta mengorganisasi suatu sistem nilai, yaitu mengembangkan suatu sistem nilai yang saling berhubungan yang konsisten dan bulat termasuk nilai-nilai yang lepas-lepas. Karakteristik nilai atau pola hidup, tujuan yang berkenaan dengan mengadakan sintesis dan internalisasi sistem nilai dengan pengkajian secara mendalam, sehingga nilai-nilai yang dibangunnya itu dijadikan pandangan falsafah hidup serta dijadikan pedoman dalam bertindak dan berperilaku. Telah disebutkan bahwa ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan, yakni menerima receiving, menjawab responding, menilai valuing, organisasi organization, dan karakteristik dengan suatu nilai atau kompleks nilai characterization by a value or value complex. Kata-kata kerja operasional untuk mengukur jenjang kemampuan dalam ranah afektif menurut Daryanto 2012: 118-120 adalah: 1. Menerima receiving: menanyakan, menjawab, menyebutkan, memilih, mengidentifikasikan, memberikan, mencandrakan describe, mengikuti, menyeleksi, menggunakan dan sebagainya. 2. Menjawab responding: menjawab, melakukan, menulis, berbuat, menceritakan, membantu, mendiskusikan, melaksanakan, mengemukakan, melaporkan, dan sebagainya. 3. Menilai valuing: menerangkan, membedakan, memilih, mempelajari, mengusulkan, menggambarkan, menggabung, menyeleksi, bekerja, membaca, dan sebagainya. 4. Organisasi organization: mengorganisasi, menyiapkan, mengatur, mengubah, membandingkan, mengintegrasikan, memodifikasi, menghubungkan, menyusun, memadukan combine, menyelesaikan, mempertahankan, menjelaskan, menyatukan synthesize, menggeneralisasikan, dan sebagainya. 5. Karakteristik dengan suatu nilai atau kompleks nilai characterization by a value or value complex: menggunakan, mempengaruhi, memodifikasi, mengusulkan, menerapkan, memecahkan, merevisi, bertindak, mendengarkan, menyuruh, membenarkan varify dan sebagainya. Kemampuan aspek afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berupa tanggung jawab, kerja sama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain dan kemampuan mengendalikan diri. Semua kemampuan ini harus menjadi bagian dari tujuan pembelajaran di sekolah, yang akan dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang tepat. Dalam pengertian lain disebutkan bahwa ranah afektif sangat mempengaruhi perasaan dan emosi. Masalah afektif yang bersifat kejiwaan dan berada di dalam diri manusia, sulit dibaca dan diukur. Namun mampu dikajidibaca melalui sejumlah indikator Suryani dan Agung, 2012: 122-123. Sikap selalu berkenaan dengan suatu objek, dan sikap terhadap objek ini disertai dengan perasaan positif atau negatif. Orang yang mempunyai sikap positif terhadap suatu objek yang bernilai dalam pandangannya, dan ia akan bersikap negatif terhadap objek yang dianggapnya tidak bernilai dan atau juga merugikan. Orang hanya dapat mempunyai sikap terhadap hal-hal yang diketahuinya. Jadi, harus ada sekedar informasi pada seseorang untuk dapat bersikap terhadap suatu objek. Bila berdasarkan informasi itu timbul perasaan positif atau negatif terhadap objek dan menimbulkan kecenderungan untuk bertingkah laku tertentu, terjadilah sikap Slameto, 2010: 189.

Dokumen yang terkait

PERBANDINGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY DENGAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E(LC3E)

0 7 59

PERBANDINGAN PENGUASAAN KONSEP SISWA ANTARA PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MODEL GUIDED INQUIRY (GI) DENGAN MODEL LEARNING CYCLE 3E (LC3E) PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT

0 13 50

PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY LEARNING DENGAN GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR RANAH KOGNITIF DAN AFEKTIF SISWA (Studi Komparatif pada Materi Pokok Pengaruh Kepadatan Populasi Manusia Terhadap Lingkungan Siswa Kelas VII SM

0 8 70

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

3 23 60

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING DITINJAU DARI PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandar Lampung T.P.2014/2015)

2 7 45

PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY LEARNING DENGAN GUIDED INQUIRY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR ASPEK KOGNITIF DAN AFEKTIF SISWA (Studi Komparatif pada Materi Pokok Peran Manusia dalam Pengelolaan Lingkungan Siswa Kelas VII SMP PGRI 1 Band

4 59 95

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR SISWA (Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Kartika II-2 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Ajaran 2014/2015 Materi Pokok Ekosistem)

3 20 58

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR SISWA (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII MTs Negeri 1 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015 Materi Pokok Ekosistem)

11 70 61

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN PROBLEM BASED LEARNING

2 11 13

PENGARUH MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA SMAN 2 SUNGAI RAYA MATERI LAJU REAKSI

0 0 16