Persamaan Takahashi Metoda Pengamatan Debris Flow

2.4.1 Persamaan Takahashi

Mekanisme aliran dideskripsikan oleh Takahashi 1979 dengan mengasumsikan bahwa air dan material sedimen yang terangkut oleh aliran sebagai satu kesatuan yaitu aliran debris. Teori persamaan aliran debris selanjutnya dengan pertimbangan material-material debris, yaitu dengan menganggapnya sebagai benda yang terletak pada bidang miring Gambar 2.1 Gambar 2.1 Mekanisme terjadinya aliran debris Mukhlisin 1998, mengasumsikan bahwa dari suatu lapisan sedimen atau endapan dasar sungai yang berupa tanah non khesif, dengan kedalaman D dan kemiringan θ. Pada saat aliran dengan ketinggian h o lewat, ruang pori diantara endapan sedimen sudah menjadi jenuh dan aliran rembesan yang sejajar akan terjadi. Takahashi menjelaskan bahwa besarnya tegangan geser pada sungai memiliki 3 keadaan seperti terlihat pada Gambar 2.1. Tegangan geser τ merupakan tegangan tangensial yang bekerja, sedangkan τ L merupakan tegangan yang menahannya. Jika lapisan dasar atau debrisnya sangat tebal, distribusi tegangan tersebut dapat terjadi seperti keadaan Gambar 2.1c dan Gambar 2.1b. jika tegangan geser yang bekerja lebih besar daripada tegangan yang menahan, maka material dasar sungai tersebut akan bergerak ke bawah atau ke hilir. Beberapa butiran material dasar akan bergerak apabila a L lebih besar dari diameter butiran tunggalnya. Ruangan pori dari lapisan butiran dasar yang bergerak tersebut akan bertambah, jika h o relatif lebih dangkal dibandingkan a L dan butiran selanjutnya akan terurai secara tidak teratur pada kedalaman air tersebut. Bertambahnya ruangan pori akan memungkinkan gerakan massa tersebut kearah hilir. Angkatan massa ini akan berupa aliran debris. Mekanisme aliran debris yang diajukan oleh Takahashi 1979 adalah sebagai berikut : τ = g sin θ [Cγ s - γ w a + γ w a + h o ] 2.1 dengan : τ = tegangan geser yang bekerja Nm 2 , θ = sudut kemiringan dasar sungai º, h o = kedalaman air minimum m, C = konsentrasi sedimen material dasar, a = tebal lapisan sedimen yang diharapkan akan bergerak, g = percepatan gravitasi bumi ms 2 , γ s = berat jenis partikel butiran grcm 3 , γ w = berat jenis air grcm 3 , Kemudian tegangan geser yang menahan bergeraknya material dasar, akan mempunyai persamaan : τ L = g c os θ [C γ s - γ w a] tan φ 2.2 dengan : τ L = tegangan geser yang menahan Nm 2 , φ = sudut gesek dalam material dasar sungai º, Keadaan seperti pada Gambar 2.1a, akan terjadi bila d τda ≥ dτ L da. Selanjutnya gerakan aliran debris akan terjadi jika : an θ ≥ γ - γ γ - γ γ an θ 2.3 Kemiringan dasar sungai yang memenuhi persamaan 2.3 akan menyebabkan kelongsoran dasar sungai walaupun aliran rembesan belum mencapai permukaan. Dalam hal ini, kemungkinan bahwa τ r akan lebih besar τ disekitar lapisan permukaan akan selalu ada, sehingga dasar sungainya seolah-olah stabil. Fenomena ini lebih tepat jika disebut dengan kelongsoran tanah, yang sangat berbeda dengan fenomena aliran debris. Bencana tanah longsor yang berupa rusaknya struktur dasar sungai dapat terjadi tanpa adanya aliran air yang cukup atau terpenuhinya persyaratan. Dengan kata lain, aliran debris akan terjadi bila ada aliran air diatas akumulasi debris. Selanjutnya keadaan seperti pada Gambar 2.1b akan terjadi bila d τda dτ L da dan a L ≥ d, dengan d adalah diame er ra a- rata yang dianggap mewakili sedimen debris. Diameter yang digunakan adalah d 50 dari endapan debris tersebut. Keadaan terjadinya aliran debris ini akan dipenuhi jika : γ - γ γ - γ an θ ≤ an θ ≥ γ - γ γ - γ γ an θ 2.4 Apabila a L lebih dangkal dari D, secara teoritis tidak akan ada lapisan butiran yang bergerak yang disebabkan oleh gaya-gaya statik tersebut. Namun, bila masih ada gerakan lapisan butiran, hal ini pasti disebabkan oleh adanya gaya-gaya drag and lift dari permukaan yang merupakan angkutan sedimen secara umumnya. Kemudian, kemiringan dasar kritis yang menybabkan aliran debris akan diberikan dalam bentuk persamaan: an θ γ - γ γ - γ γ an θ 2.5 Dari persamaan 2.5 dapat dilihat bahwa semakin besar nilai h o maka akan semakin landailah kemiringan kritis yang akan menyebabkan aliran debris. Disini yang dimaksud dengan konsentrasi bahan dasar adalah nilai banding antara volume butiran padat dan volume keseluruhan bahan dasar, yaitu : C = 2.6 dengan : V s = volume butiran padat cm 3 , V = volume total yaitu volume udara ditambah volume air dan volume butiran cm 3 . Gambar 2.2 Susunan butiran tanah dasar Prinsip yang harus dipahami adalah : W = W w + W s V = V s + V w + V a V v = V a + V w Keterangan Gambar 2.2 ditinjau dari struktur elemen tanah, adalah sebagai berikut : W s = berat butiran padat gr, W w = berat air gr, V s = volume butiran padat cm 3 , V w = volume air cm 3 , G s = berat jenis butiran grcm 3 , e = angka pori, w = kadar air , S = derajat kejenuhan , Hubungan volume yang biasa digunakan dalam mekanika tanah yaitu angka pori void ratio, porositas porosity dan derajat kejenuhan degree of saturation. Angka pori : e = 2.7 Porositas : n = 2.8 Derajat kejenuhan : S = x 100 2.9 Volume air : V w = S . V v = S . e 2.10 Berat air : W w = γ w . V w = � . W s = � . G s . γ w . V s atau γ w . S . e = � . G s . γ w . V s Sedangkan hubungan berat yang biasa digunakan adalah kadar air moisture content, dan berat volume unit weight. Kadar air : w = x 100 2.11 Berat volume basah : γ b = 2.12 Berat volume kering : γ b = 2.13 Jika berat volume butiran padat γ s = W s V s gr , maka perbandingan antara berat volume butiran padat γ s dengan berat volume air γ w pada temperatur tertentu adalah berat jenis specific gravity : Berat jenis butiran : G s = 2.14 Takahashi menyebutkan bahwa awal terjadinya aliran debris terjadi pada kondisi jenuh, sedangkan pada saat jenuh nilai S = 1, sehingga : Angka pori : e = � . G s 2.15 Sedangkan : C = e 2.16 Sehingga jika nilai e dapat ditentukan akan diperoleh nilai konsentrasi bahan dasarnya C.

2.4.2 Penentuan Diameter Endapan Aliran Debris