ANALISA CURAH HUJAN DENGAN METODE HIDROGRAF SATUAN SINTETIK NAKAYASU TERHADAP TERJADINYA MIGRASI DEBRIS FLOW KALI PUTIH GUNUNG MERAPI

(1)

ANALISA CURAH HUJAN DENGAN METODE HIDROGRAF

SATUAN SINTETIK NAKAYASU TERHADAP

TERJADINYA MIGRASI DEBRIS FLOW

KALI PUTIH GUNUNG MERAPI

Skripsi

diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Teknik Bangunan

Oleh

Ginanjar Abdunnafi’ NIM. 5101412024

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2016


(2)

ii


(3)

(4)

(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

 Maka nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan .(QS. Ar Rahman : 11)

 Orang-orang sukses telah belajar membuat diri mereka melakukan hal yang harus dikerjakan ketika hal itu memang harus dikerjakan, entah mereka menyukainya atau tidak.

PERSEMBAHAN

 Allah SWT dan Nabi Muhammad atas segala nikmat-Nya

 Almamater Universitas Negeri Semarang

 Balai Sabo Yogyakarta

 Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi Yogyakarta


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya yang telah melimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikanskripsi denagn judul “Analisa Curah Hujan dengan Metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu terhadap Terjadinya Migrasi Debris Flow Kali Putih Gunung Merapi”,yang diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Teknik Bangunan.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan, saran, dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh kareana itu, dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat, penulis menyampaikan terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Fatur Rokhman, M.Hum, selaku Rektor Universitas Negeri Semarang.

2. Bapak Dr. Nur Qudus, M.T, selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.

3. Ibu Dra. Sri Handayani, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil dan Ketua Program Studi Pendidikan Teknik bangunan.

4. Bapak Drs. Lashari, M.T, selaku dosen pembimbing I dan Ibu Dr. Rini Kusumawardani, S.T., M.T., M.Sc, selaku dosen pembimbing II yang penuh perhatian atas perkenaan memberi bimbingan dan dapat dihubungi sewaktu-waktu disertai kemudahan dalam memberikan bahan dan menunjukkan sumber-sumber yang relevan dalam membantu penulisan skripsi ini.

5. Bapak Untoro Nugroho, S.T.,M.T, selaku dosen penguji yang telah memberi masukan yang sangat berharga berupa saran, ralat, perbaikan, pertanyaan, komentar, tanggapan terhadap kualitas skripsi ini.

6. Dr. Ir. Muhammad Mukhlisin, M.T, selaku peneliti utama di bidang debris flow.

7. Seluruh dosen di Jurusan Teknik Sipil, yang telah menyalurkan ilmunya hingga penulis berhasil menyelesaikan studi.


(7)

vii

8. Staf Balai Sabo Yogyakarta dan staf Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi Yogyakarta yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk memperoleh data penelitian.

9. Bapak Dul Muntolib, S.T, M.T, dan Ibu Dra. Maemunah yang telah memberikan dukungan materiil, pengorbanan yang tulus, kesabaran serta doa restunya yang selalu mengiringi setiap langkah penulis dalam penyusunan karya ini.

10. Sahabat-sahabatku terbaik dan teman mahasiswa Program Studi Pendidikan Teknik Bangunan angkatan 2012 yang selalu memberikan motivasi, bantuan serta saran-saran dalam berbagai hal dan mendoakan penulis sampai selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa di dunia ini tidak ada yang sempurna untuk itu penulis mohon kritik dan saran untuk penulis supaya bisa lebih baik dalam membuat laporan di lain kesempatan.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan sebagai bekal untuk pengembangan di masa mendatang.


(8)

viii

ABSTRAK

Gunung Merapi merupakan gunung api teraktif di dunia dengan karakteristiknya yang sangat khas. Gunung api ini sewaktu-waktu bisa mengalami fase erupsi sehingga menimbulkan letusan yang hebat. Material hasil erupsi dengan intensitas volume yang besar ini kemudian mengalir masuk ke sungai-sungai di wilayah gunung tersebut. Air adalah salah satu media utama dalam proses angkutan sedimen. Dengan demikian intensitas hujan memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap fenomena migrasi sedimen material hasil erupsi serta besarnya daya rusak yang ditimbulkan. Campuran antara air (air hujan atau air yang lain) dengan sedimen konsentrasi tinggi yang meluncur ke bawah melalui lereng atau dasar alur berkemiringan tinggi disebut aliran debris.

Salah satu cara dalam mendukung upaya peringatan dini bencana aliran debris pada Kali Putih Gunung Merapi yaitu dengan mencari hubungan parameter hujan (terkait durasi hujan dan intensitas hujan penyebab aliran debris) dan parameter yang dominan terhadap kejadian aliran debris dengan lokasi studi di lereng Gunung Merapi. Metode yang digunakan yaitu analisis data primer berupa material dasar sungai dan analisis data sekunder berupa data curah hujan yang disubstitusikan ke dalam Persamaan Takahashi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas hujan maksimum lebih besar dari 36 mm/jam akan menyebabkan terjadinya aliran debris. Parameter lain yang dominan mempengaruhi terjadinya aliran debris dari Persamaan Takahashi adalah kemiringan dasar sungai (�) dan ketinggian air (ho). Pada alur Kali Putih Gunung

Merapi kejadian aliran debris terjadi pada kemiringan dasar minimum 8,5 derajat dan kedalaman air minimum 0,032 m.

.

Kata Kunci : Aliran Debris, Curah Hujan, Gunung Merapi, Metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu, Persamaan Takahashi.


(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah... 3

1.3 Perumusan Masalah ... 3

1.4 Pembatasan Masalah ... 4

1.5 Tujuan ... 4

1.6 Manfaat ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ... 6

2.1 Debris Flow ... 6

2.2 Klasifikasi dan Karakteristik Debris Flow ... 7

2.3 Prediksi Waktu Kejadian Debris Flow ... 8

2.4 Metoda Pengamatan Debris Flow ... 9

2.4.1 Persamaan Takahashi... 9

2.4.2 Penentuan Diameter Endapan Aliran Debris ... 17

2.4.3 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ... 17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 22

3.1 Lokasi Penelitian ... 23


(10)

x

3.3 Metode Pengumpulan Data... 25

3.3.1 Data Primer ... 25

3.3.2 Data Sekunder ... 25

3.4 Metode Analisis Data ... 26

3.4.1 Analisa Penampang Memanjang Sungai ... 26

3.4.2 Analisa Tanah Dasar Sungai ... 26

3.4.3 Analisa Curah Hujan... 33

3.4.4 Analisa Persamaan Takahashi untuk Kondisi Nyata di Alur Sungai ... 34

3.5 Metode Pendekatan Utama ... 34

3.6 Perumusan Analisa ... 35

3.7 Hipotesis ... 35

3.8 Bagan Pelaksanaan Penelitian ... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 37

4.2 Analisa Data... 40

4.2.1 Hasil Pemeriksaan Uji Kadar Air Tanah ... 40

4.2.2 Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Tanah ... 40

4.2.3 Hasil Pemeriksaan Soil Properties ... 41

4.2.4 Hasil PemeriksaanAnalisa Butiran ... 43

4.2.5 Hasil Analisa Uji Geser Langsung ... 45

4.2.6 Hasil Analisa Penampang Memanjang Sungai ... 46

4.2.7 Hasil Perhitungan Tinggi Air Minimum (Ho) ... 46

4.3 Analisa Curah Hujan... 48

4.3.1 Pemilihan Stasiun ... 48

4.3.2 Pemilihan Data Curah Hujan ... 48

4.3.3 Perhitungan Parameter Curah Hujan ... 51

4.3.4 Menarik Garis Kritik... 53

4.4 Analisa Penggunaan Persamaan Takahashi untuk Kondisi Nyata di Sungai ... 55


(11)

xi

4.4.2 Analisa Persamaan Takahashi ... 55

4.4.3 Analisa dalam Bentuk Grafik ... 59

4.5 Pembahasan ... 74

4.5.1 Curah Hujan ... 74

4.5.2 Sensitifitas Persamaan Takahashi ... 78

4.5.3 Penggunaan Persamaan takahashi ... 81

BAB V PENUTUP ... 105

5.1 Kesimpulan ... 105

5.2 Saran ... 106


(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mekanisme terjadinya aliran debris ... 10

Gambar 2.2 Susunan butiran tanah dasar ... 14

Gambar 2.3 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ... 19

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian terhadap DAS Kali Putih ... 22

Gambar 3.2 Sub DAS Kali Putih bagian hulu... 23

Gambar 3.3 Bagan pelaksanaan penelitian ... 35

Gambar 4.1 Peta endapan piroklasik letusan Gunung Merapi tahun 2010 ... 37

Gambar 4.2.1 Kurva distribusi ukuran butiran PU-D2 titik 1 ... 43

Gambar 4.2.2 Kurva distribusi ukuran butiran PU-D2 titik 2 ... 43

Gambar 4.2.3 Kurva distribusi ukuran butiran PU-D2 titik 3 ... 43

Gambar 4.3 Morfologi Kali Putih ... 45

Gambar 4.4 Perbandingan curah hujan maks/jam dengan curah hujan anteseden ... 52

Gambar 4.5 Perbandingan durasi hujan dengan curah hujan kumulatif . 53 Gambar 4.7 Perbandingan durasi hujan dengan curah hujan maksimum ... 53

Gambar 4.7 Perbandingan curah hujan kumulatif dengan curah hujan maksimum ... 54

Gambar 4.8 Nilai Persamaan Takahashi pada titik PU-C10.1 ... 58

Gambar 4.9 Nilai Persamaan Takahashi pada titik PU-C10.2 ... 59

Gambar 4.10 Nilai Persamaan Takahashi pada titik PU-C10.3 ... 59

Gambar 4.11 Nilai Persamaan Takahashi pada titik PU-D1.1 ... 60

Gambar 4.12 Nilai Persamaan Takahashi pada titik PU-D1.2 ... 60

Gambar 4.13 Nilai Persamaan Takahashi pada titik PU-D1.3 ... 61

Gambar 4.14 Nilai Persamaan Takahashi pada titik PU-D2.1 ... 61

Gambar 4.15 Nilai Persamaan Takahashi pada titik PU-D2.2 ... 62


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jumlah desa rawan terkena banjir lahar ... 38

Tabel 4.2 Daerah terkena dampak banjir lahar DAS Kali Putih ... 38

Tabel 4.3 Hasil perhitungan kadar air tanah ... 39

Tabel 4.4 Hasil perhitungan berat jenis tanah ... 40

Tabel 4.5 Nilai γb, γd , γs, γsat ... 41

Tabel 4.6 Hasil nilai perhitungan Sr, n, e, Dr, Rc ... 41

Tabel 4.7 Sistem klasifikasi unified ... 42

Tabel 4.8 Hasil pemeriksaan sudut geser tanah ... 44

Tabel 4.9 Kedalaman air minimum penyebab terjadinya aliran debris .. 46

Tabel 4.10 Data Hujan yang Terjadi Aliran Debris. ... 48

Tabel 4.11Data Hujan yang Tidak Terjadi Aliran Debris ... 49

Tabel 4.12Data curah hujan yang terjadi aliran debris . ... 50

Tabel 4.13Data curah hujan yang terjadi aliran debris ... 51

Tabel 4.14 Pembuktian Persamaan Takahashi dari data yang terjadi aliran debris dengan HSS Nakayasu ... 56

Tabel 4.15 Pembuktian Persamaan Takahashi dari data yang tidak terjadi aliran debris dengan HSS Nakayasu ... 57


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian ... 70

Lampiran 2 Foto Dokumentasi... 73

Lampiran 3 Data Hasil Pengujian Kadar Air Tanah ... 79

Lampiran 4 Data Hasil Pengujian Berat Jenis Tanah ... 82

Lampiran 5 Data Hasil Pengujian Soil Properties ... 86

Lampiran 6 Data Kurva Distribusi Ukuran Butiran dan Analisa Perhitungannya ... 96

Lampiran 7 Data Hasil Pengujian Sudut Geser Tanah ... 114

Lampiran 8 Data Aliran Sungai (DAS) Kali Putih ... 124


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki banyak gunung berapi yang masih aktif. Gunung api ini sewaktu-waktu bisa mengalami fase erupsi sehingga menimbulkan letusan yang hebat. Material hasil erupsi dengan intensitas volume yang besar ini kemudian mengalir masuk ke sungai-sungai di wilayah gunung tersebut. Fenomena ini suatu saat dapat berubah menjadi aliran lahar yang kemudian membawa bencana di sepanjang alur sungai yang dilalui baik berupa kerugian harta benda, kerusakan sarana dan prasarana publik antara lain : transportasi, irigasi, kerusakan lahan pertanian dan perkebunan, bahkan korban jiwa. Selain kerugian di berbagai sektor, bencana yang ditimbulkan oleh aliran lahar dingin, atau aliran debris ini juga memberi tambahan beban keuangan negara terutama untuk merehabilitasi serta memulihkan fungsi sarana dan prasarana publik yang rusak.

Gunung Merapi secara administratif termasuk di wilayah kabupaten Sleman Propinsi DIY, kabupaten Magelang, Boyolali, Klaten, di Provinsi Jawa Tengah dengan ketinggian 2980 meter dari permukaan air laut. Gunung Merapi adalah gunung api tipe strato dengan kubah lava dan merupakan gunung api teraktif di dunia dengan karakteristiknya yang sangat khas.


(16)

Potensi bahaya vulkanik Gunung Merapi dapat dibedakan menjadi bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer adalah bahaya yang ditimbulkan secara langsung saat terjadi erupsi atau letusan gunung api (Bronto, 2001). Bahaya tersebut berupa awan panas, lontaran atau hujan batu pijar, longsoran batuan gunung api, lahar letusan, aliran lava, hujan abu dan gas beracun. Bahaya sekunder adalah bahaya yang terjadi secara tidak langsung setelah aktivitas gunung api berlalu (Bronto, 2001). Bahaya ini berupa lahar dingin, banjir bandang, pencemaran air tanah, kekurangan air bersih dan kelaparan serta penyakit menular.

Air adalah salah satu media utama dalam proses angkutan sedimen. Dengan demikian maka intensitas hujan memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap fenomena migrasi sedimen material hasil erupsi serta besarnya daya rusak yang ditimbulkan (Mananoma, 2007).

Pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum, telah ditugaskan untuk mengendalikan bencana alam yang disebabkan oleh gunung berapi aktif, terutama untuk mengurangi kerugian karena bencana alam langsung (letusan gunung berapi) maupun bencana alam tidak langsung (proses transpor material dari hulu ke hilir). Sering dijumpai bahwa bencana alam tidak langsung seperti aliran lahar dingin cukup berbahaya pula sebab dapat merusak jaringan air minum, irigasi, dan transportasi, yang melayani suatu kota (Mukhlisin, 1998).


(17)

Sehubungan dengan timbunan material hasil erupsi yang menumpuk di puncak Gunung Merapi berpotensi mengalami luncuran turun berupa aliran debris / banjir lahar dingin akibat air hujan, serta bahaya dan dampak yang diakibatkan oleh aliran debris ini, sehingga penelitian mengenai

Analisa Curah Hujan dengan Metode Hidrograf Satuan Sintetik

Nakayasu terhadap Terjadinya Migrasi Debris Flow Kali Putih

Gunung Merapi” disusun guna memprediksi kejadian aliran debris hujan di lereng Gunung Merapi.

1.2 Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah adalah sebagai berikut:

a. Penimbunan material endapan hasil erupsi Gunung Merapi tahun 2010 di bagian hulu sungai.

b. Hubungan antara intensitas hujan dengan debris flow.

c. Hubungan antara morfologi sungai dan perilaku sedimen dengan debris flow.

1.3 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana pengaruh parameter hujan (terkait durasi hujan dan intensitas hujan penyebab aliran debris) terhadap kejadian debris flow?

b. Bagaimana hubungan spasial hujan dengan kedalaman hujan pada saat terjadi debris flow di wilayah lereng Gunung Merapi?

c. Bagaimana pengaruh parameter morfologi sungai dan perilaku sedimen terhadap kejadian debris flow.


(18)

1.4 Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Lokasi penelitian di wilayah lereng Gunung Merapi yang secara

administrasi berada di Kabupaten Sleman di Daerah Istimewa Yogyakarta serta Kabupaten Magelang dan Kabupaten Klaten di Provinci Jawa Tengah.

b. Data kejadian debris flow pada rentang waktu Desember 2010 hingga Februari 2012 di Kali Putih.

c. Data pengujian sedimen tanah pada bangunan sabo diantaranya PU-D2 (Mranggen), PU-D1 (Mranggen), PU-C10 (Ngepos).

d. Waktu yang diambil untuk diamati di setiap stasiun adalah dalam jangka waktu 7 hari terakhir dari waktu kejadian aliran debris.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini ini adalah sebagai berikut:

a. Menganalisa curah hujan yang menyebabkan terjadinya aliran debris b. Mencari nilai persentase terjadinya aliran debris dengan Persamaan

Takahashi pada Kali Putih Gunung Merapi.

c. Mengetahui ketebalan muka air minimum dan kemiringan sungai yang menyebabkan terjadinya aliran debris pada Kali Putih Gunung Merapi. d. Menganalisa pengaruh curah hujan anteseden terhadap terjadinya aliran

debris.

e. Menjabarkan hasil penelitian sebagai masukan pengembangan sistem peringatan dini bencana sekunder Gunung Merapi.


(19)

1.6 Manfaat

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagi Bangsa dan Negara

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah pola spasial hujan untuk pengembangan system peringatan dini bencana aliran debris di wilayah lereng Gunung merapi dengan menggunakan nilai intensitas hujan (mm/jam) dan nilai working rainfall (mm) sebagai masukan bagi sistem peringatan dini bencana aliran debris khususnya di area Kali Putih. b. Bagi Ilmu Pengetahuan

Inventarisasi ilmu pengetahuan potensi bahaya debris flow khususnya pengembangan early warning system di Kali Putih.

c. Bagi Penulis

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah menambah pengetahuan penulis dan dapat menerapkan ilmu-ilmu yang telah diperoleh dari bangku kuliah serta dapat digunakan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Teknik Bangunan di Universitas Negeri Semarang


(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Debris Flow

Aliran debris (debris flow) adalah aliran campuran antara air (air hujan atau air yang lain) dengan sedimen konsentrasi tinggi yang meluncur ke bawah melalui lereng atau dasar alur berkemiringan tinggi. Aliran ini seringkali membawa batu-batu besar dan batang-batang pohon, meluncur ke bawah dengan kecepatan tinggi (biasanya masih di bawah kecepatan

mudflow) dengan kemampuan daya rusak yang besar terhadap apa saja yang dilaluinya seperti bangunan rumah atau fasilitas lainnya sehingga mengancam kehidupan manusia. Aliran debris tidak terkait langsung dengan letusan gunung api, namun dapat terjadi di daerah vulkanik maupun non-vulkanik.

Kusumobroto (2006), mengklasifikasikan aliran debris dalam dua karakteristik yang berbeda yaitu aliran debris tipe berbatuan (gravel type debris flow) merupakan aliran debris yang mengandung banyak batu-batu besar dan aliran debris tipe lumpur (mudflow type debris flow) merupakan aliran debris dengan kandungan batu besar sedikit dan lebih didominasi oleh kandungan pasir dan batu-batu kecil.

Dari aspek teknik sipil aliran lahar atau yang disebut sebagai aliran debris ini membawa pengaruh yang signifikan terhadap perubahan morfologi sungai sehingga dengan demikian juga berpengaruh terhadap kelestarian fungsi sungai itu sendiri. Secara umum faktor-faktor yang


(21)

berpengaruh terhadap kejadian aliran debris pada wilayah gunung berapi adalah kemiringan lereng, jumlah material endapan, faktor topografi dan geologi tanah, luas Daerah Aliran Sungai, serta curah hujan (Mananoma, 2007).

Terjadinya aliran debris pada sungai di daerah vulkanik dikarenakan kemiringan dasar sungai curam sehingga kecepatan aliran sangat tinggi dan daya rusaknya sangat besar. Dampak meluncurnya aliran debris dengan kecepatan tinggi dapat menerjang semua obyek yang dilaluinya antara lain bangunan sungai, jembatan, kawasan permukiman, lahan pertanian, dan infrastruktur lainnya. Aliran debris menyebabkan bencana berupa kerusakan lingkungan dan infrastruktur, serta kerugian harta benda, bahkan korban jiwa dan luka-luka dalam jumlah besar.

2.2 Klasifikasi dan Karakteristik Debris Flow

Klasifikasi dan karakteristik debris flow tidak bisa terlepas dari pemahaman pengetahuan tentang debris flow itu sendiri, baik mengenai kriteria terjadinya maupun mekanisme alirannya. Dengan demikian karakter aliran, total migrasi sedimen, kecepatan aliran, dan besar serta kekuatan daya rusak akan dapat diprediksi.

Aliran lumpur vulkanik (volcanic mud flow) adalah campuran antara air dengan material vulkanik hasil letusan gunungapi yang meluncur ke bawah melalui alur sungai atau alur-alur gunung. Temperatur aliran ini kurang dari 100º tetapi dapat mengandung blok-blok lava panas yang dapat membakar rumah atau apa saja yang tersentuh. Kecepatan aliran sangat


(22)

tinggi dapat mencapai 100 km/jam sehingga sulit untuk menghindar. Daya rusak aliran tinggi mengakibatkan kerusakan terhadap apa saja yang dilanggarnya.

Di Indonesia aliran lahar dikenal sebagai aliran lahar hujan, karena biasanya aliran lahar terbentuk dari air hujan bercampur endapan material piroklastik hasil letusan gunungapi. Jika endapan piroklastik pembentuk aliran lahar masih panas yang terjadi adalah lahar hujan dengan temperatur tinggi disebut lahar panas, namun jika material piroklastiknya sudah dingin yang terbentuk adalah aliran lahar hujan yang tidak panas disebut sebagai lahar dingin (Kusumobroto, 2006). Lahar hujan terjadi akibat hujan yang terus menerus dalam jangka waktu tertentu di atas timbunan endapan material vulkanik di sekitar puncak dan lereng gunung berapi. Air hujan yang turun di atas endapan material vulkanik ini akan mengakibatkan endapan material menjadi jenuh dan mudah longsor atau runtuh. Longsoran campuran material vulkanik dengan air hujan ini mengalir menuju sungai-sungai yang berhulu di sekitar endapan lereng dan puncak gunung berapi dalam bentuk aliran lumpur atau aliran debris (Kusumosubroto, 2010).

2.3 Prediksi Waktu Kejadian Debris Flow

Watanabe, dalam Mukhlisin (1998) menyatakan bahwa untuk memprediksi terjadinya aliran debris dapat ditempuh dengan cara :

1. Memperkirakan hujan lebat yang dapat memicu terjadinya aliran debris, 2. Analisa statistik hubungan antara intensitas hujan dengan aliran debris


(23)

3. Memperkirakan deposit yang ada di dalam sungai sebagai aliran debris dalam hubungannya dengan hujan,

4. memperkirakan penambahan tingkat bahaya dari faktor pengendalian deposit.

Takahashi (1991) mengulangi lagi pernyataannya bahwa biasanya aliran debris yang terjadi mempunyai korelasi yang baik dengan curah hujan. Ditegaskan lagi bahwa korelasi antara kejadian aliran debris dan curah hujan persepuluh menit adalah sangat baik dan lebih dari itu, aliran debris terjadi ketika intensitas hujan menaik dan tidak terjadi pada saat intensitas hujan menurun.

2.4 Metoda Pengamatan Debris Flow

Takahashi, dalam Legono (1989), menyatakan bahwa ada dua metoda

pengamatan yang perlu dilakukan berkaitan dengan fenomena kerusakan, yaitu

metoda keras (hard method) dan metoda lunak (soft method). Metoda keras adalah

usaha-usaha yang lebih ditekankan pada pengecekan akan daya perusak,

bagaimana mengendalikannya, atau mengalihkannya ke daerah lain yang lebih

aman, yaitu dengan cara membuat konstruksi penahan yang sesuai. Metoda lunak

merupakan usaha-usaha untuk memindahkan penduduk sebelum terserang

bencana,berikut fasilitas atau barang berharga lainnya. Tentu saja jalan keluar

dengan satu metoda saja tidak cukup untuk usaha pencegahan bencana, dengan


(24)

2.4.1 Persamaan Takahashi

Mekanisme aliran dideskripsikan oleh Takahashi (1979) dengan mengasumsikan bahwa air dan material sedimen yang terangkut oleh aliran sebagai satu kesatuan yaitu aliran debris. Teori persamaan aliran debris selanjutnya dengan pertimbangan material-material debris, yaitu dengan menganggapnya sebagai benda yang terletak pada bidang miring (Gambar 2.1)


(25)

Mukhlisin (1998), mengasumsikan bahwa dari suatu lapisan sedimen atau endapan dasar sungai yang berupa tanah non khesif, dengan kedalaman

D dan kemiringan θ. Pada saat aliran dengan ketinggian ho lewat, ruang pori

diantara endapan sedimen sudah menjadi jenuh dan aliran rembesan yang sejajar akan terjadi. Takahashi menjelaskan bahwa besarnya tegangan geser pada sungai memiliki 3 keadaan seperti terlihat pada Gambar 2.1. Tegangan geser τ merupakan tegangan tangensial yang bekerja, sedangkan τL

merupakan tegangan yang menahannya. Jika lapisan dasar atau debrisnya sangat tebal, distribusi tegangan tersebut dapat terjadi seperti keadaan Gambar 2.1c dan Gambar 2.1b. jika tegangan geser yang bekerja lebih besar daripada tegangan yang menahan, maka material dasar sungai tersebut akan bergerak ke bawah atau ke hilir. Beberapa butiran material dasar akan bergerak apabila aL lebih besar dari diameter butiran tunggalnya. Ruangan

pori dari lapisan butiran dasar yang bergerak tersebut akan bertambah, jika

ho relatif lebih dangkal dibandingkan aL dan butiran selanjutnya akan terurai

secara tidak teratur pada kedalaman air tersebut. Bertambahnya ruangan pori akan memungkinkan gerakan massa tersebut kearah hilir. Angkatan massa ini akan berupa aliran debris.

Mekanisme aliran debris yang diajukan oleh Takahashi (1979) adalah sebagai berikut :

τ = g sin θ [C*(γs - γw)a + γw (a + ho)] (2.1)


(26)

τ = tegangan geser yang bekerja (N/m2),

θ = sudut kemiringan dasar sungai (º), ho = kedalaman air minimum (m),

C* = konsentrasi sedimen (material dasar),

a = tebal lapisan sedimen yang diharapkan akan bergerak, g = percepatan gravitasi bumi (m/s2),

γs = berat jenis partikel butiran (gr/cm3), γw = berat jenis air (gr/cm3),

Kemudian tegangan geser yang menahan bergeraknya material dasar, akan mempunyai persamaan :

τL = g cos θ [C*(γs - γw)a] tan φ (2.2) dengan :

τ L = tegangan geser yang menahan (N/m2), φ = sudut gesek dalam material dasar sungai (º),

Keadaan seperti pada Gambar 2.1a, akan terjadi bila dτ/da ≥ dτL/da.

Selanjutnya gerakan aliran debris akan terjadi jika :

an θ

γ -γ

γ -γ γ an θ (2.3)

Kemiringan dasar sungai yang memenuhi persamaan (2.3) akan menyebabkan kelongsoran dasar sungai walaupun aliran rembesan belum mencapai permukaan. Dalam hal ini, kemungkinan bahwa τr akan


(27)

dasar sungainya seolah-olah stabil. Fenomena ini lebih tepat jika disebut dengan kelongsoran tanah, yang sangat berbeda dengan fenomena aliran debris. Bencana tanah longsor yang berupa rusaknya struktur dasar sungai dapat terjadi tanpa adanya aliran air yang cukup atau terpenuhinya persyaratan. Dengan kata lain, aliran debris akan terjadi bila ada aliran air diatas akumulasi debris. Selanjutnya keadaan seperti pada Gambar 2.1b akan terjadi bila dτ/da < dτL/da dan aL ≥ d, dengan d adalah diame er ra a

-rata yang dianggap mewakili sedimen debris. Diameter yang digunakan adalah d50 dari endapan debris tersebut.

Keadaan terjadinya aliran debris ini akan dipenuhi jika :

γ -γ

γ -γ an θ ≤ an θ

γ -γ

γ -γ γ an θ (2.4)

Apabila aL lebih dangkal dari D, secara teoritis tidak akan ada lapisan

butiran yang bergerak yang disebabkan oleh gaya-gaya statik tersebut. Namun, bila masih ada gerakan lapisan butiran, hal ini pasti disebabkan oleh adanya gaya-gaya drag and lift dari permukaan yang merupakan angkutan sedimen secara umumnya. Kemudian, kemiringan dasar kritis yang menybabkan aliran debris akan diberikan dalam bentuk persamaan:

an θ γ -γ


(28)

Dari persamaan (2.5) dapat dilihat bahwa semakin besar nilai ho maka

akan semakin landailah kemiringan kritis yang akan menyebabkan aliran debris.

Disini yang dimaksud dengan konsentrasi bahan dasar adalah nilai banding antara volume butiran padat dan volume keseluruhan bahan dasar, yaitu :

C* = (2.6)

dengan :

Vs = volume butiran padat (cm3),

V = volume total yaitu volume udara ditambah volume air dan volume butiran (cm3).

Gambar 2.2 Susunan butiran tanah dasar

Prinsip yang harus dipahami adalah :

W = Ww + Ws

V = Vs + Vw + Va


(29)

Keterangan Gambar 2.2 ditinjau dari struktur elemen tanah, adalah sebagai berikut :

Ws = berat butiran padat (gr),

Ww = berat air (gr),

Vs = volume butiran padat (cm3),

Vw = volume air (cm3),

Gs = berat jenis butiran (gr/cm3),

e = angka pori, w = kadar air (%),

S = derajat kejenuhan (%),

Hubungan volume yang biasa digunakan dalam mekanika tanah yaitu angka pori (void ratio), porositas (porosity) dan derajat kejenuhan (degree of saturation).

Angka pori : e =

(2.7)

Porositas : n =

(2.8)

Derajat kejenuhan : S = x 100% (2.9)

Volume air : Vw = S . Vv = S . e (2.10)

Berat air : Ww = γw . Vw = �. Ws = �. Gs . γw . Vs atau γw . S . e = �. Gs . γw . Vs


(30)

Sedangkan hubungan berat yang biasa digunakan adalah kadar air (moisture content), dan berat volume (unit weight).

Kadar air : w = x 100% (2.11)

Berat volume basah : γb =

(2.12)

Berat volume kering : γb =

(2.13)

Jika berat volume butiran padat (γs) = Ws / Vs (gr/ ), maka

perbandingan antara berat volume butiran padat (γs) dengan berat volume air

(γw) pada temperatur tertentu adalah berat jenis (specific gravity) :

Berat jenis butiran : Gs =

(2.14)

Takahashi menyebutkan bahwa awal terjadinya aliran debris terjadi pada kondisi jenuh, sedangkan pada saat jenuh nilai S = 1, sehingga :

Angka pori : e = �. Gs (2.15)

Sedangkan :

C* =

e (2.16)

Sehingga jika nilai e dapat ditentukan akan diperoleh nilai konsentrasi bahan dasarnya (C*).

2.4.2 Penentuan Diameter Endapan Aliran Debris

Material dasar sungai yang ditinjau berupa campuran dari pasir, krikil, krakal, dan boulder. Dengan beragam jenis variasi besar butiran sedimen


(31)

maka teknik sampling material dasar dengan kedalam 1 meter sebagai standar ASTM.

Untuk selanjutnya tebal air minimum (ho) yang menginisiasi aliran

debris dapat ditentukan, bila kemiringan dasar sungai θ), berat jenis dasar (γs), berat jenis air (γw), berat volume kering (γd), angka pori (e) dan d50

dapat diketahui.

2.4.3 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu

Hidrograf satuan sintetis Nakayasu dikembangkan berdasarkan beberapa sungai di Jepang (Soemarto, 1987). Penggunaan metode ini memerlukan beberapa karakteristik parameter daerah alirannya, seperti : a) Tenggang waktu dari permukaan hujan sampai puncak hidrograf b) Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf . c) Tenggang waktu hidrograf (time base of hydrograph)

d) Luas daerah aliran sungai

e) Panjang alur sungai utama terpanjang (length of the longest channel) Bentuk persamaan HSS Nakayasu adalah:

) 3

, 0 ( 6 , 3

.

3 , 0

T Tp

Ro CA Qp

 (2.17)

dengan :

Qp = debit puncak banjir (m3/dt)

Ro = hujan satuan (mm)


(32)

T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari puncak sampai

30% dari debit puncak (jam)

CA = luas daerah pengaliran sampai outlet (km2)

Untuk menentukan Tp dan T0,3 digunakan pendekatan rumus sebagai

berikut :

Tp = tg + 0,8 tr (2.18)

T0,3 = α g (2.19)

tr = 0,5 tg sampai tg (2.20)

tg adalah time lag yaitu waktu antara hujan sampai debit puncak banjir (jam). tg dihitung dengan ketentuan sebagai berikut :

a) sungai dengan panjang alur L > 15 km : tg = 0,4 + 0,058 L

b) sungai dengan panjang alur L < 15 km : tg = 0,21 L0,7

Perhitungan T0,3 menggunakan ketentuan: α = 2 pada daerah pengaliran biasa

α = ,5 pada bagian naik hidrograf lambat, dan turun cepat

α = 3 pada bagian naik hidrograf cepat, dan turun lambat

α = 4 A

g (2.21)

Bentuk hidrograf satuan diberikan oleh persamaan berikut : 1) Pada waktu naik : 0 < t < Tp

Qa = (t/Tp)2,4 (2.22)

dimana Qa adalah limpasan sebelum mencapai debit puncak (m3/dt) 2) Pada kurva turun (decreasing limb)


(33)

T T 0,32 QP 0,3Q QP lengkung turun lengkung naik tr t tg

0,8 tr

a. elang nilai : ≤ ≤ Tp + T0,3)

Qd1 =

  3 , 0 3 , 0 . T Tp t Qp  (2.23) b. selang nilai : (Tp + T0,3 ≤ ≤ Tp T0,3 + 1,5 T0,3)

Qd2 =

  3 , 0 3 , 0 5 , 1 5 , 0 3 , 0 . T T Tp t Qp   (2.24)

c. selang nilai : t > (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3)

Qd3 =

  3 , 0 3 , 0 2 5 , 1 3 , 0 . T T Tp t Qp   (2.25)

Dari hasil perhitungan hidrograf diperoleh debit puncak, untuk kemudian digunakan untuk mencari kedalaman air yang menyebabkan aliran debris. Debit Q pada suatu penampang saluran untuk sebaran aliran dinyatakan dengan :

Q = V . A (2.26)

Dengan :

V = 1/n (2.27)

Dimana :

n = koefisien kekasaran manning, R = jari-jari hidraulik (m),

S = kemiringan saluran,


(34)

Gambar 2.3 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu (Triatmodjo, 2008)

Suharyono (1993) menerangkan untuk mengetahui terjadinya lahar di daerah Gunung Merapi dilakukan secara grafis terhadap hubungan antara intensitas hujan, curah hujan komulatif, dan saat terjadinya lahar, mengacu pada Buku Pedoman Penentuan Curah Hujan Kritik untuk Peringatan Dini dan Perintah Pengungsian akan Terjadinya Lahar yang diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan Umum Jepang, dimana untuk perhitungan parameter hujan menggunakan rumus berikut :

RWA = = = (2.28)

dimana :

RWA = curah hujan anteseden (mm),

α = koefisien reduksi,

= , t = waktu (hari),

d = tebal curah hujan 24 jam pada hari ke t, T = 0,5 (hari)


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penghitungan kedalaman air minimum sebagai faktor terjadinya aliran debris secara teoritik dilakukan dengan menggunakan Persamaan Takahashi. Dari Persamaan Takahashi ini dapat diketahui kedalaman aliran permukaan yang memicu terjadinya aliran debris. Namun hal ini perlu diuji dan dibuktikan dengan menghitung kedalaman aliran permukaan di lokasi yang sesungguhnya akibat intensitas dan durasi hujan dalam skala tertentu yang memang telah menimbulkan terjadinya aliran debris.

Faktor lain yang menyebabkan terjadinya aliran debris yaitu material endapan vulkanik yang masuk ke dalam alur sungai menjadi endapan debris yang berupa pasir dan agregat kasar. Bagian tanah tersebut mempunyai sifat

permeable, jika terjadi hujan deras di sekitar puncak Gunung Merapi maka dapat mengakibatkan terjadinya aliran lahar atau aliran debris yang mengangkut material dengan ukuran dari batu-batu besar, kerikil, pasir, abu vulkanik, serta kayu-kayu yang tumbang. Akumulasi sedimen setelah banjir ini dapat menimbulkan perubahan pada morfologi sungai yang akan mempengaruhi arah aliran debris bila terjadi banjir berikutnya. Banjir yang disebabkan aliran debris ini dapat menyimpang dari alur dan melimpas


(36)

melanda daerah sekitar yang dilalui aliran ini, dan peristiwa tersebut sangat berbahaya, oleh sebab itu perlu mekanisme peringatan dini yang cepat.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi yang dipilih adalah Kali Putih. Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berada pada sisi lereng barat dari Gunungapi Merapi yang sering terlanda bencana lahar, salah satunya adalah DAS Kali Putih. Pada letusan Gunung Merapi tahun 2010 menghasilkan endapan material vulkanik yang terakumulasi dalam jumlah besar di hulu Sungai Putih. Material endapan vulkanik tersebut akan masuk ke dalam alur sungai dan bila terjadi hujan deras di sekitar puncak Gunung Merapi maka dapat mengakibatkan terjadinya aliran lahar atau aliran debris yang mengangkut material dengan ukuran dari batu-batu besar, kerikil, pasir, abu vulkanik, serta kayu-kayu yang tumbang. Peta Lokasi Penelitian terhadap Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Putih dapat dilihat pada Gambar 3.1 dan fokus perhitungan kedalaman air minimum dalam penelitian ini mencakup Sub DAS Kali Putih bagian hulu pada Gambar 3.2.


(37)

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian terhadap DAS Kali Putih

Gambar 3.2 Sub DAS Kali Putih bagian hulu (Balai Sabo Yogyakarta, 2015)

3.3 Jenis Metode Penelitian

Adapun metode dalam penelitian ini yaitu pengambilan sampel dengan populasi sampel catchment area pada Kali Putih dengan tahapan : 1) Penentuan nilai kedalaman air minimum yang menyebabkan terjadinya

aliran debris dari persamaan Takahashi. Pada tahap ini idealnya pengambilan sampel dilakukan saat akan terjadinya aliran debris. Namun hal ini tidak bisa dilakukan karena belum adanya prediksi yang tepat untuk memperkirakan awal terjadinya aliran debris dan sangat berbahaya mengambil sampel di sungai dalam kondisi akan terjadi aliran debris. Data berupa endapan tanah dasar Kali Putih yang selanjutnya dilakukan pengujian di laboratorium, dihasilkan nilai-nilai parameter tanah yang digunakan dalam persamaan Takahashi.


(38)

2) Analisa curah hujan dengan menyeleksi data curah hujan yang menimbulkan aliran debris dan data curah hujan yang mempunyai besaran tertentu tetapi tidak menimbulkan aliran debris.

3) Analisa sensitifitas persamaan Takahashi.

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

Pengambilan sampel tanah material dasar sungai pada tiga lokasi sepanjang Kali Putih, yaitu di desa Mranggen dengan kode bangunan sabo D1 dan D2 serta di desa Ngepos dengan kode bangunan sabo PU-C10. Ketiga lokasi tersebut dipilih karena mewakili jenis material dasar sungai, serta paling dekat dengan stasiun curah hujan.

3.4.2 Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan selama penelitian dilaksanakan. Beberapa literatur yang berhubungan dengan topik penelitian dipilah-pilahkan untuk diseleksi mana saja yang ada beserta teknik-teknik penelitian yang dapat dimanfaatkan.

Data yang dibutuhkan untuk mendapatkan kedalaman aliran air akibat curah hujan pada saat terjadinya aliran debris adalah data sekunder meliputi peta teristis sungai yang ditinjau, peta topografi serta data hirologi untuk daerah pengaliran sungai yang bersangkutan.

Untuk data hidrologi diperlukan data curah hujan pada saat kejadian aliran debris berlangsung dan beberapa jam sebelumnya yang tercatat pada stasiun pemantau. Data-data lain yang menjadi parameter terjadinya aliran


(39)

debris yaitu data volume endapan vulkanik, geometri sungai, data curah hujan, data elevasi muka air, dan rekaman informasi kejadian banjir lahar. Data-data tersebut diperoleh dari Balai Sabo Yogyakarta dan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta.

3.4 Metode Analisa Data

3.4.1 Analisa Penampang Memanjang Sungai

Data pengukuran elevasi dan jarak Kali Putih yang dihitung dari muara yaitu pertemuan antara sungai tersebut dengan Sungai Apu, dalam penelitian ini diperoleh dari Balai Sabo Yogyakarta. Dari data tersebut kemudian dapat digambarkan grafik hubungan antara jarak dengan elevasinya.

3.4.2 Analisa Tanah Dasar Sungai

Jenis-jenis pengujian dalam analisa material dasar sungai untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini yaitu:

1) Analisa kadar air tanah

Tujuan dari analisis ini adalah untuk menentukan kadar air dari sampel agregat debris dengan perbandingan antara berat air yang dikandung agregat dengan berat keringnya. Selanjutnya dinyatakan dalam bentuk persen. Metode yang digunakan digunakan dalam analisa kadar air ini berpedoman pada ASTM D 2216-98. Adapun langkah pemeriksaan kadar air adalah sebagai beriku :


(40)

a) Timbang cawan yang akan dipakai berikut tutupnya lalu beri nomor/tanda. (=W1)

b) Masukkan benda uji yang akan diperiksa kedalam cawan tersebut lalu tutup.

c) Timbang cawan yang telah berisi benda uji tersebut. (=W2)

d) Masukkan kedalam oven yang suhunya telah diatur 11OºC selama 24 jam sehingga beratnya konstan (tutup cawan dibuka).

e) Setelah dikeringkan dalam oven, cawan tersebut lalu dimasukkan ke dalam desikator agar cepat dingin.

f) Setelah dingin, timbang kembali cawan yang telah berisi tanah kering tersebut. (=W3)

g) Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara duplo, artinya untuk satu hasil didapatkan dari dua benda uji. Hasilnya harus hampir sama, lalu dibagi dua.

2) Analisa berat jenis tanah

Tujuan analisa ini adalah untuk menentukan berat jenis agregat debris yang merupakan penbandingan antara berat butir-butir tanah dengan berat air destilasi di udara pada volume dan temperatur yang sama. Biasanya diambil suhu temperatur 27,5 OC. Metode penelitian untuk analisa berat jenis ini berpedoman pada ASTM D854-14. Adapun langkah pemeriksaan berat jenis tanah sebagai berikut:


(41)

a) Siapkan benda uji secukupnya oven dengan temperatur 6O°C sampai dapat digemburkan atau pengeringan dengan sinar matahari.

b) Dinginkan dalam desicator, tumbuk bila menggumpal dengan mortar dan pastle, saring dengan sieve No.4.

c) Piknometer beserta tutupnya bersih dan kering ditimbang. (=W1)

d) Ambil sampel tanah sekitar 15-25 gram, dimasukan piknometer kemudian ditimbang. (=W2)

e) Ditambahkan aquades hingga dua per tiga volume pikno lalu direbus menggunakan kompor listrik sehingga gelembung- gelembung udara keluar dan air menjani jernih, hal ini dilakukan selama ± 15 menit.

f) Piknometer ditambang air destilasi sampai penuh, ditutup, dan ditimbang serta diukur suhunya t °C. (=W3)

g) Piknometer dikosongkan, diisi air destilasi sampai penuh, tutup, dan timbang. (=W4)

h) Hitung nilai berat jenis (Gs) masing-masing percobaan.

i) Sama seperti pemeriksaan kadar air. Analisis ini menggunakan teknik duplo.

3) Analisa distribusi sedimen

Tujuan analisa ini adalah untuk menentukan distribusi butir-butir tanah yang tidak mengandung butir-butir tertahan saringan No. 10 (tidak ada butir yang lebih besar dari 2 mm). Pemeriksaan dilakukan


(42)

dengan analisa sedimen dengan hydrometer, sedangkan untuk butir-butir yang tertahan saringan No. 200 (0.0075mm) dilakukan dengan menggunakan saringan. Metode penelitian untuk analisa distribusi sedimen berpedoman pada ASTM D 1140-00 & ASTM D 422-63. Adapun langkah pemeriksaan analisa distribusi sedimen sebagai berikut:

a) Menyiapkan set ayakan dengan susunan dari atas ke bawag berturut-turut: Tutup ayakan, saringan No. 10 (2,00 mm), No. 20 (0,850 mm), No. 40 (0,425 mm), No. 60 (0,250 mm), No 140 (0,106 mm), dan No. 200 (0.075 mm) serta alas tempat sisa. b) Menimbang sampel tanah sebanyak ± 500 gr yang sudah dioven

terlebih dahulu.

c) Menempatkan ayakan kedalam set ayakan dan digetarkan menggunakan alat vibrator.

d) Massa tanah yang tertahan pada asing-masing ayakan ditimbang. e) Taruh sampel tanah dalam tabung gelas (beaker kapasitas 250 cc).

Tuangkan sebanyak ± 125 cc larutkan air + reagent yang telah disiapkan campur dan aduk sampai seluruh tanah bercampur dengan air. Biarkan tanah terendam selama sekurang-kurangnya 16 jam.

f) Tuangkan campuran tersebut dalam alat pengaduk (stirring apparatus). Jangan ada butir yang tertinggal atau hilang dengan membilas dengan air (air destilasi) dan tuangkan air bilasan ke


(43)

alat. Bila perlu tambahkan air, sehingga volumenya sekitar lebih dari separuh penuh. Putarkan alat pengaduk selama lebih dari 1 menit.

g) Kemudian segera pindahkan suspensi ke gelas silinder pengendap. Jangan ada tanah tertinggal dengan membilas dan menuangkan air bilasan ke silinder. Tambahkan air destilasi sehigga volumenya mencapai 1000 cm³.

h) Disamping silinder isi suspensi tersebut, sediakan gelas silinder kedua yang diisi hanya dengan air destilasi ditambah reagent sehingga berupa larutan yang keduanya sama seperti yang dipakai pada silinder pertama. Apungkan hydrometer dalam silinder kedua ini selama percobaan dilaksanakan.

i) Tutup gelas isi suspensi dengan tutup karet (atau dengan telapak tangan). Kocok suspense dengan membolak-balik vertical keatas dan kebawah selama 1 menit, sehingga butir-butir tanah melayang merata dalam air. Gerakan membolak-balik gelas ini harus sekitar 60 kali. Langsung letakan silinder berdiri diatas meja dan bersama dengan berdirinya silinder, jalankan stop watch dan merupakan waktu permulaan pengendapan.

j) Lakukan pembacaan hydrometer pada saat t = 2; 5; 15; 30; 60; 250 dan 1440 menit (setelah t = 0), dengan cara sebagai berikut : 1) Kira-kira 20 atau 25 detik sebelum setiap saat pelaksanaan


(44)

secara hati-hati dan pelan-pelan dalamsuspensi sampai mencapai kedalaman sekitar taksiran skala yang akan terbaca, kemudian lepaskan (jangan sampai timbul goncangan). Kemudian pada saatnya bacalah skala yang ditunjuk oleh puncak meniscus muka air = R1 (pembacaan dalam koreksi). 2) Setelah dibaca, segera ambil hidrometer pelan-pelan,

pindahkan kedalam silinder kedua. Dalam air silinder kedua, bacalah skala hydrometer = R2 (koreksi pembacaan).

3) Catatan : Apabila digunakan "water bath" dengan suhu konstan, taruhlah kedua silinder kedalam water bath dan lakukanlah ini sesudah pembacaan 2 menit dan sebelum pembacaan 5 menit.

k) Setiap setelah pembacaan hidrometer, amati dan catat temperatur suspensi dengan mencelupkan thermometer.

l) Setelah pembacaan hidrometer terakhir selesai dilaksanakan (t = 1440 menit), tuangkan suspensi ke atas saringan no. 200 seluruhnya, jangan sampai ada butir yang tertinggal. Cucilah dengan air (air bersih) sampai air yang mengalir di bawah saringan menjadi jernih dan tidak ada lagi butir halus yang tertinggal. m) Pindahkan butir-butir tanah yang tertinggal pada suatu tempat,

kemudian keringkan dalam oven (dalam temperature 105° - 110° C).


(45)

n) Kemudian dinginkan dan timbang serta catat berat tanah kering yang diperoleh = B1 gram.

o) Saringlah tanah ini dengan menggunakan sejumlah saringan yang tersebut pada bagian Peralatan no. 2.

p) Timbang dan catat berat bagian tanah yang tertinggal di atas tiap saringan. Periksalah bahwa seharusnya jumlah berat dari masing- masing bagian sama atau dekat dengan berat sebelum disaring. 4) Uji geser langsung tanah

Kekuatan geser suatu masa tanah merupakan perlawanan internal tanah tersebut per satuan luas terhadap keruntuhan atau pergeseran sepangjang bidang geser tanah. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengerahui nilai sudut geser langsung karena sampel tanahnya berupa pasir. Metode penelitian untuk analisa uji geser langsung ini berpedoman pada ASTM D3080-04. Khusus pengujian kali ini menggunakan alat merek Matest dengan kode alat S276-11. Pengolaan data selanjutnya menggunakan aplikasi bawaan dari alat tersebut. Adapun langkah pemerikasan uji geser langsung sebagai berikut:

a) Menyiapkan benda uji untuk tiga kali percobaan tiap satu sampel material dasar sungai. Jadi dari ke-sembilan sampel dilakukan pengujian geser sebanyak 27 kali.


(46)

b) Menyusun kotak geser susuai pentunjuk manual dari alat ini. Kotak geser memiliki dimensi 25 x 60 x 60 dalam satuan millimeter.

c) Kemudian masukan sampel kedalam kotak geser dan ditimbang berat sampelnya. Diharuskan pada tiap pegujian geser ke-1, ke-2, dan ke-3 miliki massa yang sama.

d) Benda uji pertama diberikan tegangan 200 kPa. Benda uji kedua diberi tegangan 300 kPa. Benda uji ketiga diberi tegangan 400 kPa.

e) Selanjutnya pengujian geser dalam kondisi jenuh.

f) Setelah semua siap, alat matest dijalankan, dan diperiksa hasil pembacaan dari alat tersebut baru kemudian diolah menggunakan aplikasi bawaan dari alat tersebut.

3.4.3 Analisa Curah Hujan

Data yang dibutuhkan untuk mendapatkan kedalaman aliran air akibat curah hujan pada saat terjadinya aliran debris adalah data sekunder meliputi peta teristis sungai yang ditinjau, peta topografi serta data hidrologi untuk pengaliran sungai yang bersangkutan.

Untuk data hidrologi diperlukan data curah hujan pada saat kejadian aliran debris berlangsung. Data ini dianalisa dari sisi intensitas maksimum per jam, durasi hujan, waktu puncak curah hujan dan sebagainya. Data curah hujan ini diperoleh dari Balai Sabo Yogyakarta.


(47)

3.4.4 Analisa Persamaan Takahashi untuk Kondisi Nyata di Alur Sungai

Dari hasil-hasil pemeriksaaan indeks properties tanah dan penentuan kemiringan dasar sungai (tan �), serta kedalaman air akibat curah hujan (ho)

penyebab aliran debris sepanjang Kali Putih maka persamaan (2.5) yang dinyatakan dalam bentuk berikut ini akan dapat dibuktikan.

γ -γ γ

γ -γ

an θ

an

≥ (3.1)

3.5 Metode Pendekatan Utama

Untuk menghindari kerumitan masalah karena banyaknya faktor lapangan yang mempengaruhi keandalan hasil penelitian, maka berikut ini disajikan anggapan-anggapan yang perlu diutarakan.

1. Kondisi awal aliran debris dianggap terjadi pada satu lokasi tertentu saja dan dapat terjadi disembarang lokasi, tergantung pada kondisi lapangan .

2. Faktor utama yang mempengaruhi terjadinya aliran debris adalah karakteristik curah hujan

3. Karakteristik curah hujan dalam bentuk intensitas dan durasi hujan akan membentuk suatu korelasi spesifik dengan kejadian aliran debris, dan pada kondisi fenomena yang tersebut pada (1) sudah dilampaui.


(48)

3.6 Perumusan Analisa

Untuk memprediksi kejadian aliran debris dalam kaitannya dengan intensitas hujan dapat dilakukan analisa berikut ini.

1. Dibuat analisa mengenai besaran debit yang menyebabkan konsentrasi sedimen bergerak meluncur kebawah sungai.

2. Dibuat perbandingan antara hujan sebelum kejadian aliran debris (mm) dan intensitas hujan saat kejadian aliran debris (mm/jam).

3. Dibuat perbandingan antara durasi hujan dengan intensitas maksimum dalam satuan mm/jam pada kejadian hujan yang terjadi aliran debris. 4. Analisa dengan Unit Satuan Hidrograf.

3.7 Hipotesis

1. Pengaruh debit dan kecepatan aliran sungai akan memicu terjadinya aliran debris.

2. Karakteristik hujan dalam bentuk intensitas dan durasi hujan membentuk suatu korelasi spesifik dengan kejadian aliran debris.

3. Jika nilai kedalaman air akibat intensitas air hujan lebih besar dari kedalaman air minimum maka aliran debris akan terjadi.


(49)

Ya

Tidak

3.8 Bagan Pelaksanaan Penelitian

Gambar 3.3 Bagan pelaksanaan penelitian. Mulai

1. Studi pustaka (karakteristik lokasi studi fenomena banjir lahar akibat banjir lahar)

2. Review kondisi eksisting sungai (kondisi geometri sungai pasca erupsi) 3. Inventarisasi dan identifikasi data sekunder (dart curah hujan, data

geometri sungai, peta, catchment area, foto udara, rekaman kejadian banjir lahar)

1. Analisis data geometri sungai (kapasitas tamping alur sungai pasca erupsi)

2. Analisis perilaku dan karakteristik banjir lahar / aliran debris (kecepatan aliran, kandungan material, serta daya rusak yang ditimbulkan)

3. Analisis intensitas hujan (hujan intensif dan hujan kumulatif)

4. Analisis rekaman kejadian banjir lahar (waktu kejadian, jangkauan jarak luncur, kerugian yang ditimbulkan)

1. Hasil dan pembahasan (karakteristik hujan terhadap migrasi sedimen) 2. Kesimpulan dan saran (penetapan kriteria yang potensial terjadi aliran

debris)

Kesimpulan

Pembuatan abstrak

Selesai Konsisten


(50)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Gunung Merapi adalah salah satu gunung berapi paling aktif di dunia yang terlatak 2980 meter di atas permukaan laut di Provinsi Jawa Tengah. Hingga saat ini, Gunung Merapi telah menglami erupsi sebanyak 68 kali, erupsi terakhir yang terbesar terjadi pada tanggal 26 Oktober 2010. Erupsi ini merupakan yang terbesar bila dibandingkan dengan bencana serupa pada lima kejadian sebelumnya, yaitu kejadian erupsi pada tahun 1994, 1997, 1998, 2001 dan 2006 atau terbesar sejak 150 tahun tepatnya tahun 1872 (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2011).

Suatu rangkaian erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 terdiri dari hujan abu, keluarnya awan panas, lava pijar, dan lahar panas. Salah satu potensi dampak yang berbahaya dari erupsi Gunung Merapi yaitu terjadinya aliran banjir lahar dari endapan material sedimen yang dipicu oleh curah hujan dengan intensitas tinggi.

Terhitung pada tanggal 26 Oktober 2010 menghasilkan endapan material sebanyak 130 juta m3 dan sedikitnya terdapat akumulasi 100 juta m3 endapan material yang sangat berpotensi menjadi aliran banjir lahar. Distribusi endapan piroklastik kawasan Gunung Merapi pada tahun 2010 setidaknya tersebar pada tiga kali besar yakni Kali Pabelan dengan akumulasi sebesar 20,8 juta m3, Kali Putih Sebesar 8,2 juta m3, dan Kali Gendol sebesar 24 juta m3 seperti ditunjukkan pada Gambar 4.1.


(51)

Gambar 4.1

P

eta e

nda

pa

n piroklastik l

etusan G

unung Me

ra

pi t

ahun 2010

(Ba

lai S

abo Yogya

ka

rta

,


(52)

Berdasarkan data dari Balai Sabo Yogyakarta, daerah yang sering terkena dampak banjir lahar pasca erupsi Gunung Merapi yaitu wilayah disekitar Kali Putih. Kali Putih merupakan sungai yang memiliki potensi bahaya cukup besar dikarenakan lokasinya terletak cukup dekat dengan pemukiman penduduk. Gambaran selengkapnya mengenai sebaran area terkena dampak banjir lahar DAS Kali Putih dijelaskan pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.

Tabel 4.1 Jumlah desa rawan terkena banjir lahar

No Nama Kali Desa Dusun

1 Kali

Pabelan 12 18

2 Kali Putih 5 10

3 Kali Gendol 3 20

4 Kali Opak 3 10

5 Kali Gendol 2 13

Jumlah 25 71

Tabel 4.2 Daerah terkena dampak banjir lahar DAS Kali Putih

No Kecamatan Desa Luas terdampak lahar (Ha)

Luas desa (Ha) 1

Ngluwar Blongkeng 22,42 244

2 Plosogede 7,89 278

3

Salam

Gulon 29,54 441

4 Jumoyo 61,77 569

5 Seloboro 21,83 183

6 Sirahan 48,40 238

Jumlah 191,8 1953

Untuk mengurangi potensi bahaya tersebut, dilakukan upaya pencegahan berupa analisa curah hujan sebagai peringatan dini (early warning system) bencana terjadinya aliran lahar dingin. Data-data yang


(53)

dibutuhkan adalah data hidrologi berupa data curah hujan harian maupun jam-jaman, data penyelidikan tanah, peta DAS Kali Putih, peta topografi dan peta geometri sungai.

4.2 Analisa Data

4.2.1 Hasil Pemeriksaan Uji Kadar Air Tanah

Nilai pengukuran kadar air tanah dari endapan material sedimen Kali Putih menyimpulkan bahwa adanya beberapa variasi nilai yang berkisar antara 11,96% sampai dengan 16,11%. Hasil penghitungan akhir kadar air tanah Kali Putih dapat dilihat pada Tabel 4.3, sedangkan data hasil proses perhitungan laboratorium selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 4.3 Hasil perhitungan kadar air tanah

No Posisi Elevasi Satuan Kode w

1 C10 1 13,15%

2 C10 2 15,06%

3 C10 3 14,51%

PU - C10 604 m Rata² C10 14,24%

4 D1 1 16,11%

5 D1 2 11,96%

6 D1 3 13,54%

PU - D1 638 m Rata² D1 13,87%

7 D2 1 14,23%

8 D2 2 13,92%

9 D2 3 14,94%

PU - D2 702 m Rata² D2 14,36%

4.2.2 Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Tanah

Berat jenis tanah sangat penting diketahui yang selanjutnya digunakan dalam perhitungan-perhitungan mekanika tanah. Dalam peneitian ini


(54)

berpengaruh pada analisa persamaan Takahashi untuk mengetahui kedalaman air minimum terjadinya aliran debris.

Hasil perhitungan berat jenis tanah berkisar antara 2,42 sampai dengan 2,91. Tabel 4.4 menunjukkan hasil akhir analisa berat jenis tanah Kali Putih, sedangkan proses perhitungan dengan data hasil laboratorium selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 4.4 Hasil perhitungan berat jenis tanah

No Posisi Elevasi Satuan Kode Gs 27.5 °C

1 C10 1 2,54

2 C10 2 2,42

3 C10 3 2,44

PU - C10 604 m Rata² C10 2,47

4 D1 1 2,91

5 D1 2 2,88

6 D1 3 2,78

PU - D1 638 m Rata² D1 2,85

7 D2 1 2,58

8 D2 2 2,74

9 D2 3 2,71

PU - D2 702 m Rata² D2 2,68

4.2.3 Hasil Pemeriksaan Soil Properties

Hasil penelitian dapat dihubungkan antara berat volume, porositas, dan angka pori dengan tipe dari tanah ukuran butiran. Perbedaan nilai hasil pengujian laboratorium ditunjukkan pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6. proses perhitungan dengan data hasil laboratorium selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.


(55)

Tabel 4.5 Nilai γb, γd , γs, γsat

No Posisi Kode Γw γd γs γsat Satuan

1 C10 1 1,76 1,56 2,54 1,946 gr/cm³

2 C10 2 1,69 1,47 2,42 1,862 gr/cm³

3 C10 3 1,64 1,43 2,44 1,844 gr/cm³

PU - C10 Rata² C10 1,70 1,49 2,47 1,88 gr/cm³

4 D1 1 1,80 1,55 2,91 2,018 gr/cm³

5 D1 2 1,76 1,57 2,88 2,028 gr/cm³

6 D1 3 1,67 1,48 2,78 1,944 gr/cm³

PU - D1 Rata² D1 1,75 1,53 2,86 2,00 gr/cm³

7 D2 1 1,69 1,48 2,58 1,904 gr/cm³

8 D2 2 1,75 1,54 2,74 1,975 gr/cm³

9 D2 3 1,62 1,47 2,71 1,927 gr/cm³

PU - D2 Rata² D2 1,68 1,49 2,68 1,94 gr/cm³

Tabel 4.6 Hasil nilai perhitungan Sr, n, e, Dr, Rc

No Posisi Kode Sr n e Dr Rc

1 C10 1 53,14% 38,59% 0,63 50,58% 0,78

2 C10 2 56,24% 39,31% 0,65 54,00% 0,73

3 C10 3 50,14% 41,39% 0,71 64,26% 0,72

PU - C10 Rata² C10 53,17% 39,76% 0,66 56,28% 0,74

4 D1 1 53,47% 46,71% 0,88 94,13% 0,78

5 D1 2 41,54% 45,32% 0,83 85,75% 0,74

6 D1 3 42,55% 46,94% 0,88 95,56% 0,74

PU - D1 Rata² D1 45,86% 46,32% 0,86 91,81% 0,75

7 D2 1 49,14% 42,76% 0,75 71,41% 0,74

8 D2 2 48,65% 43,95% 0,78 77,91% 0,77

9 D2 3 32,44% 45,79% 0,84 88,53% 0,73


(56)

4.2.4 Hasil Pemeriksaan Analisa Butiran

Pengujian ini untuk menentukan distribusi ukuran butir-butir tanah untuk tanah yang tidak mengandung butir tertahan saringan no. 10 (tidak ada butir yang lebih besar dari 2 mm). Pemeriksaan dilakukan dengan analisa sedimen dengan hidrometer, sedangkan ukuran butir-butir yang tertahan saringan no. 200 (0,075 mm) dilakukan dengan menggunakan saringan. Berikut klasifikasi tanah hasil pengujian sampel dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Sistem klasifikasi unified

No Posisi Kode Lempung Lanau Pasir Krikil

1 C10 1 3,38% 3,26% 74,65% 18,71%

2 C10 2 2,08% 9,11% 77,68% 11,13%

3 C10 3 1,37% 2,33% 71,19% 25,12%

PU - C10 Rata² C10 2,27% 4,90% 74,51% 18,32%

4 D1 1 1,49% 0,70% 80,42% 17,39%

5 D1 2 0,91% 0,24% 90,49% 8,36%

6 D1 3 1,35% 1,75% 78,79% 18,11%

PU - D1 Rata² D1 1,25% 0,90% 83,23% 14,62%

7 D2 1 0,96% 5,67% 83,97% 9,41%

8 D2 2 1,01% 0,42% 95,30% 3,28%

9 D2 3 1,24% 1,71% 89,40% 7,65%

PU - D2 Rata² D2 1,07% 2,60% 89,55% 6,78%

Hasil terpenting dari pengujian ini adalah dapat diketahuinya diameter endapan butiran yang sangat berpengaruh dalam gerakan sedimen. Hasil akhir analisa mekanik digambarkan dengan kurva distribusi ukuran butiran di titik PU-D2 yang dapat dilihat pada Gambar 4.2.1, Gambar 4.2.2, dan Gambar 4.2.3 Analisa hasil penggabungan antara teknik ayakan dan teknik hidrometri dapat dilihat pada Lampiran 6.


(57)

Gambar 4.2.1 Kurva distribusi ukuran butiran PU-D2 titik 1

Gambar 4.2.2 Kurva distribusi ukuran butiran PU-D2 titik 2

Gambar 4.2.3 Kurva distribusi ukuran butiran PU-D2 titik 3

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0.001 0.010 0.100 1.000 10.000 P e rse nta se butiran ya ng lo lo s, %

Ukuran butiran, mm

DISTRIBUSI BUTIRAN TANAH

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0.001 0.010 0.100 1.000 10.000 P e rse nta se butiran ya ng lo lo s, %

Ukuran butiran, mm

DISTRIBUSI BUTIRAN TANAH

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0.001 0.010 0.100 1.000 10.000 P e rse nta se butiran ya ng lo lo s, %

Ukuran butiran, mm


(58)

4.2.5 Hasil Analisa Uji Geser Langsung

Tegangan geser dihasilkan dari perbandingan antara gaya geser dengan luasan sampel tanah, begitu pula dengan tegangan normal. Dari titik-titik yang diplotkan pada grafik ditarik garis lurus terbaik sehingga didapatkan besarnya sudut geser intern (ø) berikut dengan nilai kohesi (C) tanahnya. Pada pengujian ini untuk menganalisis datanya digunakan program komputer mengingat begitu banyaknya sampel yang harus diuji. Penyajian hasil uji geser langsung ditampilkan dalam bentuk grafik hubungan antara tegangan geser sebagai ordinatnya dan tegangan normal sebagai absisnya. Hasil akhir analisa sudut geser tanah dapat dilihat pada Tabel 4.8, sedangkan data laboratorium dan proses perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7.

Table 4.8 Hasil pemeriksaan sudut geser tanah

No Posisi Kode c Satuan ɸ Satuan

1 C10 1 0,35 kg/cm2 38,65 o

2 C10 2 0,29 kg/cm2 37,00 o

3 C10 3 0,19 kg/cm2 36,50 o

PU - C10 Rata² C10 0,28 kg/cm2 37,38 o

4 D1 1 0,29 kg/cm2 40,95 o

5 D1 2 0,26 kg/cm2 41,78 o

6 D1 3 0,09 kg/cm2 45,13 o

PU - D1 Rata² D1 0,21 kg/cm2 42,62 o

7 D2 1 0,23 kg/cm2 36,25 o

8 D2 2 0,24 kg/cm2 34,39 o

9 D2 3 0,14 kg/cm2 35,84 o


(59)

4.2.6 Hasil Analisa Penampang Memanjang Sungai

Dari data morfologi Kali Putih yang didapat dari Balai Sabo Yogyakarta mencantumkan data elevasi dan jarak dapat diubah menjadi grafik yang menggambarkan hubungan antara jarak dan elevasi tersebut. Sumbu ordinat sebagai elevasi sungai dan sebagai absisnya adalah jarak tiap titik elevasi sepanjang sungai dari muara dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Morfologi Kali Putih

(Balai Sabo Yogyakarta, 2015)

4.2.7 Hasil Perhitungan Tinggi Air Minimum (Ho)

Dari hasil-hasil analisis kadar air tanah, berat jenis, analisis saringan, uji geser langsung, pengukuran penampang memanjang sungai, maka akan didapatkan variabel-variabel yang akan digunakan untuk menghitung ho dari

Persamaan Takahashi sebagai ketinggian air minimum yang dapat memicu terjadinya aliran debris pada titik-titik yang ditinjau. Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.9.


(60)

Tabel 4.9 Kedalaman air minimum penyebab terjadinya aliran debris

No Titik Sabo Jarak (m)

Elevasi (m)

θ

(o)

d50

(m) C*

ɸ

(o)

ho

(m) 1 PU - C10 1 5757 604 6,1 0,006 0,614 38,65 0,007

2 PU - C10 2 5422 6,6 0,006 0,607 37 0,007

3 PU - C10 3 5198 7,0 0,006 0,586 36,5 0,007 4 PU - D1 1 5059 638 7,9 0,007 0,533 40,95 0,006 5 PU - D1 2 4724 8,2 0,007 0,547 41,78 0,006 6 PU - D1 3 4487 8,6 0,007 0,531 45,13 0,006 7 PU - D2 1 3827 702 9,4 0,004 0,572 36,25 0,006 8 PU - D2 2 3611 10,1 0,004 0,561 34,39 0,006 9 PU - D2 3 3378 10,9 0,004 0,558 35,84 0,006

Untuk mengetahui kedalaman air minimum penyebab terjadinya aliran debris secara menyeluruh disepanjang alur Kali Putih, maka data hasil pengamatan laboratorium harus ditentukan rata-ratanya seperti yang terlihat pada tabel-tabel yang tersebut di atas. Nilai rata-rata yang ada dari masing-masing parameter adalah sebagai berikut :

Berat jenis tanah Gs = 2,67

Kadar air w = 14,15 (%)

Angka pori e = 0,772

Konsentrasi sedimen C* = 0,564

Sudut geser tanah ɸ = 38,50 (o)

Berat volume air γb = 1,000 (t/m3)


(61)

4.3 Analisa Curah Hujan

Untuk mendapatkan garis kritik guna memperkirakan terjadinya aliran debris dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

4.3.1 Pemilihan Stasiun

Stasiun penakar hujan dipilih yang paling mewakili yaitu stasiun penakar hujan yang paling dekat dengan daerah akumulasi bahan-bahan lepas, dalam hal ini digunakan data curah hujan dari stasiun penakar hujan telemetri di Ngepos, sebagai stasiun yang paling mewakili karena lokasinya yang dekat dari sumber material sedangkan data kejadian aliran debris digunakan stasiun pemantau tinggi muka air Kali Putih yang terletak di PU-C10.

4.3.2 Pemilihan Data Curah Hujan

Dengan menyeleksi data curah hujan yang menimbulkan aliran debris dan yang tidak menimbulkan. Data ini diperoleh dari :

a) Data hasil pengamatan peristiwa kejadian aliran debris Balai Sabo Yogyakarta

b) Pengecekan langsung dari data yang tercatat di stasiun pemantau tinggi muka air yang dilengkapi kawat sensor terletak di PU-C10 Kali Putih, c) Informasi terjadinya aliran debris dari sumber-sumber lain yang dapat


(62)

Dari informasi ini diperoleh data kejadian aliran debris dari bulan Desember 2010 – Desember 2012 hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.10 dan Tabel 4.11 Berikut ini.

Tabel 4.10 Data Hujan yang Terjadi Aliran Debris

No Tanggal Hujan Waktu Hujan Durasi Hujan (jam) Waktu Banjir Durasi Debris (jam) Tinggi banjir (m) CH. Harian (mm) CH. Maks. (mm) 1 8-Des-10 14.00-19.00 5.00 14.12-16.00 1.48 1,00 131,0 80,0 2 23-Des-10 14.00-19.00 5.00 17.00-21.10 4.10 2,00 34,5 19,0 3 30-Des-10 15.00-18.00 3.00 16.10-17.30 1.20 2,00 35,5 29,0 4 1-Jan-11 20.00-24.00 4.00 17.10-19.05 1.55 1,00 42,5 30,5 5 3-Jan-11 17.00-24.00 7.00 18.00-20.00 2.00 2,00 76,0 33,5 6 9-Jan-11 17.00-22.00 5.00 18.05-22.30 4.25 0,50 35,0 20,0 7 20-Jan-11 12.00-16.00 4.00 15.00-18.14 3.14 1,00 56,0 28,5 8 23-Jan-11 13.00-18.00 5.00 13.00-15.00 2.30 3,00 93,5 66,5 9 2-Feb-11 15.00-24.00 9.00 16.10-21.39 5.29 1,00 66,0 26,0 10 4-Feb-11 13.00-24.00 11.00 18.10-21.30 3.20 1,50 92,5 42,5 11 19-Feb-11 17.00-19.00 2.00 16.10-19.50 3.40 1,00 38,5 37,0 12 15-Apr-11 15.00-19.00 4.00 17.40-18.30 0.50 2,00 26,5 19,0 13 1-May-11 14.00-24.00 10.00 15.10-16.15 1.05 1,50 92,0 59,0 14 15-Feb-12 15.00-18.00 3.00 16.00-17.10 1.10 45,0 40,0 15 25-Feb-12 16.00-20.00 4.00 17.05-18.00 0.55 66,0 43,0 16 2-Mar-12 13.00-16.00 3.00 14.00-14.40 0.40 48,0 31,0 17 25-Mar-12 14.00-20.00 6.00 14.00-15.10 1.10 69,0 49,0 18 5-Apr-12 12.00-15.00 3.00 13.10-14.15 1.05 45,0 39,0 19 14-Apr-12 10.00-13.00 3.00 11.00-12.05 1.05 96,0 82,0 20 26-Apr-12 15.00-19.00 4.00 16.00-16.45 0.45 51,0 31,0 21 18-Nov-12 16.00-23.00 7.00 16.00-17.25 1.25 72,0 51,0 22 23-Nov-12 15.00-21.00 6.00 17.00-18.05 1.05 60,0 31,0 23 22-Des-12 14.00-22.00 8.00 14.30-16.30 2.00 112,0 74,0 24 25-Des-12 12.00-17.00 5.00 14.55-16.00 1.05 75,0 43,0


(63)

Tabel4.11 Data Hujan yang Tidak Terjadi Aliran Debris

No Tanggal Hujan

Waktu Hujan

Durasi Hujan (jam)

Waktu Banjir

Durasi Debris (jam)

Tinggi banjir

(m)

CH. Harian

(mm)

CH. Maks.

(mm) 1 10-Des-10 11.00-21.00 10.00 14.12-16.00 1,00 31,5 12,5 2 16-Des-10 15.00-17.00 2.00 17.00-21.10 2,00 32,5 24,0 3 26-Des-10 15.00-21.00 6.00 16.10-17.30 2,00 32,5 25,0 4 28-Des-10 14.00-22.00 8.00 17.10-19.05 1,00 22,0 9,5 5 8-Jan-11 14.00-19.00 5.00 18.20-19.40 2,00 22,5 14,0 6 10-Jan-11 15.00-17.00 2.00 18.05-22.30 0,50 21,5 17,0 7 24-Jan-11 14.00-19.00 5.00 15.00-18.14 1,00 25,0 12,5 8 21-Feb-11 16.00-17.00 1.00 13.45-16.60 3,00 18,5 16,5 9 19-Mar-11 16.00-23.00 7.00 18.10-21.30 1,50 71,5 40,0 10 23-Mar-11 17.0021.00 4.00 16.10-19.50 1,00 39,0 33,0 11 26-Mar-11 16.00-19.00 3.00 15.10-16.15 1,50 30,5 28,5

12 14-Apr-11 15.00-19.00 4.00 34,5 16,5

13 15-Jan-12 13.00-19.00 6.00 39,0 32,0

14 21-Jan-12 14.00-17.00 3.00 49,0 34,0

15 4-Feb-12 11.00-23.00 9.00 30,0 8,0

16 12-Feb-12 13.00-24.00 10.00 42,0 14,0

17 22-Feb-12 0.00-6.00 6.00 49,0 14,0

18 8-Mar-12 0.00-3.00 3.00 53,0 20,0

19 3-Apr-12 12.00-19.00 6.00 41,0 28,0

20 15-Apr-12 12.00-14.00 2.00 40,0 14,0

21 13-Nov-12 14.00-18.00 4.00 57,0 28,0

22 19-Nov-12 12.00-19.00 7.00 53,0 20,0

23 2-Des-12 14.00-21.00 7.00 42,0 16,0


(64)

4.3.3 Perhitungan Parameter Curah Hujan

Menghitung parameter curah hujan berdasarkan kurva massa hujan dengan menggunakan format yang sudah ada. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.12 dan Tabel 4.13 berikut ini.

Tabel 4.12 Data curah hujan yang terjadi aliran debris

No Tanggal Hujan

Durasi Hujan (jam)

CH. Harian

(mm)

CH. Maks.

(mm)

CH Anteseden

(mm)

Komulatif

1 8-Des-10 5.00 131,0 80,0 0,25 125,5

2 23-Des-10 5.00 34,5 19,0 4,04 34,5

3 30-Des-10 3.00 35,5 29,0 8,43 35,5

4 1-Jan-11 4.00 42,5 30,5 10,91 42,5

5 3-Jan-11 7.00 76,0 33,5 20,98 76,0

6 9-Jan-11 5.00 35,0 20,0 12,71 35,0

7 20-Jan-11 4.00 56,0 28,5 3,24 56,0

8 23-Jan-11 5.00 93,5 66,5 15,83 93,5

9 2-Feb-11 9.00 66,0 26,0 1,70 66,0

10 4-Feb-11 11.00 92,5 42,5 19,30 92,5

11 19-Feb-11 2.00 38,5 37,0 2,26 38,5

12 15-Apr-11 4.00 26,5 19,0 19,20 26,5

13 1-May-11 10.00 92,0 59,0 NR 92,2

14 15-Feb-12 3.00 45,0 40,0 5,41 45,0

15 25-Feb-12 4.00 66,0 43,0 8,61 66,0

16 2-Mar-12 3.00 48,0 31,0 24,16 48,0

17 25-Mar-12 6.00 69,0 49,0 4,09 69,0

18 5-Apr-12 3.00 45,0 39,0 23,45 45,0

19 14-Apr-12 3.00 96,0 82,0 0,39 96,0

20 26-Apr-12 4.00 51,0 31,0 0,53 51,0

21 18-Nov-12 7.00 72,0 51,0 13,98 72,0

22 23-Nov-12 6.00 60,0 31,0 25,05 60,0

23 22-Des-12 8.00 112,0 74,0 11,14 112,0


(1)

136

Hidrograf Satuan Sintetik NAKAYASU D2.2

Luas DAS A (km2) = 7,542 km2 t (jam) Qt (m3/d) V (m3)

Panjang sungai utama L (km) = 5,097 km 0,000 0,000 2056,66

Waktu konsentrasi Tg (jam) = 0,656658 jam 1,000 1,143 221,4708

Satuan waktu dari curah hujan Tr (jam) = 0,492494 jam Tp 1,051 1,286 3119,022

Waktu dari permulaan banjir sampai puncak hidrograf Tp (jam) = 1,050654 jam 2,000 0,539 605,834

Koefisien karakteristik DAS (biasanya diambil 2) alfa = 2 Tp+T0.3 2,364 0,386 741,373

Waktu dari puncak banjir sampai 0,3 kali debit puncak T0.3 (jam) = 1,313317 jam 3,000 0,262 726,5345

4,000 0,142 394,3049

Debit puncak banjir Qp = 1,28645 m3/d 5,000 0,077 -231,2

0.3Qp Tp+T0.3+1.5T0.3 4,334 0,116 508,999

0.09Qp 6,000 0,054 158,5087

7,000 0,034 100,2271 8,000 0,022 63,37488 9,000 0,014 40,07275 10,000 0,009 25,33851 11,000 0,005 16,02187 12,000 0,003 10,13083 13,000 0,002 6,405855 14,000 0,001 4,050504 15,000 0,001 2,561186 16,000 0,001 1,619471 17,000 0,000

1,286 8571,309 1,136477

Qp Jumlah volume Kedalaman hujan 0,000

0,200 0,400 0,600 0,800 1,000 1,200 1,400

0,000 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 18,000

d

e

b

it


(2)

137

Hidrograf Satuan Sintetik NAKAYASU D2.3

Luas DAS A (km2) = 7,4 km2 t (jam) Qt (m3/d) V (m3)

Panjang sungai utama L (km) = 4,85 km 0,000 0,000 2271,178

Waktu konsentrasi Tg (jam) = 0,634218 jam 1,000 1,262 68,19169

Satuan waktu dari curah hujan Tr (jam) = 0,475663 jam Tp 1,015 1,307 3227,442

Waktu dari permulaan banjir sampai puncak hidrograf Tp (jam) = 1,014749 jam 2,000 0,513 461,3286

Koefisien karakteristik DAS (biasanya diambil 2) alfa = 2 Tp+T0.3 2,283 0,392 827,2731

Waktu dari puncak banjir sampai 0,3 kali debit puncak T0.3 (jam) = 1,268436 jam 3,000 0,249 686,5105

4,000 0,132 364,6126

Debit puncak banjir Qp = 1,30689 m3/d 5,000 0,070 -275,344

Tp+T0.3+1.5T0.3 4,186 0,118 546,459 6,000 0,050 145,1853 7,000 0,031 90,32564 8,000 0,019 56,19522 9,000 0,012 34,96132 10,000 0,007 21,75085 11,000 0,005 13,53208 12,000 0,003 8,418853 13,000 0,002 5,237708 14,000 0,001 3,25859

15,000 0,001 2,0273

16,000 0,000 1,261265 17,000 0,000

1,307 8559,806 1,156731

Qp Jumlah volume Kedalaman hujan 0,000

0,200 0,400 0,600 0,800 1,000 1,200 1,400

0,000 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 18,000

d

e

b

it


(3)

Perhitungan debit yang terjadi aliran debris dengan Qp dari HSS Nakayasu

No Tanggal

Qp (m3/d)

PU-C10 PU-D1 PU-D2

1 2 3 1 2 3 1 2 3

1

8-Des-10

45,18 45,41 45,63 45,67 46,41 46,67 47,23 47,98 48,76 2

23-Des-10

2,12 2,13 2,14 2,15 2,18 2,19 2,22 2,25 2,29 3

30-Des-10

5,82 5,85 5,88 5,88 5,98 6,01 6,09 6,18 6,28 4

1-Jan-11

6,56 6,59 6,63 6,63 6,74 6,78 6,86 6,97 7,08 5

3-Jan-11

8,16 8,20 8,24 8,25 8,38 8,43 8,53 8,67 8,81 6

9-Jan-11

2,38 2,39 2,40 2,41 2,45 2,46 2,49 2,53 2,57 7

20-Jan-11

5,58 5,61 5,64 5,64 5,74 5,77 5,84 5,93 6,03 8

23-Jan-11

32,82 32,98 33,14 33,17 33,71 33,90 34,31 34,85 35,42 9

2-Feb-11

4,47 4,49 4,52 4,52 4,59 4,62 4,67 4,75 4,83 10

4-Feb-11

13,77 13,84 13,91 13,92 14,15 14,23 14,40 14,63 14,87 11

19-Feb-11

10,21 10,26 10,31 10,32 10,49 10,55 10,67 10,84 11,02 12

15-Apr-11

2,12 2,13 2,14 2,15 2,18 2,19 2,22 2,25 2,29 13

1-May-11

26,38 26,51 26,64 26,66 27,10 27,25 27,58 28,01 28,47 14

15-Feb-12

12,11 12,17 12,23 12,24 12,44 12,51 12,66 12,86 13,07 15

25-Feb-12

14,12 14,19 14,26 14,27 14,50 14,58 14,76 14,99 15,24 16

2-Mar-12

6,82 6,85 6,89 6,89 7,00 7,04 7,13 7,24 7,36 17

25-Mar-12

18,44 18,53 18,62 18,64 18,94 19,05 19,28 19,58 19,90 18

5-Apr-12

11,46 11,52 11,57 11,58 11,77 11,84 11,98 12,17 12,37 19

14-Apr-12

47,08 47,32 47,55 47,59 48,37 48,64 49,22 50,00 50,82 20

26-Apr-12

6,82 6,85 6,89 6,89 7,00 7,04 7,13 7,24 7,36 21

18-Nov-12

19,96 20,06 20,16 20,17 20,50 20,62 20,87 21,20 21,54 22

23-Nov-12

6,82 6,85 6,89 6,89 7,00 7,04 7,13 7,24 7,36 23

22-Des-12

39,58 39,77 39,97 40,00 40,65 40,88 41,37 42,03 42,71 24

25-Des-12

14,12 14,19 14,26 14,27 14,50 14,58 14,76 14,99 15,24

Qp maks (m3/d)

C10.1 C10.2 C10.3 D1.1 D1.2 D1.3 D2.1 D2.2 D2.3 47,08 47,32 47,55 47,59 48,37 48,64 49,22 50,00 50,82

Qp min (m3/d)

C10.1 C10.2 C10.3 D1.1 D1.2 D1.3 D2.1 D2.2 D2.3


(4)

Perhitungan debit yang tidak terjadi aliran debris dengan Qp dari HSS Nakayasu

No Tanggal

Qp (m3/d)

PU-C10 PU-D1 PU-D2

1 2 3 1 2 3 1 2 3

1 10-Dec-10 1,22 1,22 1,23 1,23 1,25 1,26 1,27 1,29 1,31

2 16-Dec-10 3,68 3,70 3,71 3,72 3,78 3,80 3,85 3,91 3,97

3 26-Dec-10 4,06 4,08 4,10 4,11 4,17 4,20 4,25 4,32 4,39

4 28-Dec-10 1,21 1,22 1,22 1,22 1,24 1,25 1,27 1,29 1,31

5 8-Jan-11 1,30 1,30 1,31 1,31 1,33 1,34 1,36 1,38 1,40

6 10-Jan-11 1,70 1,70 1,71 1,71 1,74 1,75 1,77 1,80 1,83

7 24-Jan-11 1,22 1,22 1,23 1,23 1,25 1,26 1,27 1,29 1,31

8 21-Feb-11 1,61 1,62 1,62 1,62 1,65 1,66 1,68 1,71 1,74

9 19-Mar-11 12,11 12,17 12,23 12,24 12,44 12,51 12,66 12,86 13,07

10 23-Mar-11 7,88 7,92 7,96 7,97 8,10 8,15 8,24 8,37 8,51

11 26-Mar-11 5,58 5,61 5,64 5,64 5,74 5,77 5,84 5,93 6,03

12 14-Apr-11 1,61 1,62 1,62 1,62 1,65 1,66 1,68 1,71 1,74

13 15-Jan-12 7,34 7,38 7,42 7,42 7,54 7,59 7,68 7,80 7,92

14 21-Jan-12 8,44 8,48 8,53 8,53 8,67 8,72 8,83 8,97 9,11

15 4-Feb-12 1,21 1,22 1,22 1,22 1,24 1,25 1,27 1,29 1,31

16 12-Feb-12 1,30 1,30 1,31 1,31 1,33 1,34 1,36 1,38 1,40

17 22-Feb-12 1,30 1,30 1,31 1,31 1,33 1,34 1,36 1,38 1,40

18 8-Mar-12 2,38 2,39 2,40 2,41 2,45 2,46 2,49 2,53 2,57

19 3-Apr-12 5,35 5,38 5,40 5,41 5,50 5,53 5,59 5,68 5,78

20 15-Apr-12 1,30 1,30 1,31 1,31 1,33 1,34 1,36 1,38 1,40

21 13-Nov-12 5,35 5,38 5,40 5,41 5,50 5,53 5,59 5,68 5,78

22 19-Nov-12 2,38 2,39 2,40 2,41 2,45 2,46 2,49 2,53 2,57

23 2-Dec-12 1,53 1,54 1,54 1,54 1,57 1,58 1,60 1,62 1,65

24 31-Dec-12 3,32 3,33 3,35 3,35 3,41 3,43 3,47 3,52 3,58

Qp maks (m3/d)

C10.1 C10.2 C10.3 D1.1 D1.2 D1.3 D2.1 D2.2 D2.3

12,11 12,17 12,23 12,24 12,44 12,51 12,66 12,86 13,07

Qp min (m3/d)

C10.1 C10.2 C10.3 D1.1 D1.2 D1.3 D2.1 D2.2 D2.3


(5)

Perhitungan ho yang terjadi aliran debris dengan Qp dari HSS Nakayasu

No Tanggal

ho (m)

PU-C10 PU-D1 PU-D2

1 2 3 1 2 3 1 2 3

1

8-Des-10

0,280 0,275 0,271 0,260 0,260 0,257 0,252 0,250 0,246 2

23-Des-10

0,013 0,013 0,013 0,012 0,012 0,012 0,012 0,012 0,012 3

30-Des-10

0,036 0,035 0,035 0,034 0,034 0,033 0,032 0,032 0,032 4

1-Jan-11

0,041 0,040 0,039 0,038 0,038 0,037 0,037 0,036 0,036 5

3-Jan-11

0,051 0,050 0,049 0,047 0,047 0,047 0,046 0,045 0,044 6

9-Jan-11

0,015 0,014 0,014 0,014 0,014 0,014 0,013 0,013 0,013 7

20-Jan-11

0,035 0,034 0,033 0,032 0,032 0,032 0,031 0,031 0,030 8

23-Jan-11

0,203 0,200 0,197 0,189 0,189 0,187 0,183 0,181 0,179 9

2-Feb-11

0,028 0,027 0,027 0,026 0,026 0,025 0,025 0,025 0,024 10

4-Feb-11

0,085 0,084 0,083 0,079 0,079 0,078 0,077 0,076 0,075 11

19-Feb-11

0,063 0,062 0,061 0,059 0,059 0,058 0,057 0,056 0,056 12

15-Apr-11

0,013 0,013 0,013 0,012 0,012 0,012 0,012 0,012 0,012 13

1-May-11

0,163 0,161 0,158 0,152 0,152 0,150 0,147 0,146 0,144 14

15-Feb-12

0,075 0,074 0,073 0,070 0,070 0,069 0,068 0,067 0,066 15

25-Feb-12

0,087 0,086 0,085 0,081 0,081 0,080 0,079 0,078 0,077 16

2-Mar-12

0,042 0,041 0,041 0,039 0,039 0,039 0,038 0,038 0,037 17

25-Mar-12

0,114 0,112 0,111 0,106 0,106 0,105 0,103 0,102 0,100 18

5-Apr-12

0,071 0,070 0,069 0,066 0,066 0,065 0,064 0,063 0,062 19

14-Apr-12

0,292 0,287 0,282 0,271 0,271 0,268 0,263 0,260 0,257 20

26-Apr-12

0,042 0,041 0,041 0,039 0,039 0,039 0,038 0,038 0,037 21

18-Nov-12

0,124 0,121 0,120 0,115 0,115 0,114 0,111 0,110 0,109 22

23-Nov-12

0,042 0,041 0,041 0,039 0,039 0,039 0,038 0,038 0,037 23

22-Des-12

0,245 0,241 0,237 0,228 0,228 0,225 0,221 0,219 0,216 24

25-Des-12

0,087 0,086 0,085 0,081 0,081 0,080 0,079 0,078 0,077

ho maks (m)

C10.1 C10.2 C10.3 D1.1 D1.2 D1.3 D2.1 D2.2 D2.3

0,292 0,287 0,282 0,271 0,271 0,268 0,263 0,260 0,257

ho min (m)

C10.1 C10.2 C10.3 D1.1 D1.2 D1.3 D2.1 D2.2 D2.3


(6)

Perhitungan ho yang tidak terjadi aliran debris dengan Qp dari HSS Nakayasu

No Tanggal

ho (m)

PU-C10 PU-D1 PU-D2

1 2 3 1 2 3 1 2 3

1 10-Dec-10 0,008 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007

2 16-Dec-10 0,023 0,022 0,022 0,021 0,021 0,021 0,021 0,020 0,020

3 26-Dec-10 0,025 0,025 0,024 0,023 0,023 0,023 0,023 0,022 0,022

4 28-Dec-10 0,008 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007

5 8-Jan-11 0,008 0,008 0,008 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007

6 10-Jan-11 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,009 0,009 0,009

7 24-Jan-11 0,008 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007

8 21-Feb-11 0,010 0,010 0,010 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009

9 19-Mar-11 0,075 0,074 0,073 0,070 0,070 0,069 0,068 0,067 0,066

10 23-Mar-11 0,049 0,048 0,047 0,045 0,045 0,045 0,044 0,044 0,043

11 26-Mar-11 0,035 0,034 0,033 0,032 0,032 0,032 0,031 0,031 0,030

12 14-Apr-11 0,010 0,010 0,010 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009

13 15-Jan-12 0,045 0,045 0,044 0,042 0,042 0,042 0,041 0,041 0,040

14 21-Jan-12 0,052 0,051 0,051 0,049 0,049 0,048 0,047 0,047 0,046

15 4-Feb-12 0,008 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007

16 12-Feb-12 0,008 0,008 0,008 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007

17 22-Feb-12 0,008 0,008 0,008 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007

18 8-Mar-12 0,015 0,014 0,014 0,014 0,014 0,014 0,013 0,013 0,013

19 3-Apr-12 0,033 0,033 0,032 0,031 0,031 0,030 0,030 0,030 0,029

20 15-Apr-12 0,008 0,008 0,008 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007

21 13-Nov-12 0,033 0,033 0,032 0,031 0,031 0,030 0,030 0,030 0,029

22 19-Nov-12 0,015 0,014 0,014 0,014 0,014 0,014 0,013 0,013 0,013

23 2-Dec-12 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009 0,008 0,008

24 31-Dec-12 0,021 0,020 0,020 0,019 0,019 0,019 0,019 0,018 0,018

ho maks (m)

C10.1 C10.2 C10.3 D1.1 D1.2 D1.3 D2.1 D2.2 D2.3 0,075 0,074 0,073 0,070 0,070 0,069 0,068 0,067 0,066

ho min (m)

C10.1 C10.2 C10.3 D1.1 D1.2 D1.3 D2.1 D2.2 D2.3 0,008 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007