Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Menurut pandangan yang popular, masyarakat dilihat sebagai kekuatan impersonal yang mempengaruhi, mengekang dan juga menentukan tingkah laku anggota-anggotanya. Menurut Betrand dalam Wisadirana 2004: 23 masyarakat merupakan hasil dari suatu periode perubahan budaya dan akumulasi budaya. Jadi masyarakat bukan sekedar jumlah penduduk saja, melainkan sebagai suatu system yang dibentuk dari hubungan antar mereka, sehingga menampilkan suatu realita tertentu yang mempunyai ciri-ciri sendiri. Masyarakat dan kebudayaan sebenarnya merupakan perwujudan dari perilaku manusia. Antara masyarakat dan kebudayaan dalam kehidupan nyata, keduanya tidak dapat dipisahkan dan merupakan dwi tunggal, bagaikan dua sisi mata uang Wisadirana 2004: 24 Kebudayaan berarti keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar serta keseluruhan dari hasil budi pekertinya. Dan konsep tentang kebudayaan itu adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar Kontjraningrat 1976: 28 Ienaga Saburo dalam Situmorang 2009: 2-3 menjelaskan kebudayaan dalam arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas kebudayaan adalah seluruh cara Universitas Sumatera Utara 2 hidup manusia ningen no seikatsu no itonami kata. Ienaga menjelaskan bahwa kebudayaan ialah keseluruh hal yang bukan alamiah. Sedangkan dalam arti sempit kebudayaan adalah terdiri dari ilmu pengetahuan, sistem kepercayaan dan seni, oleh karena itu Ienaga mengatakan kebudayaan dalam arti luas ialah segala sesuatu yang bersifat konkret yang diolah manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan kebudayaan dalam arti sempit ialah sama dengan budaya yang berisikan sesuatu yang tidak kentara atau yang bersifat semiotik. Menurut Ihromi, T.O 2006: 18 Kebudayaan adalah adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat yang manapun dan tidak hanya mengenai sebagian dari cara hidup itu, yaitu bagian yang oleh masyarakat dianggap lebih tinggi atau lebih diinginkan. Sehingga dapat ditarik suatu pengertian yaitu kebudayaan adalah segala hasil karya cipta dan gagasan manusia yang mengalami suatu proses adaptasi sehingga menciptakan suatu sistem dalam masyarakat, baik itu berupa ilmu pengetahuan, nilai, norma dan juga sistem kepercayaan di dalam kehidupan masyarakat. Jepang tidak terlepas dari hal-hal yang berbau dengan kepercayaan yang sudah berlangsung lama dalam masyarakat Jepang. Menurut Sayidiman Suryohadiprojo 1982:196-197, Jepang memiliki berbagai kepercayaan yang dianut oleh warga negaranya. Mulai dari kepercayaan kuno yang diwariskan oleh nenek moyang secara turun temurun maupun kepercayaan yang terus bermunculan sesuai perkembangan zaman, dan juga kepercayaan yang berasal dari luar jepang seperti Buddhisme, Taoisme dan Kristen. Universitas Sumatera Utara 3 Kepercayaan asli Jepang adalah Shinto. Hampir sebagian besar penduduk Jepang mempercayai Shinto. Shinto adalah gabungan dari 2 huruf kanji yang berarti Jalan Tuhan atau dewa. Dewa dalam bahasa Jepang disebut Kami. Shinto adalah kepercayaan kuno yang merupakan campuran dari Animisme dan Dinamisme yaitu suatu kepercayaan primitif yang percaya akan kekuatan benda, alam ataupun Roh. Dalam kepercayaan Shinto juga mempercayai bahwa saat seseorang meninggal maka arwahnya menjadi Kami dewa dan harus dihormati. Layaknya kepercayaan yang berakar dari Animisme, Shinto sama sekali tidak memiliki ajaran khusus yang dipelajari. Shinto juga tidak memilik kitab suci, simbol ataupun nabi sebagai penemu atau penyebar agama pertama kali, jadi Shinto lahir dan berkembang secara alami dalam masyarakat, sedangkan ajaran Shinto yang menyebutkan kaisar sebagai dewa matahari mulai muncul dan popular pada masa Meiji 1868-1912 yang pada saat itu menjadikan Shinto sebagai kepercayaan resmi negara dan kaisar sebagai dewa yang hidup di dunia yang disebut dengan Kokka Shinto Shinto Negara. Jepang juga merupakan negara yang memiliki sistem kepercayaan politheisme yaitu melakukan penyembahan kepada Kami dewa yang sangat banyak. Orang Jepang juga mempercayai ajaran budha, yang mana terdapat patung Ojizo. Ojizo adalah patung Budha kecil yang biasanya ada dilereng gunung, atau berjajar dikawasan kuil. Ojizo di Jepang sama dengan Ksitigarbha yang ada dalam ajaran Hindu India. Universitas Sumatera Utara 4 Ojizo ini dipercaya orang Jepang sebagai pelindung arwah anak bayi. Ojizo adalah pelindung bayi dan anak-anak di dunia bawah neraka, dewa pelindung yang menolong anak-anak dari setan yang datang dari neraka. Maksudnya adalah anak- anak yang meninggal sebelum dilahirkan seperti keguguran, sakit, dan cacat. Ojizo disebutkan sebagai makhluk yang menghuni neraka dengan sosok Budha, ia berjanji tidak akan meninggalkan neraka sampai isi neraka kosong http:www.japanese-buddhism.comjizo-bosatsu.html sthash.NJFl5hD1.dpuf Kadang kala, patung Ojizo diletakkan oleh masyarakat disertai batu-batu dan kerikil-kerikil kecil, dengan harapan agar dapat mempersingkat waktu penderitaan anak-anak di neraka. Terkadang, patung tersebut terlihat memakai pakaian anak-anak atau oto, celemek makan bayi, mainan, makanan ringan, buah- buahan yang disukai anak-anak yang diletakkan di sekitar patung sebagai tanda kedukaan para orangtua. Ini bertujuan agar anak mereka yang telah meninggal secara khusus dapat perlindungan Ojizo. Persembahan diberikan oleh para orangtua sebagai tanda terimakasih kepada Ojizo karena menyelamatkan anak mereka dan melindunginya. Wajah Ojizo umumnya dibuat lebih seperti muka bayi agar menyerupai anak-anak yang ia lindungi. Karena ia penyelamat jiwa bayi yang menderita di neraka dunia bawah, maka patung Ojizo diletakkan di kuburan, di lereng gunung dan di kuil. Di Jepang, pembagian makam untuk anak berumur kurang dari enam tahun termasuk janin, disebut sebagai Jizōson-bo makam Ojizo. Beberapa anak kecil Universitas Sumatera Utara 5 bisa dibuatkan dalam satu makam Ojizo. Nama bayi yang meninggal ditulis di sisi kanan nisan. Mizuko 水 子 secara harfiah anak air , adalah istilah Jepang untuk janin yang mati atau mayat bayi. Adapula Mizuko kuyō 水 子 供 养 adalah upacara peringatan janin, yaitu upacara masyarakat Jepang bagi mereka yang telah mengalami keguguran, atau aborsi. Upacara ini sudah ada sejak tahun 1970-an dengan membangun kuil yang ditujukan hanya untuk ritual ini. Alasan melaksanakan upacara ini adalah untuk para orang tua yang ingin menghibur jiwa janin. Menurut adat istiadat, anak-anak yang meninggal mendahului orang tuanya dianggap sebuah dosa. Sehingga para Ojizo diharapkan membantu para arwah anak-anak dan dipuja sebagai pelindung jiwa mizuko, jiwa yang mati sewaktu dilahirkan, keguguran atau aborsi janin. Dalam dongeng masyarakat Jepang, dikatakan bahwa jiwa para anak-anak yang meninggal mendahului orang tuanya tidak dapat menyeberangi Sungai mistis sanzu seorang diri di kehidupan berikutnya karena mereka tidak memiliki kesempatan untuk mengumpulkan perbuatan baik yang cukup banyak dan karena mereka telah membuat orang tuanya menderita. Dipercaya bahwa Ojizo menyelamatkan jiwa-jiwa mereka dari menjadi batu abadi di tepi sungai sebagai penebusan dosa, dengan menyembunyikan mereka dari para roh jahat dalam jubahnya, dan membiarkan mereka mendengar mantra- mantra Ojizo http:id.wikipedia.orgwikiKsitigarbha Universitas Sumatera Utara 6 Penulis memilih judul ini dikarenakan tertarik akan pembahasannya yang unik, dan terdapat perbedaan diantara pandangan masyarakat Jepang dan Indonesia. Karena beberapa agama di Indonesia percaya bahwa bayi dan janin yang meninggal akan masuk ke surga karena dianggap masih suci. Sedangkan masyarakat di Jepang menganggap sebaliknya, bahwa bayi dan janin yang meninggal akan masuk neraka. Selanjutnya hal ini akan penulis bahas melalui skripsi yang berjudul “PATUNG OJIZO DALAM MASYARAKAT JEPANG”

1.2 Perumusan Masalah