Dari daftar distribusi normal standart diperoleh =
. Karena
dimana maka H
o
diterima artinya data tingkat kematian balita tidak dipengaruhi oleh trend menaik.
3.2 Analisis Data Tingkat Kematian Balita
Adapun langkah awal dalam menganalisa data tingkat kematian balita pada Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Utara adalah dengan membuat plot data tingkat
kematian balita sesuai dengan data dari bulan Januari 2005 sampai dengan bulan Desember 2010. Plot data tingkat kematian balita tersebut dapat dilihat pada gambar
3.1 dibawah ini:
Gambar 3.1 Plot Data Asli Tingkat Kematian Balita
Dari Grafik diatas menunjukkan bahwa data tingkat kematian balita tidak stasioner. Hal ini ditandai adanya fluktuasi data yang semakin naik dan menurun
dengan meningkatnya waktu. Data yang tidak stasioner ini juga dapat dilihat dari nilai koefisien autokorelasi dari data tingkat kematian balita.
Universitas Sumatera Utara
Sebagaimana dalam tinjauan pustakapersamaan 1.1 dan dalam landasan teori, nilai koefisien autokorelasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
II.20 berikut:
n t
t k
t k
n t
t k
Y Y
Y Y
Y Y
r
1 2
1
Dengan :
Maka:
Untuk diperoleh:
Dengan cara yang sama, nilai-nilai koefisien autokorelasi dari data tingkat kematian balita dapat diperoleh seperti pada lampiran 4.
Untuk melihat apakah data sudah stasioner atau tidak, dapat dilihat dari nilai koefisien autokorelasi yang berbeda nyata dari nol yaitu nilai koefisien autokorelasi
Universitas Sumatera Utara
berada dalam interval batas penerimaan. Dengan menggunakan persamaan I.2 maka untuk data tingkat kematian balita dengan
, maka dari seluruh nilai
koefisien autokorelasi harus berada dalam interval:
Atau berada pada batas nilai:
Terlihat bahwa masih kurang dari dari nilai koefisien autokorelasi data
tingkat kematian yang berada dalam batas interval penerimaan, seperti lag-1, lag-2, lag-6, lag-8, lag-9, lag-10. Hal ini menyatakan bahwa data belum stasioner. Nilai
koefisien autokorelasi data asli dapat dilihat pada gambar 3.2 berikut ini:
Gambar 3.2 Plot Nilai Koefisien Autokorelasi Data Asli.
Sedangkan untuk plot nilai koefisien autokorelasi parsial dari data asli tingkat kematian balita dapat dilihat pada gambar 3.3 berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.3 Plot Nilai Koefisien Autokorelasi Parsial Data Asli
Untuk mengatasi ketidakstasioneran dalam varians maka dilakukan transformasi logaritma sedangkan untuk mengatasi ketidakstasioneran dalam rataan
dapat dilakukan pembedaan differencing. Proses pembedaan pertama dapat dihitung dengan menggunakan persamaan II.14 seperti berikut ini:
Untuk :
Untuk
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya untuk data hasil pembedaan differencing pertama dapat dilihat pada lampiran 6. Adapun plot data hasil pembedaan pertama dapat ditunjukkan oleh
gambar 3.4 berikut ini:
Gambar 3.4 Plot Data Hasil Pembedaan Pertama
Dari gambar 3.4 plot data hasil pembedaan pertama dapat dilihat bahwa data sudah stasioner dimana data berada disekitar rata-rata, dan data tidak turun lambat.
Untuk lebih meyakinkan bahwa data sudah stasioner, maka dapat dilihat dari nilai koefisien autokorelasi berada dalam interval batas penerimaan. Untuk
maka dari seluruh nilai koefisien autokorelasi harus berada pada interval
Atau berada pada batas nilai:
Plot nilai koefisien autokorelasi data hasil pembedaan pertama lampiran 7 dapat dilihat pada gambar 3.5 sedangkan plot nilai koefisien autokorelasi parsial
lampiran 8 dapat dilihat pada gambar 3.6 berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.5 Plot Nilai Koefisien Autokorelasi Data Hasil Hasil Pembedaan Pertama
Gambar 3.6 Plot Nilai Koefisien Autokorelasi Parsial Data Hasil Pembedaan Pertama
Universitas Sumatera Utara
Dari grafik nilai koefisien autokorelasi terlihat bahwa hanya 2 dua nilai koefisien autokorelasi yang tidak berada dalam interval batas penerimaan, yaitu lag-1
-0,492 dan lag- 7 0,245. Demikian juga dengan nilai koefisien autokorelasi parsial dimana hanya 2 dua nilai koefisien autokorelasi parsial yang tidak berada dalam
interval batas penerimaan, yaitu lag-1 -0,492 dan lag-6 -0,298.
3.3 Identifikasi Model