pekerjaan yang berbadan hukum, penyerahan pekerjaan dapat diserahkan pada perusahaan pemborong pekerjaan yang bukan berbadan hukum, dimana pemenuhan
hak-hak pekerjaburuh merupakan tanggung jawab perusahan yang bukan berbadan hukum tersebut dan harus dituangkan dalam perjanjian pemborongan pekerjaan.
Selain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan, perusahaan juga dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaannya melalui perusahaan penyediaan jasa
pekerjaburuh. Hal yang harus diperhatikan dalam perjanjian penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan penyedia pekerjaburuh yaitu perjanjian itu harus dibuat
secara tertulis dan perusahaan pemberi pekerjaan harus dapat memastikan bahwa perusahaan penyedia jasa pekerjaburuh berbadan hukum dan memiliki ijin dari
instansi terkait dalam hal ini adalah instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan.
2. Outsourcing Menurut Peraturan Perundang-undangan
a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Pasal 1601b KUH Perdata mengatur perjanjian pemborongan pekerjaan yaitu suatu perjanjian dimana pihak yang ke satu, pemborong mengikatkan diri untuk
membuat suatu kerja tertentu bagi pihak yang lain, yang memborongkan dengan menerima bayaran tertentu. Perjanjian pemborongan ini yang kemudian setelah
keluarnya Undang-undang Ketenagakerjaan dikenal dengan istilah penyerahan pekerjaan kepada perusahaan lain melalui pemborongan pekerjaan yang populer
dimasyarakat dengan istilah outsourcing pekerjaan.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Perjanjian pemborongan bersifat konsensuil, artinya perjanjian pemborongan itu ada atau lahir sejak adanya kata sepakat antar kedua belah pihak yaitu pihak yang
memborongkan dengan pihak pemborong mengenai pembuatan suatu karya, harga borongan atau kontrak dan lamanya jangka waktu pemborongan serta sanksi atas
pelanggaran yang dilakukan oleh pihak-pihak dalam perjanjian tersebut. Pihak pemborong mengikatkan diri kepada pihak pemberi borongan untuk
menyelesaikan suatu borongan tertentu, dan sebagai imbalan atas penyelesaian tersebut, pihak pemborong mendapat prestasi harga tertentu sebagai upah. Upah
tertentu dalam pemborongan ini tidak hanya dimaksudkan semata-mata hanya upah yang ditentukan lebih dahulu, tapi harus diartikan lebih luas dari pada itu yaitu:
meliputi upah yang dapat ditentukan kemudian.
44
Prestasi upah yang diterima pemborong dalam pemborongan kerja, tergantung pada objek kerja yang diborongkan. Bisa saja pemborong hanya menyediakan bahan-
bahan atau barang-barang borongan, namun bisa juga sekaligus pemborong itu sendiri yang menyediakan bahan dan menyiapkan kerja borongan. Seperti memborong
bangunan rumah. Seorang pemborong hanya ditugaskan untuk menyediakan bahan bangunan saja, sedang pembangunan rumah diserahkan kepada pemborong lain.
Tetapi bisa juga sekaligus bahan bangunan dan pembangunan rumah diserahkan kepada seorang pemborong.
45
Apabila pemborong diwajibkan ditugaskan menyediakan bahan dan melakukan pekerjaan, dan pekerjaannya musnah sebelum diserahkan kepada pihak
44
M.Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Jakarta: Alumni, 1986, hal 258.
45
Ibid.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
yang memborongkan, maka segala kerugian adalah atas tanggungan pemborong, namun jika pemborong hanya diwajibkan untuk melakukan pekerjaan saja dan
pekerjaannya musnah, maka pemborong hanya bertanggung jawab untuk kesalahannya Pasal-Pasal 1605 dan 1606 KUH Perdata, ketentuan ini mengandung
maksud bahwa akibat suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa bahan-bahan dari pihak yang memborongkan ditanggung oleh pihak yang
memborongkan pekerjaan.
46
Apabila pemborong hanya diwajibkan melakukan pekerjaan saja, oleh Pasal 1607 disebutkan bahwa jika musnahnya pekerjaan itu terjadi diluar sesuatu kelalaian
dari pihaknya pemborong, sebelum pekerjaan itu diserahkan, sedang pihak yang memborongkan tidak telah lalai untuk memeriksa dan menyetujui pekerjaannya,
maka si pemborong tidak berhak atas harga yang dijanjikan, kecuali apabila musnahnya barang pekerjaan itu disebabkan oleh suatu cacat dalam bahannya.
47
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kedua belah pihak menderita kerugian akibat kejadian yang tak disengaja yang
memusnahkan pekerjaan itu: pihak yang memborongkan kehilangan bahan-bahan yang telah disediakan olehnya sedangkan pihak pemborong kehilangan tenaga dan
biaya yang telah dikeluarkan untuk menggarap pekerjaan. Pihak yang memborongkan hanya dapat menuntut penggantian kerugiannya apabila dapat membuktikan adanya
kesalahan dari pemborong, sedangkan pihak pemborong hanya akan dapat menuntut
46
R. Subekti , Aneka Perjanjian, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995, hal 65
47
Ibid, hal. 66.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
harga yang dijanjikan apabila berhasil membuktikan bahwa bahan-bahan yang disediakan oleh pihak yang memborongkan mengandung cacat yang menyebabkan
kemusnahan pekerjaannya.
48
Jika suatu pekerjaan dikerjakan sepotong demi sepotong sebagian demi sebagian atau seukuran demi seukuran, maka pekerjaan itu dapat diperiksa sebagian
demi sebagian. Pemeriksaan tersebut dianggap terjadi dilakukan untuk semua bagian yang telah dibayar apabila pihak yang memborongkan tiap-tiap kali membayar
pemborong menurut imbangan dari apa yang telah selesai dikerjakan Pasal 1608. Ketentuan ini mengandung maksud bahwa sebagian pekerjaan yang sudah dibayar itu
menjadi tanggungan pihak yang memborongkan apabila terjadi suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak yang memusnahkan bagian pekerjaan itu.
49
Ada beberapa prinsip yang diatur oleh KUH Perdata yang berlaku dalam pemborongan pekerjaan antara lain sebagai berikut
50
1 Ketika kesepakatan dalam pemborongan pekerjaan telah terjadi dan pekerjaan
telah mulai dikerjakan maka pihak yang memborongkan pekerjaan tidak bisa menghentikan pemborongan pekerjaan;
:
2 Dalam hal pemborongan pekerjaan berhenti akibat meninggalnya si
pemborong, pihak yang memborongkan wajib membayar kepada ahli waris si pemborong harga pekerjaan yang telah dikerjakan sesuai dengan pekerjaan
yang telah dilakukan;
48
Ibid.
49
Ibid
50
Lalu Husni, Op. Cit, hal. 188 – 189.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
3 Tanggung jawab terhadap orang-orang yang dipekerjakan dalam
pemborongan pekerjaan berada pada pihak pemborong; 4
Buruh berhak menahan barang kepunyaan orang lain untuk mengerjakan sesuatu pada barang tersebut sampai biaya dan upah – upah yang dikeluarkan
untuk barang itu dipenuhi seluruhnya, kecuali bila pihak yang memborongkan telah memberikan jaminan untuk pembayaran biaya dan
upah- upah tersebut. b.
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dapat disebut
sebagai suatu kodifikasi dari berbagai ketentuan ketenagakerjaan yang sebelumnya terpisah-pisah. Sebelum Undang-Undang ini berlaku, ada sekitar lima belas ordonansi
dan peraturan ketenagakerjaan yang berlaku untuk mengatur ketenagakerjaan. Dengan berlakunya Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 ini, maka kelima belas
ordonansiperaturan tersebut telah dinyatakan tidak berlaku.
51
Ketentuan yang mengatur outsourcing ditemukan dalam Pasal 64 sampai dengan Pasal 66 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal
64 Undang-Undang Ketenagakerjaan menentukan bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui
perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerjaburuh yang dibuat secara tertulis. Dari perumusan Pasal 64 tersebut di atas, dalam kaitan ini terdapat 2
dua macam perjanjian yaitu:
51
Sehat Damanik, Op. Cit, hal. 12
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
1 Perjanjian Pemborongan Pekerjaan, yaitu suatu perusahaan menyerahkan
sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain. 2
Perjanjian Penyediaan Jasa BuruhPekerja, yaitu perusahaan penyedia jasa pekerjaburuh menyediakan pekerjaburuh kepada perusahaan yang akan
menggunakan pekerjaburuh. Perjanjian pemborongan pekerjaan diatur dalam Pasal 65. Pengaturan
perjanjian pemborongan pekerjaan dalam Pasal 65 ini terdapat kejanggalan. Hal ini tercermin dalam Pasal 65 ayat 2 huruf b yang menentukan bahwa pekerjaan yang
dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus memenuhi syarat bahwa pekerjaan itu harus dilakukan dengan perintah langsung atau
tidak langsung dari pemberi pekerjaan. Ketentuan pasal ini menimbulkan kritik karena bagaimana mungkin perusahaan yang telah menyerahkan pelaksanaan
pekerjaan kepada orang lain masih memiliki kewenangan untuk memberikan perintah baik langsung maupun tidak langsung terhadap pekerjaan yang telah diborongkan
kepada perusahaan lain.
52
Pelaksanaan penyerahaan sebagian pekerjaan melalui penyedia jasa pekerjaburuh dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan tersebut dapat dilaksanakan
dengan persyaratan yang sangat ketat antara lain: 1
Perjanjian pemborongan pekerjaan dibuat secara tertulis; 2
Bagian pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penerima pekerjaan, diharuskan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
52
Andari Yukosari, Op. Cit., hal 4.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
a Bagian pekerjaan yang tersebut dilakukan secara terpisah dari kegiatan
utama; b
bagian pekerjaan itu merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan sehingga kalau dikerjakan pihak lain tidaklah
menghambat proses produksi secara langsung; dan c
dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan.
Semua persyaratan di atas bersifat kumulatif sehingga apabila salah satu syarat tidak terpenuhi, maka bagian pekerjaan tersebut tidak dapat di outsourcing-
kan. Kemudian persyaratan lainnya menurut Pasal 65 ayat 3 Undang-Undang Ketenagakerjaan adalah bahwa perusahaan penerima pekerjaan harus berbadan
hukum. Ketentuan ini diperlukan karena banyak perusahaan penerima pekerjaan yang tidak bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban terhadap hak-hak pekerjaburuh
sebagaimana mestinya sehingga pekerjaburuh menjadi terlantar, oleh karena itu memiliki badan hukum menjadi sangat penting agar tidak bisa menghindar dari
tanggung jawab.
53
Pasal 65 ayat 4 Undang-Undang Ketenagakerjaan juga mengatur masalah perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerjaburuh pada perusahaan
penerima pekerja, dimana sekurang-kurangnya sama dengan pekerjaburuh pada perusahaan pemberi kerja agar terdapat perlakuan yang sama terhadap pekerjaburuh
53
Aloysius Uwiyono, Implikasi Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 Terhadap Iklim Investasi , Vol 22 No. 5, Jakarta : Jurnal Hukum Bisnis, 2003, hal. 12.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
baik diperusahaan pemberi maupun perusahaan penerima pekerjaan karena pada hakikatnya bersama-sama untuk mencapai tujuan yang sama, sehingga tidak ada lagi
syarat kerja upah, perlindungan kerja yang lebih rendah.
54
Pada perjanjian penyediaan jasa pekerjaburuh, sesuai dengan ketentuan Pasal 66 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu pekerjaburuh
tidak boleh digunakan oleh perusahaan pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, tetapi
untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Selain itu penyerahan sebagai pekerjaan melalui penyediaan
jasa pekerjaburuh harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1
Adanya hubungan kerja antara pekerjaburuh dan perusahaan penyedia jasa pekerjaburuh;
2 Perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja adalah perjanjian kerja
untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 Undang-Undang No.13 tahun 2003 dan atau perjanjian kerja
waktu tidak tentu yang dibuat secara tertulis dan ditanda tangani oleh kedua belah pihak;
3 Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan
yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerjaburuh; 4
Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerjaburuh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerjaburuh dibuat secara
54
Ibid.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang- undang ketenagakerjaan.
Penyedia jasa pekerjaburuh harus merupakan usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan.
Dalam hal terjadi pelanggaran antara lain : 1
Pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja outsourcing merupakan pekerjaan inti dan bukan penunjang;
2 Tidak adanya hubungan kerja antara pekerjaburuh dengan perusahaan
penyedia jasa tenaga kerja yang ditandai dengan adanya perjanjian kerja secara tertulis, baik itu perjanjian kerja waktu tertentu PKWT maupun
perjanjian kerja waktu tidak tertentu PKWTT; 3
Perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan lain yang bertindak sebagai penyedia jasa pekerjaburuh tidak dibuat secara tertulis;
4 Perusahaan penyedia jasa pekerjaburuh tidak berbadan hukum dan tidak
memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan. Maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerjaburuh dengan perusahaan
penyedia jasa pekerjaburuh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerjaburuh dengan perusahaan pemberi pekerjaan, yang artinya segala tanggung jawab
ketenagakerjaan seperti pemenuhan hak-hak normatif yang berkaitan dengan pekerja buruh sepenuhnya menjadi tanggung jawab perusahaan pemberi pekerjaan.
55
55
Pasal 66 ayat 4 Undang-Undang No. 13 Tahun tentang Ketenagakerjaan.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
3. Keberadaan Outsourcing di Indonesia Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi