Mempelajari Pengaruh Penggunaan Berulang dan Aplikasi Adsorben Terhadap Kualitas Minyak dan Tingkat Penyerapan Minyak Pada Kacang Salut

(1)

SKRIPSI

MEMPELAJARI PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG DAN

APLIKASI ADSORBEN TERHADAP KUALITAS MINYAK DAN

TINGKAT PENYERAPAN MINYAK PADA KACANG SALUT

Oleh :

REZA FEBRIANSYAH

F24103032

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

MEMPELAJARI PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG DAN

APLIKASI ADSORBEN TERHADAP KUALITAS MINYAK DAN

TINGKAT PENYERAPAN MINYAK PADA KACANG SALUT

Reza Febriansyah

1)

dan Yadi Haryadi

2)

ABSTRAK

Proses penggorengan yang menggunakan energi panas menimbulkan

berbagai perubahan yang terjadi pada minyak dan menghasilkan komponen

flavor. Perubahan sifat fisiko kimia akibat pemanasan ini mengakibatkan

terjadinya kerusakan pada minyak dan menurunkan mutu produk gorengnya.

Selain itu, kualitas minyak goreng yang digunakan berhubungan pula dengan

keamanan produk yang dihasilkan. Untuk itu, perlu dicari uji kualitas minyak

yang dapat menggambarkan kualitas minyak secara tepat. Namun disisi lain,

penggunaan minyak goreng pada industri membutuhkan biaya yang cukup besar.

Oleh karena itu, dibutuhkan usaha untuk memperpanjang masa pakai minyak.

Salah satu upaya yang telah lama dilakukan adalah penggunaan adsorben.

Berdasarkan analisis regresi, hubungan kuadratik terlihat pada perubahan

bilangan peroksida. Hubungan linier dengan kecenderungan naik terlihat pada

hasil analisis terhadap parameter-perameter kadar ALB, nilai TPM, bilangan

anisidin, viskositas, bobot jenis, dan nilai absorbansi minyak pada panjang

gelombang 490 nm. Hubungan linier dengan kecenderungan turun terlihat pada

parameter indeks bias.

Berdasarkan analisis korelasi, perubahan viskositas dan bobot jenis

berkorelasi sangat nyata dengan kadar ALB, nilai TPM, dan bilangan anisidin.

Berdasarkan analisis korelasi, penyerapan minyak oleh produk berkorelasi sangat

nyata dengan kenaikan viskositas dan bobot jenis. Selain itu, kenaikan kadar

ALB, nilai TPM, dan bilangan anisidin mempengaruhi penyerapan minyak oleh

produk.

Berdasarkan uji t, aplikasi adsorben berpengaruh nyata tehadap

pengurangan bilangan peroksida, kadar ALB, dan TPM. Nilai peroksida

berkurang sebanyak 68.0 %, ALB sebanyak 32.4 %, dan TPM sebanyak 44.7%.

Kata kunci : penggorengan, minyak goreng, oil uptake, degradasi minyak, dan

adsorben.

Jurnal skripsi 2007


(3)

MEMPELAJARI PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG DAN

APLIKASI ADSORBEN TERHADAP KUALITAS MINYAK DAN

TINGKAT PENYERAPAN MINYAK PADA KACANG SALUT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

REZA FEBRIANSYAH

F24103032

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(4)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

MEMPELAJARI PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG DAN

APLIKASI ADSORBEN TERHADAP KUALITAS MINYAK DAN

TINGKAT PENYERAPAN MINYAK PADA KACANG SALUT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

REZA FEBRIANSYAH

F24103032

Dilahirkan pada 10 Februari 1985

Di Sukabumi, Jawa Barat

Tanggal Lulus: September 2007

Menyetujui,

Bogor, September 2007

Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc.

Pembimbing I

Shirley Virgoria Permana

Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.

Ketua Departemen ITP


(5)

Reza Febriansyah. F24103032.

Mempelajari Pengaruh Penggunaan Berulang

dan Aplikasi Adsorben terhadap Kualitas Minyak dan Tingkat Penyerapan

Minyak pada Kacang Salut. Di bawah Bimbingan

Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc

.

dan

Shirley Virgoria Permana

. 2007.

RINGKASAN

Minyak merupakan bahan dasar yang penting dalam proses penggorengan

bagi industri penggorengan dengan fungsi utama sebagai medium penghantar

panas. Menggoreng adalah suatu teknik pemasakan melalui kontak minyak atau

lemak panas yang melibatkan pindah panas dan pindah massa secara simultan.

Proses penggorengan yang menggunakan energi panas tersebut menimbulkan

berbagai perubahan yang terjadi pada minyak dan menghasilkan komponen

flavor. Perubahan sifat fisikokimia akibat pemanasan ini mengakibatkan

terjadinya kerusakan minyak dan menurunkan mutu produk gorengnya.

Adanya penurunan kualitas minyak goreng ini menyebabkan umur simpan

produk berbeda antara satu proses penggorengan dengan proses penggorengan

sebelumnya. Oleh karena itu, kualitas minyak goreng perlu dianalisa sebelum

digunakan kembali untuk menghasilkan produk dengan shelf life yang diinginkan.

Selain itu, kualitas minyak goreng yang digunakan berhubungan pula dengan

keamanan produk yang dihasilkan. Untuk itu, perlu dicari uji kualitas minyak

yang dapat menggambarkan kualitas minyak secara tepat. Selain itu, tingginya

biaya untuk penggunaan minyak goreng di industri-industri mengakibatkan

perlunya metode untuk memperpanjang umur pakai minyak goreng. Salah satu

cara yang sering digunakan adalah penggunaan zat adsorben dalam pemurnian

minyak goreng bekas pakai. Dengan adanya tahap pemurnian minyak goreng

bekas pakai ini diharapkan umur pakai minyak dapat diperpanjang sehingga dapat

menurunkan biaya produksi.

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu Kajian Pengaruh

Penurunan Kualitas Minyak dan Aplikasi Adsorben dalam Pemurnian Minyak

Goreng Bekas Pakai. Tahap Kajian Pengaruh Penurunan Kualitas Minyak terdiri

atas pembuatan kacang salut dan proses penggorengan kacang salut. Tahap

Aplikasi Adsorben dalam Pemurnian Minyak Goreng Bekas Pakai terdiri atas

proses filtrasi minyak goreng bekas pakai yang digunakan pada tahap kajian

pengaruh penurunan kualitas minyak dengan adsorben, pembuatan kacang salut,

dan proses penggorengan dengan menggunakan minyak bekas pakai yang lebih

dimurnikan kembali dengan penggunaan adsorben. Minyak hasil pemurnian

kembali menggunakan adsorben selanjutnya disebut minyak recovery, sementara

yang digunakan pada tahap Kajian Pengaruh Penurunan Kualitas Minyak disebut

minyak non-recovery.

Berdasarkan analisis regresi, hubungan kuadratik terlihat pada perubahan

bilangan peroksida. Hubungan linier dengan kecenderungan naik terlihat pada

hasil analisis terhadap parameter-perameter kadar ALB, nilai TPM, bilangan

anisidin, viskositas, bobot jenis, dan nilai absorbansi minyak pada panjang

gelombang 490 nm. Hubungan linier dengan kecenderungan turun terlihat pada

parameter indeks bias.

Berdasarkan analisis korelasi, perubahan viskositas dan bobot jenis

berkorelasi sangat nyata dengan kadar ALB, nilai TPM, dan bilangan anisidin.


(6)

Berdasarkan analisis korelasi, penyerapan minyak oleh produk berkorelasi sangat

nyata dengan kenaikan viskositas dan bobot jenis. Selain itu, kenaikan kadar

ALB, nilai TPM, dan bilangan anisidin mempengaruhi penyerapan minyak oleh

produk.

Berdasarkan hasil penelitian, indikator kimia yang dapat digunakan dalam

penentuan kualitas minyak adalah kadar TPM dan bilangan anisidin. Kadar ALB

kurang cocok untuk dijadikan sebagai indikator kualitas minyak walaupun

memiliki koefisien regresi dan korelasi yang sangat nyata dengan kualitas minyak.

Hal ini karena kadar ALB mengalami fluktuasi selama proses penggorengan.

Untuk parameter fisik, indikator yang paling mungkin adalah viskositas. Hal ini

karena viskositas memiliki korelasi yang sangat kuat dengan perubahan kimia

minyak. Selain itu, viskositas sering dijadikan sebagai prinsip dasar kerja

instrumen komersial untuk menentukan kualitas minyak.

Berdasarkan uji t, aplikasi adsorben berpengaruh nyata tehadap

pengurangan bilangan peroksida, kadar ALB, dan TPM. Nilai peroksida

berkurang sebanyak 68.0 %, ALB sebanyak 32.4 %, dan TPM sebanyak 44.7%.

Laju kerusakan minyak hasil recovery lebih cepat dibandingkan laju kerusakan

minyak

non-recovery. Oleh karena itu, penggunaan adsorben tidak dapat

memperbaiki beberapa parameter mutu minyak goreng, seperti indeks bias, bobot

jenis, dan viskositas.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 10 Ferbuari

1985. Penulis adalah anak ke-1 dari pasangan Moze Alaudin

Syah dan Nani Lestari. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar

pada tahun 1997 di SDN Ir H Juanda Sukabumi kemudian

melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTPN 2 Kota

Sukabumi hingga tahun 2000. Penulis menamatkan pendidikan

menengah atas di SMUN 1 Kota Sukabumi pada tahun 2003. Penulis melanjutkan

pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor Departemen Ilmu dan Teknologi

Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian melalui Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI) pada tahun 2003.

Selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor, penulis mengikuti

berbagai kepanitiaan, seperti Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan 2005. Penulis

pernah menjadi Asisten Praktikum Kimia Dasar dan Asisten Praktikum Teknologi

Pengalengan. Sebagai tugas akhir, penulis melaksanakan magang di PT. GPPJ

dengan judul penelitian Mempelajari Pengaruh Penggunaan Minyak Goreng

Berulang dan Aplikasi Adsorben terhadap Kinetika Ketengikan dn Tingkat

Penyerapan Minyak pada Kacang Salut di bawah bimbingan Dr. Ir. Yadi Haryadi,

MSc. dan Shirley Virgoria Permana.


(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan

kepada Allah SWT atas segala rahmat, rizki, nikmat, dan kemudahan yang telah

dikaruniakan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul Mempelajari Pengaruh Penggunaan Minyak Goreng Berulang dan

Aplikasi Adsorben terhadap Kinetika Ketengikan dn Tingkat Penyerapan Minyak

pada Kacang Salut

.

Skripsi ini penulis susun di bawah bimbingan Dr. Ir. Yadi

Haryadi, MSc. dan Shirley Virgoria Permana. Penulis sadar bahwa skripsi ini jauh

dari sempurna sehingga kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak

sangat penulis harapkan. Namun, penulis berharap semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi berbagai pihak. Ucapan terima kasih ingin penulis sampaikan

kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu:

1.

Bapak dan Ibu atas doa yang tidak pernah terputus dan kasih sayang yang

selama ini diberikan. Tecia, adik kebanggaanku yang terus menjadi

penyemangat dalam menggapai cita.

2.

Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc. selaku pembimbing akademik dan Bapak

kedua selama menempuh pendidikan di Departemen ITP atas waktu,

bimbingan, dan saran-saran yang diberikan selama ini.

3.

Shirley Virgoria Permana selaku pembimbing lapang yang sangat

membantu dalam pelaksanaan kegiatan magang dan penyelesaian skripsi.

4.

Dr. Ir. Sukarno, MSc. selaku dosen penguji atas kesediaannya menguji dan

memberikan masukan serta saran kepada penulis.

5.

Riztia Delianita Kusnedi, Hauraku...yang telah datang dalam kehidupanku

dan memberikan perhatian yang tulus.

6.

Pimpinan PT. GPPJ serta jajaran manajemen atas kesempatan magang

yang diberikan kepada penulis dan bantuannya selama penulis.

7.

Mas Trisno, Ranto, Mas Iyan, Haris, Mbak Titin, Mbak Sundari, Lince,

Putri, Anita, dan semua karyawan PT. GPPJ yang tidak dapat disebutkan

satu-persatu atas dukungan dan bantuan yang diberikan kepada penulis.

8.

Teman-teman satu bimbingan dan satu perjuangan Annissa, Kemal, dan


(9)

9.

Villagers dan Villager’s friends, Chusni, Ujo, Yoga, eRTe, Ados, Adie,

Denang, Arga, Sarwo, Arie, Ari-hut, Amin, Aguy, Tomy, Catur, Beti,

Lilin, Mitoel, Gading, dan Dhea yang telah menjadi saudara dan keluarga

bagi penulis selama hidup di Bogor dan semoga untuk selamanya.

10.

Teman-teman ITP 40, Gilang, Idham, Aan, Nunu, Monce, Rika, Asih,

Ade, Eneng dan semuanya yang tidak bisa penulis sebut satu-persatu atas

semua warna yang telah menghiasi kehidupan penulis sebagai mahasiswa.

Bogor, September 2007


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...

i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I.

PENDAHULUAN ... 1

A.

LATAR BELAKANG ...

1

B.

TUJUAN PENELITIAN ...

2

II.

TINJAUAN PUSTAKA ...

3

A.

MINYAK GORENG ...

3

B.

MINYAK KELAPA SAWIT ... 5

C.

INDEKS KUALITAS MINYAK GORENG ... 6

D.

PROSES PENGGORENGAN ... 10

E.

DEEP FAT FRYING ... 11

F.

PERUBAHAN SIFAT FISIKO KIMIA MINYAK SELAMA

PROSES PENGGORENGAN ... 13

G.

METODE ANALISIS KUALITAS MINYAK ... 15

H.

PENGGUNAAN ADSORBEN PADA MINYAK GORENG

BEKAS ... 16

III.

METODOLOGI PENELITIAN ... 18

A.

BAHAN DAN ALAT ... 18

B.

METODE PENELITIAN ... 18

1. Kajian Pengaruh Penurunan Kualitas Minyak ... 18

2. Aplikasi Adsorben dalam Pemurnian Minyak Bekas Pakai ... 19

C. PROSEDUR ANALISIS ... 20

1. Analisis Kimia Minyak ... 20

2. Analisis Fisik Minyak ... 22


(11)

SKRIPSI

MEMPELAJARI PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG DAN

APLIKASI ADSORBEN TERHADAP KUALITAS MINYAK DAN

TINGKAT PENYERAPAN MINYAK PADA KACANG SALUT

Oleh :

REZA FEBRIANSYAH

F24103032

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

MEMPELAJARI PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG DAN

APLIKASI ADSORBEN TERHADAP KUALITAS MINYAK DAN

TINGKAT PENYERAPAN MINYAK PADA KACANG SALUT

Reza Febriansyah

1)

dan Yadi Haryadi

2)

ABSTRAK

Proses penggorengan yang menggunakan energi panas menimbulkan

berbagai perubahan yang terjadi pada minyak dan menghasilkan komponen

flavor. Perubahan sifat fisiko kimia akibat pemanasan ini mengakibatkan

terjadinya kerusakan pada minyak dan menurunkan mutu produk gorengnya.

Selain itu, kualitas minyak goreng yang digunakan berhubungan pula dengan

keamanan produk yang dihasilkan. Untuk itu, perlu dicari uji kualitas minyak

yang dapat menggambarkan kualitas minyak secara tepat. Namun disisi lain,

penggunaan minyak goreng pada industri membutuhkan biaya yang cukup besar.

Oleh karena itu, dibutuhkan usaha untuk memperpanjang masa pakai minyak.

Salah satu upaya yang telah lama dilakukan adalah penggunaan adsorben.

Berdasarkan analisis regresi, hubungan kuadratik terlihat pada perubahan

bilangan peroksida. Hubungan linier dengan kecenderungan naik terlihat pada

hasil analisis terhadap parameter-perameter kadar ALB, nilai TPM, bilangan

anisidin, viskositas, bobot jenis, dan nilai absorbansi minyak pada panjang

gelombang 490 nm. Hubungan linier dengan kecenderungan turun terlihat pada

parameter indeks bias.

Berdasarkan analisis korelasi, perubahan viskositas dan bobot jenis

berkorelasi sangat nyata dengan kadar ALB, nilai TPM, dan bilangan anisidin.

Berdasarkan analisis korelasi, penyerapan minyak oleh produk berkorelasi sangat

nyata dengan kenaikan viskositas dan bobot jenis. Selain itu, kenaikan kadar

ALB, nilai TPM, dan bilangan anisidin mempengaruhi penyerapan minyak oleh

produk.

Berdasarkan uji t, aplikasi adsorben berpengaruh nyata tehadap

pengurangan bilangan peroksida, kadar ALB, dan TPM. Nilai peroksida

berkurang sebanyak 68.0 %, ALB sebanyak 32.4 %, dan TPM sebanyak 44.7%.

Kata kunci : penggorengan, minyak goreng, oil uptake, degradasi minyak, dan

adsorben.

Jurnal skripsi 2007


(13)

MEMPELAJARI PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG DAN

APLIKASI ADSORBEN TERHADAP KUALITAS MINYAK DAN

TINGKAT PENYERAPAN MINYAK PADA KACANG SALUT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

REZA FEBRIANSYAH

F24103032

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(14)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

MEMPELAJARI PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG DAN

APLIKASI ADSORBEN TERHADAP KUALITAS MINYAK DAN

TINGKAT PENYERAPAN MINYAK PADA KACANG SALUT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

REZA FEBRIANSYAH

F24103032

Dilahirkan pada 10 Februari 1985

Di Sukabumi, Jawa Barat

Tanggal Lulus: September 2007

Menyetujui,

Bogor, September 2007

Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc.

Pembimbing I

Shirley Virgoria Permana

Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.

Ketua Departemen ITP


(15)

Reza Febriansyah. F24103032.

Mempelajari Pengaruh Penggunaan Berulang

dan Aplikasi Adsorben terhadap Kualitas Minyak dan Tingkat Penyerapan

Minyak pada Kacang Salut. Di bawah Bimbingan

Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc

.

dan

Shirley Virgoria Permana

. 2007.

RINGKASAN

Minyak merupakan bahan dasar yang penting dalam proses penggorengan

bagi industri penggorengan dengan fungsi utama sebagai medium penghantar

panas. Menggoreng adalah suatu teknik pemasakan melalui kontak minyak atau

lemak panas yang melibatkan pindah panas dan pindah massa secara simultan.

Proses penggorengan yang menggunakan energi panas tersebut menimbulkan

berbagai perubahan yang terjadi pada minyak dan menghasilkan komponen

flavor. Perubahan sifat fisikokimia akibat pemanasan ini mengakibatkan

terjadinya kerusakan minyak dan menurunkan mutu produk gorengnya.

Adanya penurunan kualitas minyak goreng ini menyebabkan umur simpan

produk berbeda antara satu proses penggorengan dengan proses penggorengan

sebelumnya. Oleh karena itu, kualitas minyak goreng perlu dianalisa sebelum

digunakan kembali untuk menghasilkan produk dengan shelf life yang diinginkan.

Selain itu, kualitas minyak goreng yang digunakan berhubungan pula dengan

keamanan produk yang dihasilkan. Untuk itu, perlu dicari uji kualitas minyak

yang dapat menggambarkan kualitas minyak secara tepat. Selain itu, tingginya

biaya untuk penggunaan minyak goreng di industri-industri mengakibatkan

perlunya metode untuk memperpanjang umur pakai minyak goreng. Salah satu

cara yang sering digunakan adalah penggunaan zat adsorben dalam pemurnian

minyak goreng bekas pakai. Dengan adanya tahap pemurnian minyak goreng

bekas pakai ini diharapkan umur pakai minyak dapat diperpanjang sehingga dapat

menurunkan biaya produksi.

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu Kajian Pengaruh

Penurunan Kualitas Minyak dan Aplikasi Adsorben dalam Pemurnian Minyak

Goreng Bekas Pakai. Tahap Kajian Pengaruh Penurunan Kualitas Minyak terdiri

atas pembuatan kacang salut dan proses penggorengan kacang salut. Tahap

Aplikasi Adsorben dalam Pemurnian Minyak Goreng Bekas Pakai terdiri atas

proses filtrasi minyak goreng bekas pakai yang digunakan pada tahap kajian

pengaruh penurunan kualitas minyak dengan adsorben, pembuatan kacang salut,

dan proses penggorengan dengan menggunakan minyak bekas pakai yang lebih

dimurnikan kembali dengan penggunaan adsorben. Minyak hasil pemurnian

kembali menggunakan adsorben selanjutnya disebut minyak recovery, sementara

yang digunakan pada tahap Kajian Pengaruh Penurunan Kualitas Minyak disebut

minyak non-recovery.

Berdasarkan analisis regresi, hubungan kuadratik terlihat pada perubahan

bilangan peroksida. Hubungan linier dengan kecenderungan naik terlihat pada

hasil analisis terhadap parameter-perameter kadar ALB, nilai TPM, bilangan

anisidin, viskositas, bobot jenis, dan nilai absorbansi minyak pada panjang

gelombang 490 nm. Hubungan linier dengan kecenderungan turun terlihat pada

parameter indeks bias.

Berdasarkan analisis korelasi, perubahan viskositas dan bobot jenis

berkorelasi sangat nyata dengan kadar ALB, nilai TPM, dan bilangan anisidin.


(16)

Berdasarkan analisis korelasi, penyerapan minyak oleh produk berkorelasi sangat

nyata dengan kenaikan viskositas dan bobot jenis. Selain itu, kenaikan kadar

ALB, nilai TPM, dan bilangan anisidin mempengaruhi penyerapan minyak oleh

produk.

Berdasarkan hasil penelitian, indikator kimia yang dapat digunakan dalam

penentuan kualitas minyak adalah kadar TPM dan bilangan anisidin. Kadar ALB

kurang cocok untuk dijadikan sebagai indikator kualitas minyak walaupun

memiliki koefisien regresi dan korelasi yang sangat nyata dengan kualitas minyak.

Hal ini karena kadar ALB mengalami fluktuasi selama proses penggorengan.

Untuk parameter fisik, indikator yang paling mungkin adalah viskositas. Hal ini

karena viskositas memiliki korelasi yang sangat kuat dengan perubahan kimia

minyak. Selain itu, viskositas sering dijadikan sebagai prinsip dasar kerja

instrumen komersial untuk menentukan kualitas minyak.

Berdasarkan uji t, aplikasi adsorben berpengaruh nyata tehadap

pengurangan bilangan peroksida, kadar ALB, dan TPM. Nilai peroksida

berkurang sebanyak 68.0 %, ALB sebanyak 32.4 %, dan TPM sebanyak 44.7%.

Laju kerusakan minyak hasil recovery lebih cepat dibandingkan laju kerusakan

minyak

non-recovery. Oleh karena itu, penggunaan adsorben tidak dapat

memperbaiki beberapa parameter mutu minyak goreng, seperti indeks bias, bobot

jenis, dan viskositas.


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 10 Ferbuari

1985. Penulis adalah anak ke-1 dari pasangan Moze Alaudin

Syah dan Nani Lestari. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar

pada tahun 1997 di SDN Ir H Juanda Sukabumi kemudian

melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTPN 2 Kota

Sukabumi hingga tahun 2000. Penulis menamatkan pendidikan

menengah atas di SMUN 1 Kota Sukabumi pada tahun 2003. Penulis melanjutkan

pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor Departemen Ilmu dan Teknologi

Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian melalui Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI) pada tahun 2003.

Selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor, penulis mengikuti

berbagai kepanitiaan, seperti Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan 2005. Penulis

pernah menjadi Asisten Praktikum Kimia Dasar dan Asisten Praktikum Teknologi

Pengalengan. Sebagai tugas akhir, penulis melaksanakan magang di PT. GPPJ

dengan judul penelitian Mempelajari Pengaruh Penggunaan Minyak Goreng

Berulang dan Aplikasi Adsorben terhadap Kinetika Ketengikan dn Tingkat

Penyerapan Minyak pada Kacang Salut di bawah bimbingan Dr. Ir. Yadi Haryadi,

MSc. dan Shirley Virgoria Permana.


(18)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan

kepada Allah SWT atas segala rahmat, rizki, nikmat, dan kemudahan yang telah

dikaruniakan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul Mempelajari Pengaruh Penggunaan Minyak Goreng Berulang dan

Aplikasi Adsorben terhadap Kinetika Ketengikan dn Tingkat Penyerapan Minyak

pada Kacang Salut

.

Skripsi ini penulis susun di bawah bimbingan Dr. Ir. Yadi

Haryadi, MSc. dan Shirley Virgoria Permana. Penulis sadar bahwa skripsi ini jauh

dari sempurna sehingga kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak

sangat penulis harapkan. Namun, penulis berharap semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi berbagai pihak. Ucapan terima kasih ingin penulis sampaikan

kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu:

1.

Bapak dan Ibu atas doa yang tidak pernah terputus dan kasih sayang yang

selama ini diberikan. Tecia, adik kebanggaanku yang terus menjadi

penyemangat dalam menggapai cita.

2.

Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc. selaku pembimbing akademik dan Bapak

kedua selama menempuh pendidikan di Departemen ITP atas waktu,

bimbingan, dan saran-saran yang diberikan selama ini.

3.

Shirley Virgoria Permana selaku pembimbing lapang yang sangat

membantu dalam pelaksanaan kegiatan magang dan penyelesaian skripsi.

4.

Dr. Ir. Sukarno, MSc. selaku dosen penguji atas kesediaannya menguji dan

memberikan masukan serta saran kepada penulis.

5.

Riztia Delianita Kusnedi, Hauraku...yang telah datang dalam kehidupanku

dan memberikan perhatian yang tulus.

6.

Pimpinan PT. GPPJ serta jajaran manajemen atas kesempatan magang

yang diberikan kepada penulis dan bantuannya selama penulis.

7.

Mas Trisno, Ranto, Mas Iyan, Haris, Mbak Titin, Mbak Sundari, Lince,

Putri, Anita, dan semua karyawan PT. GPPJ yang tidak dapat disebutkan

satu-persatu atas dukungan dan bantuan yang diberikan kepada penulis.

8.

Teman-teman satu bimbingan dan satu perjuangan Annissa, Kemal, dan


(19)

9.

Villagers dan Villager’s friends, Chusni, Ujo, Yoga, eRTe, Ados, Adie,

Denang, Arga, Sarwo, Arie, Ari-hut, Amin, Aguy, Tomy, Catur, Beti,

Lilin, Mitoel, Gading, dan Dhea yang telah menjadi saudara dan keluarga

bagi penulis selama hidup di Bogor dan semoga untuk selamanya.

10.

Teman-teman ITP 40, Gilang, Idham, Aan, Nunu, Monce, Rika, Asih,

Ade, Eneng dan semuanya yang tidak bisa penulis sebut satu-persatu atas

semua warna yang telah menghiasi kehidupan penulis sebagai mahasiswa.

Bogor, September 2007


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...

i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I.

PENDAHULUAN ... 1

A.

LATAR BELAKANG ...

1

B.

TUJUAN PENELITIAN ...

2

II.

TINJAUAN PUSTAKA ...

3

A.

MINYAK GORENG ...

3

B.

MINYAK KELAPA SAWIT ... 5

C.

INDEKS KUALITAS MINYAK GORENG ... 6

D.

PROSES PENGGORENGAN ... 10

E.

DEEP FAT FRYING ... 11

F.

PERUBAHAN SIFAT FISIKO KIMIA MINYAK SELAMA

PROSES PENGGORENGAN ... 13

G.

METODE ANALISIS KUALITAS MINYAK ... 15

H.

PENGGUNAAN ADSORBEN PADA MINYAK GORENG

BEKAS ... 16

III.

METODOLOGI PENELITIAN ... 18

A.

BAHAN DAN ALAT ... 18

B.

METODE PENELITIAN ... 18

1. Kajian Pengaruh Penurunan Kualitas Minyak ... 18

2. Aplikasi Adsorben dalam Pemurnian Minyak Bekas Pakai ... 19

C. PROSEDUR ANALISIS ... 20

1. Analisis Kimia Minyak ... 20

2. Analisis Fisik Minyak ... 22


(21)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

A. KAJIAN PENGARUH PENURUNAN KUALITAS MINYAK ... 27

1. Karakteristik Kimia Minyak ... 27

2. Karakteristik Fisik Minyak ... 34

3. Penyerapan Minyak oleh Produk ... 40

B. APLIKASI ADSORBEN DALAM PEMURNIAN MINYAK

BEKAS PAKAI ... 41

IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

A. KESIMPULAN ... 46

B. SARAN ... 47


(22)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Syarat mutu minyak ... 4

Tabel 2. Komposisi asam lemak pada minyak kelapa sawit ... 5

Tabel 3. Perbandingan kualitas minyak bekas pakai sebelum dan sesudah


(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Proses oksidasi lemak ... 8

Gambar 2. Kesetimbangan massa dan energi pada proses penggorengan

secara deep frying ... 10

Gambar 3. Penampang melintang bahan pangan yang digoreng ... 13

Gambar 4. Reaksi-reaksi yang terjadi selama proses deep frying ... 14

Gambar 5. Reaksi ketengikan pada minyak ... 23

Gambar 6. Viskometer falling ball ... 24

Gambar 7. Grafik perubahan bilangan peroksida selama penggorengan ... 27

Gambar 8. Reaksi pemecaha hidroperoksida pada proses penggorengan ... 28

Gambar 9. Reaksi pemecahan hidroperoksida lemak ... 29

Gambar 10. Grafik perubahan kadar asam lemak bebas selama proses

penggorengan ... 30

Gambar 11. Grafik perubahan nilai TPM selama penggorengan ... 31

Gambar 12. Grafik perubahan bilangan anisidin selama penggorengan ... 34

Gambar 13. Perubahan viskositas minyak selama penggorengan ... 35

Gambar 14. Reaksi polimerisasi oleh ikatan karbon-karbon ... 36

Gambar 15. Grafik perubahan bobot jenis minyak selama proses

penggorengan ... 36

Gambar 16. Grafik perubahan indeks bias minyak selama proses

penggorengan ... 37

Gambar 17. Grafik perubahan absorbansi minyak selama penggorengan ... 39

Gambar 18. Perubahan kadar minyak coatting kacang salut selama

penggorengan ... 40

Gambar 19. Grafik perubahan kadar peroksida minyak non-recovery dan

recovery pada penggorengan ... 42

Gambar 20. Grafik perubahan kadar ALB minyak non-recovery dan recovery


(24)

Gambar 21. Grafik perubahan kadar TPM minyak non-recovery dan

recovery pada penggorengan ... 43

Gambar 22. Grafik perubahan kadar bobot jenis minyak non-recovery dan


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1a. Data kadar peroksida minyak non-recovery ... 52

Lampiran 1b. Data kadar peroksida minyak recovery ... 52

Lampiran 2a. Data kadar ALB minyak non-recovery ... 53

Lampiran 2b. Data kadar ALB minyak recovery ... 53

Lampiran 3a. Data kadar TPM minyak non- recovery ... 54

Lampiran 3b. Data kadar TPM minyak recovery ... 54

Lampiran 4. Data kadar anisidin minyak recovery ... 55

Lampiran 5. Data bobot jenis ... 56

Lampiran 6.Data viskositas minyak ... 57

Lampiran 7. Data indeks bias minyak ... 58

Lampiran 8. Data warna minyak ... 59

Lampiran 9. Data kadar minyak coatting kacang salut ... 60

Lampiran 10a. Hasil uji t bilangan peroksida ... 61

Lampiran 10b. Hasil uji t kadar asam lemak bebas ... 61

Lampiran 10c. Hasil uji t bobot jenis ... 62

Lampiran 10d. Hasil uji t TPM ... 61

Lampiran 10e. Hasil uji t indeks bias ... 63

Lampiran 11. Hasil analisis korelasi ... 64


(26)

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Minyak merupakan bahan dasar yang penting dalam proses

penggorengan bagi industri penggorengan dengan fungsi utama sebagai

medium penghantar panas. Menurut Ketaren (1986), menggoreng adalah suatu

teknik pemasakan melalui kontak minyak atau lemak panas yang melibatkan

pindah panas dan pindah massa secara simultan.

Secara umum dikenal dua teknik menggoreng, yatu menggoreng

gangsa (pan frying/contact frying) dan deep frying. Teknik menggoreng

gangsa (pan frying/contact frying) ditandai dengan bahan secara langsung

bersentuhan dengan pemanas dan hanya dibatasi oleh selaput tipis minyak,

sedangkan

deep frying merupakan proses menggoreng yang memungkinkan

bahan pangan terendam dalam minyak dan seluruh bagian permukaannya

mendapat perlakuan panas yang sama. Selain itu, proses penggorengan dapat

pula dibedakan berdasarkan kontinuitasnya menjadi small scale/food service

frying

yang bersifat bacth dengan kapasitas 5-25 kg minyak dan large

scale/industrial frying yang bersifat kontinu dengan kapasitas

500 kg

minyak.

Menurut Blumethal (1996), proses penggorengan yang menggunakan

energi panas menimbulkan berbagai perubahan yang terjadi pada minyak dan

menghasilkan komponen flavor. Perubahan sifat fisiko kimia akibat

pemanasan ini mengakibatkan terjadinya kerusakan pada minyak dan

menurunkan mutu produk gorengnya.

Berbagai macam reaksi yang terjadi selama proses penggorengan

seperti reaksi oksidasi, hidrolisis, polimerisasi, dan reaksi dengan logam dapat

mengakibatkan minyak menjadi rusak. Kerusakan tersebut menyebabkan

minyak menjadi berwarna kecoklatan, lebih kental, berbusa, berasap, serta

meninggalkan

odor yang tidak disukai pada makanan hasil gorengan.

Perubahan akibat pemanasan tersebut antara lain disebabkan oleh

terbentuknya senyawa yang bersifat toksik dalam bentuk hidrokarbon,


(27)

asam-asam lemak hidroksi, epoksida, senyawa siklik, dan

senyawa-senyawa polimer (Ketaren, 1986).

Adanya penurunan kualitas pada minyak goreng ini menyebabkan

umur simpan produk berbeda antara satu proses penggorengan dengan proses

penggorengan sebelumnya. Oleh karena itu, kualitas minyak goreng perlu

dianalisis sebelum digunakan kembali untuk menghasilkan produk dengan

shelf life yang sudah ditetapkan. Selain itu, kualitas minyak goreng yang

digunakan berhubungan pula dengan keamanan produk yang dihasilkan.

Untuk itu, perlu dicari uji kualitas minyak yang dapat menggambarkan

kualitas minyak secara tepat. Ada berbagai jenis uji yang dapat digunakan

dengan berbagai tujuan. Menurut Winarno (2002), uji ketengikan dapat

ditentukan antara lain dengan penentuan bilangan peroksida, jumlah karbonal,

oksigen aktif, uji asam tiobarbiturat, bilangan asam, dan uji oven Schaal.

Selain itu, terdapat pula uji yang memperlihatkan kualitas minyak goreng,

seperti bilangan iod, titik asap, indeks refraktif, warna, dan infra-red

spectroscopy.

B.

TUJUAN PENELITIAN

Secara umum tujuan dari kegiatan magang ini adalah untuk melatih

mahasiswa terjun ke dalam dunia kerja dan diharapkan mampu menerapkan

ilmu pengetahuan yang dipelajari dalam kuliah untuk memecahkan masalah

yang mungkin timbul di lapangan. Secara khusus magang ini dilakukan untuk

menyelidiki korelasi antara penurunan kualitas minyak secara fisika dan

kimiawi terhadap peningkatan penyerapan minyak pada produk hasil goreng

dan kinetika ketengikan produk. Selain itu, untuk menentukan indikator

kualitas minyak yang dapat digunakan sebagai acuan penerimaan atau

penolakan minyak goreng untuk penggunaan kembali (reusing).


(28)

I.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

MINYAK GORENG

Minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar panas,

penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori (Winarno, 2002).

Menurut SNI 01-3741-1995 (BSN, 1995), minyak goreng didefinisikan

sebagai minyak yang diperoleh dengan cara memurnikan minyak makan

nabati. Minyak nabati merupakan minyak yang diperoleh dari serealia

(jagung, gandum, beras, dan lain-lain), kacang-kacangan (kacang kedelai,

kacang tanah, dan lain-lain), palma-palmaan (kelapa dan kelapa sawit),

dan biji-bijian (biji bunga matahari, biji wijen, biji tengkawang, biji kakao,

dan lain-lain) (Nugraha, 2004).

Tidak semua minyak nabati dapat dipakai untuk menggoreng.

Menurut Ketaren (1986), minyak yang termasuk golongan setengah

mengering (semi drying oil) misalnya minyak biji kapas, minyak kedelai,

dan minyak biji bunga matahari tidak dapat digunakan sebagai minyak

goreng. Hal ini disebabkan karena jika minyak tersebut kontak dengan

udara pada suhu tinggi akan mudah teroksidasi sehingga berbau tengik.

Minyak yang dipakai menggoreng adalah minyak yang tergolong dalam

kelompok

non drying oil, yaitu minyak yang tidak akan membentuk

lapisan keras bila dibiarkan mengering di udara, contohnya adalah minyak

sawit.

Mutu minyak goreng sangat dipengaruhi oleh komponen asam

lemaknya karena sam lemak tersebut akan mempengaruhi sifat fisik,

kimia, dan stabilitas minyak selama proses penggorengan. Menurut Stier

(2003), trigliserida dari suatu minyak atau lemak mengandung sekitar

94-96 % asam lemak. Selain komponen asam lemaknya, stabilitas minyak

goreng dipengaruhi pula derajat ketidakjenuhan asam lemaknya,

penyebaran ikatan rangkap dari asam lemaknya, serta bahan-bahan yang

dapat mempercepat atau memperlambat terjadinya proses kerusakan

minyak goreng yang terdapat secara alami atau yang sengaja ditambahkan.


(29)

Mutu minyak goreng ditentukan pula oleh titik asapnya, yaitu suhu

pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan

dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Bila minyak mengalami

pemanasan yang berlebihan, gliserol akan mengalami kerusakan dan

kehancuran dan minyak tersebut segera mengeluarkan asap biru yang

sangat mengganggu lapisan selaput mata. Hidrasi gliserol akan

membentuk aldehida tidak jenuh atau akrolein tersebut. Makin tinggi titik

asap, makin tinggi mutu minyak goreng itu. Titik asap suatu minyak

goreng tergantung dari kadar gliserol bebasnya (Winarno, 2002). Syarat

mutu minyak goreng menurut SNI dapat dilihat padaTabel 1.

Tabel 1

.

Syarat mutu minyak goreng (SNI 01-3741-1995).

Komponen Kadar

maksimum

Air

Bilangan peroksida

Asam lemak bebas (sebagai asam laurat)

Logam-logam berbahaya

i.

Besi (Fe)

ii.

Timbal (Pb)

iii.

Tembaga (Cu)

iv.

Raksa (Hg)

v.

Arsen (Ar)

Minyak pelikan

Keadaan (bau, warna, rasa)

0,3 %

1,0 mg O

2

/100 g

0,3 %

1,5 ppm

0,1 ppm

0,1 ppm

0,05 ppm

0,1 ppm

Negatif

Negatif

Sumber : BSN, 1995

Dalam memilih minyak goreng ada beberapa syarat yang perlu

diperhatikan, yaitu:

1.

Minyak goreng harus memiliki umur pakai yang lama dan ekonomis.

2.

Tahan terhadap tekanan oksidatif.

3.

Memiliki kualitas seragam.

4.

Mudah untuk digunakan, baik dari segi bentuk (fluid shortening lebih

mudah daripada solid shortening) maupun dari kemudahan pengemasan.

5.

Memiliki titik asap yang tinggi dan kandungan asapnya rendah setelah

digunakan untuk menggoreng.

6.

Mengandung flavor alami dan tidak menimbulkan off flavor pada

produk yang digoreng.


(30)

7.

Mampu menghasilkan tekstur, warna, dan tidak menimbulkan pengaruh

greasy pada permukaan produk.

Mohamed Sulieman et al. (2001), menyatakan bahwa pemilihan

minyak goreng tergantung pada banyak faktor seperti ketersediaan,

performa penggorengan, aroma, dan kestabilan produk pada saat

penyimpanan.

B.

MINYAK KELAPA SAWIT

Minyak kelapa sawit diekstrak dari bagian serabut yang tebal pada

lapisan luar dari pulp bagian buah pohon kelapa sawit (Elaeis guineensis

jacq.). Minyak kelapa sawit yang tidak mengalami pemucatan akan

berwarna oranye tua dengan konsistensi yang lembut seperti mentega dan

berbau seperti halnya bunga violet. kandungan pigmen yang secara alami

tedapat dalam minyak sawit adalah karoten dan yang paling penting adalah

β

-karoten.

Minyak kelapa sawit terutama mengandung asam palmitat (C 16:0)

pada fraksi stearinnya dan asam oleat (C 18:1) pada fraksi oleinnya.

komposisi asam lemak dari kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2

.

Komposisi asam lemak pada minyak kelapa sawit.

Asam lemak

Jumlah (%)

C 12:0

< 12

C 14:0

0,5-5,9

C 16:0

32-59

C 16:1

<0,6

C 18:0

1,5-8,0

C 18:1

27-52

C 18:2

5,0-14

C 18:3

<1,5

C 20:0

<1,0

C 20:1

-


(31)

C.

INDEKS KUALITAS MINYAK GORENG

Pemahaman mengenai bagaimana minyak terdegradasi selama

proses penggorengan sangat penting diketahui untuk menghasilkan produk

goreng dengan kualitas tinggi. Adanya pemahaman ini akan membantu

operator penggorengan dalam mengontrol laju degradasi minyak,

memproduksi makanan goreng berkualitas tinggi, dan mengoperasikan

proses penggorengan secara efektif dan efisien secara ekonomi. Pada saat

proses penggorengan, operator harus memahami bahwa sekali proses

penggorengan dimulai minyak yang digunakan akan mulai terdegradasi

dan proses ini bersifat irreversibel (Stier, 2001).

Menurut Blumethal (1996), proses penggorengan yang

menggunakan energi panas menimbulkan berbagai perubahan yang terjadi

pada minyak dan menghasilkan komponen flavor. Perubahan sifat

fisikokimia akibat pemanasan ini mengakibatkan terjadinya kerusakan

pada minyak dan menurunkan mutu produk gorengnya. Lebih jauh lagi

penurunan kualitas minyak ini berhubungan dengan masalah keamanan

produk goreng yang dihasilkan.

Pada saat minyak digunakan, akan terjadi perubahan sifat

fisikokimia dari minyak. Perubahan ini akan berpengaruh terhadap

kualitas produk yang dihasilkan. Terlebih lagi perubahan pada minyak ini

berhubungan dengan keamanan produk yang dihasilkan. Oleh karena itu,

ahli pangan telah lama meneliti untuk menentukan indikator kualitas

minyak yang tepat (Hawson, 1995). Beberapa tes direkomendasikan

sebagai indikator yang tepat, seperti komponen polar (TPM) dan polimer.

Selain itu, terdapat uji-uji lain yang sering dugunakan oleh industri

penggorengan, seperti peroksida, asam lemak bebas, viskositas, anisidin,

dan warna.

Kadar asam lemak bebas mungkin karakteristik yang paling umum

digunakan sebagai kontrol kualitas minyak. Pada saat saat awal proses

penggorengan, asam lemak bebas dihasilkan dari proses oksidasi, tetapi

pada tahap selanjutnya asam lemak bebas dihasilkan dari proses hidrolisis

yang disebabkan oleh keberadaan air. Proses ini sangat dinamis, sebagian


(32)

asam lemak akan hilang karena oksidasi dan destilasi uap dari makanan.

Labih jauh lagi, asam lemak bebas akan mengkatalis hidrolisis minyak

yang digunakan pada proses penggorengan. Pada saat akumulasi asam

lemak bebas berada dalam jumlah yang signifikan, akan terbentuk asap

yang berlebihan dan kualitas dari makanan hasil goreng menurun. Pada

saat ini, minyak harus diganti (Krishnamurthy dan Vernon, 1996).

Kadar asam lemak bebas merupakan penentuan dari jumlah rantai

asam lemak hasil hidrolisis ikatan trigliserida yang belum didegradasi

menjadi komponen tak tertitrasi atau mungkin dibentuk melalui proses

oksidasi. Penentuan kadar asam lemak bebas pada minyak goreng

digunakan metode titrasi asam basa dengan menggunakan NaOH sebagai

titran. Jumlah asam lemak di dalam minyak dinyatakan dengan persen

(Blumethal, 1996; Krishnamurthy dan Vernon, 1996).

Bilangan peroksida merupakan metode yang paling luas untuk

menentukan derajat degradasi minyak. Produk oksidasi primer dari

minyak adalah hidroperoksida. Peroksida dapat dihitung secara kuantitatif

dengan penentuan jumlah iodin yang dibebaskan oleh reaksi peroksida

dengan KI. Bilangan peroksida dapat dinyatakan sebagai meq O

2

/kg, meq

O

2

/100 g, atau meq O

2

/g. Minyak segar yang telah dideodorisasi

seharusnya memiliki nilai peroksida nol. Pada kebanyakan kasus, minyak

goreng dianggap masih memiliki kemampuan baik pada penyimpanan jika

memiliki nilai bilangan peroksida 1.0 meq/kg.

Hidroperoksida merupakan produk primer dari oksidasi lemak.

Komponen hidroperoksida ini bersifat sangat tidak stabil dan sangat

sensitif terhadap suhu minyak (Krishnamurthy dan Vernon, 1996;

Blumethal, 1996). Hal ini karena hidroperoksida merupakan radikal bebas

yang bersifat sangat reaktif. Radikal bebas adalah molekul yang amat

tidak stabil, sangat reaktif terhadap molekul lain yang berada di dekatnya,

berusaha merampas elektron milik molekul lain guna mendapatkan

kondisi stabil kembali. Apabila molekul yang telah diserangnya menjadi

ganjil karena kehilangan elektronnya, molekul tersebut berubah menjadi

molekul radikal bebas dan berusaha merampas elektron milik molekul


(33)

lainnya, tetapi elektron yang telah berhasil dirampasnya biasanya lepas

sebelum berhasil dimasukkan dalam orbitnya. Hal ini menyebabkan

proses ini terus berlangsung (Anonim, 2007). Proses oksidasi lemak dapat

dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Proses oksidasi lemak.

(Winarno, 2002)

Bilangan anisidin menghitung jumlah aldehid-aldehid penting

(terutama 2-alkenal). Aldehid merupakan produk dari dekomposisi asam

lemak yang berubah menjadi peroksida. Aldehid dapat digunakan sebagai

penanda untuk menentukan berapa banyak bahan-bahan yang berubah

menjadi peroksida telah dipecah (Blumethal, 1996; Krishnamurthy dan

Vernon, 1996). Bilangan p-anisidin didefinisikan sebagai 100 kali densitas

optik yang dihitung di dalam sel (kuvet) 1-cm dari larutan yang

R

1

– C – C = C – C – R

2

H

H

H H H H

R

1

– C – C = C – C – R

2

+ H

H

H

H H H

R

1

– C – C = C – C – R

2

O – O

H

H

H

H

H

R

1

– C – C = C – C – R

2

+

H

H

H H H H

R

1

– C – C = C – C – R

2

O – OH

H H H H

R

1

– C – C = C – C – R

2

H

H

H

H

H

energi

(panas + siniar)

radikal bebas

hidrogen

yang labil

+ O

2

peroksida aktif

+


(34)

mengandung 1 gram minyak yang telah dicampur dengan pelarut dan

pereaksidan diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang

gelombang 350 nm.

Komponen polar didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang

tertinggal di dalam kolom setelah proses elusi pertama pada saat minyak

goreng yang telah dipanaskan diuji dengan menggunakan kromatrografi

kolom silika gel. Komponen polar termasuk semua senyawa

non-trigliserida dan partikel-partikel di dalam minyak. Minyak segar umumnya

mengandung 2-4% komponen non-trigliserida. Sekali saja minyak goreng

dipanaskan sampai suhu penggorengan, perubahan dari senyawa

trigliserida mulai terjadi. Oleh karena komponen polar dapat digunakan

untuk menghitung degradasi total dari minyak yang digunakan pada

proses penggorengan (Stier, 2001). Komponen polar direkomendasikan

pada simposium internasional ke-3 deep frying sebagai uji yang harus

dilakukan untuk menentukan kualitas minyak goreng. Jumlah komponen

polar (Total Polar Materials) dinyatakan dengan satuan % (DGF, 2004).

Pada saat minyak goreng teroksidasi akan terbentuk senyawa

polimer yang menyebabkan minyak berbusa. Pembentukkan senyawa

polimer ini merupakan penanda kimia yang baik untuk degradasi minyak.

Namun penentuan senyawa polimer sulit untuk diaplikasikan di dalam

memantau kualitas produk karena waktu yang dibutuhkan untuk analisis

cukup lama. Metode resmi dalam menentukan senyawa polimer digunakan

high performance liquid chromatography (HPLC). Pemahaman

mekanisme pembentukkan senyawa polimer sangat penting unutk

memahami bagaimana minyak terdegradasi dan optimasi proses. Kenaikan

senyawa polimer menyebabkan kenaikan viskositas minyak. Oleh karena

itu, viskositas sering digunakan sebagai indikator sifat fisik untuk

memantau kualitas minyak goreng (Stier, 2001). Selain itu, adanya

kenaikan viskositas minyak ini membuat produk hasil goreng lebih

berminyak karena banyaknya jumlah minyak yang tertahan pada

permukaan produk.


(35)

Warna minyak sudah lama digunakan sebagai indikator fisik dalam

melihat kerusakan minyak. Namun, sebenarnya tidak tepat menggunakan

warna sebagai indikator kerusakan minyak. Hal ini karena perubahan

warna minyak goreng yang tidak diikuti dengan kenaikan jumlah senyawa

hasil degradasi minyak hanya akan mempengaruhi warna produk dan tidak

akan mempengaruhi rasa produk. Warna minyak dapat ditentukan dengan

menggunakan Lovibond tintometer atau spektrofotometer. Penentuan

dengan menggunakan Lovibond bersifat subjektif, sedangkan penentuan

warna menggunakan spektrofotometer lebih bersifat objektif

(Krishnamurthy dan Vernon, 1996). Penentuan warna dengan

menggunakan spektrofotometer dilakukan pada panjang gelombang 490

nm dengan minyak segar sebagai referensi (blanko). Kenaika nnilai

absorbansi minyak memperlihatkan warna minyak semakin gelap yang

disebabkan oleh adanya kenaikan senyawa-senyawa hasil degradasi

minyak (Przybylski, 2000).

D.

PROSES PENGGORENGAN

Menggoreng adalah suatu proses untuk mempersiapkan makanan

dengan jalan memanaskan makanan di dalam ketel yang berisi minyak

panas. Prinsip proses penggorengan dapat diamati pada Gambar 2. Terlihat

bahwa yang menjadi input dari ketel penggorengan adalah minyak, bahan

makanan, dan panas, sedangkan yang menjadi output adalah makan yang

telah digoreng, uap panas, minyak, by-product berminyak, dan

remah-remah.

Gambar 2.

Kesetimbangan massa dan energi pada proses penggorengan

secara deep frying (Robertson, 1967).

Steam-entrained

Fat and fatty by product

steam

Finish fried

product

Filtered crumbs

Heat (BTU)

Frying fat

Prepared

raw product


(36)

Menurut Blumethal (1996), secara umum dikenal dua teknik

menggoreng, yatu menggoreng gangsa (pan frying/contact frying) dan

deep frying. Teknik menggoreng gangsa (pan frying/contact frying)

ditandai dengan bahan secara langsung bersentuhan dengan pemanas dan

hanya dibatasi oleh selaput tipis minyak, sedangkan deep frying

merupakan proses menggoreng yang memungkinkan bahan pangan

terendam dalam minyak dan seluruh bagian permukaannya mendapat

perlakuan panas yang sama. Selain itu, proses penggorengan dapat pula

dibedakan berdasarkan kontinuitasnya menjadi small scale/food service

frying

yang bersifat bacth dengan kapasitas 5-25 kg minyak dan large

scale/industrial frying yang bersifat kontinu dengan kapasitas

500 kg

minyak.

Dalam proses menggoreng, penggunaan ketel juga pemanas perlu

diperhatikan terutama dari segi kebersihan ketel yang digunakan. Menurut

Djatmiko dan Enie (1985), selama proses berlangsung, potongan bahan

makanan yang hangus akan melekat pada dasar dan dinding ketel sehingga

akan mempengaruhi rupa dan bau makanan yang digoreng. Untuk

menghilangkan bahan-bahan tersebut, ketel harus dibersihkan secara

teratur dengan menyikat ataupun mencucinya dengan deterjen.

E.

DEEP FAT FRYING

Deep fat frying merupakan metode penggorengan yang cepat

dengan produk secara langsung terendam di dalam medium minyak panas

sehingga menghasilkan tekstur dan flavor produk yang diinginkan. secara

komersil, proses ini banyak sekali diaplikasikan terutama untuk skala

industri dalam menghasilkan berbagai produk seperti kentang goreng,

seafood, egg rolls, dan chicken patties. Proses penggorengan secara deep

frying

memungkinkan terjadinya panas pindah panas selama proses dari

minyak panas ke dalam produk yang masih dingin. Hal inilah yang

menjadikan proses ini berlangsung secara cepat. Selain itu, Blumethal

(1996) menyatakan bahwa deep fat frying memiliki keuntungan seperti

bahan pangan goreng memiliki rasa yang enak, bahan makanan akan


(37)

dilapisi dengan permukaan yang renyah, warna yang disukai, adanya

penyerapan minyak oleh produk goreng akan menimbulkan mouthfeel

yang diinginkan, mudah untuk direkontruksi, dan bahan pangan akan

terbebas dari mikroorganisme yang berbahaya.

Proses

deep fat frying biasanya berlangsung pada suhu tinggi

(antara 160

o

C dan 180

o

C) dan dengan keberadaan udara serta air, minyak

yang digunakan akan mengalami kerusakan secara fisik dan kimia. Hal ini

akan mempengaruhi performa penggorengan minyak dan stabilitas dari

produk hasil goreng (Mohamed Sulieman et al., 2001). Pada proses

penggorengan skala industri, pemakaian suhu proses disesuaikan dengan

waktu berjalan konveyor produk selama melewati cairan panas. biasanya

dengan suhu sekitar 177

o

C diperlukan waktu 1-2 menit untuk

menghasilkan produk yang matang. Oleh karena itu, di dalam proses deep

fat frying sering kali diikuti dengan beberapa proses tambahan, seperti

continus filter sistem dan

very rapid frying oil turnover sistem yang

digunakan untuk menekan kerusakan minyak.

Penambahan bahan tambahan pangan tertentu seringkali digunakan

untuk meningkatkan sifat fisik maupun kimia dari minyak goreng.

Menurut Hawson (1995), penambahan metil silikon sebesar 2-6 ppm dapat

digunakan untuk mereduksi terbentuknya busa pada minyak ketika

digunakan untuk menggoreng. Penambahan bahan kimia ini biasanya

dilakukan pada akhir proses untuk menurunkan tekanan oksidatif.

Pemakaian dimetil polisilixanes sebesar 2-5 ppm juga mampu

meningkatkan frekuensi pemakaian minyak goreng untuk proses bacth

deep fat frying.

Proses penyerapan minyak oleh bahan pangan yang digoreng dapat

dipelajari dari struktur fisik bahan pangan tersebut. makanan yang

digoreng secara umum memiliki struktur yang sama, yaitu lapisan

permukaan (outer zone surface), lapisan tengah (outer zone/crust), dan

lapisan dalam (inner zone/core). Gambar 3 memperlihatkan bagian bahan

pangan yang digoreng tersebut.


(38)

Gambar 3.

Penampang melintang bahan pangan yang digoreng.

(Keijbebets, 2001)

F.

PERUBAHAN SIFAT FISIKO KIMIA MINYAK SELAMA PROSES

PENGGORENGAN

Masalah perubahan sifat fisiko kimia minyak selama penggorengan

telah menjadi perhatian para ahli teknologi pangan. Hal ini terkait dengan

proses penggorengan yang melibatkan suhu tinggi yang dapat menurunkan

mutu minyak dan bahan pangan yang digoreng. Ada perubahan besar yang

terjadi selama proses deep fat frying, yaitu: (1) perubahan fisik, seperti

transfer komponen air dari dalam bahan ke minyak goreng, penguapan air

bahan, migrasi minyak ke dalam bahan atau sebaliknya, (2) perubahan

kimia sebagai pengaruh dari suhu dan migrasi air dari bahan pangan ke

minyak, dan (3) interaksi kimia antara minyak goreng dengan komponen

alami dari bahan yang digoreng.

Menurut Gebhardt (1996), dalam proses perubahan sifat fisiko

kimia minyak ada tiga hal utama yang mempercepat proses perubahan

tersebut, yaitu (1) keberadaan komponen air di dalam bahan pangan yang

digoreng yang dapat menyebabkan reaksi hidrolisis minyak, (2) oksigen

dari atmosfer yang dapat mempercepat reaksi oksidasi minyak, dan (3)

suhu proses yang sangat tinggi yang berdampak pada percepatan proses

kerusakan minyak. Skema reaksi-rekasi yang terjadi selama proses deep

fat frying dapat dilihat pada Gambar 4.

outer zone surface

core


(39)

Gambar 4.

Reaksi-reaksi yang terjadi selama proses deep fat frying.

(Quaglia dan Bucarelli, 2001)

Proses pemanasan minyak pada suhu tinggi dengan adanya oksigen

akan mengakibatkan rusaknya asam-asam lemak tak jenuh yang terdapat

di dalam minyak, seperti asam oleat dan asam linoleat. Kerusakan minyak

akibat pemanasan dapat diamati dari perubahan warna, kenaikan

kekentalan, peningkatan kandungan asam lemak bebas, kenaikan bilangan

peroksida, dan kenaikan kandungan urea

adduct forming esters. Selain

itu, dapat pula dilihat terjadinya penurunan bilangan iod dan penurunan

kandungan asam lemak tak jenuh.

oksigen

hidrolisis

oksidasi

penyerapan

pelarutan

hidroperoksida

pemecahan

asam

alkohol

aldehid

komponen warna

lemak makanan

dehidrasi

asam lemak bebas

digliserida

mono digliserida

gliserin

radikal bebas

dimer

trimer

apoksida

alkohol

hidrokarbon

hidrokarbon

keton

uap

komponen volatil

anti oksidan

uap

makanan

aerasi

penguapan

pemanasan

dimer


(40)

Menurut Hawson (1995), minyak yang digunakan untuk proses

penggorengan akan mengalami empat perubahan besar, yaitu: (1)

perubahan warna, (2) oksidasi, (3) polimerasi, dan (4) hidrolisis.

Pembentukan flavor yang menyimpang juga sering terjadi pada minyak

yang telah digunakan selama proses penggorengan. Reaksi kimia

ketengikan dapat dilihat pada Gambar 5 .

Gambar 5.

Reaksi ketengikan pada minyak

.

(Anonim, 2002)

G.

METODE ANALISIS KUALITAS MINYAK

Penggunaan yang berlebihan dari minyak goreng menyebabkan

pengaruh yang merugikan pada flavor, kestabilan, warna, dan tekstur dari

produk goreng dan terlebih adanya kemungkinan membahayakan

kesehatan manusia. Minyak yang teroksidasi parah dapat memproduksi

hidrokarbon poliaromatik yang dapat bersifat karsinogenik. Di samping

itu, kualitas minyak akan berubah sehingga mutu produk hasil goreng akan

rendah dan minyak penggorengan harus diganti. Oleh karena itu, kualitas

dari medium penggoreng penting untuk kualitas gizi dan umur simpan

produk akhir.

Hasil degradasi yang terbentuk pada saat deep frying meliputi

komponen volatil dan non-volatil, walaupun kebanyakan dari komponen

volatil akan hilang pada saat proses penggorengan berlangsung (Chang et

al., 1978 dikutip dalam Mohamed Sulieman et al., 2001). Oleh karena itu,

kebanyakan metode untuk menentukan kerusakan dari minyak goreng

didasarkan pada perubahan hasil dekompoposisi minyak yang nonvolatil

(Hawson, 1995).

Minyak + O2 Hidroperoksida keton

Panas

Aldehid & hidrokarbon Cahaya, logam-laogam

Oksidasi primer

Ketengikan / Off flavors


(41)

Secara tradisional, metode yang tidak spesifik seperti ALB, IV,

viskositas, non urea adducting ester, petroleum ether insoluble, dan asam

lemak teroksidasi telah digunakan untuk menentukan kualitas minyak

goreng. Semua metode tersebut tidak ada yang dapat digunakan sebagai

indikator kondisi minyak selama proses penggorengan. Nilai peroksida

spesifik pun bukan penentu yang bagus karena peroksida tidak stabil pada

kondisi penggorengan (Hawson, 1995). Nilai peroksida dipengaruhi oleh

laju perubahan dan pemecahan prosedur oksidasi. Permasalahan lainnya,

peroksida akan meningkat setelah sampel diangkat dari penggorengan

sebelum minyak sempat untuk dianalisis. Hal ini sebenarnya dapat

dikontrol namun sulit (Mohamed Sulieman et al., 2001).

Metode-metode standar yang dapat digunakan meliputi penentuan

komponen polar, conjugated dienoic acids, analisis asam lemak dan rasio

C 18:2/16:0, dan trigliserida terpolimerisasi. Namun, metode-metode

tersebut memerlukan waktu yang cukup lama. Metode penentuan

komponen polar memerlukan waktu 3,5 jam untuk satu kali analisis. Oleh

karena itu, pada saat ini terdapat sejumlah quick test komersial, seperti uji

konstanta dielektrik yang dihitung menggunakan Food Oil Sensor (FOS)

untuk menghitung komponen polar, Oxifrit formely RAU-test (kolorimetri)

untuk menghitung komponen karbonil, spot test (metode kolorimetri)

untuk menghitung ALB, alkaline contaminant material

test

(metode

kolorimetri) untuk menentukan penyabunan, dan untuk uji penentuan polar

total, ALB, serta alkalin total menggunakan veri-fry (Hawson, 1995).

H.

PENGGUNAAN ADSORBEN PADA MINYAK GORENG BEKAS

Tingginya biaya untuk penggunaan minyak goreng di

industri-industri mengakibatkan perlunya metode untuk memperpanjang umur

pakai minyak goreng. Penggunaan kondisi penggorengan yang benar dan

pembersihan alat penggorengan merupakan salah satu cara yang dilakukan

untuk memperbaiki dan memperpanjang umur pakai minyak goreng.

Selama penggorengan perlu dilakukan pengamatan terhadap suhu

penggorengan, pengambilan remah-remah bahan pangan goreng,


(42)

penambahan minyak baru, dan selama periode tertentu minyak dibiarkan

turun suhunya.

Setiap hari dapat dilakukan filtrasi dengan menggunakan adsorben

untuk mengurangi partikel-partikel bahan pangan dan sekaligus untuk

mengurangi senyawa-senyawa yang mempercepat kerusakan minyak,

sehingga umur pakai minyak dapat lebih panjang. Adsorben yang dapat

digunakan meliputi : zeolit, bentonit, kaolin, tanah diatome, silika aktif,

magnesia aktif, alumina, dan karbon aktif.

Mekanisme adsorpsi dapat terjadi antara permukaan padat-padat,

gas-padat, gas-cair, cair-cair, atau cair-padat. Mekanisme yang terjadi

antara adsorben dengan minyak termasuk mekanisme cair-padat. Ketaren

(1986) menambahkan bahwa daya adsorpsi disebabkan karena adsorben

memiliki pori dalam jumlah besar dan adsorpsi akan terjadi karena adanya

perbedaan energi potensial antara adsorben dengan zat yang akan diserap.

Penyerapan warna akan lebih efektif jika adsorben tersebut memiliki bobot

jenis yang rendah, ukuran partikel halus, dan pH adsorben mendekati

netral.

Filtrasi minyak biasanya dilakukan satu kali sehari, baik setelah

maupun sebelum minyak digunakan. Untuk melakukan filtrasi minyak

bekas pakai, medium filtrasi ditambahkan sebanyak 0,5-1,5% berdasarkan

berat, kemudian suspensi tersebut disaring melalui filter kasar dan

dilanjutkan dengan menggunakan filter halus. Minyak kemudian

disirkulasikan untuk disaring kembali melalui filter. Setelah itu, minyak

dipompa ke dalam ketel penggorengan.


(43)

II.

METODOLOGI PENELITIAN

A.

BAHAN DAN ALAT

Bahan utama yang digunakan adalah minyak goreng kelapa sawit

bekas pakai dan adonan kacang salut. Bahan-bahan yang kimia

digunakan terdiri atas etanol 95%, indikator PP, NaOH, heksan, HCl 0,5

N, kloroform, KI 15%, natrium tiosulfat 0,1 N, larutan pati 1%, isooktan,

filter hidrofobik, benang wol, pasir laut, petroleum eter-eter, gas N

2

, dan

kertas saring.

Alat-alat yang digunakan antara lain neraca analitik, labu

erlenmeyer 250 ml, penangas air, termometer, pembakar gas, piknometer,

pipet tetes, pendingin tegak (kondesator), batang gelas, corong gelas,

pipet volumetrik, labu berdasar bulat, oven pengering, cawan alumunium,

desikator, gelas ukur, dan sudip.

B.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu Kajian Pengaruh

Penurunan Kualitas Minyak dan Aplikasi Adsorben dalam Pemurnian

Minyak Goreng Bekas Pakai. Tahap Kajian Pengaruh Penurunan Kualitas

Minyak terdiri dari pembuatan kacang salut dan proses penggorengan

kacang salut. Tahap Aplikasi Adsorben dalam Pemurnian Minyak Goreng

Bekas Pakai terdiri dari proses filtrasi minyak goreng bekas pakai yang

digunakan pada tahap Kajian Pengaruh Penurunan Kualitas Minyak

dengan adsorben, pembuatan kacang salut, dan proses penggorengan

dengan menggunakan minyak bekas pakai yang lebih dimurnikan kembali

dengan pengguaan adsorben.

1.

Kajian Pengaruh Penurunan Kualitas Minyak

Tahap ini diawali dengan pembuatan kacang salut. Proses

penggorengan kacang salut langsung dilakukan pada saat selesai

proses pembuatan (maksimum waktu tunggu 30 menit). Hal ini

bertujuan agar kacang salut tidak kering. Parameter proses


(44)

penggorengan dilakukan sesuai dengan proses yang dilakukan pada

industri penggorengan.

Setiap selesai tahap penggorengan sampel minyak bekas

penggorengan (± 200ml) dan produk hasil goreng diambil setelah

penggorengan ke- 5, 10, 15, dan 20. Sampel minyak termasuk minyak

awal yang belum digunakan dalam proses penggorengan. Sampel

minyak disimpan dalam botol berwarna untuk dianalisis kualitasnya

berdasarkan parameter bilangan peroksida, ALB, warna, bilangan

anisidin, viskositas, dan total polar material. Produk hasil

penggorengan dikemas dalam kemasan plastik PP. Selanjutnya produk

hasil goreng ini dianalisis kualitasnya berdasarkan parameter

penyerapan minyak.

Tahapan ini bertujuan mempelajari korelasi antara kualitas

minyak goreng secara fisiko kimia dengan peningkatan penyerapan

minyak oleh produk hasil goreng. Selain itu, diharapkan informasi

yang didapatkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam memilih standar

indikator kualitas minyak untuk penerimaan/penolakan minyak goreng

untuk penggunaan ulang minyak goreng (reusing).

2.

Aplikasi Adsorben dalam Pemurnian Minyak Bekas Pakai.

Adsorben yang digunakan adalah magnesium silikat dengan

merek Dalsorb

TM

dan sampel minyak dalam tahap ini adalah minyak

goreng bekas pakai pada tahap penelitian Kajian Pengaruh Penurunan

Kualitas Minyak. Jumlah adsorben yang ditambahkan adalah 1.5% dari

bobot minyak. Proses adsorbsi dengan menggunakan adsorben

dilakukan pada suhu 90-120

o

C selama 15 menit. Setelah proses

adsorbsi selesai dilakukan pemisahan bahan adsorben dari minyak

dengan menggunakan kertas Whatman 42 yang dibantu dengan pompa

vakum. Minyak ini selanjutnya disebut minyak recovery, sementara

yang digunakan pada tahap Kajian Pengaruh Penurunan Kualitas

Minyak disebut minyak non-recovery. Minyak hasil penyaringan

diambil untuk dianalisis kualitasnya yang meliputi kadar peroksida,


(1)

Berbagai macam reaksi yang terjadi selama proses penggorengan seperti reaksi oksidasi, hidrolisis, polimerisasi, dan reaksi dengan logam dapat mengakibatkan minyak menjadi rusak. Kerusakan tersebut menyebabkan minyak menjadi berwarna kecoklatan, lebih kental, berbusa, berasap, serta meninggalkan odor yang tidak disukai pada makanan hasil gorengan. Perubahan akibat pemanasan tersebut antara lain disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang bersifat tosik dalam bentuk hidrokarbon, asam-asam lemak hidroksi, epoksida, senyawa siklik, dan senyawa-senyawa polimer (Ketaren, 1986).

Adanya penurunan kualitas pada minyak goreng ini menyebabkan umur simpan produk berbeda antara satu proses penggorengan dengan proses penggorengan sebelumnya. Oleh karena itu, kualitas minyak goreng perlu dianalisis sebelum digunakan kembali untuk menghasilkan produk dengan shelf life yang sudah ditetapkan. Selain itu, kualitas minyak goreng yang digunakan berhubungan pula dengan keamanan produk yang dihasilkan. Untuk itu, perlu dicari uji kualitas minyak yang dapat mengGambarkan kualitas minyak secara tepat.

Penelitian ini bertujuan menyelidiki korelasi antara penurunan kualitas minyak secara fisika dan kimiawi terhadap peningkatan penyerapan minyak pada produk hasil goreng dan kinetika ketengikan produk. Selain itu, untuk menentukan indikator kualitas minyak yang dapat digunakan sebagai acuan penerimaan atau penolakan minyak goreng untuk penggunaan kembali (reusing). Di samping itu, untuk mempelajari

efektivitas pengunaan adsorben terhadap perbaikan kualitas minyak goreng bekas pakai.

METODOLOGI Bahan

Bahan utama yang digunakan adalah minyak goreng kelapa sawit bekas pakai dan adonan kacang salut. Minyak digunakan untuk menggoreng kacang salut sebanyak 20 kali. Setiap 5 kali penggorengan dilakukan topping dengan minyak awal. Jumlah minyak dipertahankan sebanyak 5,5 liter.

Adsorben yang digunakan adalah magnesium silikat sintetik. Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah atas etanol 95%, indikator PP, NaOH, heksan, HCl 0,5 N, kloroform, KI 15%, natrium tiosulfat 0,1 N, larutan pati 1%, isooktan, petroleum eter, anisidin, dan kertas saring.

Metode

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu Kajian pengaruh penurunan kualitas minyak dan Aplikasi Adsorben dalam Pemurnian Minyak Goreng Bekas Pakai. Tahap Kajian Pengaruh Penurunan Kualitas Minyak terdiri dari pembuatan kacang salut dan proses penggorengan kacang salut. Tahap Aplikasi Adsorben dalam Pemurnian Minyak Goreng Bekas Pakai terdiri dari proses filtrasi minyak goreng bekas pakai yang digunakan pada tahap kajian pengaruh penurunan kualitas minyak dengan adsorben, pembuatan kacang salut, dan proses penggorengan dengan menggunakan minyak bekas pakai yang lebih dimurnikan kembali dengan penggunaan adsorben.


(2)

Kajian Pengaruh Penurunan Kualitas Minyak

Tahap ini diawali dengan pembuatan kacang salut. Proses penggorengan kacang salut langsung dilakukan pada saat selesai proses pembuatan (maksimum waktu tunggu 30 menit). Hal ini bertujuan agar kacang salut tidak kering. Parameter proses penggorengan dilakukan sesuai dengan proses yang dilakukan pada industri penggorengan.

Setiap selesai tahap penggorengan sampel minyak bekas penggorengan (± 200ml) dan produk hasil goreng diambil setelah penggorengan ke- 5, 10, 15, dan 20. Sampel minyak termasuk minyak awal yang belum digunakan dalam proses penggorengan. Sampel minyak disimpan dalam botol berwarna untuk dianalisis kualitasnya berdasarkan parameter bilangan peroksida, ALB, warna, bilangan anisidin, viskositas, dan total polar material. Produk hasil goreng dikemas dalam kemasan plastik PP. Selanjutnya produk hasil goreng ini dianalisis kualitasnya berdasarkan parameter penyerapan minyak.

Tahapan ini bertujuan mempelajari korelasi antara kualitas minyak goreng secara fisiko kimia dengan peningkatan penyerapan minyak oleh produk hasil goreng. Selain itu, diharapkan informasi yang didapatkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam memilih standar indikator kualitas minyak untuk penerimaan/penolakan minyak goreng untuk penggunaan ulang minyak goreng (reusing).

Aplikasi Adsorben dalam Pemurnian Minyak Bekas Pakai.

Adsorben yang digunakan adalah magnesium silikat dan sampel minyak dalam tahap ini adalah minyak goreng bekas pakai pada tahap penelitian Kajian Pengaruh Penurunan Kualitas Minyak. Jumlah adsorben yang ditambahkan adalah 1.5% dari bobot minyak. Proses adsorbsi dengan menggunakan adsorben dilakukan pada suhu 90-120 oC selama 15 menit. Setelah proses penyaringan selesai dilakukan pemisahan bahan adsorben dari minyak dengan menggunakan kertas Whatman 42 yang dibantu dengan pompa vakum. Minyak ini selanjutnya disebut minyak recovery, sementara yang digunakan pada tahap Kajian Pengaruh Penurunan Kualitas Minyak disebut minyak non-recovery. Minyak hasil penyaringan diambil untuk dianalisis kualitasnya yang meliputi kadar peroksida, kadar ALB, viskositas, dan bobot jenis. Selain itu, minyak hasil penyaringan (minyak recovery) ini digunakan dalam proses penggorengan kacang salut. Proses penggorengan dan pengambilan sampel sama dengan yang dilakukan pada tahap Kajian Pengaruh penurunan Kualitas Minyak. Tahap ini bertujuan mempelajari efektivitas penggunaan adsorben magnesium silikat dalam memperbaiki kualitas minyak. Selain itu, penggunaan minyak hasil penyaringan (recovery oil) bertujuan membandingkan laju kerusakan antara minyak bukan hasil recovery dan minyak recovery pada saat digunakan dalam proses penggorengan kacang salut.


(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN PENGARUH PENURUNAN KUALITAS MINYAK.

Pemahaman mengenai bagaimana minyak terdegradasi selama proses penggorengan sangat penting diketahui untuk menghasilkan produk goreng dengan kualitas tinggi. Adanya pemahaman ini akan membantu operator penggorengan dalam mengontrol laju degradasi minyak, memproduksi makanan goreng berkualitas tinggi, dan mengoperasikan proses penggorengan secara efektif dan efisien secara ekonomi. Pada saat proses penggorengan, operator harus memahami bahwa sekali proses penggorengan dimulai minyak yang digunakan akan mulai terdegradasi dan proses ini bersifat irreversibel (Stier, 2001).

Analisis kualitas minyak meliputi analisis kimia dan fisik. Analisis kualitas minyak secara kimia didasarkan pada senyawa-senyawa hasil dekomposisi minyak yang bersifat non-volatil karena senyawa-senyawa yang bersifat volatil akan menguap selama proses penggorengan berlangsung. Analisis fisik yang dilakukan dilakukan terhadap parameter-parameter fisik Karakteristik Kimia Minyak Peroksida

bilangan peroksida mengalami kenaikan kemudian mengalami penurunan kembali. Menurut Blumethal (1996), pada proses penggorengan kadar peroksida akan mengalami kenaikan pada awal proses sampai titik tertentu kemudian akan mengalami penurunan. Penurunan ini disebabkan oleh proses degradasi lebih lanjut

peroksida menjadi komponen lain karena peroksida merupakan komponen organik yang sangat tidak stabil.

Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acids)

kadar asam lemak bebas mengalami kenaikan dan penurunan selama proses penggorengan walaupun tetap membentuk garis lurus dengan koefisien regresi sebesar 0.9046. Blumethal (1996) menyatakan bahwa asam lemak bebas bukan merupakan indikator kualitas minyak yang digunakan dalam penggorengan yang tepat karena bersifat transien. Asam lemak bebas akan menguap melalui proses destilasi dan akan berubah menjadi asam lemak bebas teroksidasi.

Total Polar Materials (TPM)

nilai TPM akan mengalami kenaikan selama proses penggorengan. Perubahan nilai TPM selama proses penggorengan mengikuti persamaan garis linier dengan koefisien regresi sebesar 0.9321. Menurut Stier (2001), pada saat minyak mencapai suhu penggorengan dan produk dimasukkan maka proses konversi dari trigliseida akan mulai terjadi. Semakin lama proses penggorengan berlanjut minyak akan semakin rusak dan komponen polar pada minyak akan semakin bertambah. Oleh karena itu, komponen polar dapat dijadikan untuk menghitung degradasi total dari minyak goreng. Bilangan Anisidin

bahwa bilangan anisidin mengalami kenaikan selama proses penggorengan. Perubahan nilai bilangan anisidin mengikuti persamaan linier dengan koefisien regresi sebesar 0.9654. Prinsip


(4)

penentuan bilangan anisidin merupakan reaksi antara anisidin dengan α- dan β-aldehid tidak jenuh yang tidak volatil. Aldehid merupakan produk dekomposisi dari ALB teroksidasi. Aldehid-aldehid tersebut dapat digunakan sebagai sebuah tanda untuk menentukan berapa banyak komponen-komponen peroksida telah mulai terpecah (Stier, 2001).

Karakteristik Fisik Minyak Viskositas

viskositas mengalami kenaikan selama proses penggorengan. Perubahan viskositas selama penggorengan mengikuti persamaan garis linier dengan koefisien regresi 0.9559. Menurut Keijbebets et al., (2001) kenaikan viskositas selama penggorengan disebabkan oleh adanya pembentukan senyawa polimer dalam minyak. Polimer merupakan senyawa yang terbentuk di dalam minyak goreng akibat pemanasan yang terus menerus pada suhu tinggi dengan atau tanpa adanya oksigen. Polimer terbentuk akibat adanya ikatan antara atom karbon dan oksigen.

Bobot jenis

selama penggorengan bobot jenis akan mengalami kenaikan. Proses polimerisasi pada minyak akan menyebabkan berat molekul minyak bertambah. Hal ini diperlihatkan dengan naiknya bobot jenis minyak selama proses penggorengan (Andarwulan et al., 1997). Berdasarkan uji korelasi, bobot memiliki hubungan yang sangat nyata dengan ALB, TPM, dan bilangan anisidin dengan koefisien masing-masing 0.829, 0.921, dan 0.857.

Indeks bias

indeks bias minyak mengalami penurunan selama proses penggorengan. Penurunan nilai indeks bias minyak mengikuti persamaan garis lurus dengan koefisien regresi sebesar 0.8176. Menurut Winarno (2002), indeks bias akan meningkat dengan makin panjangnya rantai C, derajat ketidakjenuhan, dan suhu yang semakin tinggi. Pada saat minyak digunakan pada proses penggorengan, minyak akan mengalami reaksi hidrolisis yang disebabkan keberadaan air dan suhu tinggi. Reaksi hidrolisis menyebabkan trigliserida pada minyak berubah menjadi gliserol dan asam lemak. Berdasarkan uji korelasi, indeks bias berkorelasi sangat nyata dengan bilangan ALB dengan koefisien korelasi – 0.789. Hal ini berarti nilai indeks bias minyak akan semakin kecil dengan semakin besarnya kadar ALB di dalam minyak.

Warna

Absorbansi minyak akan mengalami kenaikan selama proses penggorengan. Hal ini berarti warna minyak semakin gelap yang disebabkan oleh terbentuknya bahan-bahan oksidatif, termasuk polimer dan keberadaan dari produk yang larut minyak dari bahan yang digoreng (Krishnamurthy dan Vernon, 1996). Kenaikan absorbansi minyak mengikuti persamaan garis linier dengan koefisien regresi sebesar 0.923. Berdasarkan uji korelasi, warna minyak yang diukur pada panjang gelombang 490 nm berkorelasi sangat nyata dengan kadar ALB dan bilangan anisidin.


(5)

Penyerapan Minyak oleh Produk kadar minyak dalam produk goreng mengalami kenaikan seiring dengan semakin lamanya proses pengorengan. Kadar minyak pada produk hasil goreng ini diasumsikan dengan penyerapan minyak oleh produk, semakin besar kadar minyak pada produk maka semakin banyak jumlah minyak yang diserap.

Berdasarkan uji korelasi, penyerapan minyak mempunyai hubungan yang sangat nyata dengan nilai viskositas dan bobot jenis dengan koefisien korelasi masing-masing sebesar 0.825 dan 0.857.

APLIKASI ADSORBEN DALAM PEMURNIAN MINYAK BEKAS PAKAI.

Berdasarkan uji t, aplikasi adsorben berpengaruh tehadap pengurangan bilangan peroksida, kadar ALB, dan TPM. Namun, untuk bobot jenis dan indeks bias aplikasi adsorben tidak berpengaruh nyata. Hal ini memperlihatkan bahwa aplikasi adsorben dapat memperbaiki sifat kimia dari minyak bekas pakai tetapi tidak dapat memperbaiki sifat fisiknya. Nilai peroksida berkurang sebanyak 68.0 %, ALB sebanyak 32.4 %, dan TPM sebanyak 44.7%. Secara umum laju kerusakan minyak recovery pada saat digunakan dalam menggoreng lebih cepat dibandingkan laju kerusakan minyak non-recovery.

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN

Berdasarkan analisis regresi, hubungan kuadratik terlihat pada perubahan bilangan peroksida. Hubungan linier dengan kecenderungan naik terlihat pada hasil analisis terhadap

parameter-perameter kadar ALB, nilai TPM, bilangan anisidin, viskositas, bobot jenis, dan nilai absorbansi minyak pada panjang gelombang 490 nm. Hubungan linier dengan kecenderungan turun terlihat pada parameter indeks bias.

Berdasarkan analisis korelasi, perubahan viskositas dan bobot jenis berkorelasi sangat nyata dengan kadar ALB, nilai TPM, dan bilangan anisidin. Berdasarkan analisis korelasi, penyerapan minyak oleh produk berkorelasi sangat nyata dengan kenaikan viskositas dan bobot jenis. Selain itu, kenaikan kadar ALB, nilai TPM, dan bilangan anisidin mempengaruhi penyerapan minyak oleh produk.

Berdasarkan hasil penelitian, indikator kimia yang dapat digunakan dalam penentuan kualitas minyak adalah kadar TPM dan bilangan anisidin. Kadar ALB tidak cocok dijadikan sebagai indikator kualitas minyak walaupun memiliki koefisien regresi dan korelasi yang sangat nyata dengan kualitas minyak. Hal ini karena kadar ALB mengalami fluktuasi selama proses penggorengan. Untuk parameter fisik, indikator yang paling mungkin adalah viskositas. Hal ini karena viskositas memiliki korelasi yang sangat kuat dengan perubahan kimia minyak. Selain itu, viskositas sering dijadikan sebagai prinsip dasar kerja instrumen komersial untuk menentukan kualitas minyak

Berdasarkan uji t, aplikasi adsorben berpengaruh nyata tehadap pengurangan bilangan peroksida, kadar ALB, dan TPM. Nilai peroksida berkurang sebanyak 68.0 %, ALB sebanyak 32.4 %, dan TPM sebanyak 44.7%. Laju kerusakan minyak hasil recovery lebih cepat dibandingakn laju kerusakan minyak


(6)

non-recovery. Oleh karena itu, penggunaan adsorben tidak dapat memperbaiki beberapa parameter mutu minyak goreng, seperti indeks bias, bobot jenis, dan viskositas. SARAN

Untuk mempelajari kinetika degradasi minyak dan penentuan indikator kualitas minyak yang tepat, perlu digunakan minyak goreng baru (fresh oil). Selain itu, perlu juga dilakukan di pabrik sehingga kondisi penggorengan yang dilakukan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, seperti lama waktu penggorengan, rasio antara minyak dan produk yang digoreng, serta sistem penggorengan. Guna mendapatkan hasil yang lebih baik, perlu dilakukan percobaan dengan rancangan percobaan yang tepat, seperti ulangan percobaan dan jumlah pengambilan sampel dilakukan lebih banyak, dan standardisasi formulasi dan parameter proses.

DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, A. Sadikin, Y.T., dan Winarno, F.G. 1997. pengaruh lama penggorengan dan penggunaan adsorben terhadap mutu minyak goring bekas penggorengan tahu-tempe. Buletin Teknol. dan

Industri Pangan. 8 (1) : 40-45.

Blumethal, M.M. 1996. frying technology. Di dalam: Bailey’s Industrial Oil and Fat Technology; Edible Oil and Fat Product: Product and Application Technology (4th ed., Vol 3). Wiley-Interscience Publication. New York. pp. 429-482

Keijbebets, B.V. H., Aviko, dan steenderen 2001. the manucfature of pre-fried potato product. Di dalam : Rossell, J.B. (ed.). Frying : Improving quality. CRC Press. New York. pp. 197-213.

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.

Krishnamurthy, R.G. dan Vernon C. W. 1996. salad oil and oil-based dressings. Di dalam: Bailey’s Industrial Oil and Fat Technology; Edible Oil and Fat Product: Product and Application Technology (4th ed., Vol 3). Wiley-Interscience Publication. New York. pp. 193-224

Stier, R. F. 2003. Finding Functionality in Fat and Oil. www.preparedFood.com. [22 Februari 2007]

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan. PT. Gramedia. Jakarta.