Kondisi eksisting perairan Teluk Youtefa

105 teluk menjadi penyebab utama tingginya tingkat pencemaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Emily et al 2010 bahwa kadar oksigen terlarut 2, 0 mgl di Teluk Greenwich Rhode Island USA sangat rendah akibat limbah, pellet dan peningkatan sedimen. Kemudian menurut Lee et al, 1978 bahwa tingkat pencemaran perairan akibat bahan buangan organik dapat dievaluasi berdasarkan konsentrasi oksigen terlarut dan BOD 5 . Sedangkan menurut Clark 2003 bahwa konsentrasi bahan organik yang tinggi di perairan akan menyebabkan tingginya pemakaian oksigen terlarut diperairan menurun 5.1.5. Kandungan oksigen biokimia BOD BOD merupakan gambaran kadar bahan organik, yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air. BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi mikroba aerob yang terdapat dalam botol BOD yang diinkubasi pada suhu 20 C selama lima hari dalam keadaan tanpa cahaya. BOD digunakan sebagai cara untuk mengindikasikan pencemaran organik di perairan. Semakin banyak bahan organik yang terdapat dalam perairan, maka semakin besar nilai oksigen yang dibutuhkan, sehingga nilai BOD semakin besar yang mengindikasikan tingginya tingkat pencemaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai BOD pada saat pasang berkisar antara 7,92 mgl - 21,0 mgl gambar 30 dengan nilai rata-rata keseluruhan 9,7 mgl. Nilai tertinggi terdapat di stasiun 4 21,0 mgl, nilai terendah terdapat di stasiun 7 Gambar 30. Kualitas air Teluk Youtefa berdasarkan parameter BOD pasang surut Lokasi pengamatan mgl BM 20 106 7,92 mgl. Kemudian pada saat surut berkisar antara 8,21 mgl – 28 mgl. Nilai tertinggi terdapat di stasiun 4, terendah di stasiun 7. Nilai rata-rata pada saat pasang dan surut adalah 10,33 mgl lampiran 1. Berdasarkan baku mutu kualitas air nilai ambang batas BOD untuk biota laut adalah 20 mgl Keputusan Mennteri Lingkungan Hidup RI nomor 51 tahun 2004 masih berada dibawah ambang batas atau baku mutu. Hal ini sesuai dengan pendapat Effendi 2003 bahwa perairan yang memiliki nilai BOD lebih dari 20 mgl dianggap telah mengalami pencemaran. Nilai BOD yang tinggi secara tidak langsung memberikan petunjuk tentang kandungan bahan-bahan organik yang tersuspensikan. Nilai BOD yang rendah mencerminkan rendahnya kegiatan mikroorganisme di dalam air. Kandungan nilai BOD di perairan Teluk Youtefa diduga dipengaruhi bahan buangan organik dan aktivitas organisme pengurai, dipengaruhi oleh suhu, keberadaan mikroba, serta jenis dan kandungan bahan organik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yetti et al, 2011 bahwa peningkatan kadar BOD di perairan dapat disebabkan banyaknya sampah organik yang mencemari perairan. Kemudian menurut Lee et al 1978 bahwa indikator BOD merupakan indikator penting dalam menentukan tingkat pencemaran perairan. 5.1.6. Nitrat dan amonia Nitrat adalah bentuk utama nitrogen diperairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman. Nitrat dihasilkan dari proses oksidasi senyawa nitrogen di perairan. Pembuangan kotoran biasanya mengandung nitrat dalam jumlah yang besar. Unsur ini merupakan nutrien bagi tanaman, sehingga meningkatkan kelimpahan fitoplankton di perairan. Pengkayaan ini akan menguntungkan zooplankton dan memperbanyak jumlah rantai-rantai makanan lainnya Clark, 1986. Dijelaskan bahwa jika bahan buangan organik dirombak oleh bakteri tidak hanya karbondioksida dan air, tetapi juga nitrogen dilepaskan sebagai bahan anorganik yang secara alami terkandung dalam komponen protein hewan dan tanaman. 107 Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar nitrat di perairan Teluk Youtefa pada saat pasang 0,004 mgl – 0, 026 mgl gambar 31. Nilai nitrat tertinggi terdapat pada stasiun empat 0,026 mgl dan terendah pada stasiun satu 0,004 dengan nilai rata-rata keseluruh an 0,27 mgl. Kemudian kadar nitrat pada saat surut berkisar antara 0,004 mgl-0,34 mgl. Nilai tertinggi terdapat di stasiun 4 0,34 mgl, nilai terendah terdapat di stasiun 6 0,004 mgl dengan nilai rata-rata 0,05 mgl. Nilai rata-rata pada saat pasang dan surut adalah 0,012 mgl lampiran 1. Nilai tersebut telah melampaui baku mutu air laut untuk biota laut. Kelimpahan nutrien di suatu perairan, akan menimbulkan masalah terjadinya blooming populasi mikroorganisme yang dapat mengurangi kadar oksigen dalam perairan. Aktifitas masyarakat dan tekanan penduduk dalam memanfaatkan teluk sebagai tempat penampungan limbah berpotensi meningkatkan nilai nitrat di perairan. Gambar 32. Kualitas air Teluk Youtefa berdasarkan parameter NH 3 pasang surut Lokasi pengamatan mgl BM 0,3 Gambar 31. Kualitas air Teluk Youtefa berdasarkan parameter NO 3 pasang surut Lokasi pengamatan mgl BM 0,008 108 Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar amonia perairan Teluk Youtefa pada saat pasang berkisar antara 0,03 mgl - 0,24 mgl dengan nilai rata-rata 0,08 mgl. Nilai tertnggi terdapat di lokasi 4 0,24 mgl, nilai terendah terdapat di lokasi 7 0,03 mgl. Kemudian pada saat surut nilai amoniak berkisar antara 0,05 – 0,26 mgl gambar 32. Nilai tertinggi terdapat di lokasi 4 0,26 mgl, nilai terendah terdapat di lokasi 7 0,05 mgl. Nilai rata-rata antara pasang dan surut adalah 0,087 mgl lampiran 1. Amonia bebas yang tidak terionisasi bersifat toksik bagi organisme akuatik. Menururt Effendi 2003, toksisitas amonia terhadap organisme akuatik dipengaruhi oleh pH, kadar oksigen terlarut, dan suhu. Pada pH rendah amonia bersifat racun jika jumlahnya banyak, sedangkan pada kondisi pH tinggi amonia akan bersifat racun meskipun kadarnya rendah. Abel 1989 mengemukakan bahwa amonia sangat beracun bagi organisme. Secara umum, kadar amonia di perairan Teluk Youtefa belum melampaui nilai baku mutu yang mensyaratkan nilai amonia maksimum 0,3 mgl. Maka dapat disimpulkan bahwa perairan Teluk Youtefa mengindikasikan tidak terjadi pencemaran air oleh amonia. 5.1.7. Kadar fospat Senyawa fosfat merupakan anion yang tidak dikehendaki dalam suatu perairan karena bisa menjadi faktor pembatas eutrofikasi dan dapat mengakibatkan efek negatif bagi proses kehidupan akuatik. Kandungan fosfat yang tinggi dalam perairan dapat menyebabkan eutrofikasi yakni meningkatnya pertumbuhan alga dan menurunkan kadar oksigen terlarut dalam air. Senyawa fosfor di perairan dapat bersumber dari buangan hewan, pelapukan tumbuhan, erosi tanah, limbah industri, limbah domestik, dan limbah pertanian. mgl Lokasi pengamatan Gambar 33 Kualitas air Teluk Youtefa berdasarkan parameter PO 4 pasang surut 109 Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar fosfat P-PO 4 di perairan Teluk Youtefa pada saat pasang berkisar 0,001 mgl – 0,3 mgl gambar 33, nilai tertinggi terdapat di lokasi 4 0,3 mgl, nilai terendah terdapat di lokasi 2 0,001 mgl, dengan nilai rata-rata keseluruhan 0,21 mgl. Kemudian nilai fosfat pada saat surut berkisar antara 0,03 mgl – 0,5 mgl. Nilai tertinggi terdapat di stasiun 4 0,5 mgl, nilai terendah terdapat di stasiun ,7,dan 8 masing-masing 0,03 mgl. Nilai rata-rata antara pasang dan surut adalah 0,08 mgl lampiran 1. Berdasarkan KMA baku mutu air laut untuk biota laut yang mempersyaratkan kadar fosfat maksimum 0,015, maka dapat disimpulkan bahwa dari 9 stasiun pengamatan perairan Teluk Youtefa pada saat pasang dan surut tidak memenuhi baku mutu. Sumber P-PO 4 di perairan Teluk Youtefa diduga bersumber dari limbah domestik terutama detergen dan kotoran manusia, dan limbah pertanian. Hal ini sesuai dengan pendapat Garcia, 2010 bahwa di teluk Lorenzo Spayol Utara terjadi proses eutrofikasi sehingga menghasilkan ganggang akibat peningkatan fosfat. Fosfat dapat masuk ke perairan Teluk Youtefa melalui saluran sungai. Gambar 36. Tumpukan sampah di Sungai Acai Gambar 37. WC penduduk yang bermukim di atas perairan Teluk Youtefa Gambar 34. Muara Sungai Sibhorgoni Gambar 35. Muara Sungai Acai 110 Gambar 34 memperlihatkan kondisi air berwarna kemerah-merahan akibat banyaknya sedimen dari hulu. Kemudian gambar 35 memperlihatkan kondisi air berwarna hitam akibat tingginya pasokan limbah domestik dari hulu. Mukhtasor. 2007 mengemukakan bahwa pencemaran dapat membahayakan ekosistem laut karena ekosistem dan biota perairan sangat rentan terhadap bahan pencemar. 5.2. Status mutu air dan indeks pencemaran perairan Teluk Youtefa 5.2.1. Metode indeks storet Pendekatan menggunakan metode indeks storet digunakan untuk menganalisis status pencemaran yang sebenarnya telah terjadi di Teluk Youtefa. Nilai maksimum, minimum, dan rata-rata yang dipergunakan merupakan hasil tabulasi dari nilai rata-rata setiap lokasistasiun pada saat pasang dan surut. Menentukan status kualitas air atau indeks mutu lingkungan perairan Teluk Youtefa adalah menggunakan metode STORET. Indeks kualitas air – STORET IKA-STORET adalah suatu nilai yang dapat menggambarkan tentang kondisi kualitas air dari data mentah tentang kualitas air yang kemudian ditransformasikan menjadi suatu indeks. Metode indeks STORET dapat menggambarkan secara menyeluruh tentang kondisi umum kualitas air Teluk Youtefa. Data parameter fisika dan kimia air berdasarkan hasil pengamatan dibandingkan dengan nilai baku mutu air laut untuk biota laut yang mencakup nilai minimum, rata-rata, dan maksimum setiap parameter yang kemudian diberi skor penilaian dan disesuaikan dengan tingkat pencemarannya. Baik buruknya kualitas perairan dapat diketahui dengan melihat parameter-parameter yang tidak memenuhi baku mutu sesuai dengan yang ditetapkan. Hasil evaluasi kualitas air Teluk Youtefa berdasarkan indeks Storet disajikan pada lampiran 2, sedangkan status mutu perairan Teluk Youtefa menururt sistem STORET disajikan pada tabel 16 dan gambar 38. Tabel 16. Status mutu kualitas air menururt sistem nilai STORET Teluk Youtefa. No LokasiStasiun Skor Klasifikasi 1 Entrop -26 Tercemar sedang 2 Pantai abe -33 Tercemar berat 3 AbepantaiNafri -17 Tercemar sedang 111 Berdasarkan representasi masing-masing parameter pada tabel 16 memperlihatkan kondisi status mutu perairan Teluk Youtefa menurut sistem nilai storet tidak dapat ditolerir lagi oleh biota laut atau perairan ini dalam status tercemar. Kondisi tersebut bagi kegiatan perikanan dan budidaya yang sering dilakukan pada perairan ini adalah sangat beresiko. Oleh karena itu, kondisi ini akan menjadi perhatian semua pihak pengguna teluk untuk lebih berhati-hati memanfaatkan sumberdaya laut di dalamnya. Tingginya pemanfaatan ruang perairan teluk seperti saat ini, tentu mengindikasikan adanya pencemaran di Teluk Youtefa. Kondisi dan kenyataan seperti ini, memacu semua pihak untuk berupaya melakukan penanganan secara serius pendekatan kelembagaan dan teknologi yang tepat untuk penanganan masalah pencemaran harus dilakukan dengan komitmen yang jelas dan tegas. Kondisi mutu air untuk pantai abe cendrung menururn dibanding mutu air di entrop dan abepantai gambar 38, dengan status mutu air bervariasi mulai dari tercemar ringan hingga tercemar berat. Nilai indeks STORET di lokasi entrop adalah -26 lampiran 2, lokasi pantai abe adalah -33 lampiran 2-a, dan lokasi abepantai adalah -17 lampiran 2-b. Parameter yang memberikan kontribusi rendahnya nilai indeks STORET di lokasi abepantai adalah fosfat, TSS, dan nitrat. Kemudian di lokasi pantai abe yang memberikan kontribusi rendahnya nilai indeks STORET adalah fosfat, nitrat, TSS, DO, dan BOD. Sedangkan yang memberikan Gambar 38. Skor indeks STORET perairan Teluk Entro Pantai Abepantai 112 kontribusi bagi rendahnya nilai indeks STORET di lokasi entrop adalah fosfat, nitrat, DO, dan TSS. Berdasarkan nilai indeks STORET, jika parameter yang digunakan untuk mengevaluasi tingkat pencemaran kurang dari 10 parameter, maka sudah cukup untuk menyatakan bahwa perairan Teluk Youtefa dalam kondisi buruk jika terdapat tiga parameter kimia yang nilai konsentrasi minimum, maksimum dan rata- ratanya telah melampauai baku mutu. 5.2.2. Indeks pencemaran Teluk Youtefa Pada penelitian ini tingkat pencemaran air Teluk Youtefa relatif terhadap parameter kualitas air yang diijinkan sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004 didasarkan pada hasil analisis parameter fisik dan kimia yakni total padatan tersuspensi, derajat keasaman, amoniak total, kandungan oksigen biokimia, kandungan oksigen terlarut, nitrat, dan fospat. Hasil analisis kualias air kemudian dibandingkan dengan baku mutu air sesuai dengan peruntukannya menggunakan langkah-langkah penentuan indeks pencemaran. Perairan akan semakin tercemar untuk suatu peruntukan j jika nilai CiLij R dan atau C i L ij M lebih besar dari 1,0. Tingkat pencemaran suatu badan air akan semakin besar jika nilai maksimum C i L ij dan atau nilai rata-rata C i L ij makin besar. Perhitungan indeks pencemaran air Teluk Youtefa dapat dilihat pada lampiran 3 dan rangkuman hasil perhitungan indeks pencemaran disajikan pada tabel 17. Tabel 17. Indeks pencemaran Teluk Youtefa pada sembilan titik pengamatan No Stasiun C i L ij IP Kategori Rerata Maks 1 Entrop 1 2,91 6,25 4,87 Cemar ringan 2 Entrop 2 1,67 3,15 2,51 Cemar ringan 3 Entrop 3 2,24 6,09 4,58 Cemar ringan 4 Pantai Abe 1 3,84 7,27 5,81 Cemar sedang 5 Pantai abe 2 1,99 5,15 3,90 Cemar ringan 6 Pantai abe 3 2,11 6,33 48,8 Cemar ringan 7 Abepantai 1 1,92 6,63 4,88 Cemar ringan 8 Abepantai 2 1,73 5,76 4,25 Cemar ringan 9 Abepantai 3 3,05 6,21 4,89 Cemar ringan 113 Berdasarkan hasil perhitungan indeks pencemaran pada tabel 17 di atas dan nilai indek pencemaran Sumitomo dan Nemerow, menunjukkan bahwa perairan Teluk Youtefa telah mengalami pencemaran pada tingkat ringan hingga sedang oleh beberapa parameter fisika dan kimia. Kondisi ini berbeda dengan status mutu air berdasarkan indeks STORET. Parairan Teluk Youtefa berdasarkan indeks STORET berada dalam tercemar sedang dan tercemar berat. Perbedaan ini menunjukkan bahwa indeks pencemaran Sumitomo dan Nemerow memiliki toleransi yang cukup besar terhadap pencemaran. Tabel 17 juga menunjukkan bahwa untuk zona entrop 2 tingkat pencemaran paling rendah dengan nilai indeks pencemaran 2,51. Nilai indeks pencemaran tertinggi berada pada zona pantai abe 1 dengan nilai indeks pencemaran 5,81 tercemar sedang. Tingkat pencemaran air di perairan Teluk Youtefa kategori cemar ringan dan cemar sedang. Tingkat pencemaran tertinggi berada pada stasiun 4 yaitu pantai abe. Hal tersebut terjadi diduga disebabkan pada stasiun 4 ada dua muara sungai yang bermuara Sibhorgoni dan Acai ke perairan Teluk Youtefa jaraknya relatif berdekatan yaitu ± 50 meter, dan pada daerah aliran sungai tersebut banyak menerima masukan limbah domestik, pertanian, dan dampak galian C. 5.3. Beban pencemaran, kapasitas asimilasi, flushing time perairan Teluk Youtefa 5.3.1 Beban pencemaran muara sungai di sekitar Teluk Youtefa Beban pencemaran menggambarkan suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau air limbah. Sumber pencemar di Teluk youtefa adalah air limbah domestik, dan air limbah pertanian. Bahan pencemar tersebut masuk ke Teluk Youtefa melalui beberapa cara pengalirannya seperti saluran drainase kemudian ke sungai dan selanjutnya terbawa ke Teluk Youtefa. Beban pencemaran dihitung untuk mengetahui dan mengidentifikasi sumber pencemar, jenis pencemar dan besarnya nilai beban pencemar yang masuk ke perairan Teluk Youtefa. Kemudian dilanjutkan dengan menghitung debit air sungai dengan konsentrasi parameter kualitas air yang diteliti. Beban pencemaran 114 yang diamati adalah beban pencemaran mulai tahun 2008 – 2011 pada masing masing sungai Tabel 18 dan Lampiran 4-7. Tabel 18. Beban pencemaran sungai tahun 2008 sampai tahun 2011 tonbulan Parameter 2008 2009 2010 2011 TSS 442,61 959,71 1329,77 1626,17 BOD 61,41 104,84 121,27 144,40 COD 150,93 279,49 501,72 700,36 NH 3 3,03 5,32 6,45 8,53 NO 3 5,64 10,14 15,87 23,33 PO 4 3,89 8,29 9,12 16,56 5.3.2. Kapasitas asimilasi perairan Teluk Youtefa Gambaran umum kondisi perairan sungai dan perairan Teluk Youtefa dengan pendekatan beberapa parameter, baik parameter pendukung maupun parameter indikator, ternyata belum dapat memastikan bagaimana kondisi kualitas lingkungan perairan Teluk Youtefa yang sebenarnya. Oleh karena itu analisis beban pencemaran dan analisis kapasitas asimilasi diharapkan dapat menjawab permasalahan lingkungan yang telah terjadi selama ini, khususnya di perairan Teluk Youtefa. Analisis kapasitas asimilasi didasarkan pada analisis hubungan antara kualitas air dengan beban limbahnya. Nilai kapasitas asimilasi diperoleh berdasarkan grafik hubungan antara konsentrasi masing-masing parameter bahan pencemar di perairan pesisir Teluk Youtefa dengan beban pencemaran tersebut di muara sungai yang bermuara ke Teluk Youtefa. Kemudian nilai hasil perhitungan dari beban limbah dan konsentrasi masing-masing parameter dibandingkan dengan nilai baku mutu untuk biota laut dan budidaya laut. Tabel 19. Kapasitas asimilasi perairan Teluk Youtefa Tahun 2011 No Parameter Fungsi y R 2 Beban Kapasitas Pencemaran Asimilasi tonbln tonbln 1. PO 4 y = 0,008 + 0,103x 0,92 16.16 12 2. BOD y = 0,0481 + 0.668x 0,93 144.40 27 3. NH 3 y = 0,009 + 0,013x 0,95 8.53 54 4. COD y = 0,0938 + 53.069x 0,94 700.36 286 5. NO 3 y = 0,0011 + 0,0034x 0,99 23.33 9087 6. TSS y = 0,0344 + 30,98x 0,92 1626.27 2354 115 Hasil analisis perhitungan regresi menggunakan minitab 14 dapat dilihat pada lampiran 8 5.3.2.1. Kandungan oksigen biokimia BOD. Penyebab utama tingginya konsentrasi BOD di dalam perairan adalah bahan-bahan buangan seperti kotoran hewan, kotoran manusia, tanaman-tanaman yang mati, limbah domestik, dan pemotongan daging. Hasil analisis beban pencemaran BOD atau kebutuhan oksigen biologi dari sungai bervariasi masing masing sungai. Beban pencemaran terbanyak bersumber dari sungai Acai dibanding sungai Siborgoni, sungai PTC entrop dan sungai Hanyaan Hasil perpotongan garis regresi gambar 39 dengan garis baku mutu menghasilkan perpotongan nilai kapasitas asimilasi sebesar 27 tonbulan. Hasil analisis hubungan konsentrasi BOD di laut dengan beban pencemaran organik indikator BOD di sungai menunjukkan adanya hubungan yang signifikan. Hubungan tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi model regresi R 2 = 0,935 atau 93 variasi sampel konsentrasi BOD dijelaskan oleh beban BOD. Persamaan regresinya adalah Y = 0,0481 + 0.668x dimana P- value = 0,033 α = 0,05, mean square error MSE atau varian residual S 2 sebesar 0,2992 dan standart deviasi s = 0,546, yang berarti ada kesesuaian model regresi dengan data yang ada signifikan. Variasi sampel konsentrasi BOD dijelaskan oleh beban BOD, artinya bahwa besarnya akumulasi beban BOD di laut merupakan kontribusi dari sungai- sungai yang bermuara ke perairan Teluk Youtefa. Akan tetapi bila analisis Y = 0,0481x+0,668 R 2 = 0,935 Gambar 39. Grafik pendugaan beban pencemaran dan kapasitas asimilasi di Teluk Youtefa dengan indikator BOD Tahun 2008 - 2011 Y = 0,0481X + 0,668 R 2 = 0,935 116 dilanjutkan dengan grafik pendugaan beban pencemaran dengan kapasitas asimilasi ternyata dari indikator BOD, perairan Teluk Youtefa belum tercemar karena nilai kapasitas asimilasinya belum terlampaui. 5.3.2.2. Total padatan tersuspensi TSS Berbagai aktivitas manusia di darat dapat memberikan masukan partikel ke laut yang kemudian larut dalam kolom air dan akan terukur sebagai total suspended solid. Hasil analisis beban pencemaran total suspended solid atau padatan tersuspensi total dari sungai bervariasi masing masing sungai. Beban pencemaran terbanyak bersumber dari sungai Acai dibanding sungai Sibhorgoni, sungai PTC dan sungai Hanyaan. Hasil analisis hubungan konsentrasi padatan tersuspensi total di laut dengan beban pencemaran organik indikator padatan tersuspensi total di sungai menunjukkan adanya hubungan yang signifikan. Hubungan tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi model regresi R 2 = 0,924 atau atau 92,4 variasi sampel konsentrasi TSS dijelaskan oleh beban TSS. Persamaan regresinya adalah Y = 0,0344 + 130,98x dimana P- value = 0,039 α = 0,05, mean square error MSE atau varian residual S 2 sebesar 37,97 dan standart deviasi s = 6,16, yang berarti ada kesesuaian model regresi dengan data yang ada signifikan. Gambar 40. Grafik pendugaan beban pencemaran dan kapasitas asimilasi di Teluk Youtefa dengan indikator TSS tahun 2008 - 2011 Y = 0,0344X+130,98 R 2 = 0,924 117 Variasi sampel konsentrasi TSS dijelaskan oleh beban TSS, artinya bahwa beban pencemaran di perairan Teluk Youtefa merupakan implementasi dari masukan beban pencemaran organik TSS dari sungai. Hal ini memperkuat simpulan dari Kartahadimadja dan Pariwono 1994 bahwa padatan tersuspensi perairan Teluk Pelabuhan ratu diduga karena semakin banyaknya padatan tersuspensi yang dibawa oleh air sungai ke muara yang kemudian disebarkan oleh gerakan aliran di muara dan arus arus laut ke perairan pantai serta daerah laut yang lebih jauh. Berdasarkan perhitungan gambar 40 diperoleh perpotongan garis regresi dengan garis baku mutu menghasilkan perpotongan kapasitas asimilasi sebesar 2.354 tonbulan. Selanjutnya analisis pendugaan kapasitas asimilasi ternyata berada di atas baku mutu, sehingga pendekatan parameter TSS untuk menduga pencemaran organik dapat menjelaskan bahwa pengaruh masukan dari darat konsentrasi bahan-bahan pencemar di laut sudah terlihat menunjukkan hubungan yang signifikan. Berdasarkan grafik pendugaan beban pencemaran dengan kapasitas asimilasi ternyata dari indikator TSS, perairan Teluk Youtefa telah tercemar karena nilai kapasitas asimilasinya telah terlampaui. 5.3.2.3. Amonia NH 3 Amonia bersifat mudah larut dalam air, banyak digunakan dalam proses produksi urea, industri bahan kimia, serta industri bubur kertas. Sumber amonia di perairan adalah pemecahan nitrogen organik protein dan urea dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air yang berasal dari dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Tinja dari biota akuatik yang merupakan limbah aktivitas metabolisme juga banyak mengeluarkan amonia. Amonia yang terdapat dalam mineral masuk ke badan air melalui erosi tanah. 118 Hasil analisis hubungan konsentrasi amoniak di laut dengan beban pencemaran organik indikator amoniak di sungai menunjukkan adanya hubungan yang signifikan. Hubungan tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi model regresi R 2 = 0,954 atau 95,4 variasi sampel konsentrasi amoniak dijelaskan oleh beban amoniak. Penentuan nilai kapasitas asimilasi digunakan persamaan regresi Y= 0,009 + 0,013x dimana P-value = 0,024 α = 0,05, mean square error MSE atau varian residual S 2 sebesar 0,00003 dan standart deviasi s = 0,005, yang berarti ada kesesuaian model regresi dengan data yang ada signifikan. Nilai koefisien determinasi model regresi R 2 = 95,4 artinya 95,4 variasi sampel konsentrasi NH 3 dijelaskan oleh beban NH 3 Grafik pendugaan nilai kapasitas asimilasi gambar 41 memperlihatkan bahwa kondisi perairan Teluk Youtefa belum tercemar dengan indikator amoniak karena nilai kapasitas asimilasinya belum terlampaui 54. Kondisi ini memperlihatkan bahwa perairan Teluk Youtefa belum tercemar bahan organik amoniak karena nilai kapasitas asimilasinya belum terlampaui 5.3.2.4. Nitrat NO 3 Untuk mengetahui berapa besar beban pencemaran organik dengan indikator NO 3 yang masuk ke perairan Teluk Youtefa melalui perairan sungai yang bermuara ke teluk dilakukan analisis beban pencemaran. Hasil analisis beban pencemaran nitrat dari sungai bervariasi masing masing sungai. Beban pencemaran terbanyak bersumber dari sungai Acai dibanding sungai Sibhorgoni, sungai PTC dan sungai Hanyaan Gambar 41. Grafik pendugaan beban pencemaran dan kapasitas asimilasi di Teluk Youtefa dengan indikator NH 3 Tahun 2008 - 2011 Y = 0,009 x + 0,013 R 2 = 0,95 119 Hasil analisis hubungan konsentrasi nitrat di laut dengan beban pencemaran organik indikator nitrat di sungai menunjukkan adanya hubungan yang signifikan. Hubungan tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi model regresi R 2 = 0,99 atau 99 variasi sampel konsentrasi nitrat dijelaskan oleh beban nitrat. persamaan regresi Y = 0,0011 + 0,0034x dimana P-value = 0,004 α = 0,05, mean square error MSE atau varian residual S 2 sebesar 0,00000087 dan standart deviasi s = 0,00093, yang berarti ada kesesuaian model regresi dengan data yang ada signifikan. Grafik pendugaan nilai kapasitas asimilasi gambar 42 memperlihatkan bahwa kondisi perairan Teluk Youtefa telah tercemar dengan indikator Nitrat karena nilai kapasitas asimilasinya telah terlampaui. Kondisi ini memperlihatkan bahwa perairan Teluk Youtefa telah tercemar bahan organik. Kondisi seperti ini kemungkinan bisa mengakibatkan terakumulasinya limbah domestik di perairan Teluk Youtefa. Aktifitas penggunaan pupuk untuk kegiatan pertanian oleh penduduk sekitar bantaran sungai juga berpotensi dalam menyumbangkan nitrat di perairan. Ketersediaan nitrogen yang diperlukan untuk mensintesa protein tumbuhan diketahui berasal dari senyawa organik maupun dari anorganik termasuk nitrat. 5.3.2.5. Fosfat PO 4 Posfat merupakan anion yang tidak diinginkan dalam air, karena keberadaannya menjadi faktor pembatas eutrofikasi dan menimbulkan efek negatif Gambar 42. Grafik pendugaan beban pencemaran dan kapasitas asimilasi di Teluk Youtefa dengan indikator NO 3 tahun 2008 - 2011 Y = 0,0011 x + 0,0034 R 2 = 0,99 120 bagi kehidupan ekosistem akuatik. Effendi 2003 mengemukakan bahwa posfat merupakan fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuh-tumbuhan Hasil analisis hubungan konsentrasi posfat di laut dengan beban pencemaran organik indikator posfat di sungai menunjukkan adanya hubungan yang signifikan. Hubungan tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi model regresi R 2 = 0,92 atau 92 variasi sampel konsentrasi posfat dijelaskan oleh beban posfat. Persamaan regresinya adalah Y = 0,008 + 0,103x dimana P-value = 0,039 α = 0,05, mean square error MSE atau varian residual S 2 sebesar 0,00026 dan standart deviasi s = 0,016, yang berarti ada kesesuaian model regresi dengan data yang ada signifikan. Nilai koefisien determinasi model regresi R 2 = 92,4 artinya 92,4 variasi sampel konsentrasi PO 4 dijelaskan oleh beban PO 4. Dari gambar 43 terlihat bahwa kondisi perairan Teluk Youtefa telah tercemar dengan parameter fosfat karena kapasitas asimilasinya telah terlampaui 12. 5.3.2.6. Kebutuhan oksigen kimiawi COD Kebutuhan oksigen kimiawi COD menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis biodegradable maupun yang sukar didegradasi secara biologis non biodegradable menjadi CO 2 dan H 2 O. Gambar 43. Grafik pendugaan beban pencemaran dan kapasitas asimilasi di Teluk Youtefa dengan indikator PO 4 tahun 2008 - 2011 Y = 0,008 x + 0,103 R 2 = 0,92 121 Hasil analisis hubungan konsentrasi COD di laut dengan beban pencemaran organik indikator COD di sungai menunjukkan adanya hubungan yang signifikan. Hubungan tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi model regresi R 2 = 0,93 atau 93 variasi sampel konsentrasi COD dijelaskan oleh beban COD. Persamaan regresinya adalah Y = 0,093 + 53,06x dimana P- value = 0,032 α = 0,05, mean square error MSE atau varian residual S 2 sebesar 52,2 dan standart deviasi s = 7,22 yang berarti ada kesesuaian model regresi dengan data yang ada signifikan. Nilai koefisien determinasi model regresi R 2 = 93 artinya 93 variasi sampel konsentrasi COD dijelaskan oleh beban COD. Dari gambar 44 terlihat bahwa kondisi perairan Teluk Youtefa telah tercemar dengan parameter COD karena kapasitas asimilasinya telah terlampaui 286. 5.3.3. flushing time Waktu dirus Waktu dirus atau flushing time adalah waktu pembilasan dari massa air tawar oleh air laut, merupakan sala satu aspek dari proses pencampuran yang penting untuk mengetahui penyebaran dari suatu bahan yang dibuang atau ditimbun diperairan pantai atau perairan laut, dengan asumsi laju air tawar yang didirus sama dengan limpasan sungai. Maka untuk kasus tertentu, seperti perairan teluk atau perairan semi tertutup lainnya, perairan tersebut dapat dianggap sebagai baskom yang sederhana, dimana pada bagian hulunya limpasan air tawar dari sungai yang masuk, sedangkan pada bagian hilirnya terjadi aliran dua lapis yaitu massa air dari perairan teluk mengalir ke laut lepas dilapisan permukaan dan massa air laut mengalir masuk ke teluk dilapisan bawah permukaan Dahuri, 2008. Gambar 44. Grafik pendugaan beban pencemaran dan kapasitas asimilasi di Teluk Youtefa dengan indikator COD tahun 2008-2011 Y = 0,093+53,06 R 2 = 0,93 122 Laut memiliki luas dan volume air yang sangat besar, sehingga biasanya dijadikan sebagai tempat pembuangan bahan-bahan yang tidak berguna. Begitu juga dengan daerah estuari selalu digunakan untuk tempat penampungan berbagai jenis limbah khsusnya limbah cair dari daerah hulu maupun sekitarnya. Oleh karena itu selama perkembangan penduduk serta industri yang semakin bertambah, bisa menimbulkan masalah serius terhadap badan perairan. Oleh karena itu untuk pengelolaan ekosistem estuari sangat diperlukan dengan pendekatan konsep flushing time, Tomezak, 2000 diacu dalam Selanno, 2009. Konsep flushing time digunakan untuk mengevaluasi dimana, bagaimana dan berapa kuantitas substansi yang dapat terbuang ke laut lepas. Kemudian dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menangani kecelakaan tumpahan minyak atau bahan racun. Berdasarkan hasil analisis, bahwa nilai flushing time total ke empat sungai yang ada di Teluk Youtefa adalah 7,69 jam, sedangkan rata-ratanya adalah 1,92 jam tabel 20. Maka dengan demikian dalam waktu 7,69 jam massa air laut dapat membilas massa air tawar dari sungai-sungai tersebut. Demikian halnya dengan nilai flushing time sungai PTC sangat kecil 0,58 jam dibanding dengan sungai lainnya. Oleh karena itu dengan nilai waktu dirus yang kecil tersebut, maka penyebaran bahan-bahan buangan yang berasal dari setiap muara sungai ke laut akan relatif cepat. Hal ini dapat dilihat pada penyebaran nilai tertinggi maupun terendah parameter yang diukur ternyata menyebar pada beberapa tempat yang berbeda-beda. Tabel 20. Nilai flushing time menggunakan pendekatan Dahuri, et al 2008 Nama Sungai t2 t2 t2 VS2-S1S2R VS2-S1S2R VS2-S1S2R detik jam jam S. Acai 3074,62 0,85406 0,85 S. Sibhorgoni 18.469,62 5,13046 5,13 S. PTC 2.118,15 0,58837 0,58 S. Hanyaan 4.027,50 1,11875 1,11 Total FT 27.689,89 7,69163 7,69 Rerata 6.922,47 1,92 1,92 123 Keterangan: S2 = Rata-rata salinitas air laut tiap musim S1 = Rerata salinitas air sungai tiap musim R atau Q = debit rerata tiap musim untuk tiap sungai V m 3 = Vol air DAS dari perkalian luas penampang m 2 x kedalaman segmen DAS m. 5.3.3.1. Pengaruh flushing time waktu dirus terhadap sedimentasi Sedimen yang masuk ke dalam kolom air penyebarannya dipengaruhi oleh faktor-faktor oseanografi perairan misalnya kecepatan arus. Apabila kecepatan arus dalam teluk besar, maka akan membantu membawa atau memindahkan partikel sedimen menjauhi sumber. Partikel-partikel sedimen akan tersebar secara horizontal dan vertikal pada kolom air, tergantung pada kecepatan arus yang mengatur proses pencampuran massa air. Kemudian sebaliknya jika kecepatan arusnya rendah, maka partikel sedimen tersebut cendrung mengendap pada muara-muara sungai atau pada pantai. Pendekatan lain untuk melihat seberapa cepat kemungkinan partikel- partikel sedimen yang masuk ke laut itu menyebar, dapat dijelaskan menggunakan perhitungan waktu dirus flushing time. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa makin kecil nilai waktu dirus maka semakin cepat bahan partikel halus akan terbawa ketempat lain. Faktor lain yang cukup berpengaruh juga adalah karakteristik sungai. Secara umum sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Youtefa merupakan sungai-sungai kecil, sehingga volume air yang masuk ke laut dengan cepat dapat terbilas, khususnya untuk bahan sedimen melayang akan mudah ketempat lain, tetapi bahan sedimen besar secara gravitasi akan tenggelam dan mengendap pada dasar badan air. 5.3.3.2. Pengaruh flushing time waktu dirus terhadap kapasitas asimilasi Nilai flushing time dapat digunakan sebagai petunjuk bagaimana bahan yang masuk dari sungai dapat dengan cepat terbilas dan terbawa menjauh dari sumbernya. Dalam hubungannya dengan kemampuan suatu ekosistem untuk menerima limbah, maka nilai waktu dirus ini juga sangat mempengaruhi. Makin kecil nilai waktu dirus, maka makin cepat juga bahan atau bahan pencemar tercanpur di perairan. Maka dengan demikian kapasitas asimilasi suatu perairan juga makin besar. 124 Kemudian kemungkinan terakumulasi bahan pencemar dalam kolom air juga akan terus bertambah karena peningkatan kegiatan di perairan Teluk Youtefa. Oleh karena itu, semakin besar kemampuan teluk untuk mengasimilasi bahan-bahan pencemar yang masuk bukan berarti memberikan kesempatan untuk membuang bahan pencemar ke dalam teluk, tetapi informasi ini menjadi masukan bagi pengembangan wilayah perairan Teluk Youtefa dengan kegiatan pengelolaan limbah sehingga memenuhi baku mutu suatu peruntukan, sehingga beban masukan dapat dikendalikan dan tidak melebihi kapasitas asimilasinya. Kondisi pasang surut gambar 45 memperlihatkan bahwa pada waktu pengambilan sampel pagi hari antara jam 6.00-7.00 menunjukkan pasang tertinggi amplitudo antara 120 -130 cm, dan surut terendah terjadi antara jam 12.00-14.00 5.4. Strategi pengendalian pencemaran Teluk Youtefa Hasil analisis menggunakan metode Storet dan metode Indeks Pencemaran, bahwa status perairan Teluk Youtefa telah tercemar ringan sampai berat. Hal ini menandakan bahwa kapasitas asimilasi ekosistem Teluk Youtefa telah terlampaui oleh sebagian beban pencemaran pollution lood yang masuk ke dalam teluk. Strategi pengurangan terhadap bertambahnya beban pencemaran menjadi alternatif pilihan yang harus dilakukan. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu jam Gambar 45. Kondisi pasang surut dan waktu pengembilan sampel : Waktu pengambilan sampel. : Pasang dan surut Tinggi cm 125 5.4.1. Pendekatan kelembagaan Kelembagaan adalah wadah kerjasama antar stakeholder untuk pengendalian pencemaran perairan Teluk Youtefa. Kelembagaan pengendalian pencemaran perairan bertujuan untuk mempersiapkan bentuk kelembagaan yang lebih tepat dalam kaitannya dengan implementasi otonomi daerah, meningkatkan koordinasi antar sektordinas Kota Jayapura dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pengendalian pencemaran tidak bersifat parsial dan sektoral. Pengurangan beban pencemaran memiliki peran yang cukup penting secara kelembagaan. Pendekatan ini lebih pada koordinasi lintas instansi terkait dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam pengawasan lingkungan. Tugas pengelolaan lingkungan perairan dari setiap instansi terkait meliputi penyusunan dan perencanaan kebijakan, kesamaan visi dan kordinasi lintas sektoral, pembangunan prasarana pengolahan limbah, pemantauan dan evaluasi, pengaturan perizinan, dan pengaturan denda. Pengawasan terhadap lingkungan hidup di wilayah Kota dilaksanakan secara langsung atau tidak langsung oleh pejabat pengawas lingkungan hidup untuk mengetahui tingkat ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan terhadap ketentuan peraturan perundangan dibidang lingkungan hidup 5.4.2. Pendekatan hukum Mengatasi permasalahan degradasi lingkungan hidup akibat pencemaran dapat dilakukan melalui pendekatan hukum. Status perairan Teluk Youtefa yang tercemar ringan sampai berat membutuhkan instrumen-instrumen untuk mengurangi beban pencemaran. Instrumen yang bisa digunakan dalam pendekatanm hukum yaitu 1 Menggunakan baku mutu air laut, sehingga mutu air limbah yang dibuang ke badan perairan tidak melebihi baku mutu peruntukannya; 2 Penerapan penggunaan baku butu air limbah buangan untuk menilai kualitas parameter fisik, parameter kimia, dan parameter biologi air sebelum dibuang ke badan perairan sehingga tidak menyebabkan pencemaran lingkungan. 5.4.3. Komitmen dan dukungan pemerintah daerah dalam penegakan hukum. Komitmen pemerintah daerah untuk penegakan hukum merupakan salah satu aspek utama dalam peningkatan pentaatan selain pemanfaatan instrumen- 126 instrumen lainnya. Hal ini dapat dilakukan melalui sistem pengawasan pembuangan limbah cairpadat yang lebih ketat dan penegakan hukum. Pemerintah daerah perlu melakukan pengawasan pembuangan air limbah ke badan perairan, dan melakukan pemantauan secara berkala. 5.4.4. Pendekatan sosial budaya Pendekatan sosial budaya penting diperhatikan untuk mengurangi beban pencemaran yang masuk kedalam perairna Teluk Youtefa. Metode pendekatan ini dilakukan berdasarkan pada pemikiran bahwa hubungan manusia dan lingkungan salah satu kunci untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Persepsi masyarakat terhadap peningkatan kualitas lingkungan hidup sangat membantu memulihkan kondisi lingkungan hidup dari degradasi dan penanggulangan pencemaran. Pendekatan sosial budaya untuk mengurangi beban pencemaran dapat dilakukan dengan menyadarkan masyarakat tentang bahaya pencemaran bagi manusia, organisme, serta kerugian ekonomi yang bisa terjadi, dan penurunan nilai estetika, melakukan gerakan bersih pantai secara berkelanjutan. 5.4.5. Pendekatan ekonomi Mengurangi beban pencemaran dapat dilakukan dengan metode pendekatan ekonomi yaitu 1 insentif positif berupa subsidi, keringanan pajak, kemudahan untuk mengakses bank sehingga bisa memacu aktifitas ekonomi berwawasan lingkungan. Insentif dapat diberikan untuk mencegah aktivitas yang merusak lingkungan hidup, 2 Disinsentif yaitu kebijakan yang menghasilkan pendapatan atau pajak dan pungutan untuk mencegah aktivitas yang tidak berwawasan lingkungan. Kemudian penetapan pajak dan pungutan sebagai harga atas terjadinya pencemaran lingkungan sebagai cerminan pelayanan masyarakat terhadap kerusakan lingkungan hidup. 5.4.6. Pendekatan penataan ruang wilayah Teluk Youtefa secara terpadu Metode pengendalian bahan pencemarmengurangi beban pencemaran di perairan Teluk Youtefa dapat dilakukan melalui pendekatan penataan ruang terpadu serta arah pengembangan wilayah yang sesuai termasuk langkah-langkah pengendalian terhadap pencemaran lingkungan hidup. Brackhahu 2001 mengemukakan bahwa rencana tata ruang merupakan alat yang dapat digunakan 127 untuk koordinasi antar pemerintah lokal, provinsi, serta sektor, dan para pemangku kepentingan. Dalam rangka pengembangan Kota Jayapura khsusnya perairan Teluk Youtefa, dan untuk menghindari tumpang tindih pemanfaatan ruang teluk, maka pemerintah daerah menyusun rencana tata ruang wilayah yang lebih menekankan pada sektor perikanan dan pariwisata sehingga arahannya lebih mengarah pada perlindungan ekosistem perairan. 5.4.7. Pembuatan zonasi Teluk Youtefa Pengendalian pencemaran perairan Teluk Youtefa dapat dilakukan dengan pendekatan penetapan kawasan yaitu: 1 memberikan perlindungan bagi kawasan bagian bawah, 2 kawasan pelindung sempadan pantai yang proporsional dengan bentuk dan kondisi pantai, minimal 100 meter dari pasang tertinggi ke arah darat, kemudian kawasan sumber air atau daerah aliran sungai, kawasan bencana alam, dan kawasan lindung. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan tahun 2002 menyebutkan 3 kriteria khusus penetapan kawasan lindung yaitu: 1. Aspek sosial terdiri dari unsur; a tingkat dukungan masyarakat terhadap kawasan lindung yang direncanakan; b kesehatan masyarakat, sejauh mana kawasan lindung mengatasi dampak pencemaran; c rekreasi; d estetika; e konflik kepentingan; f keamanan; g aksesibilitas; h kesadaran publik 2. Aspek ekologis terdiri dari: a keragaman hayati; b kealamian; c ketergantungan spesies terhadap lokasi; d keterwakilan; e keunikan; f integritas; g produktivitas; h kerentanan. 3. Aspek ekonomi terdiri dari: a spesies penting; b kepentingan perikanan; c manfaat ekonomi dan pariwisata; d ancaman. Berdasarkan hasil penelitian bahwa kualitas perairan Teluk Youtefa dapat menurun bukan hanya berdampak pada penurunan kualitas air saja, tetapi dapat berdampak pada ekosistem teluk secara umum. Kriteria lain yang bisa digunakan adalah penetapan kawasan budidaya perikanan misalnya KJA untuk budidaya jenis biota tertentu dengan beberapa pertimbangan seperti arus pantai, faktor keamanan, pasang surut, salinitas, suhu, 128 kandungan oksigen terlarut, kandungan logam berat, substrat, kecerahan, dan batimetri, mudah akses ke pasaran mudah dijangkau dengan transportasi. 5.4.8. Pengendalian limbah rumah tangga Pengendalian pencemaran tidak tuntas apabila hanya menerapkan satu metode saja, tetapi harus menggunakan berbagai metode. Pengendalian pencemaran yang bersumber dari aktivitas rumah tangga dapat dilakukan dengan berbagai metode yang dikenal dengan sistem pengelolaan sampah terpadu. Sistem ini mengkombinasikan pendekatan pengurangan sampah reduce, daur ulang recycle dan penggunaan kembali reuse, pembakaran inceneration, pengkomposan, dan pembuangan akhir landfilling Pengelolaan ssampah terpadu dapat dilakukan pada sumbernya yaitu pemilahan sorting dengan cara memilah sampah organik, anorganik, dan sampah B3. Sampah dapat dimanfaatkan kembali, didaur ulang, sampah organik dapat memilki nilai ekonomis dijadikan kompos maupun pakan ternak. Sedangkan sampah berbahaya harus ditangani secara khusus. Selain pengendalian sampah, limbah cair merupakan limbah pemicu pencemaran. Limbah ini dapat ditangani melalui instalasi pengolah limbah untuk permukiman, restoran, dan hotel. 5.4.9. Pengendalian limbah industri Supaya air buangan dari industri memenuhi baku mutu, dapat menggunakan teknologi bersih clean technology diantaranya: 1 melakukan penghematan terhadap bahan baku, 2 minimalisasi limbah, 3 pencegahan melalui kelayakan lingkungan, 4 daur ulang recycle, 4 Penggunaan reuse, 5 Recovery, pemungutan bahan-bahan buangan yang masih mempunyai nilai ekonomnis lalu diproses kembali untuk tujuan tertentu, 6 Instalasi pengolahan air limbah. 5.4.10. Pengendalian limbah pertanian Limbah pertanian yang tidak terkendali dapat menurunkan kualitas lingkungan akibat tingginya konsentrasi nitrat dan fosfat. Supaya tidak terjadi peningkatan bahan pencemar dari limbah pertanian maka dapat dilakukan strategi pengurangan pemanfaatan pupuk N dan P. Kemudian menjadikan limbah ternak 129 menjadi pupuk sebagai pengganti pupuk kimia, serta mendaur ulang sisa atau limbah hayati

5.5. Elemen kunci model kelembagaan pengelolaan Teluk Youtefa

Pengembangan model kelembagaan pengelolaan Teluk Youtefa didasarkan atas hasil analisis kelembagaan dengan menggunakan metode Interpretative structural modelling. Analisis terhadap model kelembagaan ini pada dasarnya untuk menyusun hierarki setiap sub elemen pada elemen yang dikaji. Elemen elemen dan sub elemen yang dipilih dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa ini adalah berdasarkan hasil diskusi dari beberapa ahli seperti dari pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat. Adapun elemen dan sub elemen yang teridentifikasi dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa adalah sebagai berikut 5.5.1. Elemen kendala dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa Pengelolaan Teluk Youtefa perlu memperhatikan secara menyeluruh dari berbagai aspek, yaitu aspek ekologi, ekonomi, dan aspek sosial budaya. Pengelolaan aspek tersebut diperlukan secara terpadu dengan pendekatan sistem yang melibatkan masyarakat umum, lembaga masyarakat adat, ondoapi, kepala suku, pemerintah, pengusaha, dan nelayan. Pemahaman mengenai Teluk Youtefa tidak hanya sebagai tempat eksploitasi saja karena memiliki nilai ekonomi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat pengguna, atau hanya sebagai tempat penampungan bahan buangan dari teluk maupun dari hulu, serta hanya menampung limpahan air melalui media sungai, tetapi harus dilestarikan, dilindungi, dan diberikan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran hukum. Elemen kendala dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa baik langsung maupun tidak langsung diidentifikasi 10 sub elemen seperti disajikan pada tabel 21. Kemudian analisis hirarki disajikan pada gambar 46, dan gambar 47 dikelompokkan 4 sektor yaitu autonomous, dependent, linkage, dan independent. Hasil olahan Interpretative Structural Modelling ISM disajikan pada lampiran 9. 130 Tabel 21. Elemen kendala dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa Elemen kunci kendala utama dalam pengembangan model pengelolaan Teluluk Youtefa gambar 46 adalah Kurangnya komitmen stakeholder mengenai pengelolaan lingkungan 1, Adanya perbedaan visi antar stakeholder 2, Program kerja yang tidak terpadu 3, Konflik kepentingan 8, Kurangnya dukungan LMA, ondoapi, kepala suku pada program pembangunan 10, Diagram hirarki gambar 46 menggambarkan bahwa sesuai dengan pendapat pakar, yang menjadi kendala utama dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa dimulai dari Kurangnya komitmen stakeholder mengenai pengelolaan lingkungan 1, adanya perbedaan visi antar stakeholder 2, Dukungan masyarakat kurang 3, Konflik kepentingan 8, Kurangnya dukungan LMA, Sub Elemen: 1. Kurangnya komitmen stakeholder mengenai pengelolaan lingkungan KKSPL 2. Perbedaan tujuan antar stakeholder PTS 3. Program kerja yang tidak terpadu PKTT 4. Kualitas sumberdaya manusia yang terbatas KSMT 5. Kurang kordinasi dengan baik mengenai program kerja antara stakeholder KKMPKS 6. Lemahnya kerjasama dalam penanganan limbah LKPL 7. Penegakan hukum lingkungan yang lemah PHLL 8 Konflik kepentingan KK 9. Dukungan masyarakat kurang DMK 10. Kurangnya dukungan LMA, Ondoapi, Kepala suku 6 LKPL 4 KSMT 7 PHLL 5 KKMPKS 9 DMK Level - 1 Level - 2 Level- 3 Level - 4 Gambar 46. Diagram hirarki subelemen kendala utama dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa 1 KKSPL 2 PTS 3 PKTT 8 KK 10 KPLMAOKS Level - 5 131 ondoapi, kepala suku pada program pembangunan 10. Sub elemen level tersebut level 5 menjadi elemen penggerak utama dan mempengaruhi sub elemen berikutnya. Menurut Dahuri, 2005 bahwa permasalahan yang terjadi di pesisir tidak hanya disebabkan aktifitas di pesisir saja, tetapi juga disebabkan aktifitas di hulu. Oleh sebab itu, untuk pengelolaan pesisir harus dilakukan secara terpadu dan bersama-sama dari berbagai aspek dengan pendekatan perencanaan, satu sistem manajemen, artinya bahwa diperlukan persamaan visi, komitmen pengelolaan, dukungan masyarakat untuk menghindari konflik, serta dukungan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia. Elemen kendala lainnya yang menjadi elemen kunci dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa adalah lemahnya kerjasama dalam penanganan limbah pada level ke-4. Bentuk pelanggaran hukum atau lemahnya penegakan peraturan di sekitar Teluk Youtefa adalah adanya pembuangan limbah padat dan limbah cair ke teluk melalui 4 sungai yang bermuara ke Teluk Youtefa tanpa diolah. Hal tersebut sangat bertentangan dengan Undang Undang nomor 32 tahun 2009 mengenai Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan Hidup UPPLH. Berdasarkan wawancara pakar dan fakta dilapangan, bahwa Teluk Youtefa dibagian timur semakin berkembang permukiman ke arah laut yang didahului melalui penimbunan. Kemudian banyak permukiman di kawasan teluk yang tidak sesuai dengan tata ruang Kota Jayapura. Gambar 47 dikelompokkan sub elemen berdasarkan Driver power DP dan Dependent D terdiri dari 10 sub elemen dan dikelompokkan kedalam 4 sektor. Dari gambar tersebut terlihat bahwa yang masuk dalam sektor dependent adalah kualitas sumberdaya manusia yang terbatas, kurang Kordinasi dengan baik mengenai program kerja antara stakeholder, lemahnya kerjasama dalam penanganan limbah, penegakan hukum lingkungan yang lemah, dukungan masyarakat kurang. Hal ini memberikan makna bahwa kelima sub elemen dependent tersebut sangat tergantung pada sistem dan tidak mempunyai kekuatan penggerak yang besar atau kekuatan penggeraknya lemah, atau kelima sub elemen tersebut merupakan variabel tak bebas yang akan dipengaruhi sub elemen lainnya dalam sistem. 132 Kurangnya komitmen stakeholder mengenai pengelolaan lingkungan, Perbedaan tujuan antar stakeholder, program kerja yang tidak terpadu, konflik kepentingan, kurangnya dukungan LMA, ondoapi, kepala suku berada pada sektor independent, sub elemen ini memiliki kekuatan penggerak yang besar dalam mengkaji kendala pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa. Sektor ini tidak dipengaruhi oleh sistem tetapi mempengaruhi. Sub elemen ini hampir mendekati garis batas sektor independent dan linkage. Oleh sebab itu selain memiliki penggerak yang besar dalam mengkaji kendala pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa, ada indikasi bisa masuk dalam sektor linkage. 5.5.2. Elemen tujuan dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa Elemen tujuan dibutuhkan oleh pemerintah sebagai arah kebijakan dibidang pengelolaan Teluk Youtefa supaya pengelolaannya sesuai dengan tujuan. Adapun tujuan pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa terdiri dari 12 sub elemen seperti terlihat pada tabel 22. Hasil olahan Interpretative Structural Modelling ISM disajikan pada lampiran 9-A. Dependenc Driv er Pow er 1, 2, 3, 8, 10 4, 7 5 6 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Gambar 47. Matriks diver power dan dependence elemen kendala utama dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa KKSPL PTS PKTT KK KPLMAOKS LKPL KSMT PHLL KKMPKS DM K 133 Tabel 22. Elemen tujuan dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa Struktur hierarki disajikan dalam gambar 48 terdiri dari 4 level. Sebagai elemen kunci dari tujuan pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa adalah komitmen yang tegas pengelolaan Teluk Youtefa dan anti pencemaran 1, kesamaan persepsi pengelolaan Teluk Youtefa 2, meningkatkan dukungan masyarakat berbasis LMA, Ondoapi, Kepala suku 3, meningkatkan kerjasama dalam penanganan limbah 4, membangun kordinasi yang baik dengan masyarakat 5 pada level ke-4. Hal ini berarti bahwa perlu diawali oleh komitmen yang tegas. Sub elemen level ke-4 ini menjadi penggerak utama dan mempengaruhi sub elemen level berikutnya. Isnugroho, 2001 yang diacu dalam Walukow AF, 2009 mengemukakan bahwa untuk pengendalian air supaya tidak tercemar dapat dilakukan melalui penanggulangan pencemaran untuk menghindari meluasnya pencemaran, dan pencegahan kerusakan sumberdaya yang dilakukan melalui penetapan perijinan pembuangan air limbah cair berdasarkan suatu rencana induk kualitas air menuju kualitas air sesuai baku mutu. Berbagi keahlian maupun pengalaman ditujukan untuk memperoleh partisipasi masyarakat dalam pengembangan sumberdaya air. Kemudian menurut Swanson RL, 2010, bahwa pengurangan bahan pencemaran supaya tidak meluas dapat dilakukan mulai dari titik peralihan secara agresif. Metode lain yang dapat digunakan adalah Instrumen regulasi pengaturan sebagai salah satu metode yang dapat digunakan untuk waktu yang akan datang . Sub Elemen 1. Komitmen yang tegas pengelolaan Teluk Youtefa dan anti pencemaran KPTYAP 2. Kesamaan tujuan pengendalian pencemaran Teluk Youtefa KTPPTY 3. Meningkatkan dukungan masyarakat berbasis LMA, Ondoapi, Kepala suku MDLMAOKS 4. Meningkatkan kerjasama dalam penanganan limbah MKPL 5. Membangun kordinasi yang baik dengan masyarakat MKDM 6. Semua elemen masyarakat dan Pemerintah mentaati aturan SEMPMA 7. Konservasi di hulu dan di teluk KHTY 8. Pengendalian bahan pencemar dari kegiatan antropogenik PBPKA 9. Memperluas wilayah perbaikan lingkungan MWPL 10. Terbentuknya desa percontohan pelestari teluk TDPPT 11. Memperpendek jalur bahan pencemar MJBP 12. Pengembangan sistem informasi PSI 134 sebagai kontrol terhadap pencemaran dan dapat digunakanmencari petunjuk yang sama dari bagian lain Takahiro Hosono T, et al. 2010 Savanije 1997 dalam Walukouw 2009 mengemukakan bahwa aspek keberlanjutan dalam pengelolaan sumberdaya air dapat meliputi keberlanjutan aspek sosial yakni masyarakat memiliki rasa tanggung jawab. Kemudian sub elemen kunci berikutnya adalah semua elemen masyarakat dan pemerintah menaati aturan. Driv er Pow er 1, 2, 3, 4, 5 6 7, 8, 9, 10, 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Gambar 49. Matriks driver power dan dependence elemen tujuan dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa Dependence KPTYAP KTPPTY MDMLMAOKS MKPL MKDM SEMPMA MJBP KHTY PBPKA MWPL TDPPT PSI Gambar 48. Diagram hirarki subelemen tujuan dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa 1 KPTYAP 5 MKDM 4 MKPL 3 MDMLMAOKS 2 KTPPTY 7 KHTY 11 MJBP 10 TDPPT 9 MWPL 8 PBPKA 6 SEMPMA 12 PSI Level - 1 Level -2 Level - 3 Level -4 135 Gambar 49 memperlihatkan bahwa sub elemen tujuan dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa berdasarkan driver power dan dependence ke 12 sub elemen yang masuk kedalam sektor dependent adalah konservasi di hulu dan di teluk 7, pengendalian bahan pencemar dari kegiatan antropogenik 8, memperluas wilayah perbaikan lingkungan 9, terbentuknya desa percontohan pelestari teluk 10, memperpendek jalur bahan pencemar 11, dan pengembangan sistem informasi 12. Hal ini memberikan makna bahwa ke enam sub elemen tujuan pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa sangat tergantung pada sistem dan tidak mempunyai kekuatan penggerak yang besar, atau ke enam sub elemen tersebut merupakan variable tak bebas yang akan dipengaruhi sub elemen lainnya dalam sistem. Sub elemen komitmen yang tegas pengelolaan Teluk Youtefa dan anti pencemaran 1, kesamaan persepsi pengelolaan Teluk Youtefa 2, meningkatkan dukungan masyarakat berbasis LMA, Ondoapi, Kepala suku 3, meningkatkan kerjasama dalam penanganan limbah 4, membangun kordinasi yang baik dengan masyarakat 5, semua elemen masyarakat mentaati aturan 6 berada di sektor independent, berarti sub elemen ini memiliki kekuatan penggerak yang besar dalam mendukung tujuan pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa tabel 22. Malone 1994, mengemukakan suatu tujuan dapat tercapai apabila ada interaksi berbagai aktor pemerintah dan masyarakat yang terlibat selalu ada kordinasi. 5.5.3. Elemen tolok ukur keberhasilan dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa Tolok ukur diperlukan dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa agar dapat diketahui perkembangan pembangunan dan permasalahan dalam meningkatkan pembangunan secara berkelanjutan. Perkembangan dan permasalahan pembangunan diharapkan dapat diinformasikan secara berkala dan terbuka kepada masyarakat khususnya masyarakat Kota Jayapura. Sub elemen tolok ukur keberhasilan dalam pengembangan model pengelolaan Teluk Youtefa terdiri dari 16 sub elemen, struktur hierarki dijabarkan pada gambar 50. Pada gambar terlihat bahwa yang menjadi elemen kunci dalam