Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu

23 keterpaduan dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu keterpaduan sistem, keterpaduan fungsi dan keterpaduan kebijakan. 2.2.8. Keterpaduan fungsional Keterpaduan fungsional diperlukan dalam pengelolaan pesisir dan lautan yang berkaitan dengan hubungan antara berbagai kegiatan pengelolaan seperti koordinasi mengenai program dan proyek supaya sesuai dengan tujuan dan sasaran pengelolaan. Keterpaduan juga mengupayakan supaya tidak terjadi duplikasi proyek diantara stakeholder yang terlibat, tetapi saling melengkapi. Keterpaduan fungsional merupakan salah satu bentuk efektif dalam penyusunan zonasi pesisir yang mengalokasikan pemanfaatan sumberdaya secara spesifik.

2.3. Perencanaan secara sektoral

Perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir secara sektoral biasanya berkaitan dengan hanya satu macam pemanfaatan sumber daya atau ruang pesisir oleh satu instansi pemerintah untuk memenuhi tujuan tertentu, seperti perikanan tangkap, tambak, pariwisata, pelabuhan, atau industri minyak dan gas. Pengelolaan semacam ini dapat menimbulkan konflik kepentingan antar sektor yang berkepentingan yang melakukan aktivitas pembangunan pada wilayah pesisir dan lautan yang sama. Selain itu, pendekatan sektoral semacam ini pada umumnya tidak atau kurang mengindahkan dampaknya terhadap yang lain, sehingga dapat mematikan usaha sektor lain. Contohnya kegiatan industri yang membuang limbahnya ke lingkungan pesisir dapat mematikan usaha tambak, perikanan tangkap, pariwisata pantai dan membahayakan kesehatan manusia Dahuri 2005

2.4. Dimensi pembangunan berkelanjutan.

Pembangunan berkelanjutan adalah: Pembangunan yang berdasarkan pada azas pertumbuhan ekonomi, pelestarian lingkungan hidup dan stabilitas sosial untuk meningkatkan kesejahteraan manusia, baik generasi saat ini maupun generasi mendatang tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dan ekosistem Sutjahjo 2007. Kemudian menurut UU nomor. 32 tahun 2009 tentang perlindungan pengelolaan lingkungan hidup, bahwa pembangunan berkelanjutan adalah: upaya sadar terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, 24 dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin kebutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Di sisi lain menurut Djajadiningrat 2001 pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang . Kemudian lebih lanjut disebutkan bahwa keberlanjutan sustainability adalah memberikanmeninggalkan kepada generasi yang akan datang kesempatan sebanyak mungkin selain yang telah kita miliki. Dengan mengartikan kesempatan sebagai kekayaan per kapita atau modal tentang hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan. Dalam konsep ini, terkandung dua gagasan penting yaitu: gagasan kebutuhan esensial untuk memberlanjutkan kehidupan manusia dan gagasan keterbatasan yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan kini dan hari depan. PBBL PSDA LH TUJUAN SOSIAL: 1. Pemberdayaan 2. Peranserta 3. Kebersamaan 4. Mobilitas 5. Identitas budaya 6. Pembinaan Kelembagaan 7. Pengentasan kemiskinan TUJUAN EKOLOGIS: 1. Identitas tingkat keutuhan ekosistem 2. Pelestarian keanekaragaman hayati 3. Daya dukung SDA LH 4. IPTEK-bersih ramah LH hemat SDA 5. Tanggapan isyu global TUJUAN EKONOMI: 1. Pertumbuhan 2. Pemerataan 3. Eko-efisiensi 4. Stabilitas TRI- SISTIM DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN BERWAWASAN LINGKUNGAN PBBL Gambar 4 . Konsep Pembangunan Berkelanjutan sumber : Sutjahjo, 2007 25 2.4.1. Dimensi ekologis Pemanfaatan sumber daya wilayah pesisir secara berkelanjutan berarti bagaimana mengelola segenap kegiatan pembangunan yang terdapat di suatu wilayah yang berhubungan dengan wilayah pesisir agar total dampaknya tidak melebihi kapasitas fungsionalnya. Setiap ekosistem alamiah, termasuk wilayah pesisir, memiliki 4 fungsi pokok bagi kehidupan manusia: 1 jasa-jasa pendukung kehidupan, 2 jasa-jasa kenyamanan, 3 penyedia sumber daya alam, dan 4 penerima limbah Ortolano, 1984 diacu dalam Dahuri et al, 2008. Jasa-jasa pendukung kehidupan life support services mencakup berbagai hal yang diperlukan bagi eksistensi kehidupan manusia, seperti udara dan air bersih serta ruang bagi berkiprahnya segenap kegiatan manusia. Jasa-jasa kenyamanan amenity services yang disediakan oleh ekosistem alamiah adalah berupa suatu lokasi beserta atributnya yang indah dan menyejukkan yang dapat dijadikan tempat berekreasi serta pemulihan kedamaian jiwa. Ekosistem alamiah juga menyediakan sumber daya alam yang dapat dikonsumsi langsung atau sebagai masukan dalam proses produksi. Sedangkan fungsi penerima limbah dari suatu ekosistem adalah kemampuannya dalam menyerap limbah dari kegiatan manusia, hingga menjadi suatu kondisi yang aman. Dari keempat fungsi ekosistem alamiah tersebut, dapat dimengerti bahwa kemampuan dua fungsi yang pertama sangat bergantung pada dua fungsi yang terakhir. Hal ini berarti bahwa jika kemampuan dua fungsi terakhir dari suatu ekosistem alamiah tidak dirusak oleh kegiatan manusia, maka fungsinya sebagai pendukung kehidupan dan penyedia jasa-jasa kenyamanan dapat diharapkan tetap terpelihara Ortolano, 1984 diacu dalam Dahuri et al, 2008. Berdasarkan keempat fungsi ekosistem di atas, secara ekologis terdapat tiga persyaratan yang dapat menjamin tercapainya pembangunan berkelanjutan, yaitu: 1 keharmonisan spasial, 2 kapasitas asimilasi, dan 3 pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial spatial suitability mensyaratkan, bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, seperti Pantai Timur Kalimantan, Pulau Batam, dan Pantai Utara Jawa Barat, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan bagai zona pemanfaatan, tetapi harus pula dialokasikan untuk zona preservasi dan 26 konservasi. Contoh daerah preservasi adalah daerah pemijahan ikan spawning ground dan jalur hijau pantai. Dalam zona preservasi ini tidak diperkenankan adanya kegiatan pembangunan, kecuali penelitian. Sementara itu, beberapa kegiatan pembangunan, seperti pariwisata alam, pemanfaatan hutan bakau dan perikanan secara berkelanjutan sustainable basis dapat berlangsung dalam zona konservasi. 2.4.2. Dimensi sosial ekonomi Dimensi ekologis seperti diuraikan di atas pada dasarnya menyajikan informasi tentang daya dukung kemampuan suplai sistem alam wilayah pesisir dalam menopang segenap kegiatan pembangunan dan kehidupan manusia. Dengan demikian, agar pembangunan wilayah pesisir dapat berkelanjutan, maka pola dan laju pembangunan harus dikelola sedemikian rupa, sehingga total permintaannya demand terhadap sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan tidak melampaui kemampuan suplai tersebut. Kualitas dan jumlah permintaan tersebut ditentukan oleh jumlah penduduk dan standar kualitas kehidupannya. Oleh karena itu, selain mengendalikan jumlah penduduk, kebijakan yang mendesak untuk dilakukan adalah mengurangi kesenjangan antara kaya dan miskin. Secara sosial ekonomi budaya konsep pembangunan berkelanjutan mensyaratkan, bahwa manfaat keuntungan yang diperoleh dari kegiatan penggunaan suatu wilayah pesisir serta sumber daya alamnya harus diprioritaskan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk sekitar kegiatan proyek tersebut, terutama mereka yang ekonomi termasuk lemah, guna menjamin kelangsungan pertumbuhan ekonomi wilayah itu sendiri. Untuk negara berkembang, seperti Indonesia, prinsip ini sangat mendasar, karena banyak kerusakan lingkungan pantai misalnya penambangan batu karang, penebangan mangrove, penambangan pasir pantai dan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, berakar pada kemiskinan dan tingkat pengetahuan yang rendah dari para pelakunya. Keberhasilan Pemda Dati I Propinsi Bali dalam menanggulangi kasus penambangan batu karang, dengan menyediakan usaha budi daya rumput laut sebagai alternatif mata pencaharian bagi para pelakunya, adalah merupakan salah 27 satu contoh betapa relevannya prinsip ini bagi kelangsungan pembangunan di Indonesia. 2.4.3. Dimensi sosial politik Pada umumnya permasalahan kerusakan lingkungan bersifat eksternalitas. Artinya pihak yang menderita akibat kerusakan tersebut bukanlah pembuat kerusakan, melainkan pihak lain, yang biasanya masyarakat miskin dan lemah. Misalnya, pendangkalan bendungan dan saluran irigasi serta peningkatan frekuensi dan magnitude banjir suatu sungai akibat penebangan hutan yang kurang bertanggung jawab di daerah hulu. Demikian juga dampak pemanasan global akibat peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer yang sebagian besar disebabkan oleh negara-negara industri. Ciri khas lain dari kerusakan lingkungan adalah, bahwa akibat dari kerusakan ini biasanya muncul setelah beberapa waktu. Contohnya, pencemaran perairanTeluk Minamata di Jepang terjadi sejak tahun 1940-an. Tetapi penyakit minamata dan itai-itai baru timbul pada awal 1960-an Silent Spring. Mengingat karakteristik permasalahan lingkungan tersebut, maka pembangunan berkelanjutan hanya dapat dilaksanakan dalam sistem dan suasana politik yang demokratis dan transparan. Tanpa kondisi politik semacam ini, niscaya laju kerusakan lingkungan akan melangkah lebih cepat ketimbang upaya pencegahan dan penanggulangannya. 2.4.4. Dimensi hukum dan kelembagaan Pada akhirnya pelaksanaan pembangunan berkelanjutan mensyaratkan pengendalian diri dari setiap warga dunia untuk tidak merusak lingkungan dan bagi kelompok the haves dapat berbagi kemampuan dan rasa dengan saudaranya yang masih belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, sambil mengurangi budaya konsumerismenya. Persyaratan yang bersifat personal ini dapat dipenuhi melalui penerapan sistem peraturan dan perundang-undangan yang berwibawa dan konsisten, serta dibarengi dengan penanaman etika pembangunan berkelanjutan pada setiap warga dunia. Di sinilah peran sentuhan nilai-nilai keagamaan akan sangat berperan. 28

2.5. Kebijakan pembangunan dan lingkungan

Komisi Bruntland mengidentifikasikan 7 tujuan penting untuk kebijakan pembangunan berkelanjutan yaitu: 1 memikirkan kembali makna pembangunan; 2 merubah kualitas pertumbuhan lebih menekankan pada pembangunan dari pada sekedar pertumbuhan; 3 memenuhi kebutuhan dasar akan lapangan kerja, makanan, energi, air dan sanitasi; 4 menjamin terciptanya keberlanjutan pada satu tingkat pertumbuhan penduduk tertentu; 5 mengkonservasi dan meningkatkan sumber daya; 6 mengubah arah teknologi dan mengelola resiko; 7 memadukan pertimbangan lingkungan dan ekonomi dalam pengambilan keputusan. Dari tujuh tujuan tersebut, ada dua hal penting yang membutuhkan perhatian disini yaitu 1 Walaupun komisi menyadari bahwa pertumbuhan adalah penting untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, pembangunan berkelanjutan merupakan sesuatu yang lebih dari sekedar pertumbuhan. Untuk itu, merubah hakekat pertumbuhan merupakan suatu keharusan, terutama untuk mengurangi sifat materialistisnya, membuat lebih hemat energi, dan keseimbangan manfaat. 2 Adanya keterpaduan antara pertimbangan lingkungan dan ekonomi sebagai strategi utama pembangunan berkelanjutan.

2.6. Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan

Pasca Our cammon future, banyak upaya telah dilakukan untuk mengembangkan pedoman dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Tanpa prinsip, tidak mungkin menentukan apakah suatu kebijakan atau kegiatan dapat dikatakan berkelanjutan. Betapapun banyak tantangan dalam mengembangkan suatu model umum, adanya pedoman umum tetap dibutuhkan yang kemudian dapat dimodifikasi untuk setiap kondisi dan waktu yang berbeda.

2.7. Teluk

2.7.1. Degradasi teluk oleh aktivitas manusia Masalah utama perubahan kuantitas dan kualitas air teluk adalah : 1 pencemaran teluk dan sekitarnya, 2 berkurang dan rusaknya lahan basah sekeliling Teluk, 3 pembangunan dan struktur sipil di sungai tanpa memperhitungkan keberlanjutan biota teluk, dan 4 perubahan drastis tata ruang dan tata guna lahan di daerah tangkapan air. Dampak langsung dari pengrusakan 29 lingkungan di sekitar teluk adalah turunnya kualitas fisik-kimia, dan biologi dan dampak tidak langsung adalah turunnya kemampuan daya dukung ekosistim teluk untuk mendukung produktivitas perairan. Dampak akibat turunnya daya dukung perairan adalah: 1 berkurangnya produksi perikanan, 2 tercemarnya air dan 3 pendangkalan teluk yang mengakibatkan kendala transportasi air pada musim kemarau dan banjir pada musim hujan. Berbagai ancaman ini berdampak pada kegiatan ekonomi dan kelestarian sumberdaya alam. Dahuri 2005 mengemukakan bahwa faktor sumber pencemar perairan adalah limbah domestik perkotaan domestic –urban wastes, limbah cair perkotaan urban stormwater, limbah cair pemukiman sewage pertambangan, limbah industri industrial wastes, limbah pertanian agriculture wastes, limbah perikanan budidaya dan air limbah pelayaran shipping waste water. Buangan limbah industri ke tanah dan atau permukaan badan air mengakibatkan sumberdaya air air tanah dan air permukaan tidak stabil untuk dimanfaatkan. Karenanya perlu pengolahan kembali reuse air limbah agar dapat digunakan dalam berbagai hal seperti irigasi. 2.7.2. Fungsi ekosistim teluk bagi kehidupan manusia Teluk terjadi karena peristiwa alami untuk menampung dan menyimpan air yang berasal dari hujan, mata air, dan atau sungai. Atau teluk adalah badan air alami berukuran besar yang dikelilingi oleh daratan. Teluk bisa berupa cekungan yang terjadi karena peristiwa alam yang kemudian menampung dan menyimpan air yang berasal dari hujan, mata air, rembesan, dan atau air sungai. Teluk memilki fungsi sebagai transportasi air, sumber perikanan, juga merupakan tempat hidup berbagai biota air, pengatur tata air, dan pengendali banjir. Pendangkalan teluk, pencemaran, eutrofikasi, introduksi spesies asing, eksploitasi sumberdaya, dan terjadinya konflik pemanfaatan air teluk telah menjadi isu dan permasalahan teluk di Indonesia dan tempat lainnya. Teluk merupakan kawasan yang sangat penting bagi perekonomian masyarakat karena potensial untuk tujuan wisata, sarana transportasi, perikanan. Keberadaan teluk meski ditujukan untuk meningkatkan kondisi ekonomi masyakarat, ternyata dapat menimbulkan persoalan ekologis dan sosial. Hal ini menyebabkan perlunya prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan teluk.