Perkembangan Penelitian Tentang Aliran Bawah Permukaan Subsurface

untuk mengontrol konsentrasi hara di DAS Walker Branch. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa Ca 2+ dan SO 4 2- dapat digunakan sebagai perunut konservatif dalam analisis end member mixing untuk mencirikan jalur aliran air dominan di dalam DAS Mulholland 1993. Ca 2+ dan SO 4 2- tergolong kedalam perunut lingkungan alami yang dapat dipergunakan untuk menentukan input airbumi terhadap aliran selama terjadi periode aliran tinggi maupun rendah. Perunut lingkungan dapat terjadi secara alami atau dilepas kedalam suatu lingkungan karena adanya aktivitas manusia. Yang termasuk kedalam perunut lingkungan yaitu: 1 parameter lapang seperti electrical conductivity atau pH, 2 ion utama seperti kalsium, magnesium, natrium, chlor, dan bikarbonat, 3 isotop stabil seperti oxygen-18 18 O and deuterium 2 H, 4 isotop radioaktif seperti tritium 3H and radon 222Rn, 5 unsur kimia dalam industri seperti chlorofluorocarbons CFC and sulphur hexafluoride SF6. Beberapa penelitian telah menggunakan beberapa perunut seperti ion utama, isotop stabil dan istotop radioaktif untuk mempelajari interaksi antara airbumi dan air permukaan Crandall et al 1999, McCarthy et al 1992, Herczeg et al 2001, Cook et al 2003, Baskaran et al 2004. Kelebihan perunut lingkungan alami yaitu: 1 berguna untuk mengembangkan pemahaman tentang aliran airbumi di dekat sungai dan memberikan informasi tentang evolusi airbumi, residence time, atau analisis campuran yang sulit untuk ditentukan, 2 pengukuran perunut lingkungan secara seri waktu sepanjang aliran merupakan tool berharga untuk mempelajari distribusi aliran airbumi secara spasial. Metode ini lebih cepat dan murah daripada metode fisik seperti: seepage meters atau pengamatan hidrometrik, terutama jika menggunakan parameter kimia seperti EC atau pH, 3 monitoring secara seri waktu terhadap perunut lingkungan dapat memberikan informasi perubahan flux seepage di alur air. Pengamatan hidrokimia pada umumnya dilakukan untuk melengkapi data dan analisis hidrometrik, 4 isotop stabil dan radioaktif dapat digunakan sebagai alat untuk pengamatan pendahuluan atau untuk konfirmasi hasil yang diperoleh dengan metode lain. Deuterium, oxygen-18 dan radon-222 merupakan isotop yang digunakan untuk mempelajari interaksi airbumi-air tanah. Kelemahan metode perunut lingkungan yaitu: 1 mahal karena memerlukan biaya transportasi dan biaya analisis laboratorium, 2 memerlukan keahlian khusus untuk pengambilan sampel dan interpretasinya, 3 perunut seperti deuterium, oxygen- 18 atau tritium memerlukan waktu lama antara pengambilan sampel sampai mendapatkan hasil analisis, 4 model yang digunakan untuk mengkuantifikasi fluks seepage dari data hidrokimia memerlukan perkiraan parameter yang sulit diukur di lapangan. Separasi hidrograf secara geokimia dengan EMMA menggunakan Ca 2- dan SiO 2 telah dilakukan di bagian hulu DAS Kawakami, Jepang, untuk menentukan sumber aliran yang berkontribusi pada saat hujan Subagyono 2002. Separasi hidrograf secara geokimia pada kejadian hujan 143.5 mm menunjukkan bahwa air riparian di dekat permukaan, air tanah di lereng, dan air bumi di riparian dalam, merupakan sumber utama pada saat hujan berturut-turut sebesar 45, 35, dan 20 dari total limpasan. ‘Daerah riparian dekat permukaan’ mendominasi baseflow 87, pada awal hujan sebesar 58, akhir hujan sebesar 66, dan setelah hujan sebesar 76. ‘Daerah riparian dekat permukaan’ kurang berkontribusi antara periode puncak dan akhir hujan, dimana saat itu yang terutama berkontribusi adalah air tanah di lereng. Airbumi di riparian dalam merupakan penyusun utama zone jenuh, dan tidak pernah mendominasi pada saat kejadian hujan meskipun kontribusi meningkat selama puncak hujan 41, dan pada akhir hujan 32. Hasil penelitian menggunakan analisis end member mixing menunjukkan bahwa kontributor utama terhadap debit di DAS mikro Huewelerbach adalah komponen airbumi, yang kedua adalah aliran permukaan overlandflow, dan yang terakhir adalah air tanah dangkal. Sedangkan di DAS mikro Weierbach, aliran permukaan tidak berkontribusi nyata. Airbumi hanya berkontribusi kurang dari 2, dan lebih dari 90 total debit merupakan kontribusi dari throughfall Krein et al 2007. Inamdar dan Mitchell 2006a menyatakan bahwa kontribusi end member bervariasi tergantung kepada ukuran DAS dan besarnya hujan. Kontribusi riparian lebih besar pada DAS yang berukuran besar, sementara rembesan airbumi sangat penting untuk DAS kecil bagian hulu. Lereng yang curam dan kelembaban di daerah lembah menunjukkan adanya air rembesan dari lereng selama kondisi terdapat aliran dasar. Kontribusi air riparian terhadap aliran sungai lebih tinggi pada kejadian hujan yang lebih besar, sementara kejadian hujan yang kecil dan antecedent moisture content AMC yang tinggi mengekspresikan adanya rembesan airbumi. Van Verseveld et al 2008 melakukan analisis EMMA berdasarkan Christopherson and Hooper 1992, Burns et al 2001, McHale et al 2002, James dan Roulet 2006, serta Inamdar dan Mitchell 2006b untuk mengidentifikasi end member aliran dan air bawah permukaan secara lateral. EMMA memiliki asumsi bahwa proses pencampuran end member harus linier, dan pelarut solute yang digunakan harus konservatif. Untuk mengevaluasi model EMMA, konsentrasi pelarut hasil prediksi EMMA dibandingkan dengan hasil pengukuran, dan membandingkan kontribusi end member hasil perhitungan dengan data hidrometrik. Sumber aliran secara spasial juga telah diidentifikasi oleh Inamdar dan Mitchell 2006a menggunakan silica Si, magnesium Mg, dan dissolved organic carbon DOC sebagai perunut. Silika dan magnesium dipilih sebagai perunut pada beberapa penelitian karena secara tipikal unsur ini ada bersama airbumi dalam dan air tanah dengan residence time tertentu dalam suatu DAS McGlynn dan McDonnell 2003, Shanley et al 2002. Meskipun DOC bukan perunut konservatif, DOC telah berhasil diadopsi dalam berbagai penelitian untuk mengidentifikasi jalur aliran dan sumber limpasan Bernal et al 2006, Brown et al 1999, McGlynn dan McDonnell 2003a. Di DAS Point Peter Brook, Inamdar dan Mitchell 2006a menemukan konsentrasi Si paling tinggi pada airbumi riparian diikuti oleh debit airbumi dari rembesan lereng. Hasil analisis EMMA menunjukkan bahwa tiga end member yang berperan dalam sebagian besar kejadian hujan yaitu throughfall, rembesan lereng, dan airbumi dari riparian. Proporsi aliran yang berasal dari tiga end member dihitung dengan menggunakan neraca massa yang dikemukakan oleh Burns et al 2001. Sedangkan model EMMA dievaluasi dengan membandingkan konsentrasi Mg 2+ , Si, DOC, NO 3 - , Ca 2+ , and SO 4 2 hasil prediksi model dengan konsentrasi aliran hasil pengamatan yang diasumsikan bercampur secara konservatif Inamdar and Mitchell 2006b. Nilai R 2 antara konsentrasi prediksi EMMA dengan hasil pengukuran berkisar antara 0.79 dan 0.99, menunjukkan bahwa tiga komponen terpilih berdasarkan EMMA merupakan prediktor konsentrasi pelarut yang kuat. Model EMMA juga menunjukkan bahwa kontribusi airbumi riparian paling tinggi terjadi setelah puncak debit dan selama kurva resesi.

2.4 Model Konseptual Aliran Permukaan dalam Skala DAS

Penelitian di DAS Maimai dan penelitian lain sampai awal tahun 1990-an menghasilkan kesepakatan umum yaitu: 1 pre-event water soil water yang disimpan di dalam DAS sebelum kejadian hujan merupakan kontributor dominan terhadap aliran di sungai, rata-rata mencapai 75 Buttle 1994, 2 aliran preferensial secara vertikal sering juga secara lateral merupakan fenomena yang ada di dalam tanah secara alami, terutama di DAS yang curam, 3 perlu menggabungkan pengamatan hidrometrik, kimia, dan isotop dalam satu penelitian untuk mengatasi perbedaan persepsi tentang model perseptual subsurface stormflow ataupun mekanisme aliranlimpasan yang lain. Berdasarkan pengamatan perunut hidrokimia, beberapa penelitian telah berhasil menyusun model konseptual proses limpasan untuk menjelaskan pola kontribusi ketiga end member secara temporal Wheater et al 1990, Jenkins et al 1994, dan Soulsby et al 1998, Inamdar dan Mitchell 2007. Inamdar dan Mitchell 2007 menyusun model konseptual proses aliran air untuk menjelaskan pola kontribusi ketiga end member secara temporal melalui tiga langkah stage. Pada tahap pertama yaitu kondisi baseflow ternyata area jenuh pada riparian di lembah mendapat recharge dari rembesan seepage air bumi deep groundwater. Gradient hidraulik rembesan air bumi lebih besar daripada gradient rembesan di riparianarea lahan basah, terutama untuk DAS wilayah hulu. Meskipun demikian beberapa resapan air bumi seperti recharge area riparian di daerah lembah sebagian besar dialirkan ke sungai. Kontribusi air riparian terhadap aliran sungai ternyata cukup tinggi pada DAS yang lebih luas yang memiliki reservoir riparian lebih besar. Selanjutnya pada tahap kedua merupakan peningkatan kurva hidrograf. Pada tahap ini terjadi peningkatan hidrograf yang tajam dengan adanya peningkatan kontribusi throughfall. Throughfall masuk melalui area jenuh di permukaan dan dialirkan ke jaringan drainase drainage network sebagai saturation excess runoff. Kontribusi airbumi riparian juga meningkat karena adanya: a penggantian air riparian dengan throughfall dan presipitasi, b Percampuran dan pengangkutan air throughfall kedalam aliran permukaan jenuh saturation overland flow, c Penggantian airbumi riparian oleh input dari interflow di lereng. Pada tahap terakhir adalah puncak debit dan kurva penurunan. Pada tahap ini kontribusi air riparian terhadap aliran sungai mencapai puncak karena adanya gradient hidraulik dan flux air di lereng, dan pada akhir kurva resesi kontribusi riparian dan dan throughfall menyusut. Van Verseveld et al 2008, Frey et al 2007, Joerin et al 2002, dan Burns et al 2001 menunjukkan bahwa secara eksplisit terdapat kaitan antara faktor internal dalam DAS tanah dan larutan unsur kimia dengan pengamatan kimia aliranstream chemistry. Pada umumnya terdapat keragaman konsentrasi larutan di outlet berdasarkan pengukuran dibandingkan perhitungan berdasarkan model. Model konseptual hubungan proses aliran air dengan ketersediaan air dalam DAS hanya mencakup proses di dalam DAS yang mempengaruhi kimia aliran atau yang memberi pertanda kimia dalam aliran. III BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian lapang dilakukan pada bulan Mei 2008 sampai April 2010 di DAS mikro Cakardipa, sub DAS Cisukabirus, mencakup areal seluas 60 ha yang merupakan bagian dari DAS Ciliwung Hulu dengan elevasi antara 300 m sampai 3.000 m dpl. Di wilayah DAS Ciliwung Hulu terdapat 7 Sub DAS, yaitu: Tugu, Cisarua, Cibogo, Cisukabirus, Ciesek, Ciseuseupan, dan Katulampa. Analisis tanah dan air dilakukan di Balai Penelitian Tanah, sedangkan analisis data dan pemetaan dilakukan di Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan dan peralatan yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu: o Peta rupabumi skala 1:25.000, peta geologi skala 1:100.000, peta geohidrologi skala 1:250.000 o Data iklim harian mencakup: curah hujan, dan evapotranspirasi 10 tahun terakhir; o Data hidrologi mencakup data tinggi muka air debit o Data tanah: sifat fisik, kimia, dan mineral tanah o Alat pengukur penetapan kedalaman air tanah, piezometer, tensiometer, suction sampler pompa pengambil air tanah dan air bumi o Botol untuk pengambilan conto air tanah, airbumi, air hujan, air sungai, aliran permukaan, dan air dari saluransistem drainase o Ring sampel, GPS Global Positioning System; AWLRAutomatic Water Level Recorder; AWS Automatic Weather Station dan Current meter, bor tanah. o Seperangkat komputer, plotter, dan digitizer; software Arc-GIS versi 8. 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Karakterisasi Biofisik Wilayah Penelitian Kegiatan yang dilakukan untuk karakterisasi wilayah penelitian, yaitu: