hanya pori mikro yang dominan Subagyono et al 2009. Pori makro dominan perananannya di lapisan antara tanah dan batuan soil bedrock interface yang nyata
mempengaruhi aliran.
4.4 Karakteristik Mineral Tanah
Untuk mempelajari karakteristik mineral tanah dilakukan pengambilan sampel tanah sebanyak 18 titik masing-masing 9 titik yang mewakili bagian atas, tengah, dan
bawah lereng sebelah barat dan timur. Mineral tanah adalah mineral yang terkandung di dalam tanah dan merupakan bahan utama penyusun tanah. Mineral dalam tanah
berasal dari pelapukan fisik dan kimia dari batuan yang merupakan bahan induk tanah, rekristalisasi dari senyawa-senyawa hasil pelapukan lainnya atau pelapukan alterasi
dari mineral primer dan sekunder yang telah ada sebelumnya. Sebagai bahan hasil pelapukan, mineral tanah mempunyai variasi dalam jumlah,
ukuran, dan komposisi kimianya. Variasi tersebut ditentukan oleh beberapa hal, antara lain komposisi batuan pembentuk tanah, intensitas pelapukan yang terjadi,
iklim curah hujan, dan kondisi lingkungan. Sifat dari mineral tanah akan berpengaruh pada sifat dan karakteristik tanahnya, sehingga mineral tanah
mempunyai peran yang sangat penting. Jenis mineral tanah menurut ukuran butirnya dapat dibedakan atas mineral primer disebut juga mineral fraksi pasir dan mineral
sekunder disebut juga mineral liat
.
Mineral sekunder atau mineral liat adalah mineral-mineral hasil pembentukan baru selama proses pembentukan tanah pedogenic, walaupun ada beberapa jenis
bahan induk tanah yang juga sudah mengandung mineral yang sama dengan mineral tanah inherited. Komposisi dan struktur dari mineral sekunder ini sudah sangat
berbeda dengan mineral yang terlapuk, dan ukuran butirnya tergolong halus, yaitu lebih kecil dari 2ยต. Pembentukan jenis mineral sekunder sangat dipengaruhi oleh
bahan induk tanah dan lingkungannya. Hasil analisis mineral liat pada lereng sebelah timur menunjukkan bahwa pada
lereng atas L1, lereng tengah L2 dan lereng bawah L3 berturut-turut pada kedalaman 0-120 cm, 0-66 cm, dan 0-32 cm, tanah didominasi oleh mineral haolisit
hidrat Tabel 4 yang ditunjukkan oleh puncak difraksi yang berbeda pada perlakukan penjenuhan Mg, kemudian mengembang pada perlakuan penjenuhan Mg + glycerol,
dan hilang pada pemanasan 550 C Gambar Lampiran 2a-i. Mineral haolisit
merupakan jenis mineral sekunder liat yang banyak dijumpai di Indonesia, dan merupakan mineral utama pada tanah Inceptisol dan Entisol dari bahan volkan.
Pada lereng atas sebelah barat, lapisan tanah bagian atas dan tengah L11, 0- 30 cm dan L12, 30-67 cm memiliki haolisit hidrat yang banyak ditunjukkan oleh
puncak difraksi 10,01 A dan 4,42 A, sedangkan lapisan bawah L13, 67-93 didominasi mineral haolisit hidrat, dan mengandung meta haolisit dalam jumlah
sedikit yang ditunjukkan oleh puncak difraksi 7.73 A dan 3,60 A. Pada lereng tengah dan bawah L2 dan L3 memiliki kandungan haolisit hidrat dari sedang sampai
dominan yang ditunjukkan oleh puncak difraksi antara 10,01 A dan 4,42 A, dan memiliki metahaolisit dari sedikit sampai sedang yang ditunjukkan oleh puncak
difraksi antara 7,23-7,26 A dan 3,56-3,61 A Gambar Lampiran 3a-h Tabel 4. Hasil analisis mineral liat di lereng sebelah timur, DAS mikro Cakardipa
Sub DAS Cisukabirus, DAS Ciliwung Hulu No.
Contoh Haloisit
hidrat Meta
haolisit Kaolinit
Kaolinit Kristobalit
1. L
1
1 ++++
+ -
- -
2. L
1
2 ++++
- +
- -
3. L
1
3 ++++
+ -
- -
4. L
1
4 ++++
+ -
- -
5. L
2
1 ++++
+ -
- -
6. L
2
2 ++++
+ -
+ +
7. L
2
3 ++++
+ -
- +
8. L
3
1 ++++
+ -
- -
9. L
3
2 ++++
+ -
- -
Keterangan: L
1
, L
2
, L
3
: masing-masing lereng atas, tengah, dan bawah ++++: dominan, +++: banyak, ++: sedang, +: sedikit, +: sangat sedikit
Tabel 5. Hasil analisis mineral liat di lereng sebelah barat, DAS mikro Cakardipa Sub DAS Cisukabirus, DAS Ciliwung Hulu
No. Contoh
Haloisit hidrat
Meta haolisit
Kaolinit Kaolinit
Kristobalit
1. L
1
1 +++
+ -
- -
2. L
1
2 +++
+ +
- -
3. L
1
3 ++++
+ -
- -
4. L
2
1 ++
++ -
- -
5. L
2
2 ++++
++ -
- -
6. L
2
3 ++++
+ -
+ +
7. L
3
1 ++
++ -
- +
8. L
3
2 +++
++ -
- -
9. L
3
3 ++++
+ -
- -
Keterangan: L
1
, L
2
, L
3
: masing-masing lereng atas, tengah, dan bawah ++++: dominan, +++: banyak, ++: sedang, +: sedikit, +: sangat sedikit
4.5 Karakteristik Iklim
Faktor iklim yang paling berpengaruh terhadap ketersediaan air yaitu curah hujan dan evapotranspirasi. Jumlah curah hujan di daerah penelitian yang diwakili
oleh stasiun pengamat hujan dan iklim Citeko, berkisar antara 2735 โ 3687 mmtahun
dengan rata-rata 3077 mmtahun. Jumlah bulan kering yaitu bulan dengan curah hujan kurang dari 100 mm berkisar antara 2-4 bulan, dan bulan basah yaitu bulan
dengan curah hujan lebih dari 200 mm berkisar antara 6-8 bulan. Periode di mana curah hujan lebih kecil dari evapotranspirasi potensial berkisar
antara 2-4 bulantahun. Pada periode ini ada kemungkinan terjadinya kelangkaan atau defisit air bagi tanaman. Dari Gambar 13 dapat diketahui bahwa daerah DAS mikro
Cakardipa mempunyai penyebaran curah hujan secara temporal yang tidak merata. Curah hujan tertinggi setiap tahun terjadi pada bulan Januari dan Pebruari, sedangkan
pada bulan Mei sampai dengan September rata-rata curah hujannya lebih rendah dari evapotranspirasi potensial. Pada bulan-bulan tersebut sebagian petani membiarkan
lahannya bera, namun terdapat pula petani yang mengusahakan lahan pertanian dengan irigasi suplemen dari dam parit.
50 100
150 200
250 300
Jan I Peb I
Mar I Apr I
Mei I Jun I
Jul I Agu I
Sept I Okt I
Nop I Des I
C H
d a
n E
T P
m m
Curah hujan Evapotranspirasi
Gambar 13 Distribusi Curah Hujan dan Evapotranspirasi Dasarian Rata-rata di Stasiun Pengamat Curah Hujan Citeko, Megamendung, Bogor.
4.6 Karakteristik Hidrologi
Kondisi hidrologi DAS Mikro Cakardipa direpresentasikan oleh karakteristik aliran sungai yang teramati pada titik keluaran DAS outlet. Karakteristik aliran ini
menggambarkan respon karakteristik DAS yang meliputi karakteristik jaringan hidrologi, tipe tutupan lahan, jenis tanah, geologi, serta karakteristik iklim terutama
intensitas hujan. Untuk mempelajari karakteristik hujan dan aliran permukaan DAS Mikro
Cakardipa, telah dilakukan analisis seri hidrogaf DAS Mikro Cakardipa Gambar 14 dan 15 selama periode Juni
โ Desember 2009 dan Januari-Febuari 2010. Selama periode Juni
โ Desember 2009, pada bulan Oktober tercatat 6 episode hujan-aliran permukaan, pada bulan Nopember hanya tercatat 2 episode hujan-aliran permukaan
yang cukup besar, sedangkan selama Desember 2009 tidak tercatat episode hujan- aliran permukaan cukup besar. Kedelapan episode selama tahun 2009 tersebut yaitu
episode 13 Oktober, 14 Oktober, 22 Oktober, 24 Oktober, 27 Oktober dan 31 Oktober, serta episode 11 Nopember dan 17 Nopember. Sedangkan selama periode Januari-
Februari 2010, tercatat 10 episode aliran permukaan cukup besar yaitu episode 22 Januari, 29 Januari, 30 Januari, 9 Februari, 10 Februari, 12 Februari, 14 Februari, 18
Februari, 19 Februari dan 24 Februari.