Simpulan Saran Perunut hidrokimia sebagai indikator kinerja pengelolaan DAS studi kasus DAS Ciliwung Hulu

113 LAMPIRAN 114 115 Lampiran 1 Hasil pengamatan kedalaman tanah dan batuan bedrock untuk pemasangan peralatan pengamatan hidrokimia di DAS mikro Cakardipa. Titik Pengamatan ke-1 L1 No Kedalaman cm Keterangan 1 0-100 Warna coklat kekuningan 2 100-200 Warna coklat kekuningan 3 200-300 Warna coklat kekuningan 4 300-400 Warna coklat kekuningan 5 400-500 Tanah bercampur batuan cadas tufa lunak 6 500-600 Tanah bercampur batuan cadas tufa lunak 7 600-700 Tanah bercampur batuan cadas tufa lunak 8 700-800 Tanah bercampur batuan cadas tufa lunak 9 800-900 Lahar lunak 10 900-1000 Lahar lunak bercampur dengan bahan lava 11 1000-1100 Lava lunak 12 1100-1200 Lava dengan kekerasan sedang 13 1200-1250 Lava dengan kekerasan sedang 14 1250 Lava keras tidak tembus bor dan kedap air Titik Pengamatan ke-2 L2 No Kedalaman cm Keterangan 1 0-100 Warna coklat kekuningan uraian profil tanah L1 2 100-200 Warna coklat kekuningan 3 200-300 Warna coklat kekuningan 4 300-400 Tanah bercampur batuan cadas tufa lunak 5 400-500 Tanah bercampur batuan cadas tufa lunak 6 500-600 Tanah bercampur batuan cadas tufa lunak 7 600-700 Lahar lunak 8 700-800 Lahar lunak bercampur dengan bahan lava 9 800-900 Lava dengan kekerasan sedang 10 900 Lava keras tidak tembus bor dan kedap air Titik Pengamatan ke-3 L3 No Kedalaman cm Keterangan 1 0-150 Warna coklat kekelabuan 2 150-250 Warna coklat kekelabuan tekstur berkerikil 3 250-300 Warna coklat kekelabuan 4 300-400 Lahar lunak 5 400-450 Lava andesit kekerasan sedang, kedap air 6 450 Lava andesit keras tidak tembus bor, kedap air. 116 Titik Pengamatan ke-4 L4 No Kedalaman cm Keterangan 1 0-100 Warna coklat kekelabuan 2 100-150 Warna coklat kekuningan , berkerikil hancuran tufa 3 150-200 Lahar lunak 4 200-290 Lava keras 5 290 Lava tidak tembus dan kedap Titik Pengamatan ke-5 L5 No Kedalaman Cm Keterangan 1 0-50 Tanah 2 50-100 Kerikil lepas 3 100 Lava keras tidak tembus Titik Pengamatan ke-6 L6 No Kedalaman cm Keterangan 1 0-100 Aluvial coklat agak padat 2 100-200 Aluvial berlumpur 3 200-280 Lapisan tanah berkerikil 4 280-400 Lapisan Tufa 5 400 Lava keras dan kedap air Titik Pengamatan ke-7 L7 No Kedalaman cm Keterangan 1 0-50 Aluvial coklat agak padat 2 50-150 Aluvial lunak 3 150-180 Lapisan kerikil 4 180 Lava, keras, kedap air Titik Pengamatan ke-8 L8 No Kedalaman cm Keterangan 1 0-150 Andosol Coklat , lunak 2 150-200 Horizon BC, agak lunak 3 200-400 Tufa andesit lunak 4 400-470 Tufa andesit agak keras tembus air 5 470 Lava, keras, kedap air 117 Titik Pengamatan ke-9 L9 No Kedalaman cm Keterangan 1 0-150 Andosol Coklat , lunak 2 150-200 Horizon BC, agak lunak 3 200-400 Tanah Andosol Coklat lunak 4 400-470 Horizon II BC, agak keras, tembus air 5 470 Lava, Keras, Kedap Air Titik Pengamatan ke-10 L10 No Kedalaman cm Keterangan 1 0-200 Andosol Coklat , lunak 2 200-250 Horizon BC, agak lunak 3 250-650 Tanah Andosol Coklat , lunak 4 650-670 Horizon II BC, agak keras, tembus air 5 670-1200 Tufa volkan lunak, bertekstur, SiCl dan tembus air 6 1200 Lava, keras, kedap air 118 Lampiran 2 Uraian Profil Tanah Lereng Sebelah Timur No pengamatan : 1 Fisiografi : Lungur volkan Bahan Induk : Lahar dan tufa andesit Bentuk wilayah : Berbukit memanjang Lereng : 35 , posisi lereng atas Keadaan permukaan : Terasering Penggunaan lahan : Kebun campuran Vegetasi : afrika, pisang, talas, ubikayu Klasifikasi USDA 2007 : Typic Dystruepts PPT 1983 : Latosol Coklat Kekuningan Posisi Geografis : 06 69’316” LU dan 106 91’ 011” BT Lokasi : Kp. Bojong Keji, Desa Sukagalih, Kec.Megamendung, Bogor Tanggal pengamatan : 9-12-2008 Horison Kedalaman cm Uraian Ap 0-20 Coklat tua 10 YR 43; lempung berdebu; cukup, sedang dan halus gumpal; gembur, agak lekat dan agak plastis basah, pori makro, meso banyak, mikro sedikit, perakaran kasar sedang, perakaran halus dan sedang banyak,; batas horison jelas rata Bw1 20-32 Coklat 10 YR 44; lempung liat berdebu; cukup, sedang dan halus gumpal; agak teguh, agak lekat dan agak plastis basah, pori makro sedang, mesodan mikro banyak, perakaran kasar sedikit, perakaran halus dan sedang banyak; batas horison jelas rata Bw2 32-50 Coklat kekuningan 10 YR 66; lempung liat berdebu; kerikil pecahan bahan induk diameter 2-5 cm 20 volume; cukup, sedang dan halus gumpal; agak teguh, agak lekat dan agak plastis basah, pori makro sedang, meso dan mikro banyak, perakaran halus, sedang dan kasar sedikit; batas horison jelas rata Bw3 50-75 Coklat kekuningan 10 YR 66; lempung liat berdebu; cukup, sedang dan halus gumpal; agak teguh, agak lekat dan agak plastis basah, pori makro sedang, meso dan mikro banyak, perakaran halus dan sedang sedikit; batas horison jelas rata IIBw4 75-96 Coklat 10 YR 43; lempung liat berdebu; lemah, halus gumpal; gembur, agak lekat dan agak plastis basah, pori makro sedang, meso dan mikro banyak, perakaran halus dan sedang sedikit; batas horison jelas rata 119 IIBw5 96-120 Coklat 10 YR 53; lempung liat berdebu; lemah, halus gumpal; gembur, agak lekat dan agak plastis basah, pori makro sedang, meso dan mikro banyak, perakaran halus dan sedang sedikit; batas horison jelas rata IIIBw6 120-144 Coklat pucat 10 YR 66; lempung berdebu; cukup, halus gumpal; gembur, agak lekat dan agak plastis basah, pori makro sedang, meso dan mikro banyak, perakaran halus sedikit; batas horison jelas rata IIIBw7 144 Coklat pucat 10 YR 66; lempung berdebu; cukup, halus gumpal; gembur, agak lekat dan agak plastis basah, pori makro sedang, meso dan mikro banyak. 120 No pengamatan : 2 Fisiografi : Lungur volkan Bahan Induk : Lahar dan tufa andesit Bentuk wilayah : Berbukit memanjang Lereng : 15 , posisi lereng tengah Keadaan permukaan : Terasering Penggunaan lahan : sawah Vegetasi : afrika, pisang, talas, ubikayu, laja Klasifikasi USDA 2007 : Aeric Endoaquepts PPT 1983 : Evisol Aerik Posisi Geografis : 06 69’330” dan 106 90’911” Lokasi : Kp. Bojong Keji, Desa Sukagalih, Kec. Megamendung,Bogor Tanggal pengamatan : 9-12-2008 Horison Kedalaman cm Uraian Ap 0-16 Coklat tua 10 YR 43; lempung berdebu; cukup, sedang dan halus gumpal; gembur, agak lekat dan agak plastis basah, pori makro, meso banyak, mikro sedikit, perakaran kasar sedang, perakaran halus dan sedang banyak; batas horison jelas rata AB 16-32 Coklat 10 YR 44 karatan banyak berwarna kelabu 10 YR 61 dan hitam 10 YR 21 lempung berdebu; cukup, sedang dan halus gumpal; teguh, agak lekat dan agak plastis basah, pori makro sedang, mesodan mikro banyak, perakaran halus banyak; batas horison jelas rata Bg1 32-80 Coklat 10 YR 54 karatan banyak berwarna kelabu 10 YR 61 dan coklat kemerahan 5YR 34 ; lempung berdebu; kerikil pecahan bahan induk diameter 2-5 cm 10 volume; cukup, sedang dan halus gumpal; agak teguh, agak lekat dan agak plastis basah, pori makro sedang, meso dan mikro banyak, perakaran halus, sedang dan kasar sedikit; batas horison jelas rata Bg2 50-66 Coklat kekuningan 10 YR76; dan kelabu 10 YR 61 karatan banyak berwarna coklat kemerahan 5YR 34; lempung berdebu; cukup, sedang dan halus gumpal; agak teguh, agak lekat dan agak plastis basah, pori makro sedang, meso dan mikro banyak, perakaran halus dan sedang sedikit; batas horison jelas rata Bg3 66-87 Coklat kekuningan 10 YR76 dan kelabu 10 YR 61 ; karatan banyak berwarna coklat kemerahan 5YR 34; lempung berdebu; batuan pecahan bahan induk ukuran besar sebanyak 10; struktur cukup, halus gumpal; gembur, agak 121 lekat dan agak plastis basah, pori makro sedang, meso dan mikro banyak; batas horison jelas rata IIBg4 87-105 Coklat kekuningan 10 YR76 dan kelabu 10 YR 61; karatan banyak coklat kemerahan 5YR 34 dan hitam 10 YR 21; lempung berdebu; struktur cukup, halus gumpal; batuan pecahan bahan induk ukuran besar sebanyak 15; gembur, agak lekat dan agak plastis basah, pori makro sedang, meso dan mikro banyak; batas horison jelas rata BCg 105-150 Coklat kekuningan 10 YR76 dan kelabu 10 YR 61; karatan banyak berwarna dan coklat kemerahan 5YR 34, lempung liat berdebu; batuan pecahan bahan induk ukuran besar sebanyak 30; cukup, halus gumpal; gembur, agak lekat dan agak plastis basah, pori makro sedang, meso dan mikro banyak. 122 No pengamatan : 3 Fisiografi : Jalur Aliran Bahan Induk : alluvium Bentuk wilayah : agak datar Lereng : 5 ; posisi lereng bawah Keadaan permukaan : Terasering Penggunaan lahan : Kebun Campuran Vegetasi : afrika, pisang, talas, ubikayu Klasifikasi USDA 2007 : Aquic Udifluvents PPT 1983 : Latosol Coklat berglei Posisi Geografis : 06 69’328” dan 106 90’982” Lokasi : Kp. Bojong Keji, Desa Sukagalih, Kec. Megamendung,Bogor Tanggal pengamatan : 9-12-2008 Horison Kedalaman Cm Uraian Ap 0-16 Coklat tua 10 YR 43; lempung berdebu; lemah, halus gumpal; gembur, agak lekat dan agak plastis basah, pori makro, meso banyak, mikro banyakt, perakaran kasar sedang, perakaran halus dan sedang banyak; batas horison nyata rata AC 16-32 Coklat kekelabuan 10 YR 62 karatan banyak hitam 10 YR 21 lempung berdebu; kerikil bulat dari bahan andesit, struktur lemah halus gumpal; teguh, agak lekat dan tidak plastis basah, pori makro sedang dan meso banyak, perakaran halus banyak; batas horison jelas rata C 32-80 Tanah terdapat dalam sela batuan andesit lepas, bulat diameter 3-10 cm. tanah berwarna coklat dengan karatan bermana hitam, tidak berstruktur. 123 Lampiran 3 Uraian Profil Tanah Lereng Sebelah Barat No pengamatan : 4 Fisiografi :Lungur volkan Bahan Induk : Alluvium dan Koluvium Bentuk wilayah : agak datar Lereng ; 4 ; posisi lereng : lereng bawah Keadaan permukaan : Terasering Penggunaan lahan : Sawah tadah hujantegalan Vegetasi : buncis, pisang, cabe, tomat, dan sawi Klasifikasi USDA 2007 : Fluventic Dystrudepts DS 1983 : Aluvial Fluvic Posisi Geografis : lereng bawah,teras jalur aliran Lokasi Administratif : Kp. Bojong Keji, Desa Sukagalih, Kec. Megamendung,Bogor Tanggall pengamatan : 9-7-2010 Hori son Kedalaman Cm Uraian Ap1 0-15 Coklat tua 10 YR 43; lempung liat berdebu; lemah, halus gumpal; gembur, agak lekat dan agak plastis basah, pori makro, meso banyak, mikro banyak, perakaran kasar sedang, perakaran halus dan sedang banyak; batas horison nyata rata, pH 5,5 Ap2 15-30 Coklat kekelabuan 10 YR 62 karatan banyak hitam 10 YR 21 lempung liat berdebu; struktur lemah halus gumpal; teguh, agak lekat dan agak plastis basah, pori makro sedikit dan mikro banyak, perakaran halus banyak; batas horison jelas rata, pH 5,0 Bwg1 30-46 Coklat kekelabuan 10 YR 62 dan Coklat 10 YR 54, karatan banyak hitam 10 YR 21 lempung liat berdebu; struktur lemah halus gumpal; gembur, agak lekat dan agak plastis basah, pori makro sedikit dan mikro banyak, perakaran halus banyak; batas horison jelas rata, pH 5,0 Bwg2 46-67 Kuning kecoklatan 10 YR 64 dan Coklat 10 YR 54, karatan banyak hitam 10 YR 21 lempung liat berdebu; struktur lemah halus gumpal; gembur, agak lekat dan agak plastis basah, pori makro sedang dan mikro banyak, perakaran halus sedikit; batas horison nyata rata, pH 5,0 `BC1 67-93 Kuning kecoklatan 10 YR 64 karatan banyak hitam 10 YR 21 dan kelabu pucat 10 YR 82 lempung berbatu 10 volume; struktur lemah, gumpal; gembur, agak lekat dan tidak plastis basah, pori makro sedang dan mikro sedang; batas horison nyata rata, pH 5,0 BC2 93-120 Kuning kecoklatan 10 YR 64 karatan banyak hitam 10 YR 31 dan kelabu pucat 10 YR 81 lempung berbatu 20 volume; struktur lemah, gumpal; gembur, agak lekat dan tidak plastis basah, pori makro sedang dan mikro sedang; batas horison nyata rata, pH 5,0 124 BC2 93-120 Coklat 7,5 YR 64 dengan campuran 10 YR 31 dan merfah 2,5 YR 46 kelabu pucat 10 YR 61 lempung liat berdebu ; mengandung batu 10 volume; teguh, agak lekat dan agak plastis basah, pori makro sedang dan mikro banyak; pH 5,0 horison nyata rata, PH 55 125 No pengamatan : 5 Fisiografi :Lungur volkan Bahan Induk : Abu dan tufa volkan Bentuk wilayah : Berbukit memanjang Lereng ; 25 ; posisi lereng: lereng tengah Keadaan permukaan : Terasering Penggunaan lahan : Kebun Campuran Vegetasi : Buncis, pisang, cabe, tomat, dan sawi, akasia, Klasifikasi USDA 2007 : Andic Dystrudepts DS 1983 : Andosol Distrik Posisi Geografis : 06 41 38,2 dan 106 54 31,1 Lokasi Administratif : Kp. Bojong Keji, Desa Sukagalih, Kec. Megamendung,Bogor Tanggal pengamatan : 9-7-2010 Hori son Kedalaman Cm Uraian Ap1 0-15 Coklat tua 10 YR 43; lempung; cukup, halus, gumpal; gembur, agak lekat dan agak plastis basah, pori makro sedang, meso dan mikro banyak, perakaran kasar sedang, perakaran halus dan sedang banyak; batas horison nyata rata, pH 5,0 Ap2 15-28 Coklat 10 YR 43 lempung liat berdebu; struktur cukup, halus gumpal; teguh, agak lekat dan agak plastis basah, pori makro sedikit dan mikro banyak, perakaran halus banyak; batas horison jelas rata, pH 5,0 Bw1 28-46 Coklat 10 YR 43 dan campuran berwarna putih 10 YR 81 dan merah, 5YR 56 lempung liat berdebu; struktur cukup halus dan sedang, gumpal; gembur, agak lekat dan agak plastis basah, pori makro sedikit dan mikro banyak, perakaran halus banyak; batas horison jelas rata, pH 5,0 `Bw2 46-95 Coklat 10 YR 44 campuran kuning kecoklatan 10 YR 66 dan coklat pucat 10 YR 74 lempung liat berdebu; struktur cukup, sedang, gumpal; gembur-teguh, agak lekat dan agak plastis basah, pori makro sedang dan mikro banyak, perakaran halus sedikit; batas horison nyata rata, pH 5,0 `II A1 95-112 Coklat 10 YR 43 lempung liat berdebu, struktur cukup,sedang, gumpal; gembur, agak lekat dan tidak plastis basah, pori makro sedang dan mikro banyak; batas horison nyata rata, pH 5,0 II Bw1 112-135 Coklat 10 YR 44 dan hitam 10 YR 31 5 volume; lempung liat berdebu; struktur cukup sedang, gumpal; gembur, agak lekat dan agak plastis basah, pori makro sedang, mikro banyak, pH 5,0 126 No pengamatan : 6 Fisiografi :Lungur volkan Bahan Induk : Abu dan tufa volkan Bentuk wilayah : Berbukit memanjang Lereng ; 3-8 ; posisi lereng: punggung Keadaan permukaan : Terasering Penggunaan lahan : Kebun Campuran Vegetasi : Buncis, pisang, cabe, tomat, dan sawi, akasia, Klasifikasi USDA 2007 : Andic Dystrudepts DS 1983 : Andosol Distrik Posisi Geografis : 06 41 40,3 dan 106 54 34,4 Lokasi Administratif : Kp. Bojong Keji, Desa Sukagalih, Kec. Megamendung,Bogor Tanggal pengamatan : 9-7-2010 Hori son Kedalaman Cm Uraian Ap 0-20 Coklat tua 10 YR 33; lempung; cukup, halus, gumpal; gembur, agak lekat dan agak plastis basah, pori makro sedang, meso dan mikro banyak, perakaran kasar sedang, perakaran halus dan sedang banyak; batas horison nyata rata, pH 5,0 Bw1 20-40 Coklat tua 10 YR 43 lempung liat berdebu; struktur cukup, halus gumpal; teguh, agak lekat dan agak plastis basah, pori makro sedikit dan mikro banyak, perakaran halus banyak; batas horison jelas rata, pH 5,0 Bw2 40-68 Coklat tua 10 YR 43 lempung liat berdebu; struktur cukup, sedang, gumpal; gembur, agak lekat dan agak plastis basah, pori makro sedikit dan mikro banyak, perakaran halus banyak; batas horison jelas rata, pH 5,0 `Bw3 68-84 Coklat kekuningan 10 YR 64, lempung liat berdebu; struktur cukup, sedang dan halus, gumpal; gembur-teguh, agak lekat dan agak plastis basah, pori makro sedang dan mikro banyak, perakaran halus sedikit; batas horison jelas rata, pH 5,0 `II A1 84-102 Coklat 10 YR 43 lempung liat berdebu, struktur cukup,halus, gumpal; gembur, agak lekat dan tidak plastis basah, pori makro sedang dan mikro banyak; batas horison baur rata, pH 5,0 II Bw1 102-130 Coklat 10 YR 44 lempung liat berdebu; struktur cukup halus, gumpal; gembur, agak lekat dan agak plastis basah, pori makro sedang, mikro banyak, pH 5,0 127 Lampiran 4 Kandungan Mineral Liat pada Lereng Atas, Tengah dan Bawah Sebelah Timur pada Berbagai Kedalaman di DAS Mikro Cakardipa, Sub DAS Cisukabirus a. b. L12 L11 128 c. d. L13 L14 L13 129 e. f. L22 L21 130 g. h, L23 L31 131 i. L32 132 Lampiran 5 Kandungan Mineral Liat pada Lereng Atas, Tengah dan Bawah Sebelah Barat pada Berbagai Kedalaman di DAS Mikro Cakardipa, Sub DAS Cisukabirus a. b. b. L13, 67-93 cm L12, 30-67 cm 133 c. d. L21, 0-15 L22, 28-46 cm 134 e. f. L23, 63-95 cm L31, 0-20 135 g. h. L32, 40-70 cm L33, 102-130 cm ABSTRACT NANI HERYANI. Hydrochemical Tracer as Performance Indicator of Watershed Management: Case Study at Upper Ciliwung Watershed. Under the advisory commision of HIDAYAT PAWITAN, M. YANUAR JARWADI PURWANTO, DAN KASDI SUBAGYONO. Understanding the linkage between runoff process and the hydrochemical behavior of the catchment should not be directed merely for the short-term process during the rainfall event, but treating the seasonal variations may also provide valuable insights into the pattern of hydrochemistry changes as a function of the dynamic of hydrologic process. Runoff generation mechanisms are difficult to be generalized from one basin to another and even from storm to storm within the same basin. The aims of the research are 1 To learn the effectiveness of hydrochemistry tracers to quantify the flow dynamics during runoff generation, 2 To define source area of the watershed through quantification of solutes transport during the runoff process and to study the spatial and temporal variation of water chemistry, 3 To formulate a conceptual model linking runoff process and spatial and temporal variation of hydrochemistry to support the watershed management. The research was conducted by: characterization of research area, installation of equipment for hydrochemical and hydrometric observation, and hydrochemical sampling. Result showed that diversity of water chemistry by spatial and temporal highly influenced by the dynamics of subsurface flow behavior. Magnitude and direction of subsurface flow on the hillslope because of changes in solute concentration by spatial and temporal. Ca and SO 4 as a conservative tracer at Cakardipa micro watershed. Three components of hydrograf separation were predicted by end member mixing analysis EMMA using Ca and SO 4 showed that the groundwater, soil water, and rain water were the source area at Cakardipa micro watershed, 47.3, 28, and 24.7 respectively. The solutes of Mg, SO 4, NO 3 assumed to come from groundwater produced convex curvature, clockwise hysteresis loops, and positive trend, indicating a concentration component ranking of C G C R C SO C 2 model. At the rising of hydrograf, the vertical flow reaches greater depths on the hillslopes and the role of groundwater was increased at peak discharge. Groundwater contribution lesser at the recessive than at peak discharge Keywords: hydrochemical tracer , source area, conceptual model, EMMA RINGKASAN NANI HERYANI. Perunut Hidrokimia Sebagai Indikator Kinerja Pengelolaan DAS: Studi Kasus DAS Ciliwung Hulu. Dibimbing oleh HIDAYAT PAWITAN, M. YANUAR JARWADI PURWANTO, DAN KASDI SUBAGYONO. Memahami hubungan antara proses limpasan dengan perilaku hidrokimia dalam suatu daerah aliran sungai DAS tidak hanya dalam suatu kejadian hujan saja tetapi harus dipelajari keragamannya secara spasial dan temporal. Dinamika keragaman ini dapat menggambarkan pola perubahan hidrokimia dalam kaitannya dengan proses limpasan. Mekanisme proses limpasan tidak dapat disamakan antara satu DAS dengan DAS lain atau antara satu kejadian hujan dengan kejadian lain dalam DAS yang sama. Penelitian dilakukan di DAS mikro Cakardipa, Sub DAS Cisukabirus, DAS Ciliwung Hulu, pada bulan Mei 2008-April 2010. Tujuan penelitian yaitu: 1 m empelajari efektifitas perunut hidrokimia untuk mengkuantifikasi dinamika aliran selama proses limpasan runoff generation, 2 menentukan potensi sumber limpasan source area air sungai di dalam DAS melalui kuantifikasi proses transpor larutan solute transport selama proses limpasan, dan mempelajari keragaman ketersediaan air secara spasial dan temporal, 3 menyusun model konseptual hubungan antara proses limpasan dengan keragaman ketersediaan air secara spasial dan temporal untuk mendukung pengelolaan sumber daya air di dalam DAS secara berkelanjutan. Penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu: 1 penelitian lapang terdiri dari: karakterisasi wilayah penelitian aspek tanah dan batuan, debit, dan iklim; pengukuran debit secara hidrometrik; dan pengambilan contoh air; 2 analisis laboratorium terdiri dari: analisis tanah fisika, kimia, dan mineral; dan analisis air 3 analisis hidrokimia untuk menyusun model konseptual hubungan antara proses aliran permukaan dengan keragaman ketersediaan air secara spasial dan temporal. DAS mikro Cakardipa merupakan bagian dari Sub DAS Cisukabirus, DAS Ciliwung Hulu, meliputi areal seluas 60.78 ha terdiri dari 3 kampung yaitu kampung Bojong Keji, Lemah Neundeut, dan Lemah Neundeut Peuntas. Secara administratif termasuk ke dalam Desa Sukagalih, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. DAS mikro Cakardipa memiliki 10 satuan lahan yang terdiri dari 2 satuan lahan alluvium dan 8 satuan lahan dari bahan volkan. DAS mikro Cakardipa memiliki 6 jenis penggunaan lahan yaitu: hutan, kebun campuran, kebun sayuran, kebun intensifikasi, pemukiman, dan sawah. Penggunaan lahan utama yaitu sawah dan kebun campuran. Curah hujan maksimum yang terekam di DAS Mikro Cakardipa sebesar 61.5 mm dengan intensitas maksimum sebesar 10.2 mm5 menit atau setara dengan intensitas hujan 122 mmjam. Curah hujan dengan intensitas tersebut selama 1 jam telah membangkitkan debit puncak sebesar 58.2 ltdet. Koefisien aliran permukaan yang dihitung berdasarkan analisis pemisahan hidrograf menunjukkan variasi nilai antara 0.03 hingga 0.59. Berdasarkan analisis grafis terhadap pasangan data hujan-debit, diketahui selama periode Oktober 2009 – Februari 2010, waktu konsentrasi DAS Mikro Cakardipa bervariasi antara 10 hingga 40 menit. Hasil analisis dengan menggunakan metode end member mixing analysis EMMA menunjukkan bahwa Ca 2+ dan SO 4 2- dapat dipertimbangkan sebagai perunut konservatif pada DAS mikro Cakardipa. Tiga komponen separasi hidrograf dengan menggunakan perunut Ca 2+ dan SO 4 2- menunjukkan bahwa airbumi, air tanah, dan air hujan merupakan sumber utama aliran di DAS mikro Cakardipa, berturut-turut berkontribusi sebesar 47,3, 28, 24,7. Dalam penelitian ini diketahui bahea keragaman hidrokimia secara spasial sangat dipengaruhi oleh dinamika perilaku aliran bawah permukaan yang melalui lereng atas, lereng bawah dengan sungai. Konsentrasi unsur hidrokimia pada air tanah soil water lebih besar daripada airbumi groundwater. Aliran air vertikal di lereng bagian bawah menyebabkan terjadinya akumulasi unsur hara. Besaran dan arah aliran bawah permukaan dapat mengakibatkan perubahan konsentrasi hidrokimia secara spasial dan temporal. Informasi perilaku hidrologi dan hidrokimia dalam suatu DAS bermanfaat dalam menyusun perencanaan pengelolaan pertanian di daerah berlereng. Selanjutnya berdasarkan metode Evans dan Davies diketahui bahwa Mg, SO 4 2- , dan NO 3 - merupakan unsur hidrokimia yang memiliki tingkat flushing pencucian yang paling tinggi di DAS Mikro Cakardipa, memiliki bentuk kurva cekung dengan arah rotasi searah jarum jam dan trend positif dalam hal ini C air bumi C air hujan C air tanah termasuk model C2. Hasil analisis berdasarkan integrasi antara pengamatan hidrometrik dan hidrokimia diketahui terdapat hubungan yang erat antara aliran air di lereng bagian atas dengan perilaku unsur hara di lereng bagian bawah dimana pencucian unsur hara terjadi dengan intensif. Pada awal kejadian hujan peran air hujan sangat besar. Selanjutnya pada saat hidrograf meningkat sampai mencapai puncaknya, aliran vertikal mencapai kedalaman yang lebih besar di lereng agak atas, dan peran air bumi meningkat. Pada saat kurva hidrograf menurun kontribusi air bumi menurun dibandingkan pada awal dan puncak hujan. Kata kunci: perunut hidrokimia, sumber limpasan, model konseptual, EMMA I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air sungai merupakan salah satu sumber air permukaan relatif lebih rentan terhadap pencemaran yang diakibatkan oleh kegiatan manusia dibandingkan air tanah. Penelitian tentang polusi air tanah dan mekanisme recharge aquifer merupakan beberapa aplikasi penting dari analisis kimia air hydrochemical, namun masih jarang dilakukan. Di sisi lain analisis kimia air merupakan integrator yang berguna dalam beberapa proses biologi, kimia, dan fisik dalam daerah aliran sungai DAS, seperti dekomposisi tanaman, pertukaran kation tanah, penurunan kualitas air secara kimiawi, dan mineralisasi. Penilaian tentang pengaruh lingkungan terhadap suatu areal akan sulit diperoleh apabila tidak ada informasi yang lengkap tentang proses-proses hidrologi, kimia, dan biologi yang komplek dan saling berkaitan Christophersen et al 1994. Dengan demikian hal mendasar yang diperlukan antara lain penelitian yang mempelajari karakteristik dan proses terjadinya limpasan dan aliran bawah permukaan subsurface stormflow melalui pengamatan karakteristik biologi, geologi, dan kimianya. Di dalam sumber aliran source area terdapat kandungan unsur-unsur kimia yang secara alami dapat menjadi perunut dalam proses pergerakan aliran air limpasan di dalam DAS. Pemisahan aliran permukaan dengan menggunakan perunut alami merupakan metode yang dapat dipergunakan untuk memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai proses limpasan. Manfaat dari pengambilan contoh air secara kimiawi dan data-data perunut yang dihasilkan dapat membantu kalibrasi model hidrologi. Selain itu data hidrokimia dapat dipergunakan untuk menduga proporsi limpasan yang berasal dari sumber limpasan yang berbeda pada waktu yang berbeda, dalam hal ini dengan Simple Mixing Analysis Dunn et al 2005. Metode pemisahan aliran permukaan yang digunakan dalam memisahkan beberapa elemen dalam hidrograf pada beberapa kejadian hujan ada yang bersifat subjektif. Perbaikan metode pemisahan aliran yang lebih tepat dapat membantu para ahli hidrologi untuk mengevaluasi alternatif rencana pengelolaan DAS berkelanjutan. Dengan demikian masih diperlukan studi untuk menentukan metode separasi aliran yang akurat melalui teknik perunut hidrokimia didukung dengan aplikasi media Geographical Information Systems GIS. Perunut adalah zat kimia yang digunakan sebagai tanda untuk mengikuti berlangsungnya reaksi kimia atau proses fisika, atau untuk menunjukkan posisi atau lokasi suatu zat kimia. Selanjutnya Dunn et al 2005 mengemukakan bahwa satu hal umum yang diperlukan dalam pemodelan adalah separasi hidrograf menjadi beberapa bagian aliran untuk mengidentifikasi sumber aliran dan menduga laju transpor beberapa polutan. Dalam hal ini data hidrokimia dapat dipergunakan untuk menduga proporsi aliran yang berasal dari aliran air di dalam DAS. Mekanisme proses aliran bawah permukaan wilayah hutan di DAS bagian hulu telah menjadi perdebatan sejak tahun 1930-an Bonell 1998, McGlynn et al 2002. Penelitian dengan menggunakan metode atau pendekatan tunggal melalui pendekatan hidrometrik dianggap memerlukan waktu lama, sehingga saat ini kombinasi pengamatan melalui pendekatan hidrometrik dan perunut merupakan metode standar untuk mengatasi perbedaan persepsi antara model dengan konsep-konsep formal tentang proses limpasan di wilayah hulu suatu DAS McDonnell 2003. Meskipun beberapa penelitian hidrologi yang mempelajari aliran bawah permukaan di lereng hillslope sudah banyak dilakukan pada berbagai kondisi iklim, topografi, dan kondisi geologi, namun masih sedikit yang mengkarakterisasi proses limpasan aliran air. Di Indonesia penelitian tentang proses limpasan nampaknya belum dilakukan, padahal manfaat yang dapat diperoleh cukup banyak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa data yang diperoleh dari hasil penelitian di bagian lereng di dalam DAS dapat digunakan oleh komunitas ilmuwan untuk pengembangan dan validasi model atau konseptualisasi aliran bawah permukaan Tromp-van Meerveld 2008. Teknik pemisahan aliran permukaan yang dapat mengkuantifikasi sumber aliran source area sangat penting dalam mendesain stuktur hidraulik, evaluasi model hujan-aliran permukaan, mempelajari proses pengendalian banjir, serta pendugaan dan pengurangan kontaminasi air. Penelitian ini menjadi penting karena masih terbatasnya informasi tentang mekanisme proses aliran runoff generation di Indonesia. Selain itu identifikasi mekanisme pencucian hara dalam skala DAS yang merupakan bagian dari penelitian ini penting dalam mengembangkan model prediksi dampak perubahan iklim dan penggunaan lahan terhadap kualitas air permukaan.

1.2 Tujuan Penelitian

1. Mempelajari efektifitas perunut hidrokimia untuk mengkuantifikasi dinamika aliran selama proses limpasanaliran air runoff generation 2. Menentukan potensi sumber aliran source area air sungai di dalam DAS melalui kuantifikasi proses transpor pelarut solute transport selama proses limpasanaliran air, dan mempelajari keragaman ketersediaannya secara spasial dan temporal, 3. Menyusun model konseptual hubungan antara proses limpasan dengan pencucian hara dan keragaman ketersediaan air secara spasial dan temporal untuk mendukung pengelolaan sumber daya air di dalam DAS secara berkelanjutan.

1.3 Manfaat Penelitian

1. Tersedianya informasi efektifitas perunut hidrokimia untuk mengkuantifikasi proses limpasanaliran air runoff generation, 2. Tersedianya informasi potensi sumber daya air yang lebih objektif dan akurat secara spasial dan temporal di suatu DAS, 3. Tersedianya model konseptual hubungan proses limpasan dengan pencucian hara dan ketersediaan air secara spasial dan temporal sebagai acuan dalam perencanaan pengelolaan sumber daya air, 4. Dalam jangka panjang, tersedia alternatif teknologi pengelolaan sumber daya air dalam mengantisipasi perubahan iklim, sebagai masukan bagi para pengambil kebijakan dalam perencanaan pengelolaan sumber daya air.

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang dirumuskan pada penelitian ini yaitu: 1. Kandungan kimia air bervariasi secara spasial dan temporal tergantung pada karakteristik biofisik DAS dan kondisi hidrogeologinya. 2. Komponen hidrokimia konservatif dapat digunakan sebagai perunut tracer hidrologi daerah aliran sungai 3. Informasi yang diperoleh dari separasi hidrograf dalam jangka panjang dapat digunakan sebagai sistem peringatan dini early warning systems banjir dan kekeringan, serta penurunan kualitas air.

1.5 Kebaruan Penelitian

1. Diperoleh informasi perunut konservatif di DAS Mikro Cakardipa, DAS Ciliwung Hulu. 2. Diperoleh informasi sumber limpasan aliran air dan tingkat pencucian hara di DAS mikro Cakardipa, DAS Ciliwung Hulu 3. Diperoleh model konseptual tentang hubungan limpasan dengan ketersediaan air dan pencucian unsur hara.

1.6 Kerangka dan Ruang Lingkup Penelitian

Untuk mencapai tujuan dan menjawab hipotesis dilakukan serangkaian kegiatan penelitian yang mencakup beberapa tahapan sebagai berikut: a Persiapan meliputi: studi pustaka, penyusunan proposal, pengumpulan dan inventarisasi data iklim dan hidrologi, dan pengumpulan peta rupa bumi skala 1:25.000, peta geologi 1:100.000, dan hidrogeologi skala 1:250.000, b Kegiatan lapang mencakup: pengambilan conto tanah untuk analisis fisika, kimia, dan mineral; pengamatan kedalaman batuan; pemasanganinstalasi peralatan pengamatan hidrokimia; pemasangan alat pengukur debit dan curah hujan; pengambilan conto air, c entri dan analisis data hasil penelitian lapang meliputi: analisis karakteristik biofisik DAS, analisis hidrograf debit berdasarkan pengukuran hidrometrik dan hidrokimia dengan metode end member mixing analysis, analisis hubungan konsentrasi unsur hidrokimia dan debit, d penyusunan model konseptual hubungan limpasan dengan ketersediaan air dan pencucian unsur hara, dan d penyusunan desertasi. Diagram alir ruang lingkup penelitian disajikan pada Gambar 1. Selanjutnya metode yang digunakan untuk memahami beberapa proses hidrologi tersebut dilakukan pada DAS berukuran kecil. Variabilitas di dalam DAS berukuran kecil rendah sehingga beberapa proses hidrologi yang terjadi dalam DAS dapat dipelajari lebih efektif. Gambar 1 Diagram Alir Penelitian Mekanisme Proses Aliran Air di DAS Mikro Cakardipa, Sub DAS Cisukabirus, DAS Ciliwung Hulu. Pengambilan sampel air: untuk analisis hidrokimia Karakterisasi wilayah: Inventarisasi peta geologi dan hidrogeologi Pengumpulan data iklim dan hidrologi Pengamatan topografi Pembuatan profil tanah Pengambilan conto tanah untuk analisis fisika, kimia, dan mineral tanah Pengukuran kedalaman batuan Pengamatan Lapang Analisis Laboratorium Tanah: Fisika: tekstur, BD, pF, permeabilitas Kimia: pH, bahan organik, nilai tukar kation Mineral tanah Konsep hubungan antara proses aliran permukaan dengan pencucian hara dan keragaman ketersediaan air secara spasial dan temporal Pengukuran hidrometrik untuk pemisahan aliran permukaan Air: Kation dan anion : K, Na, Ca, Mg, SO 4 , NO 3 , SiO 2 , Cl, HCO 3 II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sumber Daya Air di DAS Ciliwung:Permasalahan dan Upaya

Penanganannya Pengelolaan sumber daya air water resources management saat ini menjadi isu yang banyak diperbincangkan di berbagai sektor. Pencemaran lingkungan yang makin meningkat mengakibatkan penurunan kualitas air permukaan, sehingga diperlukan pemahaman yang lebih baik tentang hubungan antara air permukaan dengan aliran dasar baseflow yang berasal dari air tanah. Pemahaman terhadap karakteristik baseflow sangat bermanfaat untuk: 1 pihak-pihak yang terkait dengan pengelola dan pengguna air tanah, 2 mengkuantifikasi polusi air tanah yang masuk kedalam aliran sungai, 3 mempelajari perilaku air tanah dalam berkontribusi terhadap aliran sungai, serta 4 merancang dan mengimplementasikan upaya perlindungan terhadap habitat sungai. DAS Ciliwung Hulu memiliki luas 14.876 ha dimulai dari hulu sampai Stasiun Pengamatan Air Sungai SPAS Katulampa Bogor. Curah hujan rata-rata tahunan selama periode 1989-2001 adalah 3.636 mm dengan rata-rata hujan bulanan mencapai 303 mm Kusmana 2003. Berdasarkan data pengamatan selama 1990-2006, debit maksimum absolut harian sungai Ciliwung mencapai 80,1 m 3 s terjadi pada tanggal 12 Februari 2001, debit minimum absolut harian sebesar 0 m 3 s terjadi pada tanggal 11-13 Oktober 1997, sedangkan debit rata-rata selama periode tersebut sebesar 9,7 m 3 s. Debit maksimum Sungai Ciliwung yang terjadi selama musim hujan cenderung meningkat dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2006 sebesar 5,6 , sedangkan debit minimum cenderung menurun sebesar 91,4 . Rasio debit maksimum dan minimum dapat dipergunakan sebagai indikator dalam menilai tingkat kerusakan sumber daya air di dalam DAS. Meskipun batasan nilai rasio debit maksimum dan minimum berbeda untuk setiap sungai, namun data tersebut memberikan gambaran telah terjadi kerusakan sumber daya air DAS khususnya di DAS Ciliwung dan pada umumnya di Indonesia. Beberapa permasalahan yang dijumpai dalam pengelolaan sumber daya air di DAS Ciliwung antara lain: 1 secara umum, ketersediaan air telah sangat kritis, 2 pemanfaatan ruang baik di sepanjang sempadan sungai maupun pengelolaan di badan sungainya tidak terkendali, 3 Ketersediaan air yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan semakin mahal dan langka baik kuantitas maupun kualitasnya, sehingga menimbulkan berbagai konflik antar sektor maupun antar wilayah, 4 fluktuasi ketersediaan air permukaan sangat tinggi, sehingga sering terjadi banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau, 5 belum adanya kesinergian antar wilayah dalam bentuk role sharing antara PropinsiKabupatenKota di daerah hulu dengan PropinsiKabupatenKota di daerah hilir dalam rangka penanganan hulu DAS. Kondisi tersebut memberikan gambaran tentang telah terjadinya kerusakan DAS yang berdampak terhadap permasalahan surplusdefisit neraca air sepanjang tahun Anonim 2004. Untuk menanggulangi bencana alam seperti banjir yang kerap terjadi setiap tahun, perlu dibentuk kelembagaan pengelolaan DAS yang berfungsi untuk menyelesaikan berbagai isu menyangkut segala permasalahan bencana banjir Santoso 2006. M asalah pengelolaan DAS juga berhubungan erat dengan lintas sektorinstansilembaga, lintas wilayah adminsitrasi Negara Propinsi Kabupaten Kota, serta lintas disiplin ilmu lingkungan, ekonomi, sosial, politik, hukum. Selain rekomendasi teknis, diperlukan rekomendasi kebijakan karena DAS Ciliwung berada di dua propinsi yaitu Jawa Barat dan DKI Ibukota, yaitu pengelolaan DAS terpadu untuk mewujudkan kebijakan one river, one plan, one management dan untuk itu perlu dipastikan bentuk campur tangan pemerintah pusat. Dalam kaitan ini diperlukan studi peran multipihak dalam penetapan cost and benefit sharing serta imbal jasa lingkungan antara pemerintahan dan masyarakat di wilayah hulu dan hilir. Kejadian banjir dan kekeringan dapat menimbulkan dampak nyata terhadap sosial ekonomi masyarakat. Pada umumnya hal ini terjadi karena distribusi air yang tidak merata dan kelembagaan yang tidak berfungsi dengan baik, serta ketidaktahuan masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya air. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam rangka mengantisipasi banjir dan kekeringan. Dalam jangka pendek responnya dapat segera terlihat, seperti perubahan praktek-praktek penggunaan lahan, pemanfaatan irigasi dari reservoir, kampanye mitigasi banjir dan kekeringan melalui konservasi air, dan penyediaan tangki air minum. Sedangkan untuk jangka panjang, meliputi perubahan jenis tanaman dan pembangunan reservoir penyimpan. Pengelolaan sumberdaya air baik kualitas maupun kuantitas semakin penting baik di pulau Jawa maupun luar Jawa seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dll. Dengan karakteristik permasalahan yang berbeda, pendekatan yang dilakukan tentu saja berbeda. Di pulau Jawa terutama wilayah Jabodetabek, permasalahannya terjadi karena kepadatan penduduk over population serta terjadinya degradasi dan deplesi sumberdaya air. Di pulau Jawa, permasalahan kuantitas dan kualitas air telah menimbulkan konflik kepentingan antara pertanian, industri, dan munisipal, serta antara penggunaan air permukaan dan air tanah seiring dengan pertumbuhan areal perkotaan yang makin cepat. Dengan demikian perbaikan pengelolaan sumberdaya air merupakan hal penting dalam meningkatkan pengelolaan air berkelanjutan Anonim 2006, yang antara lain dapat dilakukan melalui: 1 peningkatan produktivitas air melalui: a praktek budidaya tanaman yang lebih baik yang mencakup perbaikan varietas dan substitusi tanaman, b praktek pengelolaan air yang lebih baik, mencakup pemberian irigasi suplemen yang lebih tepat, re-alokasi air untuk penggunaan dari komoditas yang memiliki nilai ekonomi rendah ke yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan, 2 meningkatkan penyimpanan air melalui pengembangan potensi sumberdaya air, dalam hal ini mencakup pembangunan dam, recharge groundwarer, dan panen air hujan. Dengan demikian kuantifikasi potensi sumberdaya air sangat diperlukan untuk mendukung perbaikan pengelolaan sumberdaya air.

2.2 Perkembangan Penelitian Tentang Aliran Bawah Permukaan Subsurface

Stormflow Beberapa penelitian tentang aliran bawah permukaan menyatakan bahwa aliran bawah permukaan merupakan aliran tidak jenuh unsaturated flow di dalam zone tidak jenuh unsaturated zone. Namun hasil penelitian pada umumnya menunjukkan bahwa aliran bawah permukaan merupakan fenomena aliran air jenuh atau mendekati jenuh Weiler McDonnell, Meerveld, dan Uchida 2005. Aliran bawah permukaan juga termasuk air tanah dan airbumi soil water dan groundwater. Air tanah soil water atau zone tidak jenuh adalah area di dalam profil tanah yang memiliki matrik potensial 0 kPa, sedangkan groundwater atau zone jenuh didefinisikan sebagai area di dalam profil tanah yang memiliki matrik potensial ≥ 0 kPa. Aliran bawah permukaan menggambarkan semua proses limpasan aliran air yang terjadi di lerenghillslope dekat permukaan tanah yang menghasilkan hidrograf aliran selama kejadian hujan. Aliran ini bergabung langsung ke dalam aliran pada jalur preferensial seperti pori makro dan lapisan dengan permeabilitas tinggi. Aliran bawah permukaan yang cepat erat kaitannya dengan kondisi hidraulik dari area jenuh di lereng karena adanya infiltrasi air hujan. Aliran pada skala lereng terdiri dari aliran yang homogen homogeneous matrix flow dan aliran preferensial preferential flow. Aliran homogen terjadi karena area yang jenuh di dalam tanah akan mengalami peningkatan gradient hidraulik yang cepat jika terdapat infiltrasi air. Proses ini terjadi di lereng dimana lapisan tanah dengan permeabilitas tinggi dan kapasitas infiltrasi tinggi terletak di atas lapisan tanah dengan permeabilitas rendah seperti batuan dan horizon argillic. Karena air yang disimpan di lereng relatif besar tergantung jumlah hujan, area lereng sering berkontribusi besar terhadap air tanah di sungai, karena hanya sebagian kecil aliran permukaan yang diperlukan untuk meningkatkan gradient hidraulik di lereng. Proses aliran ini sering digambarkan sebagai translatory flow Burt 1989, transmissivity feedback Rodhe 1987 atau aliran lateral pada lapisan antara tanah dan batuan soil- bedrock interface Tani 1997. Aliran preferential secara lateral terjadi di dalam tanah dimana aliran air dipengaruhi oleh pori makro, atau di area yang memiliki permeabilitas lebih tinggi dibandingkan matriks tanah sekitarnya. Pori makro dalam tanah atau rekahan batuan mengalirkan air lebih efisien dan cepat dari lereng menuju sungai Beven dan Germann 1982. Pori makro yang membesar karena adanya erosi atau saling berhubungan satu sama lain disebut soil pipes Anderson dan Burt 1990. Aliran preferensial sering disebut sebagai aliran preferential secara lateral Tsuboyama et al 1994, McDonnell 1990 dan pipeflow Uchida et al 1999. Pergerakan air secara lateral dalam tanah merupakan proses penting dalam pendistribusian air, hara, dan larutan di dalam suatu lingkungan dataran tinggi. Selain sebagai kontributor penting terhadap volume aliran sungai, aliran bawah permukaan juga berperan dalam transpor hara kedalam air permukaan McGlynn dan McDonell 2003. Karena jalur aliran air di bawah permukaan sering menentukan kimia air dan kualitas air, maka karakterisasi jalur aliran bawah permukaan dan asal muasal air penting untuk dipelajari Burns et al 2003. Selain itu aliran bawah permukaan dapat meningkatkan tekanan pori tanah di lahan yang curam Uchida et al 1999 dan dapat memicu terjadinya longsor Montgomery et al 1997, Sidle dan Tsuboyama 1992. Oleh karena itu proses aliran bawah permukaan mendapat perhatian utama dan penting dalam hidrologi. Weiler et al 2005 mengemukakan bahwa aliran permukaan tidak selalu terjadi sekalipun pada hujan dengan intensitas tinggi. Air terinfiltrasi kedalam zone perakaran dan mengalir secara lateral di dalam tanah atau pada lapisan antara tanah dan batuan. Gambar 2 memperlihatkan konsep tentang proses tersebut, yaitu infiltrasi yang terjadi dalam humus dan tanah. Pada profil yang lebih dalam air mengalir secara lateral. Gambar 2 Model Perseptual Aliran Bawah Permukaan menurut Engler 1919 Sumber: Weiler et al 2005. Pemahaman tentang aliran bawah permukaan terus meningkat dengan adanya International Hydrological Decade IHD. IHD: yakni suatu periode dimana penelitian tentang hidrologi proses mulai berkembang. Menurut Weiler et al 2005, Hewlett dan Hibbert 1963 melakukan penelitian tentang kondisi kelembaban dan energi di daerah lereng dan berbatu sloping concrete-walled hillslope, Whipkey 1965 tentang aliran preferensial secara lateral, Dunne dan Black 1970 tentang aliran bawah permukaan di areal hillslope dan interaksinya dengan area jenuh di dekat sungai. Hasil penelitian terpenting selama IHD yaitu pembingkaian aliran bawah permukaan dalam konteks ‘konsep beberapa source area’ source area concept yang dilakukan oleh Hewlett dan Hibbert 1967 di Amerika, Cappus 1960 di Perancis, Tsukamoto 1961 di Jepang. Selanjutnya Anderson dan Burt 1978 menjelaskan tentang peranan cekungan-cekungan dalam menghubungkan aliran bawah permukaan dengan sungai. Hasil penelitian Mosley 1979, 1982 tentang aliran bawah permukaan di DAS Maimai di New Zealand menunjukkan terdapat persamaan waktu antara debit puncak aliran di sungai dengan puncak aliran bawah permukaan karena adanya pergerakan air yang cepat secara vertikal dan kemudian mengalir secara lateral ke lereng bagian bawah. Mosley 1979 mengemukakan bahwa air yang keluar melalui dua pipa pipes flow selama kejadian hujan biasanya terjadi pada dasar horizon B, dimana terdapat laju outflow yang tinggi. Aliran melalui pori makro merupakan proses pergerakan air dalam tanah organik dan memiliki konduktivitas hidraulik 300 kali lebih besar daripada yang terukur pada tanah mineral. Hasil penelitian Pearce et al 1986 dan Sklash et al 1986 tentang aliran bawah permukaan dengan menggunakan teknik isotop di DAS Maimai menunjukkan bahwa: 1 pada umumnya campuran old pre- event dan new event water terjadi di lereng, dan 2 air bawah permukaan dalam aliran sungai merupakan air yang bercampur sempurna secara isotop. Model perseptual Sklash et al 1986 meniadakan pentingnya transmisi air hujan yang cepat di lereng bawah melalui pori makro, karena air disimpan sebagai komponen utama debit sungai stream channel selama kejadian hujan. Menurut McDonnell 1990 air yang terinfiltrasi bergerak sesuai kedalaman tanah, air berada pada soil-bedrock interface dan disimpan dalam volume yang lebih besar menjadi aliran dasar baseflow. Woods dan Rowe 1996 dan Brammer et al 1995 dalam McGlynn et al 2002 menunjukkan bahwa kondisi topografi permukaan batuan bedrock merupakan kunci penentu dimana aliran bawah permukaan terkonsentrasi secara spasial di lereng. Weiler dan McDonnell 2004a menyertakan keragaman kedalaman tanah kedalam model aliran bawah permukaan dan simulasinya di lereng DAS Panola, Amerika. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa keragaman kedalaman tanah tidak hanya berpengaruh besar terhadap keragaman aliran bawah permukaan secara spasial tetapi juga sangat mempengaruhi volumenya. Pada beberapa kondisi lingkungan, aliran bawah permukaan didominasi oleh aliran pori makro secara lateral yaitu dari wilayah lahan basah dan hutan-hutan di daerah kutub sampai hutan hujan tropis dan lahan kering McGlynn et al 2002. Pori makro pada umumnya disebut soils pipes, dan aliran bawah permukaan yang berada pada pori makro secara alami disebut pipeflow. Pipeflow secara lateral berperan pada penelitian di lereng Uchida et al 1999, pencucian haranutrient flushing Buttle et al 2001, serta pendistribusian aliran ke sungai Freer et al 2002, McDonnell 1990 dan ke zone riparian McGlynn dan McDonnell 2003a. Karaktersitik pipeflow sudah diuji pada skala lereng di Jepang, Inggeris, Amerika Utara dan Peru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa debit maksimum pipeflow ditentukan terutama oleh diameter pori makro. Beberapa model telah mempelajari perilaku pipeflow pada proses limpasan Faeh et al 1997, Jones and Conelly 2002, Kosugi et al 2004, Weiler et al 2003. Hubungan antara jumlah presipitasi dengan volume aliran bawah permukaan terdapat kecenderungan hubungan tidak linier antara keduanya Buttle et al 2004, McDonnell 2003 Hasil penelitian hidrologi di hillslope Mosley 1979 dan Whipkey 1965, dalam Weiler at al 2005 menunjukkan bahwa ambang batas presipitasi untuk dimulainya aliran bawah permukaan dan pada umumnya berkisar antara 15 dan 35 mm. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ambang batas presipitasi tergantung pada kondisi kelembaban sebelumnya Guebert dan Gardner 2001, Noguchi et al 2001, Uchida et al 1999. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aliran pori makro dan aliran matrik memiliki ambang batas yang sangat mirip sekitar 55 mm. Nilai ambang batas presipitasi berhubungan dengan kondisi kelembaban tanah sebelumnya Meerveld dan McDonnell 2004.

2.3 Separasi Hidrograf Secara Geokimia untuk Menentukan Sumber

Limpasan Source Area dalam DAS Air disimpan pada berbagai tempat di dalam suatu daerah aliran sungai DAS dan memiliki karakteristik kimia berbeda. Kimia air sungai sangat tergantung kepada jalur aliran dimana air itu mengalir pada saat menuju sungai. Mengetahui jalur aliran yang dominan dan bagaimana air mengalami perubahan secara kimiawi selama kejadian hujan merupakan hal penting dalam memahami proses limpasan terutama yang menyangkut aliran bawah permukaan. Pemahaman teknik kuantitatif yang digunakan untuk mengkarakterisasi proses hidrologi dalam DAS merupakan hal mendasar yang diperlukan dalam penelitian hidrokimia. Pengukuran debit aliran yang tidak akurat atau ketidaksesuaian metode pengambilan conto dan bahan kimia terlarut akan mengakibatkan kesalahan error dalam menetapkan hubungan antara debit dan kandungan bahan kimia atau dalam penghitungan neraca masa Semkin et al 1994. Di Indonesia, penelitian hidrokimia dalam kerangka pengelolaan kualitas air dan program evaluasi hidrokimia telah dilakukan di Krueng Aceh, dan merupakan penelitian tentang muatan bahan kimia di dalam DAS. Evaluasi kualitas air dilaksanakan dari mulai sumber air di daerah hulu sampai daerah hilir DAS sebagai akibat dampak perubahan penggunaan lahan Environmental Services Program 2007. Penelitian lain dilakukan untuk mengetahui tipe aquifer dan hidrokimia air bumi groundwater serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi variasi karakteristik air tanah. Hasil penelitian dipergunakan sebagai dasar penentuan lokasi dan kedalaman sumur sebagai suplai air bersih Santosa 2001. Namun penelitian yang mempelajari proses limpasan belum dilakukan. Mekanisme proses aliran bawah permukaan subsurface runoff generation di wilayah hulu DAS telah menjadi perdebatan sejak tahun 1930-an Dunn 1998, Bonell 1998, McGlynn et al 2002. Penelitian tentang sumberdaya air di DAS berukuran kecil difokuskan dalam kaitannya dengan siklus hidrologi dan transformasi curah hujan yang melewati kanopi vegetasi yang terinfiltrasi kedalam tanah dan batuan sebagai air bumi groundwater, dan yang masuk kedalam sungai atau danau. Secara ekologi DAS mikro yang berada di daerah hulu suatu DAS sangat sensitif terhadap perubahan ekosistem karena aktivitas manusia, sehingga dapat dipergunakan sebagai sistem peringatan dini early warning systems perubahan ekologi. Namun penilaian tentang pengaruh lingkungan terhadap suatu areal yang sensitif sulit diperoleh apabila tidak ada informasi yang lengkap tentang proses-proses hidrologi, kimia, dan biologi yang komplek dan saling berkaitan Christophersen et al 1994. Pada umumnya model hujan dan aliran permukaan mensintesis perilaku hidrologi dalam DAS, meskipun demikian ketepatan output sangat tergantung kepada teknik dan algoritma yang digunakan dalam memisahkan aliran kedalam komponen- komponennya. Selain sebagai kontributor penting terhadap volume aliran sungai, aliran bawah permukaan juga berperan dalam transpor hara kedalam badan air permukaan McGlynn dan McDonell 2003b. Karena jalur aliran air bawah permukaan sering menentukan kualitas air kimia, fisik, dan mikrobiologi, maka karakterisasi jalur aliran bawah permukaan dan asal muasal air penting dipelajari Burns et al 2003. Identifikasi sumber limpasan dalam unit DAS dan memahami jalur aliran penting dalam: a membantu mengembangkan model pengelolaan DAS, b membantu mengidentifikasi sumber kunci beberapa polutan, c membantu evaluasi tentang pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap kualitas air Ockenden dan Chappell 2011. Data hidrokimia dapat dipergunakan untuk menduga proporsi limpasan aliran air yang berasal dari jalur aliran yang berbeda pada waktu yang berbeda Dunn et al 2005. Perbaikan teknik yang tersedia atau pengembangan pendekatan yang lebih tepat dapat membantu para ahli hidrologi untuk mengevaluasi alternatif rencana pengelolaan air yang berkelanjutan. Dalam beberapa dekade terakhir, beberapa