Penggunaan Lahan DAS Mikro Cakardipa

V DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA

5.1 Pendahuluan

Di beberapa negara, penelitian tentang proses limpasan dalam suatu daerah tangkapan atau DAS berdasarkan perunut hidrokimia sudah banyak dilakukan. Keragaman hidrokimia yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh proses-proses hidrokimia spesifik lokasi, namun juga karena adanya proses transport aliran airnya. Pemahaman tentang proses limpasan penting karena diperlukan dalam upaya pengelolaan DAS dan implikasinya dalam pengendalian banjir dan kesehatan lingkungan sungai. Pengetahuan tentang dinamika jalur aliran air termasuk transpor harapelarut sangat diperlukan dalam upaya mempelajari perubahan kandungan hidrokimia dalam suatu DAS yang terjadi pada saat hujan. Secara alami, produksi pelarut melalui pembentukan batuan seimbang dengan yang terbawa oleh aliran air dan hilang selama terjadinya reaksi kimia. Proses-proses ini menyebabkan perubahan komposisi kimia di dalam tanah sama seperti perubahan hidrokimia di dalam suatu DAS, dengan besaran yang bervariasi sesuai dengan jenis tanahnya. Memahami hubungan antara proses limpasan dengan perilaku hidrokimia di dalam DAS tidak hanya dalam jangka pendek pada saat kejadian hujan, namun keragaman berdasarkan musim juga akan mempengaruhi perubahan hidrokimia sebagai bagian dari proses hidrologi. Aliran air di dalam suatu DAS bervariasi secara spasial dan temporal sehingga akan berpengaruh terhadap kandungan kimia air di dalam DAS tersebut. Hal ini terjadi karena adanya transpor pelarut solute transport di dalam aliran air yang menyebabkan pelarut menyebar secara spasial dan temporal, sehingga keragaman transpor pelarut merupakan faktor penting dalam menentukan keragaman pelarut. Tidak hanya aliran permukaan yang berkontribusi terhadap proses limpasan tetapi juga kandungan kimia yang terdapat di dalamnya. Proses perubahan komposisi kimia dalam aliran selama terjadinya hujan dipelajari pada bagian ini dengan menggunakan data pada tanggal 14 Pebruari 2010.

5.2 Karakteristik Curah Hujan

Karakteristik curah hujan pada tanggal 14 Februari 2010 yang digunakan dalam mempelajari dinamika aliran bawah permukaan pada penelitian ini disajikan pada Gambar 16. Curah hujan maksimum pada episode hujan ini mencapai 3.6 mm 5 mnt -1 atau 42.7 mm jam -1 . Gambar 16 Intensitas hujan dan debit sesaat pada episode 14 Pebruari 2010 di DAS mikro Cakardipa, Sub DAS Cisukabirus, DAS Ciliwung Hulu.

5.3 Dinamika Aliran Bawah Permukaan Pada Saat Hujan

Aliran air bervariasi secara vertikal dan lateral dalam skala waktu. Data-data tinggi hidrolik berdasarkan pengamatan melalui tensiometer dan piezometer menunjukkan bahwa aliran air ke bawah dan aliran di lereng ke arah sungai berfluktuasi dalam skala waktu Gambar 17. Pada saat terjadi aliran air secara vertikal unsur hara akan terangkut ke lapisan tanah yang lebih dalam, sedangkan pada saat terjadi aliran air secara lateral unsur hara akan terangkut ke alur sungai. Untuk menggambarkan dinamika aliran bawah permukaan digunakan episode hujan tanggal 14 Februari 2010. Pada saat awal terjadinya hujan, aliran air mengalir secara vertikal. Aliran kemudian menjadi aliran lateral karena adanya penambahan 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 8,0 9,0 10,0 20 40 60 80 100 120 :00 2 :0 4 :00 6 :00 8 :00 1 :0 12 :00 14 :00 16 :00 18 :00 20 :00 22 :00 :00 2 :00 4 :00 6 :0 8 :00 1 :0 In te n si ta s h u ja n m m 5 m n t -1 D eb it L d tk -1 Waktu intensitas hujan Debit curah hujan. Terdapat pola aliran yang berbeda pada segmen-segmen tertentu di sepanjang lereng pada saat debit mencapai puncaknya. Pola aliran tersebut Gambar 18 terdiri dari: 1 Aliran vertikal di dekat punggung bukit. Aliran air yang cepat jelas terjadi di lereng selama terjadi hujan sehingga memungkinkan unsur kimia tercuci dari bagian lereng ini. Potensial air dan jalur aliran dimana air mengalir juga mempengaruhi perbedaan konsentrasi yang melalui lereng hingga ke sungai. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa di area yang memiliki lereng curam, tanah tipis, air akan bergerak secara vertikal, lalu tertahan pada lapisan antara tanah dan batuan soil-bedrock interface, dan kemudian bergerak secara lateral McDonnell 1990, Peters et al 1995, Tani 1997, Sidle et al 2000, Freer et al 2002, Uchida et al 2002. Di daerah lereng air akan terinfiltrasi dengan cepat ke dalam tanah diikuti oleh meningkatnya tingkat kebasahan pada zone bawah permukaan yang dangkal, sehingga di daerah lereng tidak terjadi aliran permukaan. Menurut Subagyono 2002 air akan terdistribusi ke dalam profil tanah dan sebagian akan bergerak ke lereng bagian bawah pada kedalaman 1 meter dan ini merupakan aliran bawah permukaan, Gambar 17 Fluktuasi tinggi hidrolik bulanan airbumi secara lateral dan vertikal di DAS mikro Cakardipa, Sub DAS Cisukabirus, DAS Ciliwung Hulu. 2009 2010 -1,2 -1 -0,8 -0,6 -0,4 -0,2 Agu Sep Okt Nop Des Jan Peb Mar Gradien tinggi hidrolik secara vertikal -2 -1,6 -1,2 -0,8 -0,4 Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des Jan Peb Mar Gradien tinggi hidrolik secara lateral 2009 2010 2 Adanya perubahan arah aliran pada lereng bagian tengah antara jaring pengamatan L 2 dan L 3 menjadi aliran lateral. Adanya perubahan arah aliran yang konsisten dengan adanya penambahan curah hujan dan tingkat kebasahan tanah sangat dipengaruhi oleh ketajaman lereng. Kondisi topografi merupakan faktor fisik yang dominan dan sangat mempengaruhi arah aliran Beven dan Kirby 1979 dan O’Loughlin 1986. Beberapa model hujan-aliran permukaan memperhitungkan indeks topografi untuk melihat distribusi dan dinamika hubungan air-tanah secara spasial di dalam DAS. Indeks topografi baru TWI d yang dikemukakan oleh Lanni et al 2011 merupakan salah satu indeks yang dapat dipergunakan untuk menggambarkan proses aliran bawah permukaan, paling tidak pada saat topografi dalam hal ini aliran lateral merupakan faktor penentu dalam mekanisme aliran bawah permukaan. 3 Adanya aliran yang bervariasi vertikal dan lateral antara batas lereng bagian bawah dengan daerah di dekat aliran sungai antara jaring pengamatan L 4 dan L 6 . Menurut McGlynn et al 1999 adanya perbedaan ketinggian yang jelas di lereng akan terdapat aliran yang bervariasi. 4 Adanya aliran lateral di dekat daerah aliran sungai dengan aliran sungai. Pergerakan air secara lateral dalam tanah Tsuboyama et al 1994, McDonnell 1990, dan Uchida et al 1999 merupakan proses penting dalam pendistribusian air, hara, dan larutan. Aliran secara lateral juga berperan pada pencucian haranutrient flushing Buttle et al 2001, serta pendistribusian aliran ke sungai Freer et al 2002, McDonnell 1990 dan ke zone riparian McGlynn dan McDonnell 2003a. Menurut Subagyono 2002, Tanaka dan Ono 1998 perubahan arah aliran air tanah di lereng dipengaruhi oleh ketebalan kedalaman tanah dan keadaan lereng. Pada penelitian ini lereng bagian bawah memiliki ketebalan tanah dan kedalaman batuan yang jauh lebih kecil dibandingkan lereng atas. Perbedaan kedalaman tanah dan batuan serta posisi titik pengamatan yang sangat berbeda ketinggiannya terdapat pada titik L4 dan L5, L5 dengan L6 serta L5 dan L6 dengan alur sungai. Akumulasi unsur hara pada umumnya meningkat di titik L5 dibandingkan dengan L4.