3 METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan September 2012. Laboratorium yang digunakan yaitu Laboratorium Biokimia Hasil Perairan I
untuk preparasi sampel dan pembuatan larutan HCl, Unit Produksi Hasil Perairan untuk autoklaf sampel, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Kimia Analisis Departemen Kimia untuk analisis titik leleh dan Laboratorium Analisis Bahan Departemen Fisika untuk
pengujian FTIR, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Erlenmeyer 250 ml, autoklaf bertekanan 2 atm, FTIR Perkin Elmer SpektrumOne, pemanas listrik titik leleh
MelTemp, gelas piala 100 ml, pipet morr 10 ml, gelas ukur 50 ml, oven, kertas pH, kertas saring, dan timbangan digital. Bahan yang digunakan adalah kitin dan
kitosan komersil yang diperoleh dari PT Biotech Surindo Cirebon, HCl 12 N teknis, Isoprophyl Alcohol IPA teknis, dan akuades.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap utama yakni tahap pendahuluan dan tahap penelitian inti. Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk menentukan
kombinasi perlakuan terbaik dalam pembuatan glukosamin. Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian pendahuluan ialah kitin dan kitosan komersial.
Penelitian inti dimaksudkan untuk membuat dan mengkarakterisasi glukosamin yang dihasilkan. Karakter fisik dan kimia glukosamin yang diamati meliputi
penampakan, warna, kelarutan, titik leleh melting point temperature, dan serapan pita amida uji FTIR.
Ekstraksi glukosamin dari kitin dilakukan dengan cara hidrolisis kimiawi. Metode yang digunakan merujuk pada penelitian Rismawan 2012 dengan
mengkombinasikan waktu pemanasan, konsentrasi asam, dan perlakuan tekanan vakum. Proses ekstraksi diawali dengan merendam kitin atau kitosan 2,5 gram
dalam larutan HCl sampel:HCl=1:9. Perlakuan yang diberikan ialah konsentrasi
HCl 18,5, 12,3, dan 9,2 vv untuk sampel kitin dan HCl 0-22 vv dengan interval konsentrasi 2. Waktu pemanasan yang diberikan adalah 30, 60,
90, dan 120 menit pada tekanan vakum 0,5 dan 1 atm. Diagram alir penelitian ditunjukkan oleh Gambar 4, 5, dan 6.
Gambar 4 Diagram alir uji pendahuluan UP 1
Gambar 5 Diagram alir uji pendahuluan UP 2 Kitin
Hidrolisis dengan HCl vv 18,5, 12,3, 9,2 Perbandingan kitin:HCl bv 1:9
Autoklaf 30, 60, 90, 120 menit Tekanan 1 atm
Uji kelarutan Tidak larut
Bukan GlcN Pencucian sampel dengan IPA pH 3-5
Uji kelarutan Autoklaf 60 menit Tekanan 1 atm
GlcN Kitosan
Hidrolisis dengan HCl vv 0-22 interval 2 Perbandingan kitosan:HCl bv 1:9
Pencucian sampel dengan IPA pH 3-5
Larut
Gambar 6 Diagram alir penelitian inti metode terbaik Sampel yang telah diautoklaf dicuci dengan IPA atau alkohol hingga pH nya
mencapai 3-5. Sampel kemudian dioven pada suhu 80
o
C selama 4 jam dan dihitung rendemennya. Selanjutnya dilakukan uji karakter fisika glukosamin yakni
uji Fourier Transform Infra Red FTIR, uji titik leleh, dan kenampakan warna.
3.3.1 Uji kelarutan
Kelarutan merupakan salah satu cara yang paling mudah dilakukan untuk mengenali sampel sebagai glukosa atau glukosamin. Uji ini dilakukan dengan cara
melarutkan sampel glukosamin dalam air. Sampel sebanyak 100 mg dilarutkan dalam 1 ml air dingin bersuhu 20
o
C sehingga sampel larut sempurna.
3.3.2 Penampakan dan warna
Penampakan glukosamin dianggap baik jika glukosamin berbentuk serbuk setelah dihaluskan. Warna sampel glukosamin dianggap baik jika berwarna putih
GlcN terbaik Karakterisasi:
Uji LoD Uji titik leleh
Uji FTIR Uji kelarutan
Autoklaf 60 menit Tekanan maks 1 atm
GlcN Kitosan
Hidrolisis dengan HCl vv 8 Kitosan:HCl bv 1:9
Pencucian sampel dengan IPA pH 3-5
Larut Penentuan perlakuan terbaik
rendemen, warna, konsentrasi HCl
atau mendekati putih. Penampakan dan warna dilihat langsung secara visual kemudian dibandingkan dengan glukosamin standar yang sudah ada.
3.3.3 Spektrum glukosamin hidroklorida GlcN HCl
Penentuan spektrum glukosamin hasil penelitian ditentukan melalui uji FTIR Fourier Transform Infra Red. Padatan glukosamin hidroklorida hasil hidrolisis
dan standar masing-masing dicampur dengan KBr dengan nisbah 1:100 lalu digerus sampai rata dengan menggunakan mortar. Campuran ini ditempatkan
dalam alat pengepresan dan dilakukan pengepresan pada tekanan beban 800 kg. Kepingan hasil pengepresan diukur absorbansinya menggunakan FTIR. Kisaran
scanning yang digunakan antara 450 cm
-1
hingga 4000 cm
-1
. Sampel glukosamin yang diuji adalah glukosamin terbaik hasil penelitian.
Absorbansi grafik spektrum glukosamin hasil hidrolisis kemudian dibandingkan dengan absorbansi spektrum glukosamin standar dari penelitian terdahulu.
Glukosamin hasil uji dianggap baik cukup murni jika kisaran absorbansi spektrumnya tidak jauh berbeda dengan kisaran absorbansi glukosamin standar.
3.3.4 Uji titik leleh AOAC 1995
Uji titik leleh dilakukan dengan bantuan alat MelTemp. Serbuk glukosamin hidroklorida dimasukkan ke dalam pipa kapiler melalui ujung tabung yang
terbuka. Dasar pipa kemudian diketuk di bagian bawah atau dijatuhkan melalui sebuah tabung sempit yang panjang. Hal ini dimaksudkan agar glukosamin
menjadi padat sehingga proses pelelehan berlangsung secara merata. Cara ini dilakukan berulang kali untuk mendapatkan contoh padat dalam tabung setinggi
1,5-3 mm. Tabung kapiler dimasukkan ke dalam pemanas listrik yang dilengkapai dengan termometer 400
o
C untuk penetapan titik leleh. Alat dinyalakan dan suhu dinaikkan perlahan sampai titik leleh tercapai. Pengujian titik leleh ini dilakukan
secara triplo.
3.3.5 Uji loss on drying LoD USP 2006
Uji LoD dilakukan dengan cara mengoven sampel kering pada suhu 105
o
C selama dua jam. Kondisi sampel dianggap baik jika pengurangan bobot sampel
setelah pengovenan nilainya tidak lebih dari 1. Persentase LoD dihitung dengan rumus
LoD =
�1−�2 � �1 �
� 100
dengan: W1: Bobot sampel awal sebelum dioven
W2: Bobot sampel setelah dioven
3.3.6 Perhitungan rendemen
Perhitungan rendemen dimaksudkan untuk mengetahui kadar efektif sampel kitin atau kitosan yang dapat diubah menjadi glukosamin. Rendemen diperoleh
dengan cara membandingkan bobot glukosamin dengan bobot awal sampel kitin atau kitosan yang digunakan. Rendemen glukosamin yang dihasilkan dihitung
dengan menggunakan rumus
Rendemen =
� � � � � �
� � �
�
� 100
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan glukosamin hidroklorida GlcN HCl pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda
dengan proses hidrolisis glukosamin pada suhu 90
o
C disertai proses pengadukan selama 4 jam yang dilakukan oleh Afridiana 2011, pembuatan glukosamin
dengan autoklaf dapat dilakukan tanpa pengadukan dengan waktu pemanasan lebih singkat yakni 1 jam. Pembuatan glukosamin hidroklorida dilakukan dalam
dua tahap penelitian pendahuluan dengan menggunakan sampel kitin dan kitosan.
4.1 Pembuatan Glukosamin Hidroklorida dari Kitin
Penelitian pendahuluan I dilakukan dengan menggunakan sampel kitin. Sampel dihidrolisis dengan dua ragam perlakuan yakni konsentrasi HCl 18,5,
12,3, dan 9,2 serta waktu pemanasan 30, 60, 90, dan 120 menit pada tekanan 1 atm. Indikator pertama yang digunakan untuk menentukan keberhasilan
hidrolisis kitin menjadi glukosamin hidroklorida adalah tingkat kelarutannya dalam air. Kelarutan glukosamin kitin ditunjukkan pada Tabel 2 dan Gambar 4.
Tabel 2 Karakteristik kelarutan, derajat putih, dan rendemen glukosamin hidroklorida dari kitin
Ket: +
hitam ++
tidak hitam +++
sedikit putih ++++ lebih putih
penilaian dilakukan secara visual
Perlakuan Derajat
putih Kelarutan
Rendemen Waktu menit
HCl:Air gram
30 1:2
+++ Tidak Larut
1,72 68,80
1:3 ++++
Tidak Larut 2,17
86,80 1:4
++++ Tidak Larut
2,28 91,20
60 1:2
++ Tidak Larut
1,44 57,60
1:3 +++
Tidak Larut 1,91
76,40 1:4
++++ Tidak Larut
1,98 79,20
90 1:2
+++ Tidak Larut
1,60 64,00
1:3 ++++
Tidak Larut 1,83
73,20 1:4
++++ Tidak Larut
2,11 84,40
120 1:2
+ Tidak Larut
0,78 31,20
1:3 +++
Tidak Larut 1,73
69,20 1:4
++++ Tidak Larut
1,85 74,00
Tabel 2 memperlihatkan bahwa dari semua perlakuan yang diberikan, tidak ada sampel glukosamin yang larut dalam air. Hal ini menunjukkan bahwa kitin belum
terhidrolisis menjadi glukosamin. Konsentrasi HCl yang digunakan diduga terlalu rendah sehingga belum cukup mampu menghidrolisis kitin menjadi glukosamin
meskipun perlakuan tekanan telah diterapkan. Kralovec dan Barrow 2008 menyatakan bahwa kadar asam yang rendah menyebabkan terjadinya hidrolisis
yang tidak sempurna. Semua sampel kitin dari setiap perlakuan asam dan waktu pemanasan
menunjukkan tingkat kelarutan yang hampir sama seperti ditunjukkan Gambar 7.
Gambar 7 Kelarutan glukosamin hidroklorida dari kitin Sesaat setelah dilarutkan, sampel membentuk dua fase yang berbeda yakni fase
cair dan padatan. Karakter kelarutan sampel ini jauh berbeda dengan karakteristik glukosamin seperti yang diungkapkan oleh Kralovec dan Barrow 2008 bahwa
glukosamin hidroklorida bersifat larut sempurna dalam air bersuhu 20
o
C dengan konsentrasi 100 mg ml. Berdasarkan data kelarutan yang ditunjukkan Tabel 2
dapat disimpulkan bahwa sampel belum terhidrolisis menjadi glukosamin. Hidrolisis glukosamin dengan metode autoklaf pada dasarnya merupakan
sistem kerja yang menggabungkan fungsi tekanan dan asam. Tekanan berperan penting dalam pemotongan ikatan polimer menjadi unit-unit yang lebih kecil.
Asam HCl berperan dalam pembentukan ikatan dengan gugus amin –NH
2
setelah gugus asetil
–COCH
3
terpotong. Mekanisme kinerja asam dan tekanan terhadap sampel dapat dijelaskan sebagai berikut: glukosamin hidroklorida dapat larut
dalam air karena adanya ikatan gugus –OH dan NH
2
Cl. Kitin merupakan polimer yang masih mengandung gugus asetil
–COCH
3
yang terikat kuat pada gugus amin –NH
2
. Gugus asetil ini harus dihilangkan sehingga gugus amin dapat berikatan Fase cair
Fase padat
dengan –Cl dari asam HCl dan membentuk ikatan NH
3
Cl. Fungsi tekanan pada autoklaf hanya membantu proses pemotongan rantai polimer kitin menjadi lebih
pendek. Tekanan tidak dapat memotong gugus asetil karena gugus asetil hanya dapat dipisahkan oleh basa kuat seperti KOH atau NaOH. Adanya gugus asetil
menghalangi ion –Cl untuk berikatan dengan gugus amin –NH
2
membentuk kompleks NH
3
Cl sehingga sampel glukosamin dari kitin tidak bersifat larut air. Kitin cenderung stabil pada asam dan basa lemah namun dapat larut pada
asam kuat dengan konsentrasi tinggi. Glukosamin yang dibuat dari kitin diduga dapat terhidrolisis sempurna pada penggunaan HCl dengan konsentrasi lebih
tinggi serta waktu pemanasan yang cukup panjang. Akan tetapi, hal ini dirasa kurang efisien dari segi biaya dan waktu hidrolisis. Merujuk pada penelitian
hidrolisis glukosamin hidroklorida dari kitosan oleh Rismawan 2012, maka dilakukan uji pendahuluan tahap 2 untuk menentukan teknik hidrolisis glukosamin
hidroklorida yang lebih efisien.
4.2 Pembuatan Glukosamin Hidroklorida dari Kitosan