Bila kita ingin bangun dan menegakkan kembali keagungan Islam di masa lalu, maka kewajiban kita untuk memikirkan masalah-masalah ilmu dan
penyebarannya, pendidikan dan perluasannya, moral dan pembentukannya. Suatu bangsa tidak akan dapat bertambah tinggi hanya dengan uang dan benteng, tetapi
suatu bangsa bertambah tinggi dengan ilmu dan akhlak. Suatu bangsa tidak akan makmur dengan gedung-gedungnya, sedangkan akhlaknya hancur-binasa.
16
Maka dengan ilmu dan akhlak kita akan sanggup mengembalikan keagungan kaum Muslimin di zaman keemasan dulu, zaman keagungan Islam,
dan kita akan sanggup menuntun dunia sekarang dan dunia yang akan datang separti kita pernah memimpin di waktu-waktu yang lampau.
17
Banyak ahli pendidikan dan filsafat yang telah membahas pentingnya Pendidikan Agama Islam pada anak-anak. Filosof-filosof muslim tersebut antara
lain Ibnu Miskawaih dan al-Ghazali. Mereka adalah filosof muslim yang banyak berbicara tentang pendidikan. Sangatlah bijak kita mengkaji kembali pemikiran-
pemikiran pendidikan dari kedua filosof muslim tersebut terutama pendidikan agama pada anak-anak, namun masih banyak orang tua zaman sekarang tidak
mengenal pemikiran mereka berdua tentang pendidikan akhlak pada anak. Dalam sebuah tulisan di media sosial facebook saya mendapat kiriman tetang pendidikan
yang diberikan orang tua zaman sekarang, “dulu saya susah maka anak saya tidak boleh susah sekarng saya akan berikan apa saja untuk anak saya,
” kata salah satu teman di facebook. Kemudian orang tua itu pun membiasakan sang anak makan
nasi impor yang mahal dari kecil, namun apa yang terjadi ketika terjadi krisis orang tuanya tidak mampu memberikan nasi impor yang mahal, anak tersebut
tidak dapat makan nasi selain nasi yang impor yang mahal itu. Anak yang dimaja dan dibiasakan hidup mewah akan kesulitan hidup ketika keadaan memaksa harus
hidup susah. Dalam satu kasus lagi seorang anak selalu mandi dengan kamar mandi mewah yang ada di rumahnya menggunakan air hangat, namun ketika dia
berlibur kerumah neneknya dan di rumah neneknya tidak terdapat kamar mandi mewah dan tidak ada air hangat di sana sang anak mengamuk dan marah-marah
16
Ibid, h. 117
17
Ibid, h. 117
tidak mau mandi. Banyak konsep pendidikan orang tua saat ini sangatlah jauh berbeda dengan pendidikan-pendidikan yang dikembangkan oleh para filosof
muslim. Seperti pendapat imam al-Ghazali tentang pendidikan anak di bawah ini.
Menurut imam al-Ghazali: Ash-Shabiy atau anak merupakan amanat bagi kedua orang tuanya. Hatinya
yang bersih merupakan permata yang berharga, lugu dan bebas dari segala macam ukiran dan gambar. Ukiran berupa kebiasaan berbuat baik akan
dapat tumbuh subur sehingga ia akan meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Jika sang anak dibiasakan dengan hal-hal yang baik kepadanya, ia
akan tumbuh dengan baik dan akan memperoleh kebahagiaan, kemudian pahala yang dipetiknya turut dinikmati oleh kedua orang tuanya. Dan apa
bila dibiasakan pada hal-hal buruk, dan ditelantarkan begitu saja bagaikan memperlakukan hewan ternak, maka niscaya sang anak akan tumbuh menjadi
anak yang celaka dan binasa. Dan dosa yang ditanggung anak itu, akan menjadi beban bagi orang yang pernah mengajarinya dan yang menjadi
walinya.
Anak adalah amanah yang harus didik dengan sebaik mungkin, pendidikan yang diterima anak sejak dini akan membangun kebiasaan dan karakternya saat
dewasa. Kebiasaan saat dewasa adalah gambaran pendidikan saat sang anak didik sejak kecil, jika dibiasakan baik maka baik pula hidupnya.
Al-Ghazali dan Ibnu Miskawaih terkenal sebagai tokoh Moralis. Tetapi antara al-Ghazali dan Ibnu Miskawaih mempunyai latar belakang kehidupan dan
pendidikan yang berbeda, dimana sejak dini al-Ghazali, hidup dalam kesederhanaan dan diasuh oleh seorang sufi dan beliau termasuk orang yang
gemar menuntut ilmu agama, selalu tidak puas dengan hasil-hasil studi yang
18
Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihya ‘ulumuddin, Darul
Fikri, Jilid 3, h. 66
dicapai. Sedangkan Ibnu Miskawaih adalah seorang filosof yang telah banyak mempelajari filsafat Yunani terutama Aristoteles dan Plato
19
. Pemikiran filsafat mereka pun berbeda, al-Ghazali menolak pemikiran filsafat Ibnu Miskawaih
tentan ketuhanan. Banyak bantahan-bantahan yang dilakukan oleh al-Ghazali dalam bukunya Tahafut al Falasifah kekacauan para filosof. Ini menarik untuk
diperhatikan adakah perbedaan yang signifikan antara mereka tentang konsep Pendidikan Agama Islam pada anak-anak. oleh karena itu penulis merasa perlu
mengkaji kembali pemikiran mereka. Demikianlah yang melatarbelakangi penulis membuat judul
“PERBANDINGAN PEMIKIRAN AL-GHAZALI DAN IBNU MISKAWAIH DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK
”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Banyak orang tua zaman sekarang yang mengeyampingkan Pendidikan
Agama Islam pada anak-anak. 2.
Banyak orang tua zaman sekarang yang tidak mengenal dan mengetahui konsep pendidikan agama Islam menurut al-Ghazali dan Ibnu Miskawaih
3. Perbedaan al-Ghazali dan Ibnu Miskawaih dalam latar belakang
pendidikan dan pemikiran filsafat.
C. Pembatasan Masalah
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang pemikiran pendidikan al-Ghazali dan Ibnu Miskawaih maka perlu diadakan pembatasan
masalah dalam penelitian agar persoalan penelitian dapat dikaji lebih mendalam, yaitu hanya mengkaji perbandingan pemikiran pendidikan Agama Islam pada
anak-anak dalam bidang iman, dan akhlak saja menurut imam al-Ghazali dan Ibnu Miskawaih.
19
Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1986, h. 60.
D. Perumusan Masalah
Selanjutnya untuk mempermudah pembahasan, maka di sini penulis memberikan perumusan masalah, antara lain:
1. Bagaimana konsep pendidikan Agama Islam pada anak-anak menurut al-
Ghazali Dan Ibnu Miskawaih? 2.
Apa perbedaan dan persamaan pemikiran Pendidikan Agama Islam antara al-Ghazali dan Ibnu Miskawaih?
E. Tujuan Penelitian
Dengan memahami latar belakang yang telah penulis sampaikan di atas, maka dalam penelitian karya ini, tardapat beberapa tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui konsep Pendidikan Agama Islam pada anak-anak
menurut al-Ghazali dan Ibnu Miskawaih. 2.
Untuk mengetahui lebih dalam perbedaan dan persamaan pemikiran Pendidikan Agama Islam pada anak-anak menurut imam al-Ghazali dan
Ibnu Miskawaih. 3.
Untuk mengetahui pentingnya Pendidikan Agama Islam pada anak-anak.
F. Manfaat Penelitian
1. Menambah wawasan dan pengalaman penulis khususnya tentang pengamalan
nilai-nilai Pendidikan Agama Islam menurut al-Ghazali dan Ibnu Miskawaih. 2.
Mengingat kembali potensi sejarah pemikiran pendidikan al-Ghazali dan Ibnu Miskawaih, dan menemukan hal-hal penting, yang masih tetap relevan dengan
pendidikan agama pada anak-anak saat ini. 3.
Mengingat kembali peran penting pemikiran al-Ghazali dan Ibnu Miskawaih tentang pendidikan.
4. Dapat dijadikan evaluasi pendidikan agama pada anak-anak saat ini.
9
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Kata “pendidikan” dalam bahasa Yunani, dikenal dengan nama paedagogos yang berarti penuntun anak. Dalam bahasa Romawi, dikenal dengan educare,
artinya membawa keluar sesuatu yang ada di dalam. Dalam bahasa Belanda menyebut istilah pendidikan dengan nama opvoeden, yang berarti membesarkan
atau mendewasakan, atau voden memberi makan. Dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah education, yang berarti to give moral and intellectual training
artinya menanamkan moral dan melatih intelektual.
1
Pendidikan sebagai upaya memanusiakan manusia pada dasarnya adalah usaha untuk mengembangkan potensi yang dimiliki setiap individu sehingga dapat
hidup secara optimal, baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari masyarakat, serta memiliki nilai-nilai moral dan sosial sebagai pedoman
hidupnya. Dengan demikian pendidikan dipandang sebagai usaha sadar yang bertujuan dan usaha mendewasakan anak.
2
Pendidikan adalah usaha meningkatkan diri dalam segala aspeknya.
3
Pendidikan agama di sekolah berarti suatu usaha yang secara sadar dilakukan guru untuk mempengaruhi siswa dalam rangka pembentukan manusia
beragama.
4
Pendidikan Agama Islam sebagai upaya pengembangan, mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai
yang tinggi dan kehidupan yang mulia. Dengan proses tersebut, diharapkan akan
1
A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, Malang: UIN Malang Press, 2008, h. 16
2
Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung: Sinar Baru Al Gensindo, 1991, h. 2
3
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007, h. 6
4
Zakiah Daradjat, dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, Cet. 4, h. 172
10
terbentuk pribadi peserta didik yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan potensi akal, perasaan maupun perbuatannya.
5
Pendidikan Agama Islam PAI dan Pendidikan Islam. Pendidikan Agama Islam dibakukan sebagai nama kegiatan mendidikkan Agama Islam, Pendidikan
Agama Islam sebagai mata pelajaran seharus nya dinamakan “Agama Islam”
karena yang diajarkan adalah Agama Islam bukan Pendidikan Agama Islam. Nama kegiatannya atau usaha-usaha dalam mendidikkan Agama Islam disebut
Pendidikan Agama Islam . Kata “pendidikan” ini ada pada dan mengikuti setiap
mata pelajaran. Dalam hal ini PAI sejajar atau sekatagori dengan pendidikan Matematika nama pelajarannya adalah Matematika, pendidikan Olahraga nama
mata pelajarannya adalah Olahraga, pendidikan Biologi nama mata pelajarannya adalah Biologi dan seterusnya. Sedang pendidikan Islam adalah nama sistem,
yaitu sistem pendidikan yang Islami, yang memiliki komponen secara keseluruhan mendukung terwujudnya sosok muslim yang diidealkan. Pendidikan Islam ialah
pendidikan yang teori-teorinya disusun berdasarkan Al- Qur’an dan hadis.
Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu bagian dari pendidikan Islam. Pendidikan Agama Islam yakni upaya mendidik agama Islam atau ajaran
Islam dan nilai-nilainya, agar menjadi way of life pandangan dan sikap hidup seseorang. Dalam pengertian ini dapat terwujud segenap kegiatan yang dilakukan
seorang untuk membantu seorang atau sekelompok peserta didik dalam menanamkan dan menumbuhkembangkan ajaran Islam dan nilai-nilainya untuk
dijadikan sebagai pandangan hidupnya, yang diwujudkan dalam sikap hidup dan dikembangkan dalam keterampilan hidupnya sehari-hari.
6
Dalam Al Qur’an banyak ayat-ayat yang menunjukkan adanya perintah tersebut, antara lain:
5
Al-Rasyidin, Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2005, cet. 2, h. 31-32
6
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT Rajawali Persada, 2009, h. 6-8
Dalam Surat An-Nahl ayat 125, yang berbunyi:
....
Artinya : “Ajaklah kepada agama Tuhanmu dengan cara yang bijaksana dan
dengan nasehat yang baik..... ”
7
Dalam Surat Ali Imron ayat 104, yang berbunyi :
Artinya : “Hendaklah ada di antara kamu segolongan ummat yang mengajak
kepada kebaikan, menyuruh perbuatan baik dan mencegah dari perbuatan yang mungkar.”
8
Dalam Surat At- Tahrim ayat 6, yang berbunyi :
........
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari siksa api neraka....... ”.
9
Ayat-ayat tersebut di atas memberikan pengertian kepada kita bahwa dalam ajaran Islam memang ada perintah untuk mendidik agama, baik pada keluarganya
maupun pada orang lain sesuai dengan kemampuan yang kita miliki. Jadi Pendidikan Agama Islam adalah upaya untuk menanamakan ajaran Islam dalam
kehidupan peserta didik dalam setiap perbuatannya.
2. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam Pada Anak
Dilihat dari ruang lingkup pembahasannya Pendidikan Agama Islam terdiri dari sejumlah pelajaran di antaranya sebagai berikut ini:
a. Keimanan
7
Al- Qur’an surat An-Nahl ayat 125, Yayasan Penerjemah dan Penafsir al-Qur’an, Depag
RI, Al- Qur’an dan Terjemahannya, Semarang: CV. Toha Putra, 1989, h. 421.
8
Al- Qur’an surat Ali-Imron ayat 104, Yayasan Penerjemah dan Penafsir al-Qur’an,
Depag RI, Al- Qur’an dan Terjemahannya, Semarang: CV. Toha Putra, 1989, h. 93.
9
Al- Qur’an surat An-Tahrim ayat 6, Yayasan Penerjemah dan Penafsir al-Qur’an, Depag
RI, Al- Qur’an dan Terjemahannya, Semarang: CV. Toha Putra, 1989, h. 951
.