Pemeriksaan Keabsahan Data Perbandingan Pemikiran Al-Ghazali dan Ibnu Miskawaih Tentang Pendidikan Agama Islam Pada Anak

Ketika sufi yang mengasuh Al-Ghazali dan saudaranya tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan keduanya, ia menganjurkan agar mereka dimasukkan ke sekolah untuk memperoleh, selain ilmu pengetahuan, santunan kehidupan sebagaimana lazimnya waktu itu, antara tahun 465-470 H, Al-Ghazali belajar fiqh dan ilmu-ilmu dasar yang lain dari Ahmad al-Radzkani di Thus, dan dari Abu Nash al- Isma’ili di Jurjan. Setelah itu Al-Ghazali kembali ke Thus dan selama tiga tahun di tempat kelahirannya ini ia mengkaji ulang pelajarannya di Jurjan sambil belajar tasawuf pada Yusuf al-Nassaj wafat tahun 487 H. 5 Pendidikan selanjutnya diperoleh al-Ghazali di bawah pimpinan Imam al- Haramain di Madrasah al-Nizamiyah di Nasyapur. Di sinilah ia belajar teologi atau ilmu kalam dan filsafat. Mata pelajaran yang lain yang diberikan di universitas itu ialah hukum Islam, sufisme, logika dan ilmu-ilmu alam. Bahkan al- Ghazali dapat bertukar pikiran dengan segala aliran dan agama, serta menulis berbagai buku di berbagai cabang ilmu pengetahuan, sehingga keahliannya itu diakui dapat mengimbangi gurunya. Dalam usianya yang baru mencapai 28 tahun, al-Ghazali telah menggemparkan kaum sarjana dan ulama dengan kecakapannya yang luar biasa. 6 Kemudian pada tahun 483 H1090 M, ia diangkat menjadi Guru Besar di Universitas Nidhamiyah Baghdad, tugas dan tanggung jawabnya itu ia laksanakan dengan sangat berhasil. Selama di Baghdad selain mengajar, juga mengadakan bantahan-bantahan terhadap pemikiran golongan batiniyah, ismailiyah, filsafat, dan lainnya. Para mahasiswa sangat gemar dengan kuliah-kuliah yang disampaikan al- Ghazali oleh karena begitu dalam dan luas ilmu pengetahuan yang ia miliki. Para mahasiswa dan sarjana yang tidak kurang jumlahnya 300 samapai 500 orang seringkali terpukau dengan kuliah-kuliah yang disampaikan. Bahkan para ulama dan masyarakat mengikuti perkembangan pemikiran dan pandangannya, sehingga dia menjadi sangat masyhur dalam waktu yang relatif singkat. Sebenarnya al-Ghazali telah menelan seluruh paham, aliran dan ajaran- ajaran firqah, thaifah, dan filsafat. Semua itu menimbulkan pergolakan dalam 5 Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999, h. 78 6 Ridjaluddin F.N, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Kajian Islam FAI UHAMKA, 2009, h. 158 otaknya sendiri, karena tidak ada yang memberikan kepuasan batinnya sehingga ia ragu kepada kesanggupan akal untuk mendekatkan diri kepada Allah, apalagi untuk mengetahui hakikatnya. 7 Pada tahun 488 H1095 M Al-Ghazali dilanda keragu-raguan, skeptis terhadap ilmu-ilmu yang dipelajarinya hukum, theologi dan filsafat, kegunaan pekerjaannya dan karya-karya yang dihasilkannya, sehingga ia menderita penyakit selama dua bulan dan sulit diobati. Karena itu Al-Ghazali tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai guru besar di Madrasah Nizhamiyah. Akhirnya ia meninggalkan Baghdad menuju kota Damaskus selama kira-kira dua setengah tahun Al-Ghazali di kota ini, ia melakukan uzlah, riyadhah dan mujahadah. Kemudian ia pindah ke Palestina dan di sini pun ia tetap merenung, dan menulis dengan mengambil tempatdi Bait Al-Maqdis. Setelah itu tergeraklah hatinya untuk pergi ke Mekah untuk melaksanakan ibadah haji. Sepulang dari tanah suci, Al-Ghazali mengunjungi kota kelahirannya, Thus, di sinipun ia tetap berkhalwat. Keadaan skeptis Al-Ghazali berlangsung selama 10 tahun. Pada periode itulah ia menulis karyanya yang terbesar Ihya’ „Ulumuddin The Revival Of The Religion Science; Menghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Agama. Karena desakan penguasa Saljuk, al-Ghazali mengajar kembali pada Madrasah Nizhamiyah di Nasabur, tetapi hanya berlangsung selama dua tahun, kemudian ia kembali ke Thus untuk mendirikan madrasah bagi para fuqaha dan sebuah zawiyah atau khanaqah untuk para mutasawwifin. Di kota inilah ia wafat tahun 505 H1111 M. 8 Al-Ghazali adalah seorang ahli pikir Islam yang dalam ilmunya dan puluhan buku telah ditulisnya, karangan-karangan beliau meliputi berbagai lapangan ilmu pengetahuan antara lain; filsafat, ilmu kalam, fiqih, ushul figh, tafsir, tasauf, akhlak dan otobiografinya. Karya al-Ghazali yang berjumlah 47 kitab. Adapun hasil-hasil karya Al-Ghazali menurut kelompok ilmu sebagai berikut: 7 Zainuddin, dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, h. 8-9 8 Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999, h. 78-79 1. Kelompok Filsafat dan Ilmu Kalam, yang Meliputi: a. Maqashid Falasifah Tujuan Para Filosof b. Tahafut al Falasifah Kerancuan Para Filosof c. Al Iqtishod fi al-I’tiqad Moderasi dalam Akidah d. Al Munqid min al-Dhalal Pembebas dari Kesesatan e. Al Maqashidul Asna fi Ma’ani Asmillah Al-HusnaArti Nama-nama Tuhan Allah Yang Hasan f. Faishalut Tafriqah bainal Islam waz Zindiqah Perbedaan antara Islam dan Zindiq g. Al Qishasul Mustaqim Jalan untuk Mengatasi Perselisihan Pendapat h. Al-Mustadhiri Penjelasan-penjelasan i. Hujjatul Haq Argumen yang Benar j. Mufilul Khlaf fi Ushuluddin Memisahkan Perselisihan dalam Ushuluddin k. Al Muntahal fi ‘Ilmil Jidal Tata Cara dalam Ilmu Diskusi l. Al Madhnun bin “Ala Ghairi Ahlihi Prasangka Pada Bukan Ahlinya m. Mahkun Nadlar Metodologika n. Asraar ‘Ilmiddin Rahasia Ilmu Agama o. Al Arba’in fi Ushuluddin Empat Puluh Masalah Ushuluddin p. Iljamul Awwam ‘an ‘Ilmil Kalam Menghalangi Orang Awam dari Ilmu Kalam q. Al Qulul Jmil Fir Raddi ala man Ghayaral Injil Kata yang Baik untuk Orang-orang yang Mengubah Injil r. Mi’yarul ‘Ilmi Timbangan Ilmu s. Al Intishar Rahasia-rahasia Alam t. Isbatul Nadlar Pemantapan Logika 2. Kelompok Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh, yang meliputi: a. Al Bastih Pembahasan yang Mendalam b. Al Wasith Perantara