Prosedur Pengumpulan Data Perbandingan Pemikiran Al-Ghazali dan Ibnu Miskawaih Tentang Pendidikan Agama Islam Pada Anak

29 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Biografi Imam Al-Ghazali

Nama lengkapnya abu Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Thusi ibn Muhammad al-Ghazali lahir di Ghazaleh, suatu desa dekat Thusi di daerah Khurasan Persia pada tahun 450 H 1059 M. Ia keturunan Persia dan mempunyai hubungan keluarga dengan raja-raja Saljuk yang memerintah daerah Khurasan, Jibal, Irak, Jazirah, Persia dan Ahwaz. Orang tuanya sebagai pemintal wol yang dalam bahasa Arab disebut ghazzal. Terdapat perbedaan pendapat tentang nama sebenarnya dari al-Ghazali ini. Pada umumnya dikenal dengan nama Al-Ghazali satu z, nama ini berasal dari nama desa tempat ia lahir. Tetapi ia dikenal pula dengan nama Al-Ghazzali dua z, nama ini diambil dari profesi orang tuanya sebegai ghazzal tukang pintal benang wol. 1 Ayahnya seorang sufi yang sangat war’a yang hanya makan dari usahanya sendiri. Kerjanya memintal dan menjual wol. Ia meninggal sewaktu anaknya itu masih kecil. 2 Ayahnya tergolong orang yang hidup sederhana sebagai pemintal benang, tetapi mempunyai semangat keagamaan yang tinggi seperti terlihat pada simpatiknya kepada ulama dan mengharapkan anaknya menjadi ulama yang selalu memberi nasehat kepada umat. 3 Al-Ghazali memiliki saudara laki-laki yaitu Ahmad. Ia dan saudaranya, oleh ayahnya dititipkan kepada seorang sahabatnya seorang ahli tasawuf agar pendidikan dua saudara ini diteruskan setalah wafatnya nanti, sampai semua harta yang ditinggalkannya habis semua. Kemudian, kepada keduanya diwasiatkan ayahnya agar terus belajar semampu mungkin. 4 1 Ridjaluddin F.N, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Kajian Islam FAI UHAMKA, 2009, h. 156-157 2 Ahamd Daudy, Kuliah Filsafat Islam, Jakarta:PT Bulan Bintang, 1992, h. 97 3 Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1999, h. 77 4 Fathiyah Hasan Sulaiman, Sistem Pendidiakan Menurut Al-Ghazali, Jakarta: Dea Press, 2000, h. 24 Ketika sufi yang mengasuh Al-Ghazali dan saudaranya tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan keduanya, ia menganjurkan agar mereka dimasukkan ke sekolah untuk memperoleh, selain ilmu pengetahuan, santunan kehidupan sebagaimana lazimnya waktu itu, antara tahun 465-470 H, Al-Ghazali belajar fiqh dan ilmu-ilmu dasar yang lain dari Ahmad al-Radzkani di Thus, dan dari Abu Nash al- Isma’ili di Jurjan. Setelah itu Al-Ghazali kembali ke Thus dan selama tiga tahun di tempat kelahirannya ini ia mengkaji ulang pelajarannya di Jurjan sambil belajar tasawuf pada Yusuf al-Nassaj wafat tahun 487 H. 5 Pendidikan selanjutnya diperoleh al-Ghazali di bawah pimpinan Imam al- Haramain di Madrasah al-Nizamiyah di Nasyapur. Di sinilah ia belajar teologi atau ilmu kalam dan filsafat. Mata pelajaran yang lain yang diberikan di universitas itu ialah hukum Islam, sufisme, logika dan ilmu-ilmu alam. Bahkan al- Ghazali dapat bertukar pikiran dengan segala aliran dan agama, serta menulis berbagai buku di berbagai cabang ilmu pengetahuan, sehingga keahliannya itu diakui dapat mengimbangi gurunya. Dalam usianya yang baru mencapai 28 tahun, al-Ghazali telah menggemparkan kaum sarjana dan ulama dengan kecakapannya yang luar biasa. 6 Kemudian pada tahun 483 H1090 M, ia diangkat menjadi Guru Besar di Universitas Nidhamiyah Baghdad, tugas dan tanggung jawabnya itu ia laksanakan dengan sangat berhasil. Selama di Baghdad selain mengajar, juga mengadakan bantahan-bantahan terhadap pemikiran golongan batiniyah, ismailiyah, filsafat, dan lainnya. Para mahasiswa sangat gemar dengan kuliah-kuliah yang disampaikan al- Ghazali oleh karena begitu dalam dan luas ilmu pengetahuan yang ia miliki. Para mahasiswa dan sarjana yang tidak kurang jumlahnya 300 samapai 500 orang seringkali terpukau dengan kuliah-kuliah yang disampaikan. Bahkan para ulama dan masyarakat mengikuti perkembangan pemikiran dan pandangannya, sehingga dia menjadi sangat masyhur dalam waktu yang relatif singkat. Sebenarnya al-Ghazali telah menelan seluruh paham, aliran dan ajaran- ajaran firqah, thaifah, dan filsafat. Semua itu menimbulkan pergolakan dalam 5 Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999, h. 78 6 Ridjaluddin F.N, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Kajian Islam FAI UHAMKA, 2009, h. 158