Ibnu Miskawaih memberi pengertian akhlak sebagai berikut:
13
Artinya, ”khuluq adalah keadaan jiwa yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan tanpa dipikirkan dan diperhitungkan sebelumnya”.
Sedangkan Al-Ghazali memberikan pengertian akhlak sebagai berikut:
14
Artinya: “Sikap yang mengakar dalam jiwa manusia yang darinya lahir
berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan pertimbangan. Jika sikap itu yang darinya
lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal syara’, maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika yang lahir darinya
perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak yang buruk
.”
Dari definisi tersebut, dapat diketahui bahwa hakikat akhlak menurut Al- Ghazali mencakup dua syarat:
a. Perbuatan itu harus konstan, yaitu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang
sama sehingga dapat menjadi kebiasaan. Misalnya seseorang yang memberikan sumbangan harta hanya sekali-sekali karena dorongan keinginan
saja, maka orang itu tidak dapat dikatakan sebagai pemurah selama sifat
13
Ibnu Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak Terj. Helmi Hidayat Bandung: Mizan, 1997, Cet. III. hal 56
14
Abû Hâmid al- Ġazâlî, Ihyâ ‘Ulûm ad-Dîn, Jilid III,
Dar Ihya al-Kutub al-Arab
, 1987, h. 52.
demikian itu belum tetap dan meresap dalam jiwa. b.
Perbuatan yang konstan itu harus tumbuh dengan mudah sebagai wujud refleksif dari jiwanya tanpa pertimbangan dan pemikiran, yakni bukan karena
adanya tekanan-tekanan, paksaan-paksaan dari orang lain, atau pengaruh- pengaruh dan bujukan-bujukan indah dan sebagainya. Misalnya orang yang
memberikan harta benda karena tekanan moral dan pertimbangan. Maka belum juga termasuk kelompok orang yang bersifat pemurah.
15
Begitu pentingnya posisi akhlak dalam Islam. Hal ini dibuktikan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh Rasulullah SAW, seperti dalam haditsnya :
16
“Menceritakan kepada aku dari Malik bahwasannya benar-benar sampai kepadanya sesungguhnya Rasulallah Saw. bersabda aku diutus untuk
memperbaiki kemuliaan akhlak. ” H.R. Malik bin Anas dari Anas bin Malik.
Sedangkan sabda Rasulullah saw, yang berbunyi :
17
Artinya : “Dari Anas bin Malik, sesungguhnya ia telah mendengar
Rasulullah saw bersabda: muliakanlah anak-anak kalian dan didiklah dengan budi pekerti yang baik
”. HR. Ibnu Majah.
c. Ibadat
Dalam bahasa indonesia, kata ibadat sudah biasa digunakan orang, bila disebut ibadat orang sudah mengerti berasal dari bahasa arab yang berarti
15
Zainudin, dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al –Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara, 1991,
hal. 102-103
16
Imam Malik Ibn Anas, Al-Muwatha, Darul Ifaq Al-Jadidah, 1993, hal 789
17
Al Hafidz Abi Abdillah Muhammad Ibn Yazid Al-Qozwin, Sunan Ibn Majah, Jilid II, Maktabah Dahlan, Indonesia, hal. 1211
penyembahan. Dalam pengertian yang luas, ibadat itu ialah segala bentuk pengabdian yang ditujukan kepada Allah semata yang diawali oleh niat. Ada
bentuk pengabdian yang secara tegas digariskan oleh syari’at Islam, seperti
shalat, puasa, zakat, haji dan ada pula yang tidak digariskan secara pelaksanaannya dengan tegas, tetapi diserahkan saja kepada yang
melakukannya, asal saja perinsip ibadatnya tidak tertinggal.
18
Kemudian anak-anak hendaklah diajarkan untuk mengerjakan shalat. Sehingga terbentuk
manusia yang senantiasa kontak dengan penciptanya.
19
Artinya : “Hai anakku, dirikanlah sholat dan suruhlah manusia mengerjakan
yang baik dan mencegah mereka dari perbuatan yang munkar…”.
Q.S. Luqman: 17
Artinya: dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi beribadah kepada-Ku.
3. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Tujuan Pendidikan Agama Islam menurut al-Ghazali adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
20
Tujuan pendidikan agama membina, berarti manusia yang mampu melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam dengan
baik dan sempurna, sehingga tercermin pada sikap dan tindakan dalam seluruh kehidupannya, dalam rangka mencapai kebahagiaan dan kejayaan hidup dunia
akhirat.
21
Tujuan pendidikan Islam mencakup tujuan sementara dan tujuan akhir pendidikan Islam. Untuk mencapai tujuan akhir pendidikan harus dilampaui
18
Zakiah Daradjat, dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, Cet. 4, h. 72
19
Ibid,., hal. 655
20
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Permata, 2005, h.212
21
Zakiah Daradjat, dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, Cet. 4, h. 172
terlebih dahulu beberapa tujuan sementara. Tujuan akhir pendidikan Islam terbentuknya kepribadian muslim.
22
Tujuan Pendidikan Agama adalah meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan,
kebiasaan, dan pandangan.
23
secara umum tujuan Pendidikan Agama Islam adalah membimbing anak agar mereka menjadi orang muslim sejati, beriman teguh,
beramal sholeh dan berakhlak mulia serta berguna bagi masyarakat, agama, dan negara.
24
Akhlak adalah bagian dari agama yang secara khusus memberi pedoman bagaimana manusia seharusnya bertingkah laku sesuai dengan ajaran agama.
25
Tujuan Pendidikan Islam yang disarankan Konperensi Internasional Pertama tentang Pendidikan Islam di Mekah 8 April 1977, sebagai berikut:
Pendidikan harus diarahkan mencapai pertumbuhan keseimbangan kepribadian manusia menyeluruh, melalui latihan jiwa, intelek, rasio, perasaan,
dan penghayatan. Karena itu, pendidikan harus menyiapkan pertumbuhan manusia dalam segala seginya: spiritual, intelektual, imajinatif, jasmani, ilmiah, linguistik,
baik individu maupun kolektif, dan semua itu didasari motivasi ibadah karana tujuan akhir pendidikan muslim itu terletak pada aktivitas merealisasiakan
pengabdian dan kemanusiaan.
26
Tujuan tertinggi dan terakhir adalah tujuan hidup manusia dan peranannya sebagi ciptaan Allah, yaitu:
a. Menjadi hamba Allah yang bertaqwa
b. Mengantarkan subjek didik menjadi khalifatullah fil ard wakil Tuhan di
bumi yang mampu memakmurkannya membudayakan alam sekitar. c.
Memperoleh kesejahteraan, kebahagiaan hidup di dunia sampai akhirat.
27
22
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1998, h. 30
23
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996, hlm. 30
24
Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta: Ruhama, 1995, 35.
25
Sutarjo Adisusilo, J.R. Pembelajaran Nilai-Karakter, Jakarta: PT Raja Grafindo Pesada, 2012, h. 50
26
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, h. 101
27
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, h. 95-97
B. Anak-Anak
1. Pengertian Anak-Anak
Thifl dan thiflah berarti anak kecil, bentuk pluralnya adalah athfal. Seseorang disebut thifl anak ketika ia lahir dari perut ibunya hingga ia
mengalami mimpi basah sebagai pertanda baligh.
28
Anak adalah amanat Allah yang harus dibina, dipelihara, dan diurus secara seksama serta sempurna agar
kelak menjadi insan kamil.
29
Ada sejumlah klasifikasi fase-fase pertumbuhan manusia yang dilansir dalam berbagai literatur
30
disiplin ilmu psikologi pertumbuhan. Dari sekian banyak itu penulis memilih beberapa di antaranya:
a. Fase Pra-Natal
Fase pranatal sebelum lahir mulai masa konsepsi sampai proses kelahiran yaitu sekitar 9 bulan 20 hari. Ibnu Mas`ud berkata bahwa
Rasulullah bersabda yang artinya : “Sesungguhnya seorang baru kalian dikumpulkan kejadiannya dalam perut
ibunya selama 40 hari asal sperma, selanjutnya menjadi segumpal darah beku itupun selama 40 hari. Selanjutnya Allah Swt, mengutus malaikat, maka
ia pun meniupkan ruh ke dalam tubuhnya. Malaikat ini diperintah mencatat menetapkan empat hal, yaitu mengenai rezekinya, amalnya, celakanya dan
bahagianya ” H.R Bukhari dan Muslim.
b. Fase Lahir
Fase lahir merupakan permulaan atau periode awal keberadaan sebagai individu dan pada masa ini dimulai dari kelahiran dan berakhir pada saat bayi
28
Hannan Athiyah Ath-Thuri, Mendidik Anak Perempuan di Masa Kanak-Kanak, Jakarta: Amzah, 2007, h. xiii
29
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, terjemahan dari Tarbiyatul Awlad Fil Islam, oleh Jamaludin Miri, Jakarta: Pustaka Amani, 2002, Cet. 3, Jilid I, h.7.
30
Dalam buku Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam karangan Drs Tohirin, Psikologi perkembangan individu memaparkan enam tahap perkembangan individu tahap-tahap itu
adalah fase bayi, anak-anak, remaja, dewasa awal, setengah baya, dan fase tua
menjelang dua minggu dan periode ini juga bayi mulai menyesesuaikan dirinya dengan kehidupan di luar rahim.
Fase ini terbagi menjadi dua periode, yaitu : periode pertunate mulai kelahiran sampai antara lima belas dan tiga puluh menit sesudah kelahiran,
sedangkan periode neonate dari pemotongan dan pengikatan tali pusar sampai sekitar akhir minggu kedua dari kehidupan paseamatur, yaitu
lingkungan di luar tubuh ibu. c.
Fase Dua Tahun Pertama Pada fase 2 tahun pertama ini dapat dilihat dari khasnya yaitu anak mulai
memusarkan dirinya untuk mengenal lingkungannya, menguasai gerak-gerik fisik dan belajar berbicara dan pada masa ini Rasulullah bersabda, yang
artinya : “Mulailah mendidik anak-anak kalian dengan kalimat pertama : Laa ilaha
illallah tidak ada tuhan selain Allah, bimbinglah mereka ketika mereka berada dalam sekarat dengan Laa ilaha illallah,
” H.R Al-Baihaqi. Kalau kita cermati hadits di atas adalah pendidikan pertama ditanamkan
kepada anak adalah meng-Esakan Allah dengan kalimat tauhid, dengan kalimat Laa ilaha illallah tiada tuhan selain Allah.
d. Fase Kanak-kanak
Masa kanak-kanak ini berlangsung selama enam tahun, oleh pendidik disebut pra sekolah. Awal masa kanak-kanak ini sering dianggap sebagai usia
kritis dalam penggolongan peran seks. Pada masa inilah anak paling peka dan siap untuk belajar dan dapat memahami pengetahuan dan selalu ingin
bertanya dan memahami. Perkembangan kembangan kepribadian anak sangat dipengaruhi oleh
lingkungan sosial dan kognitifnya. Hal ini membentuk persepsi anak mengenai dirinya sendiri, dalam kompetensi sosialnya, dalam peran jenis
kelaminnya, dan dalam menegakkan pendapatnya mengenai apa yang benar dan yang salah.
e. Fase Puber
Periode ini merupakan masa pertumbuhan dan perubahan yang pesat dan masa ini terjadi pada usia yang berbeda bagi anak laki-laki dan anak
perempuan. Kriteria umum yang digunakan fase ini adalah bagi anak laki-laki ditandai dengan mimpi basah, sedangkan pada anak perempuan ditandai
dengan masa haid pertama. Adapun periode masa puber terbagi menjadi tiga masa, antara lain :
1 Masa pra pubertas : usia 12-14 tahun, masa ini merupakan peralihan dari
akhir masa kanak-kanak ke masa awal pubertas. Cirinya yaitu : a
Anak tidak suka diperlakukan seperti anak kecil lagi b
Anak mulai bersikap kritis 2
Masa pubertas : masa remaja awal usia 14-16 tahun. Adapun cirinya, antara lain sebagi berikut :
a Mulai cemas dan bingung tentang perubahan fisiknya
b Memperhatikan penampilan
c Sikapnya tidak menentu
d Suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib
3 Masa akhir pubertas : usia 17-18 tahun, masa ini meupakan peralihan
dari masa pubertas ke masa adolesen. Cirinya, antara lain : Pertumbuhan fisik sudah mulai matang tetapi kedewasaan psikologisnya
belum tercapai sepenuhnya. Proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal dari remaja pria.
f. Fase Dewasa
Masa dewasa adalah pencarian kemantapan dan masa reproduktif, yaitu suatu masa yang penuh masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi
sosial, periode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesesuaian hidup yang baru.
Pada fase ini sebaiknya yang perlu ditanamkan pada diri sendiri adalah menjalankan ketaatan, karena pada fase ini individu sudah menetukan sendiri
kemana mereka akan melangkah. g.
Fase Lansia
Pada fase ini memiliki ciri sebagai berikut : periode kemunduran, perbedaan individual pada efek menua, usia tua dinilai dengan kriteria yang
berbeda. Masalah umum yang unik bagi orang-orang yang lanjut usia ini adalah ditandai dengan keadaan fisik yang lemah dan tak berdaya, sehingga
tergantung pada orang lain.
31
Selain itu ada juga fase pertubuhan antara lain: Pertama, fase pra-kelahiran; dimulai saat terjadinya kehamilan barakhir
dengan kelahiran. Umumnya adalah sembilan bulan. Kedua, fase menyusui atau
radha’ah menurut istilah kalangan ahli fikih; a.
Dua minggu pertama kehidupan bayi b.
Rentang masa menyusui dan berakhir pada usia dua tahun. Ketiga, fase kanak-kanak dini atau hadhanah menutut istilah kalangan ahli
fiqih; dimulai dari usia tiga tahun sampai akhir usia lima tahun. Keempat, fase kanak-kanak pertengahan; dari usia enam hingga delapan
tahun. Itu setara dengan usia tiga kelas pertama sekolah dasar. Kelima, fase kanak-kanak akhir; mulai usia sembilan hingga dua belas
tahun. Itu sebanding dengan tiga kelas terakhir sekolah dasar. Kalangan fiqih menyebut fase keempat dan kelima ini dengan istilah tamyiz.
Keenam, fase remaja murahaqah; biasanya mulai usia tiga belas sampai delapan belas tahun. Rentang waktu fase ini setingkat dengan dua tinggkat
sekolah menengah SMP dan SMA. Ketujuh, fase muda; usia delapan belas hingga dua puluh empat tahun. Itu
merupakan fase yang memiliki ragam problematika yang terkait dengan orientasi kerja dan pendidikan. Fase tersebut sejajar dengan rentang waktu pendidikan
tinggi. Kedelapan, fase dewasa
31
Dra. Rohmalina Wahab, M.Pd.I., Psikologi Belajar, Grafika Telindo Press, Palembang, 2014, hal.128
Kesembilan, fase tua. Fase ini berbeda-beda antar orang, berkisar antara usia enam puluh lima hingga tujuh puluh tahun. Fase tersebut ditandai dengan ciri khas
suka pikun dan kelemahan menyeluruh. Perlu ditegaskan di sini, masalah periodisasi fase pertumbuhan dan ciri-
cirinya ini sebaiknya tidak dipahami sebagai patokan akhir dan mutlak. Sebab ia hanya untuk mempermudah pembelajaran dan penelitian bagi kalangan yang
berminat menekuninya, tidak lebih. Proses pertumbuhan terus berkelanjutan dan saling bereretan, dan pada hakikanya ia pun tidak menerima segala macam
pengklasifikasian ini.
32
Sementara pembatasan usia anak-anak dan kanak-kanak menurut para ulama berhenti di usia dua belas tahun, sehingga yang disebut anak adalah orang
yang belum mengalami mimpi basah.
33
Al-Ghazali menggunakan istilah anak dengan beberapa kata, seperti al- shobiy kanak-kanak, al-Mutaallim pelajar, dan thalibul ilmi penuntut ilmu.
Oleh karena itu anak didik di sini dapat diartikan anak yang sedang mengalami perkembangan jasmani dan rohani sejak awal terciptanya dan merupakan obyek
utama pendidikan dalam arti yang luas.
34
C. Pendidikan Anak untuk Usia Dini Anak-Anak