Wawancara Teknik Pengumpulan Data

keberteriman istilah, kewajaran penyampaian kalimat, dan cara penulisan yang baku sesuai ejaan yang disempurnakan. Untuk mempermudah pengisian angket ini, instrumen dibuat dengan 4 skala yang terdiri dari: ”4” sangat berterima, ”3” berterima namun perlu revisi, ”2” kurang berterima , dan ”1” tidak berterima. c. Kuesioner ketiga berupa instrumen untuk menghimpun data terkait keterbacaan readibility. Kuesioner ini berisi kalimat dengan teknik yang dikumpulkan dan paragraf untuk memperjelas konteksnya. Kuesioner ini diberikan kepada pembaca sasaran dari buku terjemahan. Target pembaca, mahasiswa sejarah, dibedakan berdasarkan latar belakang budaya. Hal ini dilakukan untuk melihat keterbacaan istilah budaya dan ilmu sejarah yang terdapat dalam buku tersebut. Untuk mempermudah pengisian angket ini, instrumen dibuat dengan 4 skala yang terdiri dari: ”4” sangat mudah, ”3” mudah, ”2” sulit, dan ”1” sangat sulit. Kuesioner yang diberikan berisi cuplikan-cuplikan paragraf dari buku terjemahan yang mengandung teknik penerjemahan istilah budaya dan ilmu sosialsejarah. Selanjutnya juga diberi ruang bagi pembaca untuk menuliskan penyebab atau mengutip kata yang tidak dipahami yang mengganggu pemahaman mereka, jika mereka menilai terjemahan tersebut sulit atau sangat sulit.

3. Wawancara

Sutopo menyebutkan bahwa untuk mengumpulkan informasi dari sumber data yang berupa manusia sebagai informan atau narasumber diperlukan teknik wawancara Sutopo, 2006: 67-68. Wawancara dilakukan oleh peneliti dengan pembaca sasaran, konsultan ahli, penerjemah profesionalakademisi penerjemahan dan tim penerjemah TMRDR sendiri serta editor ahlinya. Tujuan wawancara ini untuk memperoleh informasi tentang pemahaman mereka hasil terjemahan readibility dan penilaian terhadap keakuratan terjemahan accuracy. Sementara, bagi penerjemah dan editor ahli wawancara ini digunakan untuk konfirmasi dan memperoleh informasi mengenai alasan pemilihan teknik yang dipilih disamping informasi terkait latar belakang. Pelaksanaan wawancara dilakukan dengan metode mendalam in-depth interviewing. Peneliti menggali informasi yang dibutuhkan dengan pertanyaan yang bersifat terbuka open-ended untuk mengkonfirmasi jawaban kuesioner yang diberikan sebelumnya, agar diperoleh informasi lebih dalam dan lengkap dari nara sumber dan dilakukan secara tidak formal terstruktur Sutopo, 2006: 69. Wawancara ini juga dimaksudkan sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data yang diperoleh melalui kuesioner teknik triangulasi metode. Pemilihan informan yang diwawancarai juga dilakukan secara selektif purposive sampling berdasarkan kriteria yang telah disebutkan di atas untuk memperoleh informasi yang benar-benar dibutuhkan. Teknik pelaksanaan wawancara diawali pemilihan informan, kemudian meminta izin kepada informan yang bersangkutan dan merancang waktu pertemuan. Peneliti menyusun acuan mengenai data yang dibutuhkan sesuai informasi dari kuesioner. Pada pelaksanaannya, lama dan frekuensi wawancara disesuaikan dengan data yang dibutuhkan. Hasil analisis dokumen, kuesioner, dan wawancara tersebut selanjutnya dilaporkan dalam bentuk catatan lapangan field note. Bogdan dan Biklen dalam Sutopo, 2006:86-88 menjelaskan bahwa catatan lapangan adalah catatan data yang dikembangkan oleh pengumpul data yang terdiri dari: 1 bagian deskriptif, berupa catatan mengenai informasi rinci dan lengkap sebagai potret keadaan lapangan baik saat analisis dokumen maupun wawancara, dan 2 bagian reflektif, yang berisi pikiran kritis yang timbul setelah peneliti membaca semua bagian deskriptif yang merupakan sisi subjektif peneliti.

J. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data