I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Selama tahun 2007 sampai dengan tahun 2009,
sektor pertanian dan sub-sektornya yang meliputi perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan, relatif mengalami pertumbuhan dalam struktur
PDB Produk Domestik Bruto. Tahun 2007, sektor pertanian menempati peringkat ketiga dengan kontribusi sebesar 541,9 trilyun rupiah atau 13,7
persen dari total PDB di Indonesia. Selanjutnya pada tahun 2008, PDB dari sektor pertanian naik menjadi 716,1 trilyun rupiah atau 14,5 persen dari total
PDB. Pada tahun 2009, sektor pertanian menempati peringkat kedua dalam struktur PDB dengan pertumbuhan sebesar 15,3 persen, menjadi 858,3
trilyun rupiah. Tabel 1 menyajikan struktur PDB Indonesia tahun 2007 sampai dengan tahun 2009.
Tabel 1. Struktur Produk Domestik Bruto Tahun 2007-2009
Lapangan Usaha 2007
2008 2009
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan Perikanan
541,9 13,7
716,1 14,5
858,3 15,3
2. Pertambangan Penggalian 440,6
11,2 540,6
10,9 591,5
10,5 3. Industri Pengolahan
1,068,7 27,0
1,380,7 27,9
1,480,9 26,4
4. Listrik, Gas Air Bersih 34,7
0,9 40,9
0,8 46,8
0,8 5. Konstruksi
305 7,0
419,6 8,50
555 9,9
6. Perdagangan, Hotel Restoran 592,3
15,0 691,5
14,0 750,6
13,4 7. Pengangkutan dan Komunikasi
264,3 6,7
312,2 6,3
352,4 6,3
8. Keuangan, Real Estate Jasa Perusahaan
305,2 7,7
368,1 7,4
404,1 7,2
9. Jasa-jasa 398,2
10,1 481,7
9,7 573,8
10,2 Produk Domestik Bruto
3,951 100
4,951,4 100
5,613,4 100
Sumber : BPS 2010 dalam trilyun rupiah
Selain itu, sektor pertanian dapat digolongkan ke dalam sektor yang memiliki daya tahan yang tinggi terhadap krisis ekonomi. Menurut Harahap
2003, krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia telah menimbulkan serangkaian dampak negatif bagi dunia usaha, ditandai dengan merosotnya
nilai mata uang rupiah terhadap US dollar dan diikuti dengan melonjaknya suku bunga pinjaman, sehingga mengakibatkan melemahnya sektor usaha
yang menggunakan komponen impor, dan sektor yang memiliki pengaruh tinggi seperti otomotif, real estate, dan importir. Namun di sisi lain,
berbagai sektor yang banyak menggunakan komponen lokal seperti sektor pert anian agribisnis dapat dijadikan pemicu peningkatan ekspor dan
pemulihan ekonomi. Indikator perekonomian sebuah negara, selain dapat dilihat dari
pertumbuhan PBD, dapat pula dilihat dari kinerja indeks pasar modal, yang merupakan indikator kepercayaan investor. Pasar modal di Indonesia,
dikelola oleh PT. Bursa Efek Indonesia BEI, dan diawasi oleh Kementerian Keuangan melalui Bapepam-LK Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan. Indeks pasar modal di Indonesia disebut dengan Indeks Harga Saham Gabungan Indonesian Composite Index yang
terdiri dari sembilan indeks sektoral yaitu agribisnis, pertambangan, industri dasar, industri lainnya, industri produk konsumen, properti, infrastruktur,
lembaga keuangan, dan perdagangan. Pada tahun 2007 dan 2008, terdapat 14 perusahaan yang bergerak
dalam bidang pertanian atau agribisnis yang terdaftar di BEI, sedangkan pada tahun 2009 jumlah perusahaan agribisnis naik menjadi 15 perusahaan.
Sektor agribisnis yang tercatat di BEI, didominasi oleh sub-sektor perkebunan, hal tersebut dapat dilihat dari jumlah perusahaan terdaftar dan
nilai transaksi pasar. Tabel 2 menyajikan secara lengkap proporsi nilai transaksi sub-sektor agribisnis.
Tabel 2. Nilai Transaksi Sub-Sektor Agribisnis Tahun 2007-2009
Sub-Sektor 2007
2008 2009
Emiten Rp.
Emiten Rp.
Emiten Rp.
Tanaman Pangan 1
1,311.00 1
369.00 1
1,862.00
Perkebunan
6 47,657.00
7 4,459.00
8 37,921.00
Peternakan
2 7.98
2 0.14
2 0.67
Perikanan 4
20,226.00 3
1,385.00 3
2,724.00
Kehutanan 0.00
0.00 0.00
Lainnya 1
818.00 1
9.00 1
67.00
Total 14
70,019.98 14
6,222.14 15
42,574.67
Sumber : IDX dalam miliar rupiah
Tingginya transaksi pasar pada sub-sektor perkebunan, menjadi indikator bahwa saham-saham pada perusahaan perkebunan merupakan
saham-saham teraktif pada sektor pertanian yang diperdagangkan di BEI. Hal tersebut dikarenakan para investor melihat bahwa sub-sektor
perkebunan, memiliki peranan, potensi, dan sumberdaya yang cukup besar di Indonesia, sehingga sub-sektor perkebunan mendapat kepercayaan yang
lebih tinggi dari para investor. Perusahaan perkebunan yang memiliki prospek dan kinerja keuangan
baik, sahamnya akan banyak diminati oleh para investor. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan oleh investor dalam melakukan penilaian
kinerja keuangan adalah EVA Economic Value Added. Kunci pendekatan EVA adalah peningkatan nilai perusahaan melalui upaya memaksimalkan
tingkat pengembalian dan meminimalkan biaya modal Stewart dalam Permatasari, 2002.
Selain melalui pendekatan EVA, para investor dapat memilih sebuah saham, dengan melihat pada kinerja relatif saham sebuah perusahaan.
Kinerja relatif saham merupakan kinerja saham berdasarkan harga rata-rata saham per bulan dalam setahun. Selanjutnya, tingkat kinerja saham tersebut
dibandingkan dengan tingkat kinerja IHSG yang merupakan indikator ekonomi makro. Melalui kedua pendekatan tersebut, diharapkan memiliki
korelasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi calon investor dalam menentukan keputusan.
1.2. Rumusan Masalah