Rancangan Sistem Kanban Untuk Mengurangi Non Value Added Activities Pada Proses Produksi di PT. Central Windu Sejati

(1)

RANCANGAN SISTEM KANBAN UNTUK MENGURANGI

NON VALUE ADDED ACTIVITIES PADA PROSES

PRODUKSI DI PT. CENTRAL WINDU SEJATI

TUGAS SARJANA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

TANNY SUKIAWATI 050403038

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana ini. Tugas sarjana merupakan salah satu syarat akademis yang harus dipenuhi oleh mahasiswa untuk menyelesaikan studi di Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Penelitian tugas sarjana berjudul Rancangan Sistem Kanban Untuk Mengurangi Non Value Added Activities Pada Proses Produksi di PT. Central Windu Sejati” dilakukan penulis untuk mengidentifikasi aktivitas yang tidak memberi nilai dalam proses produksi di PT. Central Windu Sejati yang bergerak di bidang cold storage udang dan memberi usulan solusi perbaikan bagi perusahaan.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam tugas sarjana ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat diharapkan untuk penyempurnaan tugas sarjana ini. Akhir kata, penulis berharap tugas sarjana ini dapat memberikan manfaat baik bagi perusahaan ataupun sebagai referensi untuk peneliti yang akan datang maupun bagi para pembaca.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, MEDAN

Februari 2010


(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dalam pelaksanaan tugas akhir ini. Oleh karena itu, penulis merasa perlu menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sukaria Sinulingga, M.Eng., selaku Dosen Pembimbing I dan juga selaku Koordinator Bidang Manufaktur, yang telah meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan penulis dan memberikan begitu banyak bimbingan serta arahan kepada penulis dari awal hingga akhir penelitian

2. Bapak Aulia Ishak, ST, MT., selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberi masukan dan bimbingan pada penulis. 3. Ibu Ir. Nazlina, MT., selaku dosen penulis yang telah memberi konsep dasar

dalam penulisan tugas akhir ini.

4. Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT, selaku Ketua Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

5. Segenap pimpinan PT. Central Windu Sejati yang telah mengizinkan penulis melakukan riset penelitian di perusahaan.

6. Bapak Asbuan, ST, MT., selaku Manajer Produksi PT. Central Windu Sejati, yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis dan kesediaanya menjelaskan berbagai hal selama melakukan riset penelitian di perusahaan 7. Keluarga penulis yang terkasih, atas dukungan moril selama pelaksanaan


(8)

8. Bang Mijo, Kak Dina, Bang Bowo, serta segenap pegawai Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatea Utara yang telah membantu penulis dalam pengurusan berkas-berkas tugas akhir.

9. Sahabat-sahabat penulis: Fanly, Wendy, Budi Santoso, Martina, Nella, Siti, Deasy, Christina, Dwi, Erly, Sari dan sahabat penulis lainnya yang tidak dapat disebut satu per satu, yang telah memberikan bantuan dan dukungan moril kepada penulis.

10.Dewi Agustina dan Amin Lynn yang selalu membangkitkan semangat penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini.


(9)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

ABSTRAK ... xvii

I PENDAHULUAN ... I-1

1.1. Latar Belakang Permasalahan ... I-1 1.2. Rumusan Masalah ... I-2 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... I-2 1.4. Pembatasan Masalah dan Asumsi Penelitian ... I-3 1.5. Sistematika Penulisan Tugas Akhir ... I-4

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1

2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-2 2.3. Organisasi dan Manajemen ... II-5


(10)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

2.3.1. Struktur Organisasi Perusahaan ... II-5 2.3.2. Tenaga Kerja dan Jam Kerja Perusahaan ... II-8

2.3.3. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya ... II-9 2.4. Daerah Pemasaran ... II-11

2.5. Proses Produksi ... II-12 2.5.1. Bahan Yang Digunakan ... II-12 2.5.2. Standar Mutu ... II-17 2.5.3. Uraian Proses Produksi ... II-19 2.6. Mesin dan Peralatan ... II-26 2.6.1. Mesin Produksi. ... II-26 2.6.2. Peralatan ... II-27 2.6.3. Utilitas ... II-29

III LANDASAN TEORI ... III-1

3.1. Sejarah Lean Manufacturing ... III-1 3.2. Konsep Lean Manufacturing ... III-4 3.3. Filosofi Just In Time (JIT) ... III-6 3.4. Jenis-jenis Pemborosan ... III-7 3.5. Metode JIT ... III-9

3.5.1. Value Stream Mapping ... III-9 3.5.1.1. Current State Map ... III-12


(11)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

3.5.1.2. Future State Map ... III-21 3.5.2 Sikap Kerja 5S ... III-26 3.5.3. Identifikasi Akar Masalah 5W ... III-28 3.6. Tujuan JIT ... III-28 3.7. Sistem Tarik dan Sistem Dorong ... III-29 3.8. Sistem Kanban ... III-31 3.8.1. Fungsi Kanban ... III-32 3.8.2. Aturan Kanban ... III-34 3.8.3. Penentuan Jumlah Kartu Kanban ... III-35 3.8.4. Jenis Kartu Kanban ... III-36 3.9. Studi Waktu ... III-38 IV METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH ... IV-1 4.1. Rancangan Penelitian ... IV-1 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.3. Langkah-langkah Penelitian ... IV-2 4.3.1. Studi Pendahuluan ... IV-4 4.3.2. Identifikasi Masalah dan Penetapan Tujuan ... IV-4 4.3.3. Metode Pengumpulan Data ... IV-5 4.3.4. Metode Pengujian Data ... IV-6 4.3.5. Metode Pengolahan Data ... IV-8


(12)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

4.3.6. Metode Analisa dan Evaluasi ... IV-10 4.3.7 Kesimpulan dan Saran ... IV-12 V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1 5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.2. Pengolahan Data ... V-6 5.2.1. Pembentukan Current State Map ... V-6

5.2.1.1. Penentuan Produk Model Line ... V-7 5.2.1.2. Penentuan Value Stream Manager ... V-7

5.2.1.3. Pembentukan Diagram SIPOC dan

Door To Door Flow Sepanjang Value Stream ... V-8 5.2.1.4. Pembentukan Peta Aliran Keseluruhan Pabrik ... V-16 5.2.2. Penentuan Jadwal Induk Produksi ... V-19 5.2.3. Pemodelan Sistem Persediaan Aktual ... V-19 VI Analisa dan Evaluasi ... VI-1 6.1. Analisa ... VI-1

6.1.1. Analisa Current State Map ... VI-1 6.1.2. Rancangan Sistem Kanban ... VI-11

6.1.2.1. Perhitungan Takt Time ... VI-11 6.1.2.2. Rancangan Tindakan Perbaikan ... VI-14 6.1.2.3. Perhitungan Jumlah Kartu Kanban ... VI-17


(13)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

6.1.2.4. Rancangan Kartu Kanban dan Sistem Informasi ... VI-18 6.1.3. Analisa Pengurangan Non Value Added Activities ... VI-21 6.2. Evaluasi ... VI-22 6.2.1. Evaluasi Hasil Perancangan ... VI-25 6.2.2. Penyusunan Strategi Implementasi ... VI-27 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2 Saran ... VII-3 DAFTAR PUSTAKA


(14)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1. Jumlah Tenaga Kerja ... II-8 3.1. Lambang-Lambang yang Digunakan pada Peta Kategori Proses ... III-15 3.2. Lambang-Lambang yang Melengkapi Peta Keseluruhan ... III-20 3.3. Pertanyaan Investigasi 5 Why ... III-28 3.4. Hubungan Antara Fungsi Kanban dan Aturan Yang Digunakan ... III-35 5.1 Produksi Tim Kerja Di Stasiun Receiving Raw Material ... V-1 5.2. Data Pengamatan Waktu Siklus ... V-3 5.3. Penjualan Produk Breaded Shrimp ... V-4 5.4. Data Ukuran Batch, Scrap, dan Uptime ... V-5 5.5. Production Lead Time ... V-6 5.6. Cycle Time Stasiun Receiving Raw Material ... V-9 5.7. Hasil Uji Normal One-Sample Kolmogorov Smirnov Cycle Time

Stasiun Receiving Raw Material ... V-10 5.8. Hasil Uji Keseragaman Data Stasiun Receiving Raw Material ... V-10 5.9. Hasil Uji Kecukupan Data Stasiun Receiving Raw Material ... V-11 5.10. Rekapitulasi Pengujian Data ... V-12 5.11. Model Statistik Peramalan Breaded Shrimp ... V-20 5.12. Hasil Peramalan Penjualan ... V-21 5.13. Indeks Peramalan ... V-22 5.14. Jadwal Induk Produksi Breaded Shrimp ... V-22


(15)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

6.1. Total Value Added Time ... VI-1 6.2. Total NonValue Added Time ... VI-2 6.3. Analisa Akar Permasalahan Pemborosan Sepanjang Value Stream ... VI-8 6.4. Takt Time Tiap Stasiun ... VI-13 6.5. Perbandingan Antara Takt Time Dengan Cycle Time ... VI-13 6.6. Jumlah Kebutuhan Kartu Kanban Tiap Stasiun ... VI-18 6.7. Perbandingan Perubahan Lead TimeCurrent State Map dan

Future State Map ... VI-26 6.7. Penyusunan Strategi Implementasi ... VI-28


(16)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1 Struktur Organisasi PT. Central Windu Sejati ... II-7 2.2. Produk Breaded Shrimp ... II-19 2.3. Beberapa Contoh Defect ... II-21 2.4. Proses Deheading ... II-22 2.5. Diagram Alir Proses Produksi ... II-25 3.1. Pemborosan Dalam Suatu Sistem Nilai ... III-10 3.2. Contoh SIPOC Diagram ... III-15 3.3. Contoh Gambar Proses Terisolasi Sebelum Penerapan ... III-23 3.4. Supermarket Pull System ... III-25 3.5. Perbandingan Sistem Dorong dan Sistem Tarik ... III-31 3.6. Pull Production System ... III-34 3.7. Jenis Kanban ... III-38 4.3. Blok Diagram Langkah-Langkah Penelitian ... IV-3 5.1. Diagram Alir Proses Produksi Breaded Shrimp ... V-7 5.2. SIPOC Diagram ... V-8 5.3 Peta Kontrol Cycle Time Stasiun Receiving Raw Material ... V-11 5.4. Current State Map PT CWS ... V-18 5.5. Grafik Penjualan Breaded Shrimp ... V-19 5.6. Grafik Penjualan Breaded Shrimp Revisi ... V-20 5.7. Skema Aliran Informasi Sistem Persediaan PT.CWS ... V-21


(17)

DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)

GAMBAR HALAMAN

6.1. Pie Chart Perbandingan VA dan NVA... VI-2 6.2. Flowchart Proses Filling ... VI-6 6.3. Flowchart UsulanProses Filling ... VI-16 6.4. Kanban Pengambilan ... VI-19 6.5. Kanban Peintah Produksi ... VI-19 6.3. Rancangan Future State Map ... VI-23


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab ... L-1 2. Pengujian Data Waktu (Cycle Time) ... L-6 2.1. Pengujian Data Cycle TimeDeheading ... L-9 2.2. Pengujian Data Cycle Time Pengupasan dan Pembelahan ... L-4 2.3. Pengujian Data Cycle TimeFilling ... L-12 2.4.Pengujian Data Cycle TimeBreading ... L-15 2.5.Pengujian Data Cycle TimeSeaming ... L-18 2.6. Pengujian Data Cycle TimeFreezing ... L-21 2.7.Pengujian Data Cycle Time Pemeriksaan ... L-24 2.8.Pengujian Data Cycle Time Pengepakan ... L-27 3. Layout Lantai Produksi ... L-30


(19)

ABSTRAK

PT. Central Windu Sejati merupakan perusahaan yang bergerak di bidang

cold storage udang yang menghasilkan produk berupa udang beku dalam bentuk mentah dan matang. Sistem persediaan bahan baku yang saat ini digunakan oleh perusahaan adalah dengan memesan udang mentah dalam jumlah yang disesuaikan dengan perencanaan produksi untuk 1 minggu. Bahan baku kemudian disimpan dalam ruangan bersuhu -18oC dan diberi es batu yang akan diganti setiap 6 jam. Perusahaan mengambil tindakan ini untuk mencegah terjadinya kekurangan bahan baku pada proses produksi dan juga menghemat biaya pemesanan. Kondisi ini mengakibatkan biaya inventori menjadi tinggi, selain itu tingkat kesegaran dan kualitas produk akan menurun.

Cara pemesanan bahan baku di PT. Central Windu Sejati menunjukkan ketidakseimbangan antara bahan baku yang diproses dengan kapasitas produksi stasiun kerja, hal ini mengakibatkan terjadinya penumpukan material antar stasiun yang dimulai dari stasiun deheading hingga stasiun seaming. Kondisi ini menunjukkan adanya pemborosan pada perusahaan yang dapat mempengaruhi produktivitas perusahaan.

Untuk mengidentifikasi pemborosan yang terjadi, dilakukan pendekatan dengan menggunakan value stream mapping untuk mendapatkan current state map yang selanjutnya akan dianalisa dengan tool 5 why untuk mendapatkan akar permasalahan penyebab pemborosan yang terjadi sepanjang value stream. Adapun pemborosan yang dibahas dalam penelitian ini adalah 7 waste dari definisi sistem produksi Toyota. Dari hasil penelitian, waste yang terjadi di PT. Central Windu sejati mencakup pemborosan waktu menunggu, transportasi yang berlebihan,

overprocessing, excessive inventory dan unnecessary motion.

Rancangan sistem kanban dilakukan dengan perencanaan sistem komunikasi antara perusahaan dengan pemasok bahan baku (vendor) untuk mengatasi kelemahan sistem persediaan aktual. Untuk mengurangi non value added activities, dilakukan analisis pada stasiun kerja yang memiliki takt time

dibawah cycle time. Hasil rancangan dimodelkan dalam future state map sebagai gambaran keadaan ideal proses produksi yang ingin dicapai. Strategi implementasi dirumuskan sebagai usulan langkah-langkah untuk membantu perusahaan mencapai keadaan ideal yang diinginkan. Adapun pengurangan lead time yang diharapkan pada penelitian ini adalah sebesar 49.78 %. Future state map harus terus menerus diperbaiki (continuous improvement) agar perusahaan dapat menjadi lean dan eksis dalam persaingan global.


(20)

ABSTRAK

PT. Central Windu Sejati merupakan perusahaan yang bergerak di bidang

cold storage udang yang menghasilkan produk berupa udang beku dalam bentuk mentah dan matang. Sistem persediaan bahan baku yang saat ini digunakan oleh perusahaan adalah dengan memesan udang mentah dalam jumlah yang disesuaikan dengan perencanaan produksi untuk 1 minggu. Bahan baku kemudian disimpan dalam ruangan bersuhu -18oC dan diberi es batu yang akan diganti setiap 6 jam. Perusahaan mengambil tindakan ini untuk mencegah terjadinya kekurangan bahan baku pada proses produksi dan juga menghemat biaya pemesanan. Kondisi ini mengakibatkan biaya inventori menjadi tinggi, selain itu tingkat kesegaran dan kualitas produk akan menurun.

Cara pemesanan bahan baku di PT. Central Windu Sejati menunjukkan ketidakseimbangan antara bahan baku yang diproses dengan kapasitas produksi stasiun kerja, hal ini mengakibatkan terjadinya penumpukan material antar stasiun yang dimulai dari stasiun deheading hingga stasiun seaming. Kondisi ini menunjukkan adanya pemborosan pada perusahaan yang dapat mempengaruhi produktivitas perusahaan.

Untuk mengidentifikasi pemborosan yang terjadi, dilakukan pendekatan dengan menggunakan value stream mapping untuk mendapatkan current state map yang selanjutnya akan dianalisa dengan tool 5 why untuk mendapatkan akar permasalahan penyebab pemborosan yang terjadi sepanjang value stream. Adapun pemborosan yang dibahas dalam penelitian ini adalah 7 waste dari definisi sistem produksi Toyota. Dari hasil penelitian, waste yang terjadi di PT. Central Windu sejati mencakup pemborosan waktu menunggu, transportasi yang berlebihan,

overprocessing, excessive inventory dan unnecessary motion.

Rancangan sistem kanban dilakukan dengan perencanaan sistem komunikasi antara perusahaan dengan pemasok bahan baku (vendor) untuk mengatasi kelemahan sistem persediaan aktual. Untuk mengurangi non value added activities, dilakukan analisis pada stasiun kerja yang memiliki takt time

dibawah cycle time. Hasil rancangan dimodelkan dalam future state map sebagai gambaran keadaan ideal proses produksi yang ingin dicapai. Strategi implementasi dirumuskan sebagai usulan langkah-langkah untuk membantu perusahaan mencapai keadaan ideal yang diinginkan. Adapun pengurangan lead time yang diharapkan pada penelitian ini adalah sebesar 49.78 %. Future state map harus terus menerus diperbaiki (continuous improvement) agar perusahaan dapat menjadi lean dan eksis dalam persaingan global.


(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.2. Latar Belakang Permasalahan

PT. Central Windu Sejati merupakan perusahaan yang bergerak di bidang

cold storage udang yang menghasilkan produk berupa udang beku dalam bentuk mentah dan matang. Sistem persediaan bahan baku yang saat ini digunakan oleh perusahaan adalah dengan memesan udang mentah dalam jumlah yang disesuaikan dengan perencanaan produksi untuk 1 minggu. Bahan baku kemudian disimpan dalam ruangan bersuhu -18oC dan diberi es batu yang akan diganti setiap 6 jam. Perusahaan mengambil tindakan ini untuk mencegah terjadinya kekurangan bahan baku pada proses produksi dan juga menghemat biaya pemesanan. Kondisi ini mengakibatkan biaya inventori menjadi tinggi, selain itu tingkat kesegaran dan kualitas produk akan menurun.

Cara pemesanan bahan baku di PT. Central Windu Sejati menunjukkan ketidakseimbangan antara bahan baku yang diproses dengan kapasitas produksi stasiun kerja, hal ini mengakibatkan terjadinya penumpukan material antar stasiun yang dimulai dari stasiun deheading hingga stasiun seaming. Kondisi ini menunjukkan adanya pemborosan (waste) yang mengakibatkan pemakaian sumber daya seperti energi, biaya, usaha, dan waktu yang semakin tinggi, sehingga proses produksi tidak efektif dan tidak efisien dan pada akhirnya akan menurunkan produktivitas perusahaan.


(22)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan pada PT. Central Windu sejati yang akan dicari penyelesaiannya dalam penelitian tugas akhir ini adalah:

1. Ketidakefisienan sistem persediaan bahan baku yang mengakibatkan pemakaian biaya inventori yang tinggi dan mempengaruhi kualitas produk. 2. Perhitungan bahan baku yang tidak sesuai dengan kapasitas produksi

mengakibatkan non value added activities berupa waiting time.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah memperoleh rancangan sistem kanban yang berprinsip pada sistem tarik (pull system) yang memungkinkan zero inventory.

Sasaran penelitian ini adalah:

1. memodelkan current state map untuk mengidentifikasi pemborosan (waste) yang terjadi di sepanjang value stream.

2. memodelkan future state map yang dapat dijadikan alternatif solusi untuk mengurangi non value added activities

3. merumuskan usulan strategi implementasi filosofi just in time yang mengutamakan continuous improvement.


(23)

Manfaat penelitian ini adalah:

1. memberikan informasi kepada perusahaan mengenai peta kondisi perusahaan saat ini dan identifikasi pemborosan yang terjadi sepanjang value stream serta alternatif solusi pemecahan masalah.

2. memberikan referensi bagi para peneliti berikutnya yang melakukan penelitian di bidang yang sama.

3. menumbuhkan mentalitas dan rasa percaya diri bagi penulis sebelum menekuni dunia karir.

1.4. Pembatasan Masalah dan Asumsi Penelitian

Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian lebih terarah untuk mencapai tujuan dan memberikan ruang lingkup penelitian.

Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian dilakukan untuk satu jenis famili produk yang merupakan produk utama perusahaan.

2. Penelitian tidak mencakup perhitungan ongkos dan biaya produksi di sepanjang value stream.

3. Penelitian dibatasi untuk pengurangan dari segi leadtime dengan memperhatikan pemborosan waiting dan transportation.

4. Penelitian dibatasi hingga pengkajian solusi dan tahapan implementasi tidak dilakukan.


(24)

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data penjualan saat ini mewakili kondisi di masa mendatang karena faktor-faktor luar yang mungkin berpengaruh pada penjualan produk tidak dipertimbangkan.

2. Studi waktu hanya dilakukan untuk data waktu proses, sedangkan data waktu lainnya dianggap sudah mewakili dalam sekali pengukuran.

3. Tingkat kepercayaan yang dipakai adalah 95 % dan tingkat ketelitian 5 %. 4. Operator yang bekerja di setiap proses sepanjang value stream memiliki

kemampuan kerja normal atau hasil kerja yang berada pada nilai rata-rata hasil kerja seluruh operator.

5. Kondisi mesin dan peralatan tidak dalam keadaan rusak ketika pengukuran dilakukan.

1.5. Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Tugas akhir terdiri dari 7 bab. Bab I menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, pembatasan masalah dan asumsi penelitian, serta sistematika penulisan laporan.

Bab II menguraikan gambaran umum perusahaan yang mencakup sejarah dan gambaran umum perusahaan, organisasi dan manajemen serta proses produksi pada perusahaan.

Bab III menguraikan landasan teori yang berisi dasar-dasar ilmiah yang digunakan dalam pengumpulan dan pengolahan data, serta analisis dan evaluasi pemecahan masalah.


(25)

Bab IV menguraikan metodologi penelitian yang berisi tentang metode yang digunakan dalam penelitian tugas akhir.

Bab V menjelaskan tentang pengumpulan dan pengolahan data yang berisi data-data primer dan sekunder yang diperoleh dari penelitian serta pengolahan data yang membantu dalam pemecahan masalah.

Bab VI menguraikan analisa dan evaluasi yang berisi analisis hasil pengolahan data dan evaluasi hasil usulan perbaikan.

Bab VII merupakan kesimpulan dan saran yang berisi kesimpulan yang didapat dari hasil pemecahan masalah dan saran-saran yang diberikan kepada pihak perusahaan.


(26)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

PT. Central windu Sejati (CWS) yang pada awalnya bernama PT. Udang Mas Intipertiwi didirikan oleh Direktur Perdata, Nurjali Nartosoewojo, SH. pada tanggal 27 April 1988. Karena adanya keinginan untuk ikut membantu pemerintah dalam usaha peningkatan produksi dan ekspor udang, maka pada Oktober 1988, PT. Udang Mas Inti pertiwi mengajukan usulan proyek untuk tambak udang dan pembekuan udang (cold storage).

Usulan diterima pemerintah setelah surat persetujuan ketua BPKM Nomor 785/1/PMDN/1988 tanggal 12 Desember 1988 ditetapkan dengan status Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Usaha ini bergerak dalam bidang pembibitan udang, budidaya tambak udang terpadu serta pengolahannya.

Setelah disahkan dengan Akte Notaris Nomor 36 oleh Notaris Asmaroil, SH. pada bulan Desember 1990, maka PT. Udangmas Intipertiwi kemudian menjalankan kegiatannya. Produksi percobaan dimulai pada tanggal 19 Desember 1990. Jumlah karyawan yang direkrut pada awal produksi sekitar 100 orang dengan hasil produksi sebesar 4 -5 Ton/hari. Ekspor perdana dilakukan ke Jepang pada akhir Februari 1991. Dan sejalan dengan itu, pada tanggal 21 Juni 1993 pihak perusahaan memutuskan penjualan PT. Udang Mas Intipertiwi kepada PT. Centralwindu Intipertiwi melalui perjanjian jual beli aktiva yang disahkan dengan


(27)

akte Notaris H. Rokayah Sulaeman, SH, nomor 57. Sejak itulah PT. Udang Mas Intipertiwi menjadi PT. Central Windu Intipertiwi dan pada tanggal 18 Juni 1994 PT. Central Windu Intipertiwi berubah nama lagi menjadi PT. Central Windu Sejati.

Untuk memperbesar kapasitas produksi, pada tahun 1998 PT. Central Windu Sejati mendirikan pabrik baru khusus untuk pengolahan udang ukuran menengah serta pembekuannya yaitu PT. Central Windu Sejati II yang berjarak kurang lebih 2 Km dari lokasi pabrik pertama (PT. CWS).

Tahun 2005 PT Central Windu Sejati II telah digabung kembali dengan induknya PT. CWS yang berlokasi di Kawasan Industri Medan II, jalan Pulau Solor , Mabar, Sumatera Utara.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

PT. Central Windu Sejati bergerak dalam bidang budidaya, pengolahan serta pembekuan udang. Hingga saat ini 80 % bahan baku diperoleh dari tambak milik masyarakat melalui supplier yang berasal dari Aceh, Deli Serdang dan Langkat. Sedangkan tambak milik PT. Central Windu Sejati seluas kurang lebih 100 hektar, hingga kini hanya mampu memenuhi sekitar 20 % dari total bahan baku yang dibutuhkan. Tambak ini digunakan hanya untuk menjamin tersedianya bahan baku untuk diolah.

Hasil produksi perusahaan seluruhnya diekspor dengan negara tujuan antara lain Jepang, Amerika Serikat, Australia, Hongkong, Singapura serta Negara-negara Eropa lainnya. Negara Jepang merupakan konsumen terbesar


(28)

sekitar 90 % dari total produksi dan sisanya sebesar 10 % diekspor ke Negara-negara di luar Jepang.

Secara umum produk udang yang dihasilkan oleh PT. Central Windu Sejati terbagi atas:

1. Berdasarkan jenis udang yang dibekukan

Dua jenis udang terbesar yang diproses di PT CWS adalah Black Tiger

(Penaeus monodon) dan white vannamei (Penaeus vannamei) 2. Berdasarkan proses pengupasan:

a. Udang Head-On (HO), yaitu udang yang masih utuh dan biasanya dibekukan dalam bentuk blok dengan system Contact Plate Freezer (CPF). b. Udang headless, yaitu udang yang diambil kepalanya dan biasanya

dibekukan dengan system Individual Quick Frozen (IQF).HL (Head Less), dimana hanya kepala udang yang dibuang.

c. Easy Peeled (EP) yaitu udang yang proses pengupasannya hanya dengan mengunting bagian punggung udang dari ruas 1 sampai ruas 5 sehingga terbelah dan membersihkan ususnya.

d. Peeled Tail On (PTO) yaitu udang yang kulitnya dikupas, tetapi ekornya masih ada, dan usus diambil tanpa membelah punggung udang (dengan sistem cabut/tarik)

e. Peeled Deveined Tail On (PDTO) yaitu udang yang kulitnya dikupas, tetapi ekornya masih ada dan udang dibelah dibagian punggung untuk diambil ususnya.


(29)

f. Peeled Undeveined (PU) yaitu udang yang kulit dan ekornya dikupas, tetapi usus tidak diambil.

g. Peeled Deveined (PD) yaitu udang yang dikupas kulitnya, dibuang ekor dan dibuang ususnya dengan cara disudet (pengambilan usus dengan menggunakan pin khusus pada ruas kedua bagian punggung.

3. Berdasarkan mentah atau matangnya produk a. Produk Mentah (Raw)

Produk mentah ini masih dibagi menjadi dua bagian besar: - Produk Peel (EP, PDTO, PD, dan PTO)

- Produk Nobashi, sering disebut juga Produk Tempura b. Produk Masak (Cooked)

Produk cooked ini secara umum dibagi menjadi:

- Produk Cooked Peeled, dimana bahan mentah direbus dulu sebelum dikupas.

- Produk PDTO Cooked, dimana bahan mentah direbus setelah dikupas. - Produk Sushi Ebi, dimana bahan mentah yang sudah dipilih

berdasarkan panjang direbus, difillet dan dikupas.

- Produk Salada Ebi, dimana bahan mentah yang sudah dipilih berdasarkan size (berat) direbus, difillet dan dikupas.

4. Berdasarkan sistem pembekuan a. IQF (Individually Quick Frozen) b. Semi IQF


(30)

5. Produk udang value added, merupakan udang yang diolah sedemikian rupa sehingga memiliki nilai tambah. Produk ini sangat variatif dan semuanya berdasarkan pesanan konsumen. Produk udang ini antara lain terdiri dari: a. Ebi Cutlet

b. Breaded Shrimp

2.3. Organisasi Dan Manajemen 2.3.1. Struktur Organisasi Perusahaan

Organisasi didefinisikan sebagai suatu wadah bagi sekelompok orang untuk bekerja sama dengan menggunakan dana, alat, dan teknologi. Mereka bersedia terikat dengan peraturan dan lingkungan tertentu sehingga mengarah pada pencapaian tujuan yang diinginkan.

Struktur organisasi merupakan susunan yang terdiri dari fungsi-fungsi dan hubungan-hubungan yang menyatakan keseluruhan kegiatan untuk mencapai suatu sasaran. Secara fisik struktur organisasi dapat dinyatakan dalam bentuk gambaran (bagan) yang memperlihatkan hubungan unit-unit organisasi dan garis-garis wewenang yang ada. Penggambaran organisasi dalam suatu bagan merupakan hasil keputusan yang telah dicapai tentang struktur organisasi yang bersangkutan.

Struktur organisasi menunjukkan satuan-satuan organisasi dan garis wewenang, sehingga batasan-batasan tugas dan tanggung jawab dari setiap personil dalam organisasi dapat dilihat dengan jelas. Dengan demikian,


(31)

masing-masing personil mengetahui dari mana ia mendapat perintah dan kepada siapa ia harus mempertanggungjawabkan hasil pekerjaannya.

Dalam melaksanakan kegiatannya, PT. Central Windu Sejati menggunakan struktur organisasi yang disusun sedemikian rupa sehingga jelas terlihat batas-batas tugas, wewenang dan tanggung jawab dari setiap personil dalam organisasi. Dengan demikian diharapkan adanya suatu kejelasan arah dan koordinasi untuk mencapai tujuan perusahaan dan masing-masing pegawai mengetahui dengan jelas darimana perintah itu datang dan kepada siapa harus mempertanggung jawabkan hasil pekerjaannya.

Struktur organisasi yang digunakan PT. Central Windu Sejati adalah struktur organisasi fungsional dan lini di mana wewenang dari pucuk pimpinan dilimpahkan kepada satuan-satuan di bawahnya dalam bidang kerja tertentu. Pada level terakhir dari struktur organisasi terlihat bahwa pembagian kerja sudah berdasarkan fungsinya masing-masing. Struktur organisasi pabrik udang PT. Central Windu Sejati dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(32)

(33)

2.3.2. Tenaga Kerja dan Jam Kerja Perusahaan

Jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan PT.Central Windu Sejati sebanyak 2854 orang (termasuk outsourcing) dengan sebaran tenaga kerja seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.1.

Tabel 2.1. Jumlah Tenaga Kerja

Jumlah Tenaga Kerja

PERMANENT

Processing 420

Non Processing 234

Total Permanent 654

NON PERMANENT

Processing 2,111 Non Processing 90

Total Non Permanent 2,201

TOTAL PROCESSING 2,530

TOTAL NON PROCESSING 324

GRAND TOTAL 2,854

(Sumber: Bagian Head Count PT. Central Windu Sejati)

Agar perusahaan dapat berjalan dengan baik dalam melaksanakan tugas guna mencapai tujuan, diperlukan waktu kerja yang baik. Jam kerja di perusahaan adalah hari Senin sampai hari Sabtu dimana setiap harinya terdiri dari 8 jam kerja dan 1 jam istirahat.

Pengaturan jam kerja karyawan setiap harinya adalah sebagai berikut: a. Karyawan kantor (Staff).

Jam bekerja karyawan kantor mulai pukul 08.00 WIB s/d 17.00 WIB dengan waktu istirahat pukul 12.00 WIB s/d 13.00 WIB, kecuali hari Jumat mulai pukul 12.00 WIB s/d 13.30 WIB dan hari Sabtu jam kerja dimulai pukul 08.00


(34)

WIB s/d 17.30. Untuk hari Minggu dan hari libur nasional karyawan kantor tidak bekerja.

b. Karyawan pengolahan, pengemasan, dan penyimpanan.

Karyawan ini bekerja selama 6 hari dengan jam kerja yang sama dengan karyawan kantor.

c. Karyawan peralatan, mesin, dan satuan pengaman.

Karyawan bagian ini dibagi menjadi tiga shift dengan jam kerja selama 8 jam untuk masing-masing shift, yaitu:

Shift I : Pukul 08.00 WIB s/d 17.00 WIB Shift II : Pukul 17.00 WIB s/d 00.00 WIB Shift III : Pukul 00.00 WIB s/d 08.00 WIB

2.3.3. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya

Sistem pengupahan di perusahaan ini diatur sesuai dengan status karyawan (karyawan harian/bulanan atau borongan).

1. Karyawan Harian

Pembayaran upah untuk karyawan harian dilakukan tiap dua minggu sekali dengan besar upah Rp. 35.000 perhari.

2. Karyawan borongan

Pembayaran upah karyawan borongan juga dilakukan tiap dua minggu sekali. Premi mandiri kerja normal dibayar berdasarkan jumlah hasil kerja dikali upah per kg, dimana upah per kg sebesar Rp.1900,-


(35)

3. Karyawan bulanan

Pembayaran upah dilakukan setiap bulan yang terdiri dari upah pokok, tunjangan jabatan, dan tunjangan lainnya yang didasarkan kepada jabatan, keahlian, kecakapan, prestasi kerja, dan sebagainya dari karyawan yang bersangkutan.

Untuk karyawan yang bekerja lembur, upah lembur akan dibayar dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Apabila jam kerja dilakukan pada hari biasa:

- 1 jam pertama dibayar upah sebesar 1,5 kali upah per jam. - Tiap jam berikutnya dibayar upah 2 kali upah per jam.

b. Apabila jam kerja lembur dilakukan pada hari minggu atau hari raya resmi: - Untuk setiap jam hingga batas 7 jam upah dibayar 2 kali upah sejam. - Jam kerja lembur setelah 7 jam upah dibayar 3 kali upah sejam.

Insentif dan fasilitas yang diberikan PT. Central Windu Sejati kepada karyawan berupa :

a. THR (Tunjangan Hari Raya) dan bonus tergantung performansi kerja dan lama kerja karyawan.

b. Poliklinik untuk perawatan kesehatan di pabrik. c. Fasilitas kerja

Untuk menunjang kelancaran tugasnya perusahaan juga menyediakan peralatan-peralatan yang dibutuhkan oleh karyawan untuk meningkatkan keselamatan kerja seperti kaca mata, penutup mulut, helm, sepatu pengaman dan sebagainya.


(36)

d. Disediakan bus atau mini bus karyawan untuk mengantar dan menjemput karyawan yang akan bekerja.

e. Kantin

Perusahaan juga menyediakan kantin untuk karyawan dalam lingkungan perusahaan, dimana harga yang ditawarkan tergolong murah dan bergizi sehingga membantu dalam menjaga kondisi fisik karyawan.

f. Adanya jaminan sosial tenaga kerja

Perusahaan memberikan asuransi keselamatan kerja untuk melindungi karyawan dari hal-hal yang tidak diinginkan.

g. Pemberian alat-alat keselamatan kerja (sepatu, pakaian dan sarung tangan). h. Mushalla di lokasi pabrik.

i. Family gathering party (acara berkumpul semua karyawan dan keluarga setiap satu tahun sekali).

2.4. Daerah Pemasaran

Pemasaran merupakan kegiatan perusahaan yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan kegiatan yang berkesinambungan di perusahaan dan seluruh manajemen di dalamnya. Hasil pemasaran juga menjadi poin penting perusahaan untuk meninjau kembali semua aspek produk dan manajemen bersangkutan agar dapat mencapai titik optimum perusahaan.

Hasil produksi PT CWS dipasarkan di lokal dan juga diekspor ke luar negeri seperti Jepang, Amerika Serikat, Australia, Hongkong, Singapura serta


(37)

beberapa negara Eropa. Negara Jepang merupakan konsumen terbesar, yaitu sekitar 90 % dari seluruh target pemasaran.

Beberapa konsumen PT CWS:

1. JARE = Nichirei Fresh Inc, Japan. Brand NICH 2. JACOP, Brand JCCU

3. IMS (International Marketing Specialist), brand DelicaSea 4. LUCKY, Hongkong

5. Amerin Inc, USA, brand Amerin 6. Expack Seafood Inc, New York

7. Blue Ocean Resources Pte, Ltd, Singapore, ship to New York/LA/Denmark 8. Golden Harvest, USA, brand : Golden Sand, Bird River

9. Mazzeta, brand SeaMazz, Mazzeta 10.Sea Lion, brand Jade Lion

11.Maruha, brand Maruha

2.5 Proses Produksi 2.5.1. Bahan Yang Digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi dapat dikelompokkan atas bahan baku, bahan penolong dan bahan tambahan.

a. Bahan baku

Bahan baku adalah bahan utama yang diproses dan memiliki persentase terbesar dalam produk akhir. Bahan baku yang digunakan oleh PT. Central Windu Sejati dalam pembuatan produk adalah udang segar dari jenis:


(38)

1. Black Tiger (Penaeus monodon) 2. White vannamei (Penaeus vannamei)

Bahan baku ini diperoleh dari beberapa pemasok udang, dimana berdasarkan sumbernya dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu:

1. Udang laut (Udang tradisi) 2. Udang tambak (Udang Intensif)

Udang merupakan spesies hewan air yang tergolong ke dalam phylum Invertebrata, kelas Decapoda dan Family Panaideae. Tubuh udang terbagi dari bagian atas yaitu cepholothorax (merupakan gabungan antara kepala, dada serta perut), dan bagian ekor. Seluruh bagian tubuh beserta anggotanya terdiri dari ruas-ruas (segmen). Kepala-dada terdiri dari 13 ruas, yaitu kepala 5 ruas dan dada 8 ruas. Sedangkan bagian ekor terdiri dari 6 ruas. Bagian kepala udang memiliki berat antara 36 – 49 %, bagian daging antara 24 – 41 % dan bagian kulit antara 17 – 23 % dari berat total badannya.

Dewasa ini udang windu/ tiger merupakan jenis udang yang paling banyak dibudidayakan karena spesies ini memiliki ukuran cukup besar dan rasanya manis. Udang jenis ini memiliki ciri-ciri kulit tebal, berwarna abu-abu kebiruan dan memiliki cincin yang berwarna gelap. Dalam proses produksi, udang ini akan dibedakan berdasarkan warna hitam (black) dan biru (blue). Warna hitam dibagi lagi menjadi first black, second black dan white black

sedangkan warna biru (blue) dibedakan atas blue dan white blue. Penggolongan ini hanya berlaku untuk udang pasokan dari tambak, sedangkan


(39)

udang laut hanya dikenal udang dengan warna hitam. Pembedaan ini dilakukan untuk menambah nilai estetika produk.

b. Bahan penolong

Bahan penolong merupakan bahan yang digunakan dalam proses produksi yang fungsinya untuk memperbaiki kualitas produk serta membantu proses produksi agar produk dapat dihasilkan sesuai dengan yang ditetapkan. Dalam produksi, bahan penolong ini tidak ikut dalam produk tetapi dibutuhkan dalam proses produksi. Bahan penolong ini dibutuhkan dalam jumlah yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan bahan baku.

Bahan penolong memegang peranan yang cukup penting dalam proses pengolahan untuk memperlancar proses produksi dan menjaga agar kondisi udang tetap segar. Bahan penolong yang digunakan antara lain:

1. Air, digunakan untuk:

a. Membilas dan membersihkan udang, serta menjaga kesegaran udang. b. Media pemindahan udang dari satu tempat ke tempat berikutnya. c. Proses sterilisasi udang yaitu: perendaman udang dalam air yang telah

dicampur dengan klorin.

d. Campuran bahan kimia STPP (Sodium Tri Poly Phospat) yang digunakan selama pengolahan, khususnya udang Peeled.

e. Proses pembekuan, khususnya pembekuan udang dalam bentuk blok. f. Sanitasi ruangan, peralatan dan perlengkapan kerja serta mesin.

Air diperoleh dari sumur bor yang dibangun oleh perusahaan di lokasi pabrik dan PDAM Tirtanadi Medan.


(40)

2. Es, digunakan untuk mempertahankan suhu udang selama proses pengolahan (antara 0–4o C), sehingga kesegaran dan kualitas udang tetap terjaga serta mencegah terjadinya kerusakan udang selama proses pengolahan berlangsung. Untuk keperluan ini digunakan hancuran es yang disebut Es Curai. Kebutuhan es diperoleh dari pabrik-pabrik es yang dan mesin pembuat es milik PT. Central Windu Sejati. Untuk membuat es curai perusahaan menyediakan mesin pemecah es yang disebut Ice Flake Machine.

3. Klorin

Klorin merupakan bahan kimia yang digunakan dalam proses desinfeksi yang bertujuan untuk mematikan bakteri-bakteri. Bakteri-bakteri yang biasanya ada adalah Pseudomonas, Achromobacter, Flavobacterium, Alcaligenes dan Arthrobacter. Bakteri ini dapat hidup hingga suhu -5o C dan pada suhu ini bakteri akan membentuk pertahanan tubuh sehingga digunakan larutan klorin dengan kandungan yang cukup tinggi pada tahap awal proses pengolahan. Larutan klorin juga digunakan untuk membilas udang, sterilisasi peralatan pengolahan serta sarung tangan dan sepatu pekerja dengan konsentrasi yang berbeda-beda.

4. Sodium Tri Poly Phospat (STTP)

Bahan kimia ini dikenal dengan rumus kimia Na5P3O10 dalam bentuk serbuk putih dengan titik lebur 622 0C. Bahan ini digunakan dalam proses pengolahan udang Tempura dan udang Peeled. Fungsi utama zat ini adalah


(41)

sebagai water holding agent, yaitu untuk menahan kandungan air yang ada di dalam udang, sehingga berat udang tidak susut.

Selain itu zat ini berfungsi untuk:

a. Mencegah hilangnya zat-zat gizi yang terdapat dalam udang.

b. Menjaga kestabilan bentuk tubuh (tekstur) udang, sehingga daging udang tidak menjadi lunak.

c. Untuk produk udang Tempura, zat ini berguna untuk mencegah timbulnya bintik-bintik hitam pada ekor udang setelah direbus.

c. Bahan tambahan

Bahan tambahan adalah bahan yang tidak ikut dalam proses produksi tetapi ikut dalam produk, atau dengan kata lain bahan tambahan berfungsi memperbaiki tampilan produk sehingga menghasilkan produk akhir yang siap untuk dipasarkan. Bahan tambahan yang digunakan PT. Central Windu Sejati adalah :

1. Master Carton, yaitu kotak berukuran besar yang menjadi kemasan tertier 2. Inner Carton, yaitu kotak kecil berukuran kecil yang menjadi kemasan

unit-unit produk udang (kemasan sekunder) yang terdapat dalam master carton

3. Polybag, yaitu pembungkus primer dari produk-produk udang yang telah dibekukan

5. Cnorav Film, yaitu merupakan lapisan plastik yang digunakan untuk membungkus kotak inner produk


(42)

7. Strapping band, yaitu tali pengikat produk jadi yang telah dikemas dalam master carton

8. Label size, yaitu catatan yang berisi informasi tentang produk yang dikemas dalam master carton dan biasanya tertulis pada master carton.

2.5.2. Standar Mutu

Pengendalian mutu di PT CWS dilakukan mulai dari bahan baku (raw material) sampai ke tahap yang paling akhir, yaitu pengepakan (packing). Mutu produk benar-benar terjaga dari aspek kebersihan, standarisasi proses dan quality control.

Tingkatan mutu di PT CWS terbagi atas tiga, yaitu:

1. Mutu udang kelas satu (first Grade), dengan ciri-ciri antara lain: - Kulit udang keras, segmen pertama masih lentur jika ditekan. - Kondisi udang masih utuh, kuat dan tidak pecah ataupun cacat lain. - Tidak terdapat bintik-bintik hitam (black Spot) pada badan udang. 2. Mutu udang kelas dua (Second Grade), dengan ciri-ciri antara lain:

- Kulit dan daging udang sudah melunak (soft shell)

- Terdapat black spot dan luka pada badan udang (injuries).

- Back broken tetapi tidak sampai pada broken depth, artinya meskipun antar segmen pada tubuh pecah tapi masih terdapat selaput putih.

3. Mutu udang kelas tiga (broken), dengan ciri-ciri antara lain:

- Ruas badan udang pecah hingga lebih dari 3 mm (black broken depth) - Banyak terdapat black spot pada badan dan ekor udang.


(43)

- Banyak terdapat injuries badan dan ekor udang, daging udang sudah melunak serta ekor udang patah.

Sedangkan parameter yang digunakan untuk mutu udang dengan sortasi warna dibedakan dalam 2 kelompok besar:

1. Warna Hitam (black), dibedakan atas: a. First black (warna udang paling hitam) b. Second black (warna udang agak hitam) 2. Warna Biru (blue), dibedakan atas:

a. Blue (warna udang paling biru)

b. White Blue (warna udang putih kebiruan)

Sortasi warna dilakukan untuk memenuhi spesifikasi yang diminta oleh konsumen dan sekaligus untuk memastikan produk memenuhi kualitas. Misalnya untuk produk udang Head-On yang akan dikirim ke Jepang dengan produk yang akan dikirim ke Amerika dan Eropa tentunya berbeda dalam sortasi warnanya.

Untuk produk yang dikirim ke Jepang , ciri-cirinya antara lain: 1. Tidak terdapat blackspot, injuries dan cacat lainnya.

2. Anggota badan lengkap, tekstur daging keras, tidak soft ataupun semi soft.

3. Lebar pecah antar ruas <3 mm, dan masih terdapat selaput putih.

4. UNF < 1,3. UNF adalah singkatan dari Uniformity, merupakan perbandingan berat 10 ekor udang yang terbesar dengan 10 ekor udang yang terkecil.

Sedangkan untuk produk yang dikirim ke Amerika Serikat dan Eropa, memiliki ciri-ciri antara lain:


(44)

2. Anggota badan lengkap, tekstur daging agak lunak. 3. Lebar pecah antara ruas < 4 mm.

4. UNF < 1,5

2.5.3.

Uraian Proses Produksi

Produk utama yang menjadi model line dalam proses produksi di PT Central Windu Sejati adalah Breaded Shrimp.

Gambar 2.2. Produk Breaded Shrimp

Penjelasan tahapan proses produksi breaded shrimp sebagai berikut: 1. Receiving Raw Material

Bahan baku utama berupa udang yang berasal dari pertambakan diterima dan disortasi sesuai spesifikasi terlebih dahulu. Untuk produk breaded shrimp

dipilih udang sesuai ukuran pesanan, kemudian dibawa dalam fiber box ke bagian penerimaan. Sebelum bahan mentah diterima, bagian QC melakukan sampling untuk incoming material. Jumlah sampel yang diambil adalah 1 kg per 500 kg udang yang masuk untuk setiap size dan setiap supplier diambil


(45)

secara acak. Sampel yang ada dihitung jumlah totalnya dan ditimbang untuk mengetahui size Head On-nya.

Adapun pemeriksaan yang dilakukan untuk sampling awal ini adalah: - Pengecekan warna (colour)

- Keriting (tail rot) - Black spot

- Black Tail

- Tail hurt

- Body hurt

- Pengujian organoleptik.

Defect yang diizinkan pada pengecekan ini adalah per defect < 10%, terkecuali untuk defect warna (defect merah) harus < 5% . Jika prosentase penyimpangan lebih dari standar (tidak sesuai spec), informasikan ke bagian purchasing untuk diambil tindakan ( ditolak atau diterima ).

Pengujian organoleptik dilakukan dengan mengambil secara acak 3 ekor udang tiap size di tiap supplier. Udang yang diambil direbus dengan suhu air panas 98-100 C. Waktu rebus tergantung pada size udang yang akan diuji, dimana:

- Untuk size 20-30 : 3,5 – 4.0 menit - Untuk size 31-40 : 3,0 – 3.5 menit - Untuk size 41-50 : 2,5 – 3.0 menit - Untuk size 51-70 : 2,0 – 2.5 menit - Untuk size > 70 : 1,5 – 2.0 menit


(46)

Setelah direbus, udang dicium untuk mengetahui ada tidaknya bau atau rasa lain yang tidak sesuai dengan spesifikasi udang (seperti bau minyak tanah, bau tanah/muddy smell, lumut, dll)

Bahan mentah yang diterima setelah sampling awal akan dibersihkan terlebih dahulu di washing tank dan dimasukkan dalam keranjang untuk ditimbang. Air pencucian di washing tank mengadung kadar klorin 50-75 ppm. Sebelum proses penimbangan gross weight, keranjang tersebut ditiris terlebih dahulu untuk membuang air yang terikut pada bahan mentah pada saat pencucian. Hasil timbang gross weight ini sering juga disebut ”Timbang Head On”.

Selama proses penerimaan dilakukan pengambilan sampel pada posisi tengah keranjang sekitar 4% untuk masing-masing keranjang. Kemudian untuk setiap ± 250 kg bahan mentah di ambil ± 1 kg udang untuk di cek kualitasnya, meliputi teklek, merah, lumut, keriting, moulting, ekor geripis, black spot , dll. Kreteria defect yang diizinkan < 10 % perdefect (sesuai spec produk).

(a) Body Hurt (b) Black Tail (c) Moulting Gambar 2.3. Beberapa Contoh Defect


(47)

Pada tahap ini juga dilakukan pengecekan freshness (kesegaran) udang dimana: a. Kondisi good : penampakan warna kulit udang bersinar, translucent,

tekstur keras.

b. Kondisi fair : penampakan warna udang sedikit buram, tekstur tidak begitu keras.

c. Kondisi acceptable : penampakan permukaan udang kering, mulai agak kemerah–merahan.

2. Deheading

Pada stasiun ini, hasil sortasi pada bagian penerimaan selanjutnya akan diletakkan di atas meja dan diberi es dengan suhu sesuai standar. Perlu disiapkan terlebih peralatan kerja yaitu keranjang dan baskom cuci tangan. Pada tahapan ini, bahan mentah udang akan dipotong kepalanya karena 70% bakteri berada pada kepala udang. Udang yang sudah di potong kepalanya disebut dengan Headless. Kepala udang yang sudah terpotong tidak boleh dicampur dengan Head On.

Foto : Proses Deheading Foto : Headless Gambar 2.4. Proses Deheading

HO HL


(48)

3. Pengupasan dan Pembelahan

Pada proses ini perlu disiapkan bak cuci tangan dan air cuci tangan dengan kadar chlorine 35 ppm. Begitu juga conveyor, harus dibilas dengan air chlorine 35 ppm sebelum memulai pekerjaan. Setelah semua disiapkan, proses kupas dan belah dapat dilakukan sesuai dengan spesifikasi produk yang akan diproduksi. Hasil kupas di taruh di atas conveyor untuk memudahkan pemindahan udang hasil kupasan, dimana pekerja khusus akan mengumpulkan udang kupasan ke dalam keranjang sampai mencapai 220 kg untuk dibawa ke stasiun berikutnya.

4. Filling

Pada tahap ini, udang yang telah dikupas dan dibelah selanjutnya akan ditambahkan dengan adonan sotong yang sekaligus ditimbang sampai ukuran 1 ekor udang adalah 30 gram. Udang yang telah difill ditaruh di atas nampan kecil yang dapat menampung 8 ekor udang. Satu nampan ini dinamakan dengan 1 pack. Pengamatan dilakukan terhadap 1 orang pekerja normal sampai dengan regu kerjanya memenuhi ukuran 1 batch yaitu 1500 pack.

5. Breading

Pada stasiun ini, udang yang telah diisi dengan sotong selanjutnya dilumuri dengan tepung, kemudian dilumuri dengan susu kental dan terakhir dengan adonan roti tawar yang terlebih dahulu diiris halus seperti keju. Udang ini disusun dalam ukuran pack seperti pada stasiun filling. Ukuran batch sebanyak 1500 pack.


(49)

6. Seaming

Beberapa proses yang dilakukan pada tahapan ini:

a. Menyiapkan plastik pembungkus sesuai dengan spesifikasinya meliputi : seperti melingkari tanda isi/pack, dan tanda  pada size,

b. Menyiapkan alas susun dengan memberi nomor operator susun, operator timbang dan kode timbang pada kiri bawah

c. Melakukan koordinasi dengan operator rendam dan kupas sebelum persiapan membuat plastik dengan jalan membuat prediksi jumlah plastik yang dibutuhkan.

d. Melakukan printing dengan memakai Hot print untuk expired date dan kode material sesuai spesifikasi buyer .

7. Freezing

Pada proses ini, setiap pack breaded shrimp yang telah dibungkus selanjutnya akan dialirkan ke mesin pendingin melalui conveyor untuk quick freezing

selama ± 1 menit yang bertujuan agar mengurangi penguapan air dari udang sehingga tidak kering.

8. Pemeriksaan

Pada stasiun ini, setiap packbreaded shrimp yang keluar dari mesin pendingin diperiksa (pemeriksaan final) yang merupakan pemeriksaan fisik seperti pembekuan yang menyatu antar udang, bintik hitam yang lengket, dan lain sebagainya. Setiap produk yang dipacking harus dilalukan ke metal detector


(50)

9. Pengepakan

Setelah selesai diperiksa, setiap packbreaded shrimp yang telah sesuai dengan spesifikasi dimasukkan dalam kotak sebagai proses akhir dari produk ini. Ukuran batch dari produk akhir ini adalah sebanyak 1500 pack yang selanjutnya akan dibawa ke bagian penyimpanan dan siap diantar dengan kontainer ke customer.


(51)

2.6. Mesin dan Peralatan

Mesin adalah semua peralatan yang memerlukan penggerak (power) sedangkan peralatan adalah semua peralatan yang tidak memerlukan penggerak (power). Pemilihan mesin dan peralatan yang tepat akan meningkatkan produktivitas kerja.

2.6.1. Mesin Produksi.

Mesin produksi yang digunakan di PT. Central Windu Sejati dalam proses produksi Breaded Shrimp antara lain:

1. Contact Plate Freezer

Kode : HPF-2-30-4

Fungsi : Untuk membekukan udang secara blok Kapasitas : - Pendingin : 66.200 kcal/jam

- Produksi : 360 kg/jam Jumlah : 1 unit

2. Mesin Grader

Kode : SPf-1-0-9

Fungsi : memisahkan size udang HL. Jumlah : 10 unit

3. Mesin Inject Printer

Kode : MY-380 F

Fungsi : mencetak expired date dan kode produksi Ukuran : 500 x 450 x 260 mm


(52)

Letters number : two line 30 number Printing speed : 60 kali/menit

Power : 200 W, 220 V, 50 Hz Buatan : China

Jumlah : 2 unit 4. Metal Detector

Kode : MY-380 F

Fungsi : mendeteksi kandungan logam atau benda asing pada produk akhir

Power : 200 W, 220 V, 50 Hz Buatan : China

Jumlah : 2 unit

2.6.2. Peralatan

Peralatan yang digunakan di PT. Central Windu Sejati dalam proses produksi Breaded Shrimp antara lain:

1. Meja kerja

a. Meja pemotongan kepala, pengupasan kulit dan sortasi

Meja ini terbuat dari stainless steel dengan ukuran 210 x 133 x 90 cm b. Meja penampungan/bak penampungan

Meja ini berbentuk bak dengan kedalaman 20 cm yang berguna sebagai tempat penampungan sementara udang sisa menunggu udang sejenis untuk


(53)

disusun. Meja penampungan terbuat dari bahan stainless steel dengan ukuran 190 x 107 x 90 cm.

2. Timbangan

Timbangan yang digunakan dalam proses produksi ada 2 jenis:

- timbangan dacin yang berkapasitas 100 kg dan digunakan untuk menimbang udang pada saat penerimaan dan penimbangan udang setelah pemotongan kepala.

- Timbangan nugget yang berkapasitas 5 kg digunakan untuk menimbang berat udang (check size) dan berkapasitas 15 kg digunakan untuk menimbang udang yang akan disusun.

3. Fiber Box

Fiber Box digunakan dalam proses produksi untuk menimbang dan mengangkut udang dari stasiun-stasiun kerja. Ukuran Fiber Box 54 x 39 x 28 cm dan 24 x 29 x58 cm yang digunakan sebagai wadah udang tersisa.

4. Pan pembeku

Pan pembeku terdiri dari dua yaitu pan pembeku kecil (inner pan) dan pan pembeku panjang (long pan)

Penjelasan tentang kedua pan adalah sebagai berikut: a. Inner pan

Inner pan terbuat dari bahan stainless steel dengan ukuran 30 x 20 x7 cm yang dilengkapi dengan penutup. Inner pan digunakan sebagai wadah pembeku udang dalam bentuk blok


(54)

b. Long Pan

Long pan terbuat dari bahan aluminium dengan ukuran 127 x 33 x 4 cm. pan ini digunakan sebagai wadah inner pan.

c. Pisau pemotong

Pisau pemotong terbuat dari bahan stainless steel yang digunakan untuk membelah perut udang. Pisau ini juga digunakan untuk mengiris udang yang akan diluruskan (distreching).

d. Peralatan material handling

Peralatan material handling yang digunakan dibagi atas dua jenis yaitu:

a. Variable path equipment

Variable path equipment adalah kereta dorong (lori) yang digunakan untuk mengangkut udang yang akan dibekukan dan selesai dibekukan. Lori juga digunakan untuk mengangkut udang ke ruangan cold room

b. Fixed path equipment

Fixed path equipment yaitu belt conveyor yang digunakan pada bagian pengolahan produk breaded (makan olahan). Saat ini perusahaan hanya memiliki dua buah belt conveyor.

2.6.3. Utilitas

Utilitas adalah alat perlengkapan yang mendukung pelaksanaan produksi dalam kegiatan perusahaan. Sarana utilitas digunakan untuk meningkatkan mutu, memelihara peralatan, menjaga keseimbangan dalam proses pengolahan di


(55)

samping kegunaan pokoknya sebagai penggerak peralatan. Beberapa utilitas yang digunakan perusahaan antara lain:

1. Air

Air memegang peranan penting dalam proses produksi udang. Air digunakan untuk kebutuhan air pendingin , air boiler dan air proses. Air ini berasal dari sumur bor sebanyak 4 (empat) buah dengan menggunakan pompa dan pipa pada kedalaman 200 m di dalam tanah. Untuk memenuhi persyaratan sesuai dengan kebutuhan yang ada maka air sumur bor ini terlebih dahulu diproses agar tidak merusak instalasi pabrik. Kebutuhan air untuk kantor, kantin dan WC karyawan berasal dari PDAM

2. Unit Generating Set

Merk : Caterpilar

Fungsi : Sebagai cadangan pensuplai energi listrik Kapasitas : 590 kVA, 220V/380 V, 3 fasa, 50 Hz Jumlah : 1 unit

Model : 3412 3. Kompresor

Tipe : GST - 41

Fungsi : Untuk mengkompresi refrigan dalam proses pendinginan Kapasitas : 275.200 kg uap/jam

Jumlah : 4 unit Merk : GRAM


(56)

Daya : 110 kW 4. Teknologi Refrigasi

Refrigasi adalah pengusahaan dan pemeliharaan tingkat suhu dari suatu bahan atau ruangan pada tingkat yang lebih rendah daripada suhu lingkungan atau atmosfir sekitarnya dengan cara penarikan atau penyerapan panas yang dilakukan oleh suatu bahan yang disebut refrigerant.


(57)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Sejarah Lean Manufacturing

Persaingan dan permintaan konsumen mendorong adanya evolusi industri. Perusahaan berusaha mencapai sistem produksi yang lebih baik, cepat, murah dan fleksibel. Perubahan ini dapat dipecah menjadi beberapa periode evolusi produksi yang lebih spesifik, yaitu: pengrajin (craft production), sistem produksi massal (mass production) dan sistem produksi lean (lean production)1.

Sistem produksi pengrajin menggunakan pekerja yang memiliki tingkat keterampilan tinggi dan menggunakan alat yang sederhana tapi fleksibel untuk menbuat produk yang sesuai dengan permintaan pelanggan. Kelemahannya adalah untuk memproduksi produk yang khusus tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar. Setelah revolusi industri dengan ditemukannya mesin uap tahun 1769 maka mulai dikembangkan sistem produksi massal. Sistem produksi massal menggunakan pekerja dengan tingkat keahlian yang rendah untuk merancang produk dengan menggunakan single purpose machines yang mahal. Sistem ini pertama kali dikembangkan oleh Ford, sebuah produsen mobil di Amerika Serikat yang membuat sejumlah model yang terbatas dalam kuantitas yang sangat besar. Inilah sebabnya mengapa semua mobil Ford model T pada mulanya berwarna hitam. Pada sistem produksi massal dilakukan standardisasi sehingga volume produksi yang tinggi dapat diproduksi dengan biaya yang rendah, tapi hal ini


(58)

menyebabkan variasi produk yang rendah. Bagi pekerja hal ini berarti proses produksi merupakan kegiatan yang monoton dan tidak inspiratif.

Pada tahun 1930-an, pemimpin dari Toyota Motor Company, mengunjungi pabrik Ford dan melakukan studi tentang sistem produksi massal di pabrik Ford tersebut dalam rangka meningkatkan sistem produksinya. Sistem produksi massal yang dilakukan oleh Ford hanya dapat dilakukan untuk volume produksi yang besar dan memiliki variasi produk yang terbatas. Jadi sistem produksi ini bukan hanya tidak fleksibel tapi juga sulit untuk beradaptasi dengan situasi yang ada. Pada saat itu, Jepang hanya memiliki pasar yang kecil untuk mobil dibandingkan dengan pasar Amerika Serikat. Pasar yang kecil berarti volume produksi yang diperlukan untuk memenuhi pesanan pelanggan juga kecil.

Pada tahun 1950, para pemimpin Toyota melakukan kunjungan studi ke beberapa perusahaan manufaktur di AS dan mereka berharap akan kagum dengan kemajuan manufaktur AS. Akan tetapi para pemimpin itu merasa terkejut bahwa perkembangan sistem produksi massal di AS tidak banyak berubah sejak tahun 1930-an. Bahkan mereka menemukan banyak sekali kekurangan di sistem produksi tersebut. Para pemimpin melihat sistem akuntansi tradisional yang menghargai manajer yang memproduksi produk berlebih, proses produksi yang tidak mengalir secara merata, sehingga barang cacat yang tersembunyi dalam

batch besar ini mungkin tidak akan ditemukan selama berminggu-minggu. Tempat kerja tidak tertata dan berada di luar kendali. Pabrik lebih tampak seperti gudang, sehingga Toyota melihat adanya kesempatan untuk mengejar perusahaan AS.


(59)

Taiichii Ohno yang mendapat tugas dari Toyota untuk mengembangkan sistem untuk meningkatkan produktivitas di perusahaan, akhirnya menemukan bahwa yang perlu dikuasai oleh Toyota adalah proses produksi yang mengalir secara kontinu. Contoh terbaik yang ada pada saat itu adalah jalur perakitan bergerak milik Ford. Dengan menggunakan prinsip manajemen ilmiah yang dipelopori oleh Frederick Taylor, Ford juga bergantung pada studi tentang time studies, tugas pekerja yang sangat terspesialisasi, dan pemisahan antara perencanaan yang dilakukan oleh para insiniyur dan pelaksanaan oleh para pekerja. Dalam bukunya, Ford menekankan pentingnya menciptakan aliran material yang tidak terputus sepanjang proses, menstandarisasikan proses, dan menghilangkan pemborosan. Namun sementara ia mengkotbahkan hal itu, perusahaannya tidak selalu mempraktekkannya. Hal inilah yang membantu Toyota menghasilkan suatu penemuan penting, yakni sistem yang berorientasi terhadap proses, saat ini dikenal sebagai Toyota Production System (TPS) atau

Lean Manufacturing2. Ide dasar dari sistem ini adalah bagaimana meminimasi penggunaan sumber daya yang tidak memberikan nilai tambah bagi produk.

Agar dapat bersaing dalam persaingan pasar yang ketat saat ini, maka perusahaan manufaktur di Amerika akhirnya menyadari bahwa konsep tradisional dari mass production harus diadaptasi kedalam ide-ide baru Lean Manufacturing. Studi yang dilakukan di Massachusetts Institute of Technology mengenai pergerakan dari mass production menuju sistem Lean Manufacturing, seperti yang dijelaskan dalam buku “The Machine That Changed the World” (Womack et al.,


(60)

1991) memperkenalkan lean production sebagai suatu istilah yang telah digunakan Toyota berfokus pada pengurangan lead time dengan pengurangan

waste pada setiap tahapan proses untuk mendapatkan kualitas terbaik dengan biaya rendah.

3.2. Konsep Dasar Lean Manufacturing

Ohno (1997) seperti yang dikutip oleh Abdullah (2003) menjelaskan bahwa ide dasar dibalik sistem Lean Manufacturing, yang telah dipraktekkan selama bertahun-tahun di Jepang, mencakup eliminasi pemborosan, pengurangan biaya serta peningkatan kemampuan pekerja. Filosofi Jepang dalam menjalankan bisnis sangatlah berbeda dengan filosofi yang telah lama diterapkan di Amerika. Kepercayaan tradisional Barat beranggapan bahwa satu-satunya cara untuk memperoleh keuntungan adalah dengan menambahkan keuntungan itu kedalam ongkos manufaktur agar dapat menaikkan harga jual seperti yang diinginkan. Sebaliknya pendekatan cara Jepang percaya bahwa konsumen merupakan generator harga jual. Semakin banyak kualitas yang dibangun kedalam suatu produk dan semakin banyak jasa yang ditawarkan, maka semakin besar juga harga yang rela dibayar oleh konsumen. Perbedaan antara biaya produk dan harga inilah yang disebut sebagai profit. Ilmu Lean Manufacturing adalah bekerja dalam setiap tahapan di value stream dengan mengeliminasi pemborosan agar dapat mengurangi biaya, meningkatkan output, dan pengurangan lead time produksi agar dapat terus bersaing dalam pertumbuhan pasar global.


(61)

Konsep dasar dalam lean manufacturing3dapat diringkas sebagai berikut: 1. Pendefenisian waste (pemborosan)

Dari seluruh aktivitas untuk menghasilkan produk dari tahap awal hingga akhir dapat dikategorikan atas value added (yang memberikan nilai tambah) dan non-value added (tidak memberikan nilai tambah).

2. Standarisasi proses

Lean menuntut adanya implementasi dari panduan produksi yang rinci, disebut sebagai standarisasi kerja. Ini mengeliminasi variasi pekerja dalam melakukan pekerjaannya.

2. Continuous flow

Lean bertujuan mengimplementasikan aliran produksi kontiniu, bebas dari

bottlenecks, interruption, or waiting. Bila hal ini berhasil diimplementasikan maka waktu siklus produksi dapat dikurangi hingga 90%.

3. Pull production

Disebut juga Just-in-Time (JIT) yang bertujuan memproduksi produk yang dibutuhkan dan pada waktu dibutuhkan.

4. Quality at the source

Lean bertujuan mengeliminasi sumber kecacatan dan pemeriksaan kualitas dilakukan pekerja pada lini proses produksi.

5. Continuous Improvement

Lean ditujukan mencapai kesempurnaan dengan perbaikan bertahap untuk mengeliminasi pemborosan secara terus menerus.


(62)

3.3. Filosofi Just in Time

Salah satu konsep dasar dalam lean manufacturing adalah pull production, yang mana dalam sistem produksi toyota dijalankan dengan filosofi yang dikenal sebagai Just In Time (JIT).

Filosofi JIT menekankan continuous improvement yang dilakukan dengan cara mengeliminasi atau mengurangi waste di semua aspek yang berkaitan dengan aliran produk dari supplier sampai ke tangan customer, sehingga didapatkan metode yang paling efisien. Hasil yang ingin dicapai adalah suatu sistem yang ramping (lean) dan smooth, sehingga dapat meningkatkan output dan produktivitas. Produksi dilakukan pada jumlah yang tepat dan pada saat yang tepat ketika dibutuhkan, maka dengan cara inilah berbagai macam waste dapat dikurangi bahkan dieliminasi. Problem solving dan improvement dilakukan dari hal-hal yang kecil, tetapi dilakukan secara bertahap dan terus-menerus. Inilah yang dimaksud dengan filosofi continuous improvement. Hal ini berbeda dengan budaya Barat yang menekankan pada perubahan dan perbaikan yang sifatnya radikal. JIT berusaha melibatkan seluruh karyawan untuk berpartisipasi dalam

continuous improvement, sehingga karyawan tidak hanya dipakai kemampuan fisik tubuhnya saja, melainkan kemampuan berpikirnya juga diasah. Keberhasilan JIT terletak pada perubahan pola pikir dan sikap kerja seluruh karyawan untuk melakukan upaya continuous improvement.


(63)

3.4. Jenis-jenis Pemborosan (Waste)

Pemborosan (Waste) didefinisikan sebagai segala aktivitas pemakaian sumber daya (resources) yang tidak memberikan nilai tambah (value added) pada produk. Pada dasarnya semua waste yang terjadi berhubungan erat dengan dimensi waktu. JIT mendefinisikan ada 8 jenis waste yang tidak memberikan nilai dalam proses bisnis atau manufaktur, antara lain adalah sebagai berikut (Liker, 2006):

1. Produksi yang berlebih (overproduction) Kriteria overproduction adalah:

a. Memproduksi sesuatu lebih awal dari yang dibutuhkan

b. Memproduksi dalam jumlah yang lebih besar dari pada yang dibutuhkan oleh pelanggan.

Memproduksi lebih awal atau lebih cepat dari yang dibutuhkan pelanggan menciptakan pemborosan lain seperti biaya kelebihan tenaga kerja, penyimpanan dan transportasi karena persediaan berlebih. Persediaan dapat berupa fisik atau antrian informasi.

2. Waktu menunggu (waiting time) Kriteria waktu menunggu adalah:

a. Pekerja hanya mengamati mesin otomatis yang sedang berjalan

b. Pekerja berdiri menunggu tahap selanjutnya dari proses baik menunggu alat, pasokan, komponen dan lain sebagainya, atau menganggur karena kehabisan material, keterlambatan proses, kerusakan mesin dan bottleneck. c. Waktu menunggi informasi


(64)

d. Material yang keluar dari satu proses dan tidak langsung dikerjakan di proses selanjutnya

3. Transportasi (transportation) Kriteria transportasi adalah:

a. Memindahkan barang dalam proses (WIP) dari satu tempat ke tempat yang lain dalam satu proses, bahkan jika hanya dalam jarak dekat.

b. Menciptakan angkutan yang tidak efisien.

c. Pemindahan yang repetitif dan menempuh jarak jauh. 4. Proses yang berlebih (processing)

Kriteria proses berlebih adalah:

a. Melakukan langkah yang tidak diperlukan untuk memproses komponen. b. Melaksanakan pemrosesan yang tidak efisien karena alat dan rancangan

produk yang buruk, menyebabkan gerakan yang tidak perlu sehingga memproduksi barang cacat.

5. Persediaan berlebih (inventory)

Salah satu kriteria persediaan berlebih adalah persediaan yang dapat meningkatkan resiko barang kadaluarsa, barang rusak. Menurut Toyota persediaan adalah pemborosan. Bahan baku, barang dalam proses atau barang jadi yang berlebih menyebabkan lead time yang panjang, peningkatan biaya pengangkutandan penyimpanan, serta keterlambatan. Persediaan berlebih juga menyembunyikanmasalah seperti ketidakseimbangan produksi, keterlambatan pengiriman dari pemasok, produk cacat, mesin rusak, dan waktu set up yang panjang.


(65)

6. Gerakan yang tidak perlu (motion) Kriteria gerakan yang tidak perlu adalah:

a. Gerakan tersebut tidak memberikan nilai tambah bagi produk seperti mencari, memilih atau menumpuk komponen, alat dan lain sebagainya. b. Berjalan juga merupakan pemborosan.

7. Produk cacat (product defect)

Memproduksi komponen cacat atau yang memerlukan perbaikan. Perbaikan atau pengerjaan ulang, scrap, memproduksi barang pengganti, dan inspeksi berarti tambahan penanganan, waktu, dan upaya yang sia-sia.

8. Kreativitas karyawan yang tidak dimanfaatkan

Kehilangan waktu, gagasan, keterampilan, peningkatan, dan kesempatan belajar karena tidak melibatkan atau mendengarkan karyawan.

3.5. Metode JIT

Metode (tools) yang dipakai dalam JIT pada dasarnya merupakan metode-metode yang sederhana. Ada banyak metode-metode dalam JIT, beberapa metode-metode yang sering digunakan antara lain value stream mapping dan 5S.

3.5.1. Value Stream Mapping

Value stream mapping merupakan suatu tool yang menunjukkan secara visual semua aktivitas beserta dengan waktunya, baik yang memberikan nilai tambah maupun tidak memberikan nilai tambah (waste) yang dibutuhkan untuk membuat produk. Jadi, value steam mapping akan menunjukkan secara detail semua aktivitas, aliran proses, dan aliran informasi secara berurutan yang dilalui


(66)

oleh produk dari raw material yang dikirim supplier sampai finished good yang akan diberikan ke konsumen. Bentuk yang sederhana kita bisa membuatnya dalam bentuk time line, seperti contoh yang terlihat pada gambar 3.1.

V = Value added

W = Waste (non value added)

Sumber : The Toyota Way , 2006

Gambar 3.1. Pemborosan dalam suatu sistem nilai

Tujuan pemetaan ini adalah untuk mengidentifikasi seluruh jenis pemborosan di sepanjang value stream dan untuk mengambil langkah dalam upaya mengeliminasi pemborosan tersebut. Mengambil langkah ditinjau dari segi

value stream berarti bekerja dalam satu lingkup gambar yang besar (bukan proses-proses individual), dan memperbaiki keseluruhan aliran dan bukan hanya mengoptimalkan aliran secara sepotong-sepotong4. Hal ini memunculkan suatu bahasa yang umum digunakan dalam proses produksi, dengan demikian akan mampu memfasilitasi keputusan yang lebih matang dalam memperbaiki value stream.

Pengecoran penumpukan setup perakitan

Transportasi pemrosesan inspeksi penumpukan

Raw material Finished goods

Waktu


(67)

Value stream mapping dapat menyajikan suatu titik balik yang optimal bagi setiap perusahaan yang ingin menjadi lean. Rother dan Shock (1999) seperti yang dikutip oleh Abdullah (2003), menyimpulkan keuntungan-keuntungan yang diperoleh dengan penerapan konsep value stream mapping adalah sebagai berikut: 1. Untuk membantu perusahaan memvisualisasikan lebih dari sekedar level

proses tunggal (misalnya: proses perakitan dan juga pengelasan) dalam produksi. Dengan demikian akan terlihat jelas seluruh aliran.

2. Pemetaan membantu perusahaan tidak hanya melihat pemborosan yang ada tetapi juga sumber penyebab pemborosan yang terdapat dalam value stream. 3. Value stream menggabungkan antara konsep lean dan teknik yang dapat

membantu perusahaan untuk menghindari pemilihan teknik dan konsep yang asal-asalan.

4. Sebagai dasar dari rencana implementasi. Dengan membantu perusahaan merancang bagaimana keseluruhan aliran yang door-to-door, diharapkan konsep lean ini dapat mengoperasikan bagian yang hilang dalam banyak upaya me-lean-kan suatu value stream map menjadi blueprint dalam mengimplementasikan proses yang lean.

Dua langkah utama dalam pemetaan Value Stream Mapping, yaitu:

a. Pembuatan Current State Map untuk memetakan kondisi di lantai pabrik saat ini, sehingga dapat mengidentifikasi pemborosan apa saja yang terjadi.

b. Pembuatan Future State Map sebagai usulan rancangan perbaikan dari


(68)

3.5.1.1. Current State Map

Petunjuk pembuatan current state map adalah sebagai berikut5: 1. Penentuan Family Product yang akan dijadikan sebagai Model Line

Tahap ini merupakan tahap awal dalam menggambar Current State Map. Setelah mengetahui konsep yang benar tentang Lean, maka pada tahap ini perlu ditentukan produk yang akan dijadikan model line sebagai target perbaikannya. Tujuan pemilihan model-line adalah agar penggambaran sistem fokus pada satu produk saja yang bisa dianggap sebagai acuan dan representasi dari sistem produksi yang ada. Mengidentifikasi suatu family product dapat dilakukan baik dengan menggunakan produk dan matriks proses untuk mengklasifikasikan langkah proses yang sama untuk produk yang berbeda. Untuk menentukan famili produk mana yang akan dipetakan tergantung keputusan perusahaan yang dapat ditentukan dari pandangan bisnis seperti tingkat penjualan, atau menurut fokus perusahaan6.

2. Penentuan Value Stream Manager

Untuk melihat value-stream suatu produk secara keseluruhan tentunya perusahaan perlu dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh, sehingga batasan-batasan organisasi dalam perusahaan perlu diterobos. Karena pada dasarnya perusahaan cenderung terorganisir untuk setiap departemen (proses) dan terbatas pada fungsinya masing-masing. Sehingga biasanya orang hanya bertanggungjawab pada apa yang menjadi bagiannya (pada areanya saja) tanpa perlu mengetahui proses secara keseluruhan menurut sudut pandang

5


(69)

stream. Oleh karena itu dalam memetakan value-stream agar nantinya dapat dibuat suatu usulan perancangan, diperlukan seorang Value-stream Manager

yakni orang yang paham mengenai proses keseluruhan dalam value-stream

suatu produk sehingga dapat membantu dalam memberikan saran bagi perbaikan value-stream produk tersebut.

3. Pembuatan Diagram SIPOC dan Peta Untuk Setiap Kategori Proses (Door-to-Door Flow) di Sepanjang Value-stream

Diagram SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Costumer) digunakan untuk memberikan batasan atau ruang lingkup penelitian sepanjang value stream dan mengidentifikasikan elemen yang berkaitan untuk pengembangan proses sebelum proses pengembangan itu dimulai7. SIPOC merupakan akronim dari lima elemen utama dalam sistem kualitas, yaitu:

a. Suppliers adalah orang, departemen atau organisasi yang memberikan informasi kunci, material, atau sumber daya lain kepada proses. Jika suatu proses terdiri dari beberapa sub proses, maka sub proses sebelumnya dapat dianggap sebagai petunjuk pemasok internal (internal suppliers).

b. Inputs adalah segala sesuatu yang diberikan oleh pemasok (suppliers)

kepada proses.

c. Process adalah sekumpulan langkah yang mentransformasi dan secara ideal menambah nilai kepada inputs (proses transformasi nilai tambah kepada inputs). Suatu proses biasanya terdiri dari beberapa sub-proses.


(70)

d. Outputs adalah produk (barang atau jasa) dari suatu proses. Dalam industri manufaktur ouputs dapat berupa barang setengah jadi maupun barang jadi

(final product). Termasuk kedalam outputs adalah informasi-informasi kunci dari proses.

e. Customers adalah orang atau kelompok orang, atau sub proses yang menerima outputs. Jika suatu proses terdiri dari beberapa sub proses, maka sub proses sesudahnya dapat dianggap sebagai pelanggan internal (internal customers).

Beberapa langkah yang dibutuhkan untuk membuat Diagram SIPOC adalah:

1. Membuat suatu wilayah diagram yang memungkinkan untuk diisi dengan elemen-elemen berkaitan. Diagram diberi keterangan Supplier, Input, Process, Output, dan Costumer pada bagian atas.

2. Identifikasikan setiap level proses produksi. 3. Identifikasikan output dari setiap proses.

4. Identifikasikan konsumen yang akan menerima output dari proses.

5. Identifikasikan input yang diperlukan untuk setiap proses agar dapat berfungsi dengan baik.

6. Identifikasikan supplier dari input yang dibutuhkan proses. 7. Optional: identifikasikan kebutuhan dari konsumen.


(71)

Gambar 3.2. Contoh SIPOC Diagram

Keadaan sebenarnya di lapangan diperoleh saat penggambar berjalan di sepanjang proses aktual value stream dari proses produksi yang aktual. Melakukan pengamatan mendetail untuk setiap kategori proses. Untuk setiap proses, maka seluruh informasi kritis termasuk lead time, cycle time, changeover time, uptime, EPE (ukuran batch produksi), jumlah operator dan waktu kerja (sudah dikurangi dengan waktu istirahat), level inventory, dll perlu didokumentasikan. Yang semuanya akan dimasukkan dalam suatu data box untuk masing-masing proses. Level inventory pada peta seharusnya disesuaikan dengan level pada waktu pemetaan aktual dan bukan berdasarkan rataan karena penting untuk menggunakan gambar aktual daripada rata-rata


(72)

Untuk setiap pembuatan data box, ukuran-ukuran yang diperlukan antara lain:

a. Cycle Time (C/T)

Cycle time (C/T) merupakan salah satu ukuran penting yang dibutuhkan dalam kegiatan Lean selain Value-creating time (VCT) dan Lead time

(L/T). Cycle time menyatakan waktu yang dibutuhkan oleh satu operator untuk menyelesaikan seluruh elemen/kegiatan kerja dalam membuat satu

part sebelum mengulangi kegiatan untuk membuat part berikutnya. Value-creating time (VCT) menyatakan waktu keseluruhan elemen kerja yang biasa mentransformasikan suatu produk dalam cara yang rela dibayar oleh konsumen. Lead time (L/T) menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk seluruh proses atau dalam satu value stream, mulai dari awal hingga akhir proses.

Biasanya : VCT < C/T < L/T

b. Change-over Time (C/O)

Menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk merubah posisi (switch) dari memproduksi satu jenis produk menjadi produk yang lainnya. Dalam hal ini biasanya changeover time menyatakan waktu untuk memindahkan dari posisi kiri menjadi posisi kanan dalam pembuatan satu produk simetris.

c. Uptime

Menyatakan kapasitas mesin yang digunakan dalam mengerjakan satu proses. Kapasitas mesin bersifat on-demand machine uptime. Artinya informasi mesin ini tetap.


(73)

d. Jumlah Operator

Menyatakan jumlah orang yang dibutuhkan saat untuk satu proses.

e. Waktu Kerja

Waktu kerja yang dibutuhkan untuk tiap shift pada suatu proses sesudah dikurangi dengan waktu istirahat (break), waktu rapat (meeting), dan waktu membersihkan area kerja (cleanup times).

Lambang-lambang yang biasa digunakan dalam penggambaran aliran proses VSM pada tahap ini dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Lambang-Lambang yang Digunakan pada Peta Kategori Proses

No. Nama Lambang Fungsi

1 Customer / Supplier

Merepresentasikan Supplier bila diletakkan di kiri atas, yakni sebagai titik awal yang umum digunakan dalam penggambaran aliran material. Sementara gambar akan merepresentasikan Customer bila

ditempatkan di kanan atas, biasanya sebagai titik akhir aliran material.

2 Dedicated Process

Menyatakan proses, operasi, mesin atau departemen yang melalui aliran material. Secara khusus, untuk menghindari

pemetaan setap langkah proses yang tidak diinginkan, maka lambang ini biasanya merepresentasikan satu departemen dengan aliran internal yang kontinu.


(74)

Tabel 3.1. Lambang-Lambang yang Digunakan.. (Lanjutan)

No. Nama Lambang Fungsi

3 Shared Process Menyatakan operasi proses, departemen

atau stasiun kerja dengan famili-famili yang saling berbagi dalam value-stream. Perkiraan jumlah operator yang dibutuhkan dalam Value Stream dipetakan, bukan sejumlah operator yang dibutuhkan untuk memproduksi seluruh produk.

4 Data Box Lambang ini memiliki lambang-lambang

didalamnya yang menyatakan informasi / data yang dibutuhkan unuk menganalisis dan mengamati sistem

5 Work Cell Mengindikasi banyak proses yang

terintegrasi dalam sel-sel kerja manufaktur, seperti sel-sel yang biasa memproses famili terbatas dari produk yang sama atau produk tunggal. Produk berpindah dari satu langkah proses ke langkah proses lain dalam

berbagai batch yang kecil atau bagian-bagian tunggal.


(75)

Tabel 3.1. Lambang-Lambang yang Digunakan.. (Lanjutan)

No. Nama Lambang Fungsi

6 Inventory Menunjukkan keberadaan suatu inventory

diantara dua proses. Ketika memetakan

current state, jumlah inventory dapat

diperkirakan dengan satu perhitungan cepat, dan jumlah tersebut dituliskan dibawah gambar segitiga. Jika terdapat lebih dari satu akumulasi inventory, gunakan satu lambang untuk masing-masing inventory. Lambang ini juga dapat digunakan untuk merepresentasikan penyimpanan bagi raw material dan finished goods.

7 Operator Lambang ini merepresentasikan operator.

Lambang ini menunjukkan jumlah operator yang dibutuhkan untuk melakukan suatu proses.

Sumber: Rother, M & Shook, J, Learning to See, ,2003, The Lean Enterprise Institute, appendix A

4. Pembuatan Peta Aliran Material dan Informasi Keseluruhan Pabrik

Kesatuan peta alur value-stream juga mencakup aliran material yang harus ada dalam peta. Selain aliran material, maka yang tak kalah pentingnya dalam peta

value-stream adalah aliran informasi yang juga mencakup aliran yang ditunjukkan dengan ikon push arrow. Penggambaran shipments dan lead-time bar dari bahan mentah hingga produk jadi (finished good) yang telah berada di

shipping-end untuk dikirim ke konsumen. Dengan demikian peta Current State Map telah lengkap. Pada tahapan ini, maka gambar yang telah dibuat


(76)

pada tahap sebelumnya, disempurnakan dengan lambang-lambang yang dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Lambang-Lambang yang Melengkapi Peta Keseluruhan

No. Nama Lambang Fungsi

1 Shipments Merepresentasikan pergerakan raw material

dari supplier hingga menuju gudang penyimpanan akhir di pabrik. Atau pergerakan dari produk akhir di gudang penyimpanan pabrik hingga sampai ke konsumen.

2 Push Arrows Merepresentasikan pergerakan material dari

satu proses menuju proses berikutnya. Push

(mendorong) memiliki arti bahwa proses dapat memproduksi sesuatu tanpa

memandang kebutuhan cepat dari proses yang bersifat downstream.

3 External Shipments

Lambang ini berarti pengiriman yang dilakukan dari supplier ke konsumen atau pabrik ke konsumen dengan menggunakan pengangkutan eksternal (di luar pabrik). 4 Production

Control

Merepresentasikan penjadwalan produksi utama atau departemen pengontrolan, orang atau operasi.

5 Manual Info Gambar anak panah yang lurus dan tipis

menunjukkan aliran informasi umum yang bisa diperoleh melalui catatan, laporan ataupun percakapan. Jumlah dan jenis catatan lain bisa jadi relevan


(77)

Tabel 3.2. Lambang-Lambang yang Melengkapi... (Lanjutan)

No. Nama Lambang Fungsi

6 Electronic Info

Merepresentasikan aliran elektronik seperti melalui: Electronic Data Interchange

(EDI), internet, intranet, LANs (Local Area Network), WANS (Wide Area Network). Melalui anak panah ini, maka dapat diindikasikan jumlah informasi atau data yang dipertukarkan, jenis media yang digunakan seperti fax, telepon, dll dan juga jenis data yang dipertukarkan itu sendiri.

7 Other Menyatakan informasi atau hal lain yang

penting.

8 Timeline Menunjukkan waktu yang memberikan nilai

tambah (cycle times) dan waktu yang tidak memberikan nilai tambah (waktu menunggu). Gunakan lambang ini untuk menghitung Lead Time dan Total Cycle Time.

Sumber: Rother, M & Shook, J, Learning to See, ,2003, The Lean Enterprise Institute, appendix A

3.5.1.2. Future State Map

Setelah membuat Current State Map, maka langkah terakhir dalam value stream mapping adalah membuat suatu future state map. Tujuan dari value stream mapping adalah untuk mengetahui dengan jelas sumber-sumber pemborosan dan


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)