22 digunakan, maka nilai keteguhan tekan akan semakin tinggi. Dibutuhkan pula serbuk bahan yang
berukuran lebih kecil dalam jumlah perbandingan tertentu sehingga dapat meningkatkan kerapatan biopelet dengan cara mengisi rongga udara yang terdapat diantara partikel yang berukuran seragam.
Semakin sedikit rongga udara pada biopelet, maka nilai keteguhan tekannya akan semakin tinggi. Hasil uji ragam Lampiran 9 menunjukkan bahwa penggunaan arang sekam tidak memberikan
pengaruh yang berbeda nyata α = 0.05 terhadap nilai keteguhan tekan biopelet. Biopelet dengan penambahan arang sekam 10 mempunyai nilai keteguhan tekan terbaik.
4.4. UJI KERAGAAN BIOPELET SEKAM PADI
Uji keragaan biopelet bertujuan untuk melihat performa biopelet sekam padi ketika diaplikasikan sebagai bahan bakar. Pada uji keragaan biopelet digunakan kompor biomassa tipe
UB-03-1 Universitas Brawijaya dengan kapasitas bahan bakar biopelet maksimal 3 kg. Uji keragaan biopelet dilakukan dengan menggunakan metode water boiling test. Parameter utama yang diamati
pada uji tersebut adalah laju konsumsi dan efisiensi pembakaran biopelet.
4.4.1. Laju konsumsi biopelet
Laju konsumsi biopelet merupakan jumlah massa biopelet yang terbakar dalam satu satuan waktu. Pada briket biomassa, laju pembakaran dipengaruhi oleh densitas kamba dimana semakin
tinggi kerapatan briket, maka proses pembakaran semakin sulit sehingga laju konsumsi briket menurun dan begitu pula sebaliknya Komarudin dan Irwanto 1989. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pada biopelet dengan penambahan arang sekam 20 memiliki laju konsumsi tercepat yaitu 1.85 kgjam, sementara biopelet tersebut memiliki nilai densitas kambah tertinggi. Sebaliknya,
biopelet tanpa penambahan arang sekam yang memiliki nilai densitas kamba terendah, memiliki laju konsumsi biopelet terlambat yaitu 1.76 kgjam. Hasil penelitian laju pembakaran konsumsi biopelet
sekam padi tidak sepenuhnya sesuai dengan teori yang ada. Hal tersebut diduga karena adanya pengaruh suplai oksigen pada saat proses pembakaran berlangsung. Pada penelitian ini, kompor
biomassa yang digunakan tidak dilengkapi kipas pengatur suplai oksigen di dalam ruang pembakaran, sehingga keberadaan oksigen pada saat proses pembakaran cenderung fluktuatif. Hal tersebut
menyebabkan proses pembakaran tidak stabil dan mempengaruhi laju konsumsi biopelet. Hasil uji laju konsumsi biopelet sekam padi disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil uji laju konsumsi biopelet sekam padi
Persentase arang Waktu pendidihan
1 L air menit Massa biopelet yang
terpakai g Laju konsumsi
biopelet kgjam
7.13 ± 1.31 206.18 ± 20.23
1.76 ± 0.17 10
6.39 ± 0.66 194.77 ± 15.73
1.84 ± 0.25 20
6.10 ± 1.40 180.13 ± 19.41
1.85 ± 0.46 Pada Tabel 8, diketahui bahwa waktu pendidihan 1 L air berbanding terbalik dengan persentase
arang sekam yang digunakan. Waktu pendidihan air tercepat selama 6.10 menit dimiliki oleh biopelet dengan persentase penggunaan arang sekam 20, sedangkan waktu pendidihan air terlama dimiliki
oleh biopelet dengan persentase penggunaan arang sekam 0. Perbedaan waktu pendidihan air
23 diduga karena adanya perbedaan nilai kalor pembakaran pada setiap biopelet sekam padi dengan
penggunaan persentase arang sekam yang berbeda. Semakin tinggi nilai kalor biopelet maka waktu pendidihan air akan semakin cepat. Berdasarkan hasil analisis ragam Lampiran 10, persentase
penggunaan sekam padi 0, 10, dan 20 tidak berbeda nyata α = 0.05 satu sama lainnya terhadap
waktu pendidihan air. Laju konsumsi biopelet adalah massa biopelet yang terpakai untuk mendidihkan air selama
proses pendidihan air. Kemudahan menyala diduga sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi laju konsumsi biopelet. Penggunaan persentase arang sekam yang semakin tinggi menyebabkan proses
penyalaan semakin sulit. Hal tersebut dikarenakan untuk mencapai titik api pada biopelet sekam padi dengan persentase arang sekam yang semakin tinggi diperlukan kalor yang lebih tinggi sehingga
dibutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan pembakaran biopelet yang terbuat dari 100 sekam padi.
Berdasarkan Tabel 8, peningkatan laju konsumsi biopelet berbanding lurus dengan peningkatan persentase arang yang digunakan. Laju konsumsi biopelet berkisar antara 1.76
– 1.85 kgjam. Sebagai pembanding, hasil penelitian Liliana 2010 menunjukkan bahwa laju konsumsi biopelet
bungkil jarak pagar pada proses pembakaran dengan menggunakan kompor biopelet yang dilengkapi dengan kipas pengatur suplai oksigen, berkisar antara 0.66
– 0.83 kgjam. Laju konsumsi biopelet tertinggi dimiliki oleh biopelet dengan penggunaan persentase arang sekam 20, sedangkan laju
kosumsi biopelet terendah dimiliki oleh biopelet dengan penggunaan persentase arang sekam 0. Hasil uji ragam Lampiran 11 menunjukkan bahwa penggunaan persentase arang sekam tidak
berbeda nyata α = 0.05 terhadap laju konsumsi biopelet sekam padi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembakaran biopelet pada berbagai perlakuan
menghasilkan nyala api berwarna merah pada awal proses pembakaran. Warna nyala api berubah menjadi merah-kebiruan dan asap yang dihasilkan berkurang setelah nyala api stabil. Asap jelaga
berwarna hitam juga terbentuk di awal proses pembakaran.
4.4.2. Efisiensi pembakaran