23 diduga karena adanya perbedaan nilai kalor pembakaran pada setiap biopelet sekam padi dengan
penggunaan persentase arang sekam yang berbeda. Semakin tinggi nilai kalor biopelet maka waktu pendidihan air akan semakin cepat. Berdasarkan hasil analisis ragam Lampiran 10, persentase
penggunaan sekam padi 0, 10, dan 20 tidak berbeda nyata α = 0.05 satu sama lainnya terhadap
waktu pendidihan air. Laju konsumsi biopelet adalah massa biopelet yang terpakai untuk mendidihkan air selama
proses pendidihan air. Kemudahan menyala diduga sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi laju konsumsi biopelet. Penggunaan persentase arang sekam yang semakin tinggi menyebabkan proses
penyalaan semakin sulit. Hal tersebut dikarenakan untuk mencapai titik api pada biopelet sekam padi dengan persentase arang sekam yang semakin tinggi diperlukan kalor yang lebih tinggi sehingga
dibutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan pembakaran biopelet yang terbuat dari 100 sekam padi.
Berdasarkan Tabel 8, peningkatan laju konsumsi biopelet berbanding lurus dengan peningkatan persentase arang yang digunakan. Laju konsumsi biopelet berkisar antara 1.76
– 1.85 kgjam. Sebagai pembanding, hasil penelitian Liliana 2010 menunjukkan bahwa laju konsumsi biopelet
bungkil jarak pagar pada proses pembakaran dengan menggunakan kompor biopelet yang dilengkapi dengan kipas pengatur suplai oksigen, berkisar antara 0.66
– 0.83 kgjam. Laju konsumsi biopelet tertinggi dimiliki oleh biopelet dengan penggunaan persentase arang sekam 20, sedangkan laju
kosumsi biopelet terendah dimiliki oleh biopelet dengan penggunaan persentase arang sekam 0. Hasil uji ragam Lampiran 11 menunjukkan bahwa penggunaan persentase arang sekam tidak
berbeda nyata α = 0.05 terhadap laju konsumsi biopelet sekam padi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembakaran biopelet pada berbagai perlakuan
menghasilkan nyala api berwarna merah pada awal proses pembakaran. Warna nyala api berubah menjadi merah-kebiruan dan asap yang dihasilkan berkurang setelah nyala api stabil. Asap jelaga
berwarna hitam juga terbentuk di awal proses pembakaran.
4.4.2. Efisiensi pembakaran
Efisiensi pembakaran merupakan salah satu parameter dari uji keragaan biopelet sekam padi, yaitu perbandingan antara energi yang dibutuhkan untuk mendidihkan 1 liter air terhadap energi
biopelet yang dilepaskan pada saat proses pembakaran. Kualitas pembakaran semakin baik seiring dengan tingginya efisiensi pembakaran. Hasil uji efisiensi pembakaran biopelet dapat dilihat pada
Tabel 9. Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan arang sekam pada biopelet cenderung menurunkan efisiensi pembakaran. Efisiensi pembakaran rata-rata biopelet berkisar antara 8.34
– 9.40, dimana efisiensi tertinggi dimiliki oleh biopelet tanpa penambahan arang sekam, sedangkan efisiensi terendah
dimiliki oleh biopelet dengan penambahan arang 10. Efisiensi pembakaran biopelet sekam yang dihasilkan pada penelitian ini jauh lebih rendah
jika dibandingkan dengan efisiensi pembakaran biopelet bungkil jarak pagar pada hasil penelitian Liliana 2010. Biopelet yang terbuat dari 100 bungkil jarak pagar dengan diameter 11 mm
memiliki efisiensi pembakaran sebesar 33.79. Hal tersebut dikarenakan pada kompor biopelet bungkil jarak pagar yang digunakan terdapat kipas yang dapat mengatur suplai oksigen di ruang
pembakaran, sehingga proses pembakaran lebih stabil dan sempurna, sedangkan pada penelitian digunakan kompor biomassa yang tidak dilengkapi oleh kipas pengatur suplai oksigen. Efisiensi
pembakaran yang dimiliki oleh biopelet pada setiap perlakuan memiliki perbedaan yang tidak signifikan. Hasil uji ragam Lampiran 12, persentase penggunaan arang sekam pada semua taraf
perlakuan tidak berpengaruh nyata α = 0.05 terhadap efisiensi pembakaran biopelet sekam padi.
24 Tabel 9. Hasil uji efisiensi pembakaran biopelet sekam padi
Persentase arang Energi untuk mendidihkan
1 L air kkal Kalori biopelet yang
terbakar kkal Efisiensi
69.04 ± 0.96 738.18 ± 63.69
9.40 ± 0.81 10
69.79 ± 1.30 840.78 ± 65.17
8.34 ± 0.71 20
69.29 ± 0.82 800.46 ± 92.61
8.74 ± 0.96 Berdasarkan beberapa parameter sifat fisiko kimia dan hasil uji keragaan biopelet yang terdiri
atas: kadar abu, nilai kalor, keteguhan tekan, dan efisiensi pembakaran, maka biopelet dengan penambahan arang sekam 10 ditetapkan sebagai biopelet dengan formulasi terbaik. Dengan
kandungan nilai kalor sebesar 4329.63 kkalkg, biopelet dengan penambahan arang sekam 10 memiliki nilai kalor jauh lebih besar dibandingkan biopelet tanpa penambahan arang sekam
3590.82 kkalkg dan sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai kalor biopelet dengan penambahan arang 20 4450.36 kkalkg. Namun demikian, biopelet dengan penambahan arang
sekam 10 memiliki kualitas yang lebih baik pada kadar abu dan keteguhan tekan, sedangkan efisiensi pembakaran menunjukkan hasil yang relatif sama pada setiap perlakuan. Kadar abu
merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap daya tahan kompor biomassa. Kadar abu yang tinggi dapat mempercepat pembentukan karat pada kompor, sehingga umur pakai kompor menjadi
lebih singkat. Nilai keteguhan tekan berpengaruh pada proses penanganan handling biopelet, terutama pada proses transportasi dan penggudangan. Biopelet dengan penambahan arang sekam 10
selanjutnya digunakan sebagai basis untuk perhitungan kesetimbangan massa dan analisis energi pada proses produksi biopelet untuk skala laboratorium.
4.5. KESETIMBANGAN MASSA DAN ENERGI PEMBUATAN BIOPELET