Kekurangan ketersediaan air pada tanaman sawit tidak hanya berpengaruh negatif
terhadap produksi pada tahun di saat terjadi kekeringan, tetapi juga berpengaruh negatif
terhadap produksi di tahun setelah kekeringan Marni 2009. Hal ini menunjukkan bahwa
pemulihan
setelah tanaman
mengalami cekaman kekeringan relatif lama sampai
mencapai keadaan normal Sitanggang 2010. Oleh karena itu, ketersediaan air sepanjang
tahun pada tanaman kelapa sawit harus tetap terjaga sehingga proses pertumbuhan serta
produksi tidak terganggu. 2.3. Teknik Konservasi Air
Prinsip teknik konservasi air adalah penggunaan air yang jatuh ke tanah seefisien
mungkin dan pengaturan waktu aliran yang tepat, sehingga tidak terjadi banjir pada
musim hujan dan terdapat cukup air pada musim kemarau Arsyad 2000. Agus dan
Ruijter 2004 menambahkan, penerapan teknik konservasi baik dilakukan pada daerah
yang memiliki; 1 daya serap atau infiltrasi rendah, 2 bulan kering lebih dari tiga bulan
berturut-turut, 3 curah hujan sangat tinggi pada musim dan 4 memiliki kemiringan
lahan yang besar.
Penerapan teknik konservasi air yang umum diterapkan pada perkebunan kelapa
sawit adalah dengan pembuatan rorak. Menurut Agus dan Ruijter 2004, rorak
adalah parit kecil yang digunakan untuk menampung sebagian aliran permukaan dan
curah hujan. Air yang masuk kedalam rorak akan tergenang untuk sementara dan secara
perlahan akan meresap kedalam tanah sehingga pengisian pori tanah oleh air akan
lebih tinggi dan aliran permukaan dapat dikurangi.
Teknik konservasi air ini dirancang untuk meningkatkan air yang masuk ke dalam tanah
melalui infiltrasi dan pengisian kantong- kantong air di daerah cekungan serta
mengurangi kehilangan air melalui limpasan. Untuk mencapai kedua hal tersebut upaya-
upaya konservasi air yang dapat diterapkan adalah
teknik pemanenan
air water
harvesting dengan pembutan rorak dan teknik pengelolaan kelengasan tanah yang dapat
meningkatkan ketersediaan air bagi tanaman Subagyono et al. 2004.
2.4. Air dan Tanah
Tanah pada tanaman berfungsi sebagai sumber hara makro dan mikro, tempat
bertopang tanaman, serta sebagai media menyimpan air Utaya 2008. Tanah yang
memilii kapasitas memegang air water holding
capacity yang
besar akan
menguntungkan karena mampu menyimpan air lebih besar Handoko 1994.
Air hujan mempunyai fungsi yang penting pada siklus hidrologi dan air hujan yang jatuh
ke dalam tanah sebagian akan mengisi cekungan permukaan dan sisanya merupakan
overland flow Subagyo 1990. Pada tanaman, air yang terlalu banyak dan berlebihan dapat
membatasi pergerakan udara dalam tanah, merintangi akar tanaman untuk memperoleh
oksigen
sehingga dapat
mengakibatkan tanaman mati Kramer 1983 dalam Asdak
1995. Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah
akan masuk ke dalam tanah dan mengisi pori- pori tanah pada lapisan atas secara langsung,
sehingga mengubah kadar air tanah sebelum di evaporasikan oleh tanah Asdak 1995.
Carrow dan Waltz 1985 dan Winanti 1996 menambahkan,
faktor utama
yang menentukan
kemampuan tanah
untuk menyerap air dipengaruhi oleh sifat fisik tanah
antara lain; tekstur tanah, struktur tanah, porositas tanah dan kepadatan tanah.
Kadar air tanah dapat diperoleh dari hasil pengukuran
secara gravimetrik
dan volumetrik, dari hasil tersebut akan diperoleh
tingkat kejenuhan air yang dinyatakan dalam persentase yang berkisar 0 sampai 100
Handoko 1994.
Asdak 1995
menambahkan, tingkat kejenuhan air terjadi bila seluruh pori-pori tanah terisi air yang
mengakibatkan sebagian air mengalir ke bawah sebagai perkolasi akibat gaya gravitasi.
Kadar air tanah selain diperoleh dari pengukuran gravimetrik atau volumetrik, juga
dapat diperoleh dari pengukuran secara tidak langsung, yaitu melalui pengukuran sifat
dielektrik yang berhubungan erat dengan air tanah Hermawan 2004.
III. METODOLOGI
3.1. Daerah Kajian Lokasi penelitian secara geografis terletak
pada 0 44’48.12” - 0
45’7.08” LU dan 100
27’29.2” - 100 28’28.8” BT. Lokasi
perkebunan terletak dekat garis khatulistiwa dan berada pada ketinggian antara 80 m - 130
m di atas permukaan laut. Curah hujan rata- rata selama lima tahun terakhir sebesar 3.042
mmtahun.
Secara administrasi
lokasi penelitian termasuk wilayah
Kecamatan Rambah Samo, Kabupaten Rokan Hulu,
Propinsi Riau.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Agrometeorologi dengan pengambilan data
primer di perkebunan kelapa sawit P.T SAWIT ASAHAN INDAH. Waktu penelitian
terdiri dari pembuatan sensor kadar air tanah di Workshop Instrumentasi Meteorologi,
Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA IPB pada bulan April - Mei 2011.
Pemasangan alat dan pengambilan data di blok 17 dan 18 P.T SAWIT ASAHAN
INDAH, ASTRA GROUP pada bulan Juni
– Agustus 2011. Penelitian ini dilanjutkan
dengan pengolahhan data di Laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan
Meteorologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor sampai bulan Desember 2011.
3.2. Alat dan Bahan
Pada penelitian ini digunakan alat ukur impedansi tanah dan lahan perkebunan kelapa
sawit. Peralatan
yang digunakan
pada penelitian
ini terdiri
dari alat
berat excavator, bor tanah, kantong plastik,
timbangan, label, oven, patok, toples, sensor kadar air tanah, baterai 9 volt, alat tulis,
Digital Multimeter, GPS Global Positioning System, Surfer 8, Ms Office 2007.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini
dilakukan dengan
pengukuran kadar air tanah menggunakan sensor impedansi listrik pada blok 18
perlakuan dan blok 17 kontrol. Penelitian ini merupakan bagian penelitian payung
Manajemen Air Hujan yang dilakukan oleh PT Astra Agro Lestari, Tbk. di Riau dan
Kalimantan Tengah pada areal sekitar 400 ha
.
3.3.1 Pembuatan Sensor kadar air tanah
Sensor yang digunakan untuk mengukur kadar air tanah pada penelitian ini dibuat dari
elektroda berbahan alumunium atau logam. Elektroda tersebut dirangkai pada sebuah PVC
sebanyak sebelas titik sesuai dengan jumlah titik pengukuran 0-10, 10-20, 20-40, .... 180-
200 cm. Pada setiap titik terdapat 4 buah elektroda
yang dirangkai
dan tidak
bersentuhan satu sama lain. Setiap titik yang memiliki 4 buah elektroda ini, didesain agar
mendapatkan pengulangan data pada setiap titik pengukuran, sehingga setiap titik sensor
didapatkan 6 kali pengukuran Gambar 1.
Sensor ini dalam penggunaan di lapangan dirangkaikan dengan perangkat pendukung
yang terdiri
dari perangkat
elektronik pengukur
impedansi listrik,
peraga digitaldigital multimeter dan catu daya
baterai 9 volt.
Gambar 1 Sensor kadar air tanah. 3.3.2. Perlakuan Teknik Konservasi Air
Perlakuan dilakukan dengan pembuatan rorak berukuran panjang 9 meter, lebar 1
meter, dan kedalaman 1 meter volume 9 m
3
dengan menggunakan alat berat excavator pada blok perlakuan Gambar 2. Rorak dibuat
mengikuti kontur lahan dan dibuatkan tali air atau laju air larian permukaan yang diarahkan,
agar air hujan yang jatuh pada lahan dapat terkumpul ke
dalam rorak tanpa banyak mengalami hambatan dan tertampung secara
maksimal.
Gambar 2 Rorak konservasi air.