Kondisi wilayah kajian Hubungan curah hujan dengan

5 Memasukkan sensor dan sampel tanah yang sudah dikeringkan ke dalam wadah kemudian ditimbang W . Berat kering tanah dihitung dengan mengurangkan berat wadah dan sensor kadar air tanah W - W w+s . 6. Tanah dalam wadah kemudian disiram dengan air sampai mencapai kapasitas lapang tanah, ditimbang dan dibiarkan selama 24 jam sehingga semua pori tersisi air W 1 . Berat basah tanah adalah selisih antara W 1 dengan W w+s Setelah itu nilai impedansi Ω diukur dengan perangkat elekronik dan kadar air gravimetri θ g pada kondisi tersebut dihitung nilainya dengan persamaan: Θ g1 = W 1 -W W -W w+s ........ 2 7. Tanah didalam wadah setiap hari dibiarkan mengalami evaporasi selama 24 jam, diukur nilai impedansi Ω n dan ditimbang kembali beratnya W n . Kadar air tanah gravimetri Θ gn kemudian dihitung kembali dengan persamaan: Θ gn = W n -W W -W w+s ......... 3 n = pengukuran ke 1,2,3, ..., n Untuk mendapatkan kadar air secara volumetrik, volume tanah dihitung dengan mengukur tinggi tanah dalam wadah dikalikan luas mulut wadah t t . A t dikurangi volume sensor V pvc yang masuk ke dalam tanah, sebagai berikut : V tanah = t t . A t - V pvc ................. 4 V tanah : volume tanah cm 3 t t : tinggi tanah dalam wadah cm A t : luas mulut wadah cm 2 Kadar air tanah dalam persen volume selanjutnya dihitung dengan : Vol = 100 . W n -W V tanah ........... 5 Nilai-nilai yang diperoleh dari proses kalibrasi menghasilkan persamaan yang menghubungkan antara kadar air tanah dan nilai impedansi tanah. Persamaan-persamaan tersebut kemudian dikonversi menjadi persamaan volumetrik Persamaan 5 yang digunakan untuk mendapatkan nilai kadar air tanah dalam volume. 3.3.5. Pengukuran curah hujan dan tinggi air rorak. Pengambilan data curah hujan dengan menggunakan penakar hujan dan data tinggi air rorak di ukur bersamaan dengan pengukuran kadar air tanah setiap minggu.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi wilayah kajian

Hasil analisa sifat fisika tanah yang telah dilakukan, tanah pada lokasi penelitian termasuk dalam kelas lempung berpasir dalam ordo Ultisol. Menurut Soil Survey Staff 1999, Ultisol terbentuk di bawah iklim panas hingga tropik dan memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Tekstur tanah daerah tersebut didominasi oleh pasir dan bersifat masam. Topografi lokasi penelitian sangat berombak dan memiliki kemiringan lahan beragam Gambar 5. Hasil analisis tekstur tanah pada blok kontrol dan perlakuan menunjukkan kemiripan karakteristik jenis tanah pada kedua lokasi penelitian Tabel 1. Kandungan pasir yang terdapat pada blok kontrol dan perlakuan mengalami peningkatan pada setiap penambahan kedalaman tanah. Berbanding terbalik dengan debu dan liat pada lokasi penelitian yang mengalami penurunan pada setiap penambahan kedalaman tanah. Kondisi tanah seperti ini mengakibatkan tanah pada zona perakaran di daerah tersebut menjadi kurang subur, peka erosi dan miskin hara. Kemiringan lahan beragam juga meng akibatkan curah hujan yang jatuh menjadi limpasan lebih besar dibandingkan kondisi lahan yang datar, sehingga efisiensi penggunaan air untuk kebutuhan air pada tanaman berkurang. Tabel 1 Analisis tekstur tanah BLOK Batas Horison Tekstur Tanah Atas - bawah cm Pasir Debu Liat 17 0-30 65 26 9 18 0-30 65 26 9 17 30-60 71 25 4 18 30-60 71 25 4 Sumber : P.T Sawit Asahan Indah 2008 a b Gambar 5 Topografi lokasi penelitian a Blok 17 kontrol, b Blok 18 perlakuan.

4.2 Hubungan curah hujan dengan

tinggi muka air. Kemampuan rorak dalam menyimpan air dipengaruhi oleh curah hujan. Ketika curah hujan sebesar 51 mm pada hari kelima pengamatan baru terjadi pengisian air di dalam rorak. Tinggi air dari dasar rorak yang terukur pada rorak bagian atas pada lokasi pengukuran adalah 32.5 cm dan rorak bagian bawah adalah 52.5 cm, kemudian air dalam rorak mengalami penurunan setiap waktu Gambar 6. Penurunan air dalam rorak setiap waktu diakibatkan proses infiltrasi, pergerakan air secara lateral dan evapotranspirasi. Prinsip penerapan rorak adalah untuk menahan air agar tidak cepat hilang melalui limpasan permukaan. Dalam kontek pemanfaatan, Agus et al. 1998 mengatakan bahwa penggunaan curah hujan yang jatuh ke permukaan tanah secara efisien merupakan salah satu bentuk tindakan konservasi. Pembuatan rorak pada perkebunan kelapa sawit merupakan upaya yang dilakukan untuk memanfaatkan curah hujan yang jatuh pada lahan secara efisien. Gambar 6 Hubungan curah hujan dengan tinggi muka air rorak konservasi. Air yang tertampung dalam rorak akan meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air, memperkecil limpasan dan mengurangi kehilangan air pada lahan melalui evaporasi Murtilaksono et al. 2009. Menurut Harahap dan Latif 1998, apabila tidak ada hujan lebih dari tiga bulan pada lahan dan tidak ada penanganan, maka akan mengakibatkan penurunan produksi dan meningkatkan pertumbuhan bunga jantan pada tanaman sawit. Dengan penerapan teknik konservasi air melalui pembuatan rorak diharapkan mampu mengoptimalkan sumber air dari curah hujan untuk menjaga ketersediaan air selama proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

4.3 Pengaruh rorak terhadap sebaran