Simulasi Transportasi Hasil Pertanian

9 tertentu dapat memperbaiki mutu produk segar tersebut. Selain itu penyimpanan juga dapat menghindarkan banjirnya produk ke pasar mempertahankan harga jual, memberi kesempatan yang luas untuk memilih buah0buahan dan sayuran sepanjang tahun, membantu pemasaran yang teratur, meningkatkan keuntungan produsen, dan mempertahankan mutu produk segar Pantastico 1986. Penyimpanan dingin merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan cara pendinginan pada suhu di atas suhu pembekuannya. Secara umum pendinginan dilakukan pada suhu 2013 o C tergantung pada masing0masing bahan yang akan disimpan Poerwanto 2002 di dalam Seesar 2009. Penyimpanan di bawah suhu 15 o C dan di atas titik beku bahan dikenal sebagai penyimpanan dingin Chilling Storage. Penyimpanan dingin merupakan salah satu cara menghambat turunnya mutu buah0buahan, di samping pengaturan kelembaban dan komposisi udara serta penambahan zat0zat pengawet kimia. Penyimpanan akan mengurangi kelayuan karena kehilangan air. Menurunnya laju reaksi kimia dan laju pertumbuhan mikroba pada bahan yang disimpan Watkins 1971. Semakin rendah suhu yang digunakan, semakin lambat pula reaksi kimia, aktivitas enzim, dan pertumbuhan mikroba Frazier dan Westhoff 1978. Hastuti dan Ari 1988 melaporkan bahwa penyimpanan salak pondoh dalam bentuk tandanan pada suhu dingin 10 o C 0 12 o C dalam keadaan terbuka, dengan kantung plastik berlubang 0.5 dan 1 dapat memperpanjang masa simpan salak pondoh menjadi berturut0turut 33 hari, 27 hari dan 33 hari. Hasil pengamatan Indirani 1990 dan Noorhakim 1992 juga menunjukkan bahwa penyimpanan suhu dingin mampu memperpanjang masa simpan salak pondoh. Indirani 1990 melaporkan bahwa salak pondoh dalam bentuk tandanan yang disimpan dalam plastik polietilen pada kondisi atmosfir dan suhu 10 o C mempunyai masa simpan 18 hari. Sedangkan menurut Noorhakim 1992 salak pondoh dalam bentuk tandanan yang disimpan pada suhu 10 o C dengan kemasan plastik polietilen dalam kondisi atmosfir dan atmosfir termodifikasi mempunyai masa simpan masing0masing 27 hari dan 30 hari.

E. Simulasi Transportasi Hasil Pertanian

Goncangan yang terjadi selama pengangkutan baik di jalan raya maupun di rel kereta dapat mengakibatkan kememaran, susut berat, dan memperpendek masa simpan Purwadaria 1992. Hal ini terutama terjadi pada pegangkutan produk hortikultura yang tidak dikemas. Meskipun kemasan dapat meredam efek guncangan namun daya redamnya tergantung pada jenis kemasan serta tebal bahan kemasan, susunan komoditas didalam kemasan, dan susunan kemasan dalam pengangkutan. Perlakuan yang kurang sempurna selama pengangkutan mengakibatkan jumlah kerusakan pada komoditas pada waktu sampai ditempat tujuan mencapai lebih kurang 30050. Pengangkutan melalui jalan darat pada umumnya menggunakan truk ataupun pick up tanpa pendingin. Menurut Purwadaria 1992 untuk pengangkutan antar pulau yang berjarak tempuh lebih dari 5 jam sebaiknya menggunakan kereta api dengan gerbong pendingin. Pengangkutan merupakan mata rantai yang penting dalam penanganan, penyimpanan, dan distribusi buah0buahan serta sayuran. Pengangkutan dilakukan untuk menyampaikan komoditas hasil pertanian secara cepat dari produsen ke konsumen. Di Indonesia perhubungan lewat darat sangat dominan terhadap pengangkutan buah yang hendak dipasarkan selanjutnya. Alat angkut yang umum digunakan adalah truk, mobil bak terbuka atau sejenisnya, dan menggunakan kereta api Sutuhu 2004. Dalam kondisi jalan yang sebenarnya, permukaan jalan ternyata memiliki permukaan yang tidak rata. Permukaan jalan yang tidak rata ini menyebabkan produk mengalami berbagai guncangan selama transportasi. Besarnya guncangan yang terjadi bergantung kepada kondisi jalan yang dilalui. Ketidakrataan ini disebut amplitudo dan tingkat kekerapan terjadinya guncangan akibat ketidakrataan jalan tersebut dinamakan frekuensi. Kondisi transportasi yang buruk ini dan penanganan yang tidak tepat pada komoditi yang ditransportasikan buah dan sayuran dapat menyebabkan kerugian berupa turunnya kualitas komoditi yang akan disampaikan ke tangan konsumen. Penurunan kualitas yang sering terjadi adalah kerusakan mekanis pada buah dan sayuran Sudibyo 1992 Untuk memperoleh gambaran mengenai kerusakan mekanis yang dialami oleh komoditi pertanian akibat guncangan selama transportasi dilakukan, Purwadaria 1992 telah merancang alat simulasi transportasi yang dapat mewakili pengaruh guncangan yang terjadi pada kondisi jalan 10 yang sebenarnya. Alat simulasi ini telah disesuaikan dengan jalan yang terdapat di dalam dan luar kota. Dasar yang membedakan antara jalan dalam dan luar kota adalah besarnya amplitude yang terukur. Jalan dalam kota memiliki amplitudo yang lebih rendah dibandingkan jalan luar kota, jalan buruk, dan jalan berbatu. Pada simulasi pengangkutan dengan menggunakan truk guncangan yang dominan adalah guncangan pada arah vertikal. Sedangkan guncangan pada kereta api adalah guncangan horizontal. Guncangan lain berupa puntiran dan bantingan diabaikan karena jumlah frekuensinya kecil sekali Sudibyo 1992. Pradnyawati 2006 menyatakan bahwa tingkat kerusakan mekanis yang tertinggi dialami oleh jambu biji dalam kemasan keranjang bambu dengan bahan pengisi daun pisang. Sedangkan tingkat kerusakan mekanis terendah dialami oleh jambu biji dalam kemasan kardus karton dengan bahan pembungkus koran. Sedangkan menurut Kusumah 2007, tingkat kerusakan mekanis mentimun tertinggi dialami oleh perlakuan kemasan peti kayu dengan nilai kerusakan sebesar 40.915 dan yang terendah dialami oleh mentimun dalam kemasan kardus dengan kerusakan sebesar 26.1 Darmawati 1994 menganalisis dampak goncangan terhadap jeruk dalam kemasan karton bergelombang di atas meja getar dengan kompresor yang dilakukan selama 8 jam dengan frekuensi 6 Hz dan amplitudo 5 cm mengakibatkan kerusakan buah sebesar 5.74. Kondisi tersebut setara dengan 2490 km jalan beraspal dan 904 km jalan berbatu atau mewakili transportasi antar pulau pulau jawa dan sumatra. Menurut Siregar 2008, kapasitas kemasan memberikan kontribusi terhadap persentase kerusakan fisik total buah salak pasca transportasi. Persentase kerusakan tertinggi terjadi pada buah salak yang disusun dalam kemasan berkapasitas 20 kg yaitu 6 setelah satu hari pasca transportasi menjadi 22 setelah 5 hari pasca transportasi. Hal ini disebabkan jumlah buah salak yang disusun pada kemasan berkapasitas 20 kg paling banyak dibanding dengan kapasitas 10 kg dan 15 kg. Semakin tinggi susunan buah dalam kemasan, tekanan yang dialami oleh buah yang ada di lapisan bawah semakin besar. Benturan yang terjadi antar buahnya semakin besar sehingga menyebabkan peningkatan jumlah buah salak yang memar. 11

III. METODE PE ELITIA