1
I. PE DAHULUA
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara penghasil komoditas hortikultura yang potensial, salah satunya buah0buahan sebagai komoditas pertanian yang memiliki potensi tinggi baik untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun permintaan luar negeri. Perkembangan tersebut juga diikuti dengan peningkatan pendapatan perkapita dari permintaan terhadap buah0buahan. Hal ini
terlihat bahwa peningkatan konsumsi perkapita dari 26.52 kg pada tahun 1988 menjadi 27.40 kg pada tahun 1992 dan 30 kg pada tahun 1995 Winarno 1995. Sedangkan berdasarkan Ditjen
Pertanian Tanaman Pangan 1992 di dalam Satuhu 2004, produksi buah salak mengalami peningkatan selama kurun waktu 10 tahun yaitu 56,858 ton pada tahun 1981 menjadi 160,782
ton pada tahun 1990.
Permintaan buah tahun 2010 diperkirakan mencapai 14 juta ton dan pada tahun 2015 diperkirakan menjadi 20 juta ton, sedangkan produksi buah nasional hanya berkisar sekitar 7 juta
ton. Usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsi buah0buahan, pada tahun 1999 dilakukan impor buah sebanyak 83,000 ton dan tahun 2000 sebanyak 235,000 ton dengan nilai sekitar US
46 juta pada tahun 1999 dan US 136 juta pada tahun 2000 Pusat Promosi dan Informasi Tanaman Pangan dan Hortikultura 2001.
Salak merupakan salah satu buah asli Indonesia yang unik dan eksotik dengan nilai komersial yang tinggi karena rasanya yang khas dan teksturnya disukai oleh konsumen. Data
produksi buah salak menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Dalam kurun waktu 1997 – 2009, produksi salak pondoh di Indonesia meningkat dari 525,461 ton menjadi 829,014 ton BPS
2010. Salak yang paling digemari adalah salak pondoh sehingga mempunyai peluang besar untuk menjadi primadona di masa mendatang. Kebutuhan terhadap buah salak untuk dikonsumsi
dalam negeri maupun ekspor terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah konsumen dan perbaikan pendapatan Djaafar et al. di dalam bulletin Agro Industri 1998.
Di Indonesia terdapat banyak pusat produksi salak, namun sentra produksi salak pondoh hanya daerah tertentu saja seperti di Sleman, DI Yogyakarta dan sekarang sedang dikembangkan
juga di daerah Kuningan, Jawa Barat. Produksi salak pondoh cukup besar saat musim panen yaitu sekitar bulan November – Januari dan bulan Juni – Agustus. Sebagian besar penjualan buah
salak pondoh masih dilakukan di pasar lokal dalam bentuk buah segar, sementara daya simpan buah salak cenderung pendek sehingga sering menjadi masalah dalam penjualan yang
membutuhkan waktu lebih lama. Oleh karena itu, salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mempertahankan mutu dan kesegarannya adalah dengan pengemasan dan penyimpanan dingin
yang tepat.
Di daerah tropis, buah dan sayuran cepat mengalami kerusakan terutama disebabkan oleh kondisi suhu dan kelembaban lingkungan. Kurangnya penanganan pasca panen pengangkutan,
sortasi, pengemasan dan penyimpanan ikut mempengaruhi nilai perubahan suatu produk. Perubahan mutu selama penyimpanan terjadi karena buah dan sayuran masih berespirasi. Selama
respirasi, produk akan mengalami proses pematangan dan kemudian diikuti dengan proses pembusukan. Kecepatan respirasi produk tergantung dari produk itu sendiri, suhu penyimpanan,
kelembaban lingkungan, ketersediaan oksigen dan adanya karbon dioksida dalam lingkungannnya Mohamad 1990.
Transportasi merupakan salah satu mata rantai distribusi yang merupakan penyumbang kerusakan yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 6 0 30 tergantung dari jarak tempuh dan
bahan kemasan yang digunakan Siregar 2008. Kemasan untuk transportasi salak bervariasi dan dipengaruhi oleh daerah produsen, diataranya adalah peti kayu, karung plastik, karung anyaman
pandan sumpit, dan keranjang bambu. Jenis keranjang plastik yang sering digunakan sebagai bahan kemasan buah0buahan dapat menjadi alternatif kemasan lain.
Berdasarkan faktor penyebabnya, penyusutan atau kerusakan disebabkan oleh kerusakan biologi, mikrobiologis, fisik, dan mekanis serta kerusakan kimiawi. Umumnya penyusutan
produk buah dan sayuran berkisar antara 25 0 80 Suhardi 1993. Kerusakan mekanis, seperti sobek, luka, memar, dan pecah diakibatkan cara pengemasan produk yang kurang sempurna serta
perlakuan dan cara pendistribusian produk yang kurang baik. Kerusakan mekanis ini apabila
2 dibiarkan menjadi penyebab awal bagi kerusakan seperti kerusakan kimiawi dan mikrobiologi.
Dengan adanya permasalahan ini diperlukan suatu teknik pengemasan yang tepat dan didukung dengan penyimpanan yang benar.
B. Tujuan Penelitian