“Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak lain untuk
memenuhi perjanjian, ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian disertai penggantian biaya kerugian dan bunga”.
6. Petitum gugatan yang menyatakan Perjanjian Nomor 62 tanggal 11 April
1990 dan Addendum Perjanjian Nomor 73 tanggal 24 Mei 1991 berakhir. Majelis Hakim menimbang berdasarkan surat-surat bukti mengenai
peringatan Penggugat I dan Penggugat II pada tahun 1994 pada Tergugat. Selanjutnya
mempertimbangkan kesanggupan
Penggugat untuk
membangun gedung BRI III pada 28 Juni 1994 dan ingin menambah menjadi 34 lantai berdasarkan SK Gubernur No. 678 Tahun 1994.
Sehingga menurut Majelis Hakim tidak ada persoalan oleh Tergugat untuk dapat membangunnya dan tenggang waktu antara kewajiban untuk
membangun BRI III oleh Tergugat ditetapkan tidak lebih dari tahun 1995. Ternyata Tergugat tidak pernah mengajukan izin untuk pembangunan BRI
III ke Dinas Tata Kota DKI Jakarta. 7.
Menimbang, surat permohonan untuk mendirikan BRI III yang diajukan Tergugat kepada Dinas Tata Kota DKI Jakarta tanggal 17 Maret 2008 dan
Surat Kepala Dinas Tata Kota DKI Jakarta tanggal 09 Mei 2008, tentang penjelasan permohonan izin yang dapat diberikan hanyalah 10 sepuluh
lantai, hal ini dijadikan dasar keadaan kahar oleh Tergugat. Terhadap
alasan ini Majelis Hakim tidak dapat menerimanya karena keadaan kahar tersebut hanya ada pada saat kewajiban itu terbit terhadap BRI III sampai
akhir tahun 1995. Surat sebagaimana dasar rekomendasi yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Tata Kota DKI Jakarta didasarkan kepada Perda No. 6
Tahun 1999. 8.
Menimbang pendapat ahli yang dihadirkan oleh Tergugat bernama Frans Hendra Winata, S.H.,M.H. memberikan pendapat bahwa jika seseorang
belum pernah mencoba melaksanakan isi perjanjian kesepakatan, namun kemudian menyatakan bahwa tidak dilaksanakan perjanjian tersebut
karena adanya keadaan memaksa adanya peraturan publik, hal ini tidak dapat dibenarkan oleh karena ada atau tidak adanya kahar keadaan
memaksa harus dilaksanakan terlebih dahulu isi perjanjian tersebut baru bisa diterima secara hukum ada atau tidaknya keadaan kahar keadaan
memaksa. Sebagaimana dipertimbangkan diatas Tergugat sampai batas akhir tahun 1995 sama sekali tidak melakukan pengurusan perizinan
kepada Dinas Tata Kota DKI Jakarta.
D. Amar Putusan Majelis Hakim
Berdasarkan pertimbangan di atas Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengadili dan memutus dalam pokok perkara:
1. Mengabulkan gugatan para Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan Ingkar Janji
Wanprestasi yang merugikan para Penggugat; 3.
Menyatakan Perjanjian No. 58 tanggal 11 April 1990 dan Addendum Perjanjian No. 72 tanggal 24 Mei 1991 yang berhubungan dengan Gedung
BRI II berakhir karena terjadinya wanprestasi terhitung sejak didaftarkannya gugatan ini;
4. Menyatakan Perjanjian No. 62 tanggal 11 April 1990 dan Addendum
Perjanjian No. 73 tanggal 24 Mei 1991, yang berhubungan dengan Gedung BRI III berakhir. Karena terjadinya wanprestasi terhitung sejak
didafarkannya gugatan ini; 5.
Menghukum Tergugat untuk menyerahkan Gedung BRI II, Gedung parkir dengan seluruh fasilitas yang ada beserta hak pengelolaannya kepada
Penggugat I melalui Penggugat II; 6.
Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi berupa pembayaran tahunan sewa gedung BRI III yang harusnya sudah dapat diterima
Penggugat II sejak tahun 1998 kepada Penggugat II sebesar RP 347.801.350.125; tiga ratus empat puluh tujuh milyar delapan ratus satu
juta tiga ratus lima puluh ribu seratus dua puluh lima rupiah; 7.
Menolak Gugatan para Penggugat untuk selain dan selebihnya.
E. Analisa Wanprestasi Perjanjian Build Operate Transfer
Setelah mempelajari kasus di atas, maka penulis mencoba untuk menganalisis pertimbangan Majelis Hakim dalam membuat putusan dengan
menghubungkan kasus tersebut dengan teori yang ada. Mengenai wanprestasi, pada pertimbangannya tampak Majelis Hakim menggunakan bukti-bukti,
keterangan saksi yang diajukan dalam persidangan dan melakukan pemeriksaan setempat. Terbukti dalam persidangan Tergugat lebih dahulu
menambah luas Gedung Parkir tanpa dilaksanakannya klausul utama atas pembangunan Gedung BRI III sesuai klausul perjanjian nomor 58 jo.
addendum perjanjian nomor 72 poin k. Karena hal tersebut pelaksanaan untuk klausul perjanjian poin g, h, i, dan j menjadi terganggu. Kemudian Tergugat
dengan mengirimkan surat meminta perubahan lokasi pembangunan fasilitas pada gedung parkir pada Penggugat II karena dengan ditambahnya luas
gedung parkir tidak dimungkinkan untuk dibangunnya fasilitas pada area tersebut. Meskipun Penggugat II menyetujui hal ini, tetapi tidak dilakukannya
addendum terhadap perjanjian sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati melalui surat. Sehingga Majelis Hakim menilai hal ini hanya sebuah
komunikasi yang menuju pada kesepakatan yang mengikat. Komunikasi seperti ini belum memiliki kekuatan yang mengikat karena belum dibuatnya
akta perjanjian baru dan perjanjian no. 58 jo. addendum perjanjian nomor 72 masih berlaku.
Sesuai Pasal 1338 KUH Perdata semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.
Sehingga mengacu pada teori Prof. Subekti S.H, terhadap item pekerjaan ini, masuk dalam kategori tidak melakukan apa yang disanggupi akan
dilakukannya. Sedangkan untuk item pekerjaan membangun pagar pembatas, PT Mulia
Persada Pacific tidak melakukan pemagaran sepenuhnya yaitu antara tanah milik Penggugat I Penggugat II yang berbatasan dengan fasilitas umum
tanah milik GKBI yang terletak di Jl. Jenderal Sudirman Kav. 44-46 Jakarta. Dengan demikian berdasarkan teori Prof. Subekti S.H, pihak Tergugat yaitu
PT Mulia Persada Pacific, masuk dalam kategori wanprestasi melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikannya. Menurut
penulis mengenai tidak dilakukannya pemagaran secara tegas, padahal hal tersebut terdapat dalam klausul perjanjian dan telah disepakati oleh para pihak
sehingga tidak terdapat alasan untuk melakukan prestasi tidak sebagaimana yang diperjanjikan.
Sedangkan untuk pembangunan Gedung BRI III, PT Mulia Persada Pacific tidak membangunnya sehingga dapat dikatakan bahwa PT Mulia
Persada Pacific telah wanprestasi dengan tidak melakukan prestasi sama