Prestasi dilakukan agar tercapainya tujuan dari perikatan, maka perlu diketahui sifat-sifat dari prestasi. Sifat dari prestasi adalah sebagai berikut
20
: a.
Harus sudah tertentu atau dapat ditemukan; b.
Harus mungkin; c.
Harus diperbolehkan; d.
Harus ada manfaatnya bagi kreditur; e.
Bisa terdiri dari suatu perbuatan atau serentetan perbuatan. Jika salah satu dari sifat prestasi ini tidak terpenuhi, maka perikatan itu
menjadi tidak berarti, dan perikatan itu menjadi batal atau dapat dibatalkan.
D. Tinjauan Umum Tentang Wanprestasi
Subekti menguraikan arti dari kata wanprestasi sebagai berikut: “Apabila si berutang debitur tidak melakukan apa yang dijanjikan akan
dilakukannya, maka dikatakan bahwa ia melakukan wanprestasi. Ia adalah alpa atau lalai atau bercidera janji. Atau juga ia melanggar
perjanjian, yaitu apabila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak
boleh dilakukannya”.
21
Pengertian wanprestasi menurut R. Sardjono: “Wanprestasi adalah suatu keadaan dimana si berutang tidak melakukan
apa yang dijanjikan untuk dilakukan atau melanggar perjanjian dalam hal diperjanjikan bahwa si debitur tidak boleh melakukan sesuatu hal,
sedangkan ia telah melakukannya
”. Seorang debitur yang lalai melakukan wanprestasi ini dapat digugat di
muka hakim dan hakim akan menjatuhkan putusan yang merugikan kepada
20
Ahmad Yasir, dkk, Hukum Perikatan, Jakarta: Prodi Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, 2011, h. 81.
21
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 2001, cet. 26, h. 45
tergugat.
22
Akan tetapi karena wanprestasi kelalaian ini mempunyai akibat- akibat yang begitu penting, maka harus ditetapkan lebih dahulu apakah si
debitur si berutang itu melakukan wanprestasi atau lalai, dan kalau hal itu disangkal olehnya, maka harus dibuktikan di muka hakim.
23
Wanprestasi adalah kelalaian debitur untuk memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Untuk menentukan kapan
seseorang harus melakukan kewajibannya dapat dilihat dari isi perjanjian yang telah dibuat. Dalam perjanjian biasanya diatur kapan seseorang harus
melaksanakan kewajibannya, seperti menyerahkan sesuatu barang atau melakukan sesuatu perbuatan. Apabila debitur tidak melakukan apa yang
diperjanjikannya, maka ia telah melakukan wanprestasi. Seseorang diangap alpa atau lalai atau ingkar janji atau juga melanggar perjanjian apabila ia
melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya.
24
Menurut Subekti, Guru Besar Hukum Perdata Universitas Indonesia wanprestasi kelalaian atau kealpaan seorang debitur dapat berupa empat
macam:
25
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana
dijanjikannya;
22
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 2001, cet. 26, h. 146.
23
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 2001, cet. 26, h. 45.
24
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 2001, cet. 26, h. 28.
25
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 2001, cet. 26, h. 45.
c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Mengenai perjanjian untuk menyerahkan suatu barang atau untuk melakukan suatu perbuatan, jika dalam perjanjian tidak ditetapkan batas
waktunya tetapi si berutang akan dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan, pelaksanaan prestasi itu harus lebih dahulu ditagih. Kepada
debitur itu harus diperingatkan bahwa kreditur menghendaki pelaksanaan perjanjian. Apabila prestasi tidak seketika dapat dilakukan, maka si berutang
perlu diberikan waktu yang pantas.
26
Apabila seorang debitur sudah diperingatkan atau sudah dengan tegas ditagih janjinya, maka ia tetap tidak melakukan prestasinya, ia berada dalam
keadaan lalai atau alpa dan terhadap dia dapat diperlakukan sanksi-sanksi yaitu ganti rugi, pembatalan perjanjian dan peralihan risiko.
27
Sedangkan R Wirjono Prodjodikoro, Hakim Agung membagi wanprestasi dalam 3 tiga macam, yaitu:
28
a. Pihak-berwajib sama sekali tidak melaksanakan janji;
Dalam hal ini jelas debitur tidak mau melaksanakan prestasi perikatan yang telah disanggupinya untuk dilaksanakan. Debitur secara tegas menolak
untuk melakukan prestasi yang telah diperjanjikannya kepada kreditur. Dalam keadaan ini pihak kreditur dapat menuntut ganti rugi.
b. Pihak-berwajib terlambat dalam melaksanakannya;
Dalam keadaan ini kreditur belum mengetahui secara pasti sikap dari si debitur. Karena pada umumnya dalam suatu perjanjian, para pihak tidak
26
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 2001, cet. 26, h. 46.
27
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 2001, cet. 26, h. 47.
28
R. Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, Bandung: Sumur Bandung, 1981, cet 2, h. 44.