B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah penelitian ini adalah apakah Economic Value Added dan
Kualitas Laba berpengaruh terhadap Price Book Value perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
C. Tujuan dan Manfaat
1 Tujuan Penelitian Berkaitan dengan permasalahan yang telah dirumuskan diatas, maka
tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Economic Value Added dan Kualitas Laba berpengaruh
terhadap Price Book Value perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
2 Manfaat Penelitian a. Bagi Perusahaan;
Diharapkan dengan penelitian dapat membantu pihak perusahaan untuk memahami bagaimana mengevaluasi kinerja perusahaan.
b. Bagi Pemegang saham dan Manajer; Penelitian ini dapat digunakan untuk bahan pertimbangan objektif
dan relevan terhadap pemberian insentif kepada manajemen dari kinerja perusahaan yang dihasilkan.
c. Bagi investor; Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagi investor
sebelum melakukan pilihan investasi pembelian saham suatu perusahaan dengan mengamati nilai tambah dan kualitas laba yang
dihasilkan perusahaan. d. Bagi Akademisi dan Pembaca;
Dapat dijadikan referensi, bacaan, dan dapat dibandingkan antara penelitian ini, dan penelitian sebelumnya serta penelitian yang akan
datang mengenai topik yang dibahas dalam penelitian ini.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Laporan keuangan menurut IAI dalam PSAK 2006:2 merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan yang lengkap yang meliputi:
a Laporan Laba Rugi Menggambarkan penghasilan yang diperoleh, biaya yang dikeluarkan serta
laba rugi yang diperoleh selama priode tertentu. b Laporan Perubahan Ekuitas
Merupakan Perubahan Saldo laba Perusahaan dalam suatu priode akuntansi.
c Neraca Menggambarkan keuangan suatu perusahaan pada saat tertentu dan
diklasifikasikan menurut Aktiva, Kewajiban dan Modal. d Laporan Arus Kas
Menggambarkan arus kas perusahaan selama periode tertentu dan diklasifikasikan menurut aktivitas operasi, investasi, dan perdagangan.
e Catatan atas laporan Keuangan Merupakan penjelasan terhadap kebijakan akuntansi yang digunakan
perusahaan pada posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan.
11
1. Pengukuran Kinerja Perusahaan
Setiap perusahaan bertujuan untuk memaksimalkan kekayaan dari pemegang sahamnya, pengukuran kinerja diperlukan untuk menentukan
keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuan tersebut. Pengukuran kinerja keuangan berdasarkan laporan keuangan banyak menggunakan rasio
keuangan. Kelebihan pengukuran tersebut adalah kemudahan dalam perhitungan selama data historis tersedia.
a. Financial Ratio
Metode yang paling sering digunakan untuk mengukur kinerja keuangan adalah financial ratio, yang dianalisis dari laporan keuangan
perusahaan. Analisis laporan keuangan dapat dilakukan dengan menghitung berbagai macam rasio. Emery dan Finnerty 1997 dalam
Iramani dan Febrian 2005 mengelompokkan rasio keuangan dalam enam kelompok, yaitu: liquidity ratio, asset activity ratio, leverage ratio,
coverage ratio, profitability ratio dan market value ratio. Penggunaan
financial ratio sangatlah penting, terutama dalam analisis fundamental. Analisis ini mencakup keadaan fundamental dari perusahaan yang
dianalisis serta industri baik industri perusahaan yang dianalisis maupun industri lain yang terkait.
Financial ratio membantu perusahaan dalam mengidentifikasi
berbagai kekuatan dan kelemahan perusahaan Keown 1996: 94 dalam Iramani dan Febrian 2005. Selanjutnya, menurut Keown terdapat dua
cara untuk membandingkan data keuangan perusahaan,
yakni: 1 dengan analisis trend, yaitu membandingkan financial ratio antar waktu dan 2 dengan analisis comparative, yaitu membandingkan
financial ratio suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya.
Kelebihan dari penggunaan financial ratio sebagai pengukur kinerja keuangan adalah karena mudahnya dalam proses perhitungannya,
selama data yang dibutuhkan tersedia dengan lengkap. Namun disisi lain terdapat kelemahan financial ratio karena perhitungannya berdasarkan
data akuntansi. Salah satu kelemahan dari pengukur akuntansi adalah rasio-rasio tersebut dihasilkan dari nilai buku. Menurut Yanindya 1998
dalam Iramani dan Febrian 2005 bahwa nilai kinerja keuangan tidak mencerminkan nilai yang ada di pasar. Misalnya, jika terdapat dua
perusahaan yang identik, baik asset maupun struktur modalnya, namun berbeda waktu pendiriannya, maka perusahaan yang lebih dulu berdiri
memiliki laba bersih yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang berdiri kemudian. Hal ini tentu saja dapat dipahami, karena
perusahaan yang lebih dahulu berdiri cenderung memiliki nilai penyusutan lebih yang lebih kecil.
Distorsi lain dari penggunaan data akuntansi adalah penggunaan metode penyusutan maupun metode dalam menilai persediaan. Metode
penyusutan saldo menurun akan menghasilkan laba bersih lebih besar pada akhir umur ekonomis aktiva sedangkan metode garis lurus untuk
penyusutan aktiva akan mengakibatkan biaya penyusutan yang relatif stabil sepanjang umur aktiva tersebut. Dalam kondisi dimana harga
barang cenderung naik, penggunaan LIFO dalam menilai persediaan akan menyebabkan beban pokok penjualan menjadi rendah sehingga
pajak dan laba perusahaan juga akan terpengaruh, akibat penggunaan metode ini.
Dari uraian tersebut, dapat dijelaskan bahwa penggunaan metode yang berbeda baik metode penyusutan maupun metode dalam menilai
persediaan antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lainnya akan menghasilkan keuntungan yang berbeda pula. Sehingga sulit
membandingkan kinerja suatu perusahaan dengan menggunakan financial
ratio manakala
perusahaan yang
diperbandingkan menggunakan metode yang berbeda. Akibatnya pengukuran kinerja
dengan rasio-rasio berdasarkan laporan keuangan tidak menghasilkan nilai pengukuran yang akurat. Accounting profit tidak mencerminkan
dengan baik economic profit dari suatu perusahaan.
2. Economic Value Added
EVA merupakan tujuan perusahaan untuk meningkatkan nilai atau value added
dari modal yang telah ditanamkan pemegang saham dalam operasi perusahaan. Oleh karenanya EVA merupakan selisih laba operasi
setelah pajak Net Operating Profit After Tax atau NOPAT dengan biaya modal Cost of Capital. Economic Value Added EVA is a residual
income measure that subtract the cost of capital c from the operating profits generated in the business.
Stewart, 1993: 118 dalam Iramani dan Febrian 2005, sedangkan Residual income adalah the difference between
operating income and the minimum dollar return required on a companys operating assets.
Hansen and Mowen, 1994: 834 seperi yang dikutip Iramani dan Febrian 2005 EVA adalah nilai tambah ekonomis yang
diciptakan perusahaan dari kegiatan atau strateginya selama periode tertentu. Prinsip EVA memberikan sistem pengukuran yang baik untuk menilai suatu
kinerja dan prestasi keuangan manajemen perusahaan karena EVA berhubungan langsung dengan nilai pasar sebuah perusahaan.
Manajemen dapat melakukan banyak hal untuk menciptakan nilai tambah, tetapi pada prinsipnya EVA akan meningkat jika manajemen
melakukan satu dari tiga hal berikut Stewart 1993 dalam Utomo 2005: 1 Meningkatkan laba operasi tanpa adanya tambahan modal.
2 Menginvestasikan modal baru ke dalam project yang mendapat return lebih besar dari biaya modal yang ada.
3 Menarik modal
dari aktivitas-aktivitas
usaha yang
tidak menguntungkan.
Meningkatkan laba operasi tanpa adanya tambahan modal berarti manajemen dapat menggunakan aktiva perusahaan secara efisien untuk
mendapatkan keuntungan yang optimal. Selain itu, dengan berinvestasi ke project
-project yang menerima return lebih besar daripada biaya modal cost of capital
yang digunakan berarti manajemen hanya mengambil project yang bermutu dan meningkatkan nilai perusahaan. Economic Value
Added EVA juga mendorong manajemen untuk berfokus pada proses
dalam perusahaan yang menambah nilai dan mengeliminasi aktivitas atau
proses yang tidak menambah nilai. Perhitungan EVA suatu perusahaan merupakan proses yang kompleks dan terpadu karena perusahaan harus
menentukan terlebih dahulu biaya modalnya.
1 Manfaat Economic Value Added
Terdapat beberapa manfaat yang dapat diperoleh perusahaan dalam menggunakan EVA sebagai alat ukur kinerja dan nilai tambah
perusahaan. Menurut Tunggal 2001 dalam Iramani dan Febrian 2005 beberapa manfaat EVA dalam mengukur kinerja perusahaan antara lain:
a EVA merupakan suatu ukuran kinerja perusahaan yang dapat berdiri sendiri sendiri tanpa memerlukan ukuran lain baik berupa
perbandingan dengan menggunakan perusahaan sejenis atau menganalisis kecenderungan trend.
b Hasil perhitungan EVA mendorong pengalokasian dana perusahaan untuk investasi dengan biaya modal yang rendah.
Sedangkan menurut Utama 1997:10 dalam Iramani dan Febrian2005, manfaat EVA adalah:
a EVA dapat digunakan sebagai penilaian kinerja keuangan perusahaan karena penilaian kinerja tersebut difokuskan pada
penciptaan nilai value creation. b EVA akan menyebabkan perusahaan lebih memperhatikan
kebijakan struktur modal. c EVA membuat manajemen berpikir dan bertindak seperti halnya
pemegang saham yaitu memilih investasi yang memaximumkan
tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat dimaximalkan dan.
d EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kegiatan atau proyek yang memberikan pengembalian lebih tinggi daripada
biaya-biaya modalnya. Selain Keunggulan yang telah dijelaskan diatas, EVA merupakan
pengukuran yang sangat penting karena dapat digunakan sebagai signal terjadinya Financial Distress pada suatu perusahaan Salmi dan Virtanen
2001 dalam Iramani dan Febrian 2005. Jika suatu perusahaan tidak dapat memperoleh profit di atas required of return, maka EVA akan
menjadi negatif, dan hal ini merupakan warning akan terjadinya Financial Distress
bagi perusahaan tersebut.
2 Keunggulan dan Kelemahan Economic Value Added
Menurut Iramani dan Febrian 2005 salah satu keunggulan EVA sebagai penilai kinerja perusahaan adalah dapat digunakan sebagai
penciptaan nilai value creation. Keunggulan EVA yang lain adalah: a EVA memfokuskan
penilaian pada nilai tambah dengan memperhitungan beban sebagai konsekuensi investasi.
b Konsep EVA adalah alat perusahaan dalam mengukur harapan yang dilihat dari segi ekonomis dalam pengukurannya yaitu dengan
memperhatikan harapan para penyandang dana secara adil dimana derajat keadilan dinyatakan dengan ukuran tertimbang dari struktur
modal yang ada dan berpedoman pada nilai pasar dan bukan pada nilai buku.
c Perhitungan EVA dapat dipergunakan secara mandiri tanpa memerlukan data pembanding seperti standar industri atau data
perusahaan lain sebagai konsep penilaian 4 Konsep EVA dapat digunakan sebagai dasar penilaian pemberian bonus pada karyawan
terutama pada divisi yang memberikan EVA lebih sehingga dapat dikatakan bahwa EVA menjalankan stakeholders satisfaction
concepts dan.
d Pengaplikasian EVA yang mudah menunjukkan bahwa konsep tersebut merupakan ukuran praktis, mudah dihitung dan mudah
digunakan sehingga merupakan salah satu bahan pertimbangan dalam mempercepat pengambilan keputusan bisnis.
Keunggulan EVA sebagai pengukur kinerja juga terletakpada kemampuannya untuk menyatukan tiga fungsi pentingmanajemen, yaitu:
capital budgeting, performance appraisal danincentive compensation Higgins 1998. Keputusan capital budgeting didasarkan pada
discounted EVA, kinerja unit bisnis bisa diukur dengan EVA dan kompensasi insentif bisa tergantung pada unit EVA relatif terhadap
target yang tepat.
Tetapi EVA sebagai ukuran kinerja juga mempunyai beberapa keterbatasan antara lain:
a Sebagai ukuran kinerja masa lampau EVA tidak mampu memprediksi dampak strategi yang kini diterapkan untuk masa
depan perusahaan. b Sifat pengukurannya merupakan potret jangka pendek, sehingga
manajemen cenderung enggan berinvestasi jangka panjang, karena bisa mengakibatkan penurunan nilai EVA dalam periode yang
bersangkutan. Hal ini bisa mengakibatkan turunnya daya saing perusahaan di masa depan.
c EVA mengabaikan kinerja non keuangan yang sebenarnya bisa meningkatkan kinerja keuangan. Menurut Kaplan dan Norton
2001, tanpa balanced scorecard, strategi value based management
memang dapat menurunkan biaya dan meningkatkan intensitas aktiva tetapi akan kehilangan kesempatan menciptakan
tambahan nilai, yaitu strategi pertumbuhan pendapatan jangka panjang melalui investasi pelanggan, inovasi, perbaikan proses,
teknologi informasi dan kemampuan karyawan. d Tidak cocok diterapkan pada industri tertentu. Penggunaan EVA
untuk mengevaluasi kinerja keuangan mungkin tidak tepat untuk beberapa perusahaan, misalkan perusahaan dengan tingkat
pertumbuhan yang tinggi seperti pada sektor teknologi Dierks dan Patel 1997.
e Tidak bisa diterapkan pada masa inflasi. De Villiers 1997 mengindikasikan bagaimana inflasi akan mengakibatkan distorsi
pada EVA dan menunjukkan bahwa EVA tidak dapat digunakan selama periode inflasi untuk mengestimasi profitabilitas aktual
3 Cost of Capital
Biaya modal atau cost of capital adalah tingkat pengembalian minimum yang diharapkan oleh pemegang saham pemilik perusahaan
dalam investasinya. Untuk praktisi bidang keuangan, istilah cost of capital
dalam Utomo 1999 ini digunakan: a Sebagai tarif diskonto discount rate untuk membawa arus kas
masa mendatang suatu project ke nilai sekarang present value. b Sebagai tarif minimum yang diinginkan untuk menerima project
baru. c Sebagai biaya modal capital charge dalam perhitungan
economic value added .
d Sebagai bandingan benchmark untuk menaksir tarif biaya pada modal yang digunakan.
Cost of capital sangat dipengaruhi oleh hubungan antara risiko
risk dan tingkat pengembalian return, dimana semakin besar risiko yang ditanggung oleh investor semakin tinggi pula tingkat pengembalian
yang dikehendaki sebelum nilai tambah dapat diciptakan dan semakin
tinggi biaya modal yang timbul. Komponen cost of capital terdiri dari biaya ekuitas cost of equity dan biaya hutang cost of debt.
Cost of equity adalah tingkat pengembalian yang dikehendaki
investor karena adanya ketidakpastian tingkat laba. Kewajiban membayar bunga dan pokok hutang membuat laba bersih perusahaan
lebih bervariasi naik turun daripada laba operasi, dan sehingga menyebabkan timbulnya tambahan risiko. Jadi biaya ekuitas ini
mencakup adanya risiko bisnis business risk dan risiko financial financial risk.
Business risk adalah risiko yang berhubungan dengan tidak
stabilnya laba atau profit, sedangkan financial risk adalah risiko kesulitan financial dalam hal pembayaran biaya bunga dan pokok pada
hutang. Biaya hutang cost of debt adalah tingkat pengembalian yang dikehendaki karena adanya risiko kredit credit risk, yaitu risiko
perusahaan dalam memenuhi kewajiban pembayaran bunga dan pokok hutang. Dengan kata lain, cost of debt adalah tarif yang dibayar
perusahaan untuk memperoleh tambahan hutang baru jangka panjang di pasar sekarang.
Perusahaan Standard Poors dan Moodys adalah dua perusahan Amerika yang memberikan rating pada obligasi yang dijual
oleh perusahaan publik. Semakin tinggi rating yang diberikan misalnya rating AAA atau A maka semakin kecil kemungkinan perusahaan
penerbit obligasi untuk default dalam pembayaran bunga dan pokoknya.
Kedua komponen biaya modal diatas digunakan untuk menentukan biaya modal tertimbang rata-rata weighted average cost of capital -
WACC atau c dalam perhitungan EVA. WACC adalah biaya ekuitas
dan biaya hutang masing-masing dikalikan dengan persentase ekuitas dan hutang dalam struktur modal perusahaan.
Biaya bunga interest dapat dikurangkan dari penghasilan dalam rangka menentukan pendapatan kena pajak interest on debt is tax
deductible , maka cost of debt dalam perhitungan WACC adalah after-
tax cost of debt . Supaya menambah nilai dalam perusahaan, sebuah
investasi atau project harus memperoleh tingkat pengembalian yang lebih besar daripada WACC. Strategi manajemen dalam berinvestasi
seyogyanya mempertimbangkan ada tidaknya penciptaan nilai tambah ekonomis dari investasi baru tersebut. G. Bennet Stewart Stewart, 1993:
138139 dalam Utomo 1999 mengidentifikasikan tiga strategi oleh manajemen dalam upaya menciptakan nilai yaitu:
a Improve operating efficiency
b Achieve profitable growth, or
c Rationalize and exit unrewarding business: liquidate
unproductive capital or curtail investment in unrewarding projects.
Untuk meningkatkan
efisiensi operasional,
manajemen memisahkan value added activities dari non-value added activities.
Proses-proses yang tidak menambah nilai kepada stakeholder 6
khususnya customer dihilangkan dan memperbaiki proses yang menciptakan nilai sesuai dengan Value Added Assessment Process.
Dengan membatasi investasi di project-project yang
kurang menguntungkan diharapkan manajemen dapat menggunakan modalnya
secara lebih baik untuk investasi di project yang menambah nilai dan tingkat pertumbuhan perusahaan.
4 EVA and Perform Asessment
Pada suatu perusahaan, pemilik perusahaan akan menunjuk dan memberi wewenang kepada manajemen untuk menjalankan operasi
perusahaan sehari-hari. Manajemen cenderung mempunyai kontrol penuh atas segala strategi atau tindakan yang dilakukan meskipun
masih ada campur tangan dari pemilik. Pada perusahaan yang besar dimana kepemilikan tersebar ke banyak pemegang saham,
manajemenlah yang mengontrol dan bertanggung jawab penuh atas operasional sehari-hari. Pemisahan antara kepemilikan dan kontrol ini
menyebabkan terjadinya conflict of interest antara pemilik sebagai principal
dan manajemen sebagai agent. Untuk memperkecil biaya- biaya yang timbul akibat agency problem maka dibentuklah suatu
sistem performance assessment yang memberi insentif pada strategi atau tindakan manajemen yang menambah nilai. Perencanaan sistem
evaluasi kinerja dan prestasi yang benar sangat penting karena hal tersebut berhubungan dengan sistem penggajian atau kompensasi.
Penentuan kriteria-kriteria yang dipakai sebagai pedoman evaluasi akan mempengaruhi cara kerja dan sebagai motivator kerja
manajemen. Sejalan dengan adanya desentralisasi pada kontrol dan pengambilan keputusan dalam perusahaan, pemilik memerlukan suatu
kontrol dalam unit-unit yang ada untuk memastikan tindakan-tindakan yang dilakukan konsisten dengan tujuan perusahaan secara
keseluruhan. Kontrol dapat dicapai melalui penetapan tujuan dan evaluasi kinerja. Faktor-faktor dalam pengukuran kinerja bergantung
pada tingkat desentralisasi suatu pengambilan keputusan dalam perusahaan. Faktor kuantitatif umum digunakan untuk pedoman
keberhasilan suatu manajemen, adapun faktor kualitatif juga tidak dapat dipisahkan.
Penggunaan anggaran atau budget sebagai pedoman ukuran keberhasilan manajemen sudah tidak relevan lagi untuk tujuan value
building , karena hal tersebut berfokus pada angka-angka akuntansi.
Seperti dikatakan dalam buku The Quest for Value: The use of budgets for bonuses is a vestige of an archaic accounting model that
emphasizes earnings over cash flow, control over delegation, variances instead of vision, and questions instead of answers. That
model must go. Stewart 1993: 5 dalam Utomo 1999.
Tujuan perusahaan untuk maksimalisasi nilai memerlukan pedoman atau alat ukur dimana penciptaan nilai perusahaanlah yang
melandasi kriteria nantinya. Jadi Economic Value Added sangat sesuai
untuk masuk dalam kriteria pengukuran keberhasilan kinerja manajemen.
3. Laba
Menurut Sofyan Safri Harahap 1999:151, laba akuntansi adalah perbedaan antara penghasilan yang berasal dari transaksi perusahaan pada
priode tertentu dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan penghasilan.
1 Konsep Laba
Laba menurut akuntansi adalah selisih pengukuran antara pendapatan biaya. Besar kecilnya laba sebagai pengukur kenaikan aktiva
sangat tergantung pada ketepatan pengukuran pendapatan dan biaya. Laba hanya merupakan angka artikulasi dan tidak didefinisikan secara
ekonomik seperti aktiva atau hutang. IAI tidak menterjemahkan income dengan istilah laba, tetapi dengan istilah penghasilan yaitu : kenaikan
manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Konsep laba tersebut adalah:
a Pendapatanlaba fisik phisical income. Menunjukkan konsumsi barangjasa yang dapat mempengaruhi kepuasan dan keinginan
individu. b Pendapatanlaba nyata real income. Menunjukkan kenaikan dalam
kemakmuran ekonomi yang ditunjukkan oleh kenaikan cost of living.
c Pendapatanlaba uang money income. Menunjukkan kenaikan nilai moneter sumber-sumber ekonomi yang digunakan untuk konsumsi
dengan biaya hidup cost of living.
Gambar 2.1 Konsep Laba Sumber : Suhendah 2005
Laba akuntansi memiliki karakteristik sebagai berikut 1 didasarkan pada transaksi aktual yang berasal dari penjualan barang dan jasa,
2 Mengacu pada kinerja perusahaan selama periode tertentu, 3 Didasarkan pada prinsip pendapatan yang memerlukan
pemehaman khusus tentang definisi, pengukuran dan pengakuan pendapatan, 4 memerlukan pengukuran biaya yang relevan.
2 Agency Relationship and Costs
Hubungan antara pemilik perusahaan sebagai pihak yang melimpahi wewenang principal dan manajemen sebagai pihak
penerima wewenang agent dinamakan principal-agent relationship. Pemilik sebagai principal memberikan wewenang kepada manajemen
untuk menjalankan kegiatan operasional sehari-hari, dan menajemen sebagai penerima wewenang tersebut diharapkan dapat bertindak sesuai
Konseonsep Laba
Laba Fisik Laba Nyata
Laba Uang
dengan keinginan para pemilik perusahaan. Karena kepemilikan sebuah perusahaan besar dapat disebarkan diantara banyak shareholders, maka
berarti pemegang saham tidak dapat mengawasi secara teratur dan efektif jalannya operasional perusahaan. Agency problem muncul karena
adanya conflict of interest antara principal dan agent. Biaya-biaya yang ditimbulkan oleh adanya conflict of interest ini dinamakan agency costs.
Agency costs dapat berupa monitoring costs yaitu biaya untuk
mengontrol dan memonitor kegiatan operasi perusahaan akibat adanya informasi yang tidak seimbang antara pemilik dan manajemen, dan
residual losses yaitu kerugian yang diderita pemilik perusahaan akibat
dari kelakuan manajemen yang menyimpang.
3 Manajemen Laba
Manajemen laba adalah konsep yang dilakukan oleh perusahaan dalam mengelola laporan keuangan supaya laporan keuangan tampak
memiliki kualitas quality financial reporting. Suhendah 2005 laporan keuangan yang paling sering dimanipulasi oleh perusahaan adalah
laporan rugi laba. Perusahaan cenderung mengelola bottom line dari laporan rugi laba karena investor akan melihat bottom line laporan rugi
laba sebagai usaha memperoleh EPS earning per sharelaba perlembar saham
yang dapat menunjukan tingkat pengembalian return dari investasi.
Manajemen laba merupakan suatu proses yang disengaja, menurut standar akuntansi keuangan untuk mengarah pelaporan laba
pada tingkat tertentu. Menurut Suhendah 2005 yang termasuk kategori manajemen laba adalah 1 Rekayasa kebijakan Akuntansi akrual
discretionary Accrual, 2 Praktik Penataran Laba income smoothing, 3 Manipulasi alokasi pendapatan dan biaya 4 Perubahan akuntansi
struktur modal. Manajemen laba memiliki cakupan luas di bandingkan dengan income smoothing karena manajemen percaya reaksi pasar
didasarkan atas pada pengungkapan informasi akuntansi sehingga prilaku laba merupakan aspek penentuan resiko pasar usaha.
Manajemen usaha juga dapat diartikan macam – macam dalam oleh Suhendah 2005 dapat diartikan bermacam – macam, tergantung
dari sisi perspektif atau cara pandang. Beberapa definisi tentang manajemen laba adalah :
a Dari sudut etika menurut Rockness et, al 1994 manajemen laba
diartikan sebagai “Any action on the part of mananjemen which affect reported income and which provides no true economics
advantage to the organization and may in fact the long term be detrimental”.
b Ayeress 1994 mengartikan manajemen laba sebagai “an intentional
structuring of reporting or productioninvestments decisions around the bottom impact. It encompasses income smoothing behavior but
also includes any attempt to alter reported income that would not
occour unless manajemen was concerned with financial reporting implications”.
c Schipper 1989 mengartikan manajemen laba sebagai “disclosure
management in the sense of purposeful intervention in the eksternal reporting process, with intent of obtaining some private gain”
. d
Fischer et, al 1994 mengartikan manajemen laba sebagai “the actions of manager that are intended to increase decrease current
reported earning of the unit for which the manager is responsible without generating a corresponding increase decrease in the long
term of economic profitability of the unit” .
e Securities Exchange Commission SEC mengartikan manajemen
laba sebagai “practive by which reflect the desires of management rather than the under lying financial performance of the company “.
f Wahlen et, al 1999 mengartikan manajemen laba sebagai “earning
management occours when managers use judgement in financial reporting and in structuring transaction to alter financial report to
either mislead some stakeholders about underlying economics performance of the company or to influence actual outcomes that
depend on reperted accounting numbers”. Definisi keenam dari manajemen laba diatas memiliki arti yang
luas dibandingkan definisi-definisi lainnya, karena mengandung tiga aspek penting yaitu 1 ada banyak alasan atau justifikasi yang dapat
dilakukan untuk mempengaruhi laporan keuangan perusahaan 2
manajemen laba digambarkan sebagai sesuatu yang tidak sebenarnya kepada pemegang saham tentang kinerja ekonomi perusahaan dan
justifikasi yang digunakan manajemen laba pada manfaat dan biaya.
1 Pola Manajemen Laba
Menurut Scott 2006:345 Manajemen mungkin melakukan bebagai pola untuk melakukan manajemen laba, namun pada
umumnya berpola sebagai berikut: a
Taking a bath, pola ini dilakukan ketika pada priode reorganisasi suatu perusahaan. Apabila manajemen akan
melaporkan suatu kerugian, lebih baik melaporkannya dalam jumlah besar sebagai akibatnya hal ini akan meningkatkan
kemungkinan keuntungan yang besar di kemudian hari disebabkan
oleh penarikan
beban-beban pada priode
mendatang. b
Income minization, pola ini dilakukan ketika suatu perusahaan memiliki keuntungan yang besar, sehingga perusahaan
cenderung melakukan pembenanan pada biaya yang dapat dikapitalisasi, menghitung rugi selisih kurs namun tidak
menghitung juga laba selisih kurs perusahaan perubahan penggunaan metode akuntansi seperti depresiasi, sebagai
akibatnya meskipun laba kas perusahaan tinggi namun pajak perusahaan dapat ditekan.
c Income maximation, Berdasarkan pada positive accounting
theory manajemen melakukan pola peningkatan laba bersih
perusahaan atas tujuan bonus. d
Income Smoothing, pola ini dilakukan manajemen dengan mengatur beban antar priode pelaporan akuntansi sehingga laba
dapat dipertahankan stabil.
2 Celah dan teknik manajemen laba
Penyusunan laporan ini tidak terlepas dari berbagai asumsi- asumsi akuntansi. Adanya asumsi-asumsi tersebut memberikan
kesempatan untuk dilakukannya manajemen laba. Manajemen laba mungkin terjadi dalam rangka manipulasi laporan keuangan yang
berbentuk laporan laba rugi dengan tujuan meningkatkan laba. Diantara asumasi-asumsi akuntansi mungkin adanya manajemen
laba adalah : a Pemilihan dan perubahan kebijakan akuntansi dan estimasi. Hal
ini berkaitan dengan metode kebijakan akuntansi yang dipilih oleh perusahaan dengan bebas sepanjang tidak menyimpang
dari standar akuntansi keuangan. Pemilihan persedian perusahaan yang menginginkan laba yang tinggi pada awal
tahun dapat menggunakan metode penyusutan garis lurus straight line method. Perbedaan dalam metode penilaian
persediaan seperti FIFO, LIFO Average akan berpengaruh pada
harga pokok penjualan dan laba bersih perusahaan. Kebijakan estimasi dapat diaplikasi dengan mengatur masa manfaat suatu
aktiva, misalnya suatu aktiva memiliki masa manfaat 5 tahun dan bukannya 3 tahun.
b Pengakuan pendapatan revenue dan beban expense. Konsep ini mengacu pada konsep matching principle dimana expense
ditandingkan dengan konsep revenue. Laporan keuangan dalam akuntansi disusun atas dasar akrual accrual basis sehingga
revenue diakui pada saat dihasilkan dan expense diakui pada saat terjadi karena perusahaan bebas menentukan kapan ingin
mengakui pendapatan revenue dan beban expense, misalnya perubahan dapat menghapus piutang pada periode tahun buku
sekarang current period atau pada saat tahun. c Discretionary items. Berkenaan dengan cara perusahaan dalam
mengelola pengeluaran-pengeluaran yang akan membawa manfaat di masa depan. Contoh discretionary items yang dapat
dikelola perusahaan adalah biaya penelitian pengembangan research and development cost, biaya perawatan mesin dan
peralatan, peralatan and maintenance cost, biaya pemasaran dan iklan marketing and advertising expense. Perusahaan
dapat menunda atau mengurangi suatu biaya jika ingin memperoleh laba yang lebih besar dari suatu periode akuntansi.
d Nonrecurring and non operating items. Hal ini berkaitan dengan jenis pendapatan dan pengeluaranbeban yang bukan
berasal dari kegiatan operasional normal suatu perusahaan dan transaksi ini jarang terjadi non recurring contoh non
recurring items adalah perusahaan memperoleh keuntungan
gain dengan menjual aktivanya. Menurut Merchant yang dikutip oleh Baharudin 2004,
manajemen laba
dapat diklasifikasikan
dalam operating
manipulations and accounting manipulations . Manipulasi operasi
berkaitan dengan usaha untuk merubah keputusan operasionil yang mempengaruhi aliran dana dan pendapatan bersih untuk suatu
periode. Manipulasi akuntansi berkenaan dengan penggunaan fleksibilitas dalam standar akuntansi keuangan untuk merubah
besarnya pendapatan. Instrumen yang dikembangkan oleh Merchant 1998 yaitu 13 skenario manajemen laba, terdiri dari 6
manipulasi operasionil dan 7 manipulasi akuntansi.
A. Manipulasi operasionil: