d Nonrecurring and non operating items. Hal ini berkaitan dengan jenis pendapatan dan pengeluaranbeban yang bukan
berasal dari kegiatan operasional normal suatu perusahaan dan transaksi ini jarang terjadi non recurring contoh non
recurring items adalah perusahaan memperoleh keuntungan
gain dengan menjual aktivanya. Menurut Merchant yang dikutip oleh Baharudin 2004,
manajemen laba
dapat diklasifikasikan
dalam operating
manipulations and accounting manipulations . Manipulasi operasi
berkaitan dengan usaha untuk merubah keputusan operasionil yang mempengaruhi aliran dana dan pendapatan bersih untuk suatu
periode. Manipulasi akuntansi berkenaan dengan penggunaan fleksibilitas dalam standar akuntansi keuangan untuk merubah
besarnya pendapatan. Instrumen yang dikembangkan oleh Merchant 1998 yaitu 13 skenario manajemen laba, terdiri dari 6
manipulasi operasionil dan 7 manipulasi akuntansi.
A. Manipulasi operasionil:
a Masukan pengeluaran yang sebelumnya direncanakan untuk tahun depan ke tahun sekarang, karena laba tahun
pengeluaran yang tidak penting sehingga perusahaan terlihat mempunyai laba pada tahun sekarang.
b Menunda pengeluaran dari Februari dan Maret sampai April untuk memenuhi target perkuartalan.
c Menunda pengeluaran dari November dan Desember ke Januari
tahun berikutnya
untuk memenuhi
target perkuartalan.
d Menawarkan kondisi penjualan yang menarik pada akhir tahun untuk menarik penjualan tahun depan ke tahun
sekarang agar memenuhi target penjualan sekarang. e Memproduksi dengan lembur untuk sedapat mungkin
mengirim produk sebelum akhir tahun. f Menjual asset yang berlebih untuk memperoleh tambahan
laba.
B. Manipulasi akuntansi
a Tidak melakukan pembelian yang diterima dalam bulan Desember sampai Februari tahun depan.
b Bila laba melebihi target tahun ini, manajer memutuskan untuk membayar di muka pengeluaran tahun depan dan
mencatatnya sebagai pengeluaran tahun ini. c Bila laba melebihi target tahun ini, maka manajer
memutuskan untuk
menghapuskan inventori
yang sebetulnya dapat dijual pada masa mendatang dengan harga
wajar. d Di tahun depan, inventori yang sudah dihapus tersebut itu
ada yang membeli. Manajer mengabaikan penghapusan
terdahulu agar dapat melaksanakan proyek pengembangan yang mungkin telah ditunda karena keterbatasan anggaran.
e Sama seperti no d tetapi untuk alasan memenuhi target laba.
f Untuk memenuhi target laba, manajer meminta konsultan yang saat ini melakukan konsultasi pada perusahaan untuk
tidak mengirimkan tagihan sampai tahun depan walaupun jumlah tagihan tidak seberapa.
g Sama seperti no f tetapi jumlah tagihan yang cukup signifikan.
Gambar.2.2 Celah-Celah Manajemen Laba
Sumber : Suhendah 2005
Asumsi-asumsi akuntasi • Pemilihan dan perubahan kebijakan akuntansi, estimasi
• Pengkuan pendapatan dan beban • Pengluaran yang memberikan manfaat di masa depan
• Pendapatan dan beban yang bukan berasal dati operasi normal
perusahaan
Tingkah laku manajer
Manajemen laba
Pelaporan keuangan
3 Manajemen Laba dan Asimetri Informasi
Menurut Scott yang dikutip oleh Suhendah 2005 jika beberapa pihak yang terkait dalam transaksi bisnis memiliki lebih
banyak informasi dibanding dengan pihak lainnya maka kondisi seperti itu dinamakan sebagai asimetri informasi information
asymetri . Manajer sebagai penyaji laporan keuangan memiliki
informasi yang lebih dibandingkan dengan para pemilik dan pemakai laporan keuangan lainnya.
Perilaku disfungsional para manajer akibat adanya asimetri informasi akuntansi dalam penyajian laporan keuangan tidak
terlepas dari pertimbangan konsekuensi ekonomi menurut zeff yang dikutip oleh Suhendah 2005 adalah dampak laporan
akuntansi pada perilaku pengambilan keputusan bisnis atau pemerintah, perkumpulan atau investor dan kreditor. Tinjauan
konsekuensi ekonomi terhadap pilihan alternatif prosedur akuntansi yang berbeda, berasal dari pengembangan beberapa
faktor yang dapat menjelaskan perbedaan prosedur akuntansi diantara berbagai perusahaan, misalnya pajak, hubungan kontrak
dan pengendalian kepemilikan merupakan faktor-faktor yang memotivasi manajer untuk memilih prosedur akuntansi yang dapat
menambah atau mengurangi laba yang dilaporkan. Salah satu bentuk perilaku disfungsional yang berkaitan
dengan asimetri informasi adalah praktik perataan laba income
smoothing . Perataan laba merupakan salah satu aspek dalam
manajemen laba. Koch yang dikutip oleh Suhendah 2005 mengartikan perataan laba sebagai salah satu cara yang digunakan
oleh manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang diinginkan melalui metode
akuntansi secara artificial atau melalui transaksi secara real. Bentuk lain dari perilaku disfungsional manajer adalah
melakukan pemilihan metode akuntansi. Manajer melakukan pemilihan metode depresiasi garis lurus atau yang dipercepat untuk
menentukan besar atau kecilnya laba yang dilaporkan pada keuangan akuntansi baik secara efisien dapat memaksimalkan nilai
suatu perusahaan atau secara oportunistik.
Gambar 2.3 Hubungan antara perilaku manajer dengan manajemen laba
Sumber : Suhendah 2005
Fungsional Perilaku Manajer
Disfungsional Manajemen Laba
Pemilihan Metode Akutandsi
Efisien Oportunistik
Konsekuensi Ekonomi
Real Artificial
Praktik Penataan Laba Income smooting
Asimetri Informasi
4 Motivasi dan Sasaran manajemen laba
Menurut Healy et, al yang dikutip oleh Suhendah 2005 ada tiga motivasi atau alasan yang mendasari terjadinya
manajemen laba, yaitu: a Motivasi Pasar Modal capital market motivations. Motivasi
yang dilakukan dengan alasan pasar modal disebabkan adanya anggapan bahwa laba merupakan salah satu sumber informasi
penting yang digunakan oleh investor dalam menilai harga sahamnya. Oleh karen itu manajer berusaha membuat laporan
keuangan dalam menilai harga saham. Oleh karena itu, manajer berusaha membuat laporan keuangan tampak sehat dan baik
dengan maksud untuk mempengaruhi kinerja harga saham dalam jangka pendek.
b Motivasi Kontrak contracting motivations. Dikaitkan dengan kegunaan data akuntansi untuk membantu memonitor dan
meregulasi kontrak manajemen secara implisit dan eksplisit berhubungan dengan kinerja perusahaan.
c Motivasi peraturan regulatory motivations. Bagi penerapan standar manajemen laba penting karena dapat mengarah kepada
penyajian laporan keuangan yang tidak benar missleading dan mempengaruhi alokasi sumber-sumber yang ada.
Manajemen laba dapat terjadi karena adanya asimetri informasi antara investor dengan manajer yang membuka peluang
untuk melakukan window dressing lewat pengaturan kebijakan akrual. Kebanyakan akrual digunakan sebagai ukuran rekayasa
kebijakan yang mengarahkan suatu kepentingan pihak manajemen perusahaan.
Hal lain yang mendorong terjadinya manajemen laba adalah adanya teori keagenan yang menyatakan bahwa kontrak antara
agen dengan principal sama-sama memberikan dorongan untuk menguntungkan diri sendiri sehingga menimbulkan konflik.
Praktik manajemen laba yang dilakukan mempunyai tiga sasaran,
yaitu minimalisasi biaya politis political cost minimization
, maksimalisasi kesejahteraan para manajer manager wealth maximizatiuon
, minimisasi biaya finansial manager of financing cost
. Sasaran manajemen laba cukup komprehensif karena mencakup cukup banyak aspek dalam perusahaan baik demi
keuntungan pribadi manajer atau perusahaan secara keseluruhan. Cormkier et, al yang dikutip oleh Suhendah 2005.
Gambar 2.4 Motivasi dan sasaran manajemen laba
Sumber : Suhendah 2005
Motivasi : •
Pasar modal •
Kontrak •
Peraturan •
Asimetri Informasi •
Keagenan Manajemen laba
Minimisasi biaya Maksimasi
kesejahteraan manajer
Minimisasi biaya finansial
4. Kualitas Laba
Tindakan manajemen untuk membuat laporan keuangan menarik bagi para pengguna ada kalanya hanya memperhatikan kuantitas, Khususnya pada laba,
dibandingkan dengan kualitasnya. Kualitas laba sangat dipengaruhi oleh perilaku manajemen dalam menyiapkan angka-angka dalam laporan keuangan. Laba
dikatakan berkualitas jika tidak terdapat penyimpangan dari fakta sesungguhnya dalam pemprosesan perolehannya, meskipun secara teori tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip yang berlaku, sehingga keputusan yang diambil oleh penggunanya tidak menimbulkan bias.
Banyak perusahaan-perusahaan yang memiliki laba tinggi tetapi ternyata tidak mampu membayar deviden, tidak mampu membayar hutangnya pada saat
jatuh tempo, tidak mampu berinvestasi dan malahan diantara mereka bangkrut dan harus dibubarkan. Perusahaan-perusahaan demikian menggambarkan laba yang
mereka laporkan dengan arus kas yang mereka hasilkan. Perusahaan-perusahaan yang melaporkan laba yang tidak diimbangi
dengan arus kas yang hampir identik itu, dapat dikatakan laba yang berkualitas rendah. Laba yang berkualitas Quality of income menggambarkan hubungan
antara laba usaha accounting activities. Semakin tinggi korelasi antara laba usaha dan arus kas semakin baik kualitas laba Djatmiko yang dikutip oleh Dewi
2005. Konsep kualitas laba menunjukkan kesadaran bahwa laba usaha
mengandung banyak akrual dan deffered non kas dan hal ini memberikan indikasi kualitas likuiditas yang baik. Manajemen secara subjektif dapat melakukan
kebijaksanaan akuntansi yang berpengaruh besar dalam penentuan laba, tetapi tidak menghasilkan adanya arus kas, sehingga yang diperoleh oleh para investor
hanyalah laba di atas kertas. Perlu dilakukannya pengukuran atas kualitas laba timbul dari kebutuhan
akan perbandingan antar perusahaan untuk memahami perbedaan kualitas yang digunakan sebagai penilaian yang didasarkan pada laba. Kualitas laba tidak
mempunyai ukuran yang mutlak, namun terdapat pendekatan kualitatif dan kuantitatif yang dapat digunakan untuk menganalisis dan menjelaskan kualitas
laba. Pendekatan kuantitatif yang menggunakan rasio sedangkan pendekatan kualitatif menggunakan pendapat judgment atau pandangan yang berlandaskan
dengan logika, pengalaman dan wawasan. Kualitas laba tidak berhubungan dengan tinggi rendahnya tingkat laba yang dilaporkan, melainkan menurut siegel
yang dikutip oleh Dewi 2005 meliputi understatement dan overstatement dari laba bersih, stabilitas dan komponen-komponen dalam laporan laba rugi, realisasi
resiko asset, pemeliharaan atas modal, dan dapat merupakan predikator dalam masa depan predictive value.
Pendeteksian awal atas kualitas laba perusahaan-perusahaan yang memiliki karakteristik berikut ini dapat diindikasikan memiliki kualitas laba yang
rendah. Perusahaan dengan resiko usaha tinggi diyakini dapat memiliki kualitas laba yang rendah. Risiko usaha yang tinggi ini diantaranya dapat dilihat dari
pertumbuhan laba yang meningkat secara drastis, perusahaan sering melakukan pergantian auditor, perusahaan sering melakukan insider transaction, perusahaan
yang melakukan kebijakan akuntansinya. Yang kurang atau bahkan tidak realistis
sesuai dengan substansi ekonominya dapat dinggap memiliki kualitas laba dan pelaporan yang rendah, Perusahaan yang menggunakan manajemen laba juga
mengindikasikan kualitas laba yang rendah karena laba tidak disajikan sebagaimana mestinya, Penurunan discretionary cost juga mengindikasikan
penurunan kualitas laba. Pemeliharaan yang tidak layak pada barang-barang modal seperti bangunan, mesin dan peralatan juga menunjukkan bahwa laba
yang dilaporkan berkualitas rendah, demikian pula dengan laba yang tidak diimbangi oleh arus kas dapat dikatakan laba yang berkualitas rendah.
Kualitas laba dapat dibangun melalui sifat time series dari laba seperti persistensi persistence. Persistensi mengacu pada kemampuan laba yang
konsisten atau mampu untuk bertahan pada tingkat laba yang diperolehnya. Laba yang memiliki kecenderung naik turun secara drastis bukanlah dari tipe laba
persisten. Prediktibilitas menunjukkan bahwa laba yang dilaporkan harus dapat memprediksi laba yang akan datang yang sesuai dengan proses dan tujuan yang
diprediksikan. Variabilitas juga menggambarkan kualitas laba dimana kualitas laba yang baik dihubungkan dengan laba perlahan-lahan smoothness. Salah satu
pendekatan untuk menaksir kualitas laba dengan variabilitas adalah dengan melihat antara pendapatan dan aliran kas dari aktivitas operasi.
B. Penelitian Terdahulu