karena itu serangga dapat dijadikan sebagai makanan utama atau makanan alternatif dari burung.
Kelompok pemakan serangga memiliki fungsi yang sangat penting bagi keseimbangan lingkungan yaitu sebagai pengendali populasi hama serangga di
alam. Serangga dapat dijumpai di berbagai lapisan vegetasi maupun bagian dari tumbuhan seperti di bunga, daun, ranting, dan batang. Dominansi pemakan
serangga juga tercatat pada komunitas burung Sumatra Novarino et al. 2006, Kalimantan Darmawan 2006, Jawa Prawiradilaga et al. 2002, Pulau Karimun
Jawa Rahayuningsih 2009, dan Sulawesi Sayogo 2010. Jumlah individu di dalam sebuah guild mengambarkan ketersediaan sumberdaya yang mendukung,
sedangkan jumlah jenis menggambarkan sejauh mana sumberdaya dapat dibagi dengan baik Wong 1986.
Secara alami, sumber makanan berupa serangga merupakan sumber makanan yang tersedia sepanjang waktu, berbeda halnya dengan sumber makanan
berupa buah dan nektar yang dipengaruhi oleh musim waktu berbuah. Menurut Wong 1986 kelimpahan serangga lebih stabil dibandingkan dengan kelimpahan
buah dan nektar, sehingga populasi burung pemakan serangga relatif lebih stabil dibandingkan dengan pemakan buah dan nektar.
Sembilan dari 16 jenis burung yang terdapat pada semua tipe habitat dilokasi penelitian merupakan burung-burung pemakan serangga yaitu Kedasi
Hitam, Munguk Beledu, Wiwik Lurik, Paok Pancawarna, Pelanduk Topi-hitam, Cinenen Pisang, Pelanduk Semak, dan Walet Linci. Empat jenis diantaranya
merupakan burung yang menghuni lantai hutan yaitu Paok Pancawarna, Pelanduk Topi-hitam, Pelanduk Semak, dan Pijantung Kecil. Jenis burung pemakan
serangga yang hidup di semak merupakan jenis yang sensitif terhadap gangguan dan fragmentasi habitat Johnson Mighell 1999.
5.2.4 Pemanfaatan strata vegetasi
Pemanfataan strata vegetasi oleh burung di keempat tipe tegakan paling tinggi pada bagian tajuk atas dan paling rendah di bagian batang. Gaol 1998
menyatakan bahwa pada bagian tajuk pohon yang merupakan bagian penerima intensitas sinar matahari yang paling tinggi merupakan bagian yang paling banyak
terdapat bunga dan buah. Strata vegetasi tajuk atas merupakan strata vegetasi yang paling banyak digunakan oleh burung karena pada strata vegetasi tersebut banyak
terdapat serangga, bunga dan buah yang merupakan makanan bagi burung, serta tempat perlindungan bagi burung. Sebagian besar aktivitas burung di setiap
tegakan adalah bersuara. Aktivitas lain pada tajuk atas tidak teramati dikarenakan tingginya tajuk pohon disetiap tegakan, sehingga peneliti tidak dapat mendeteksi
aktivitas burung secara visual. Hal ini juga disebabkan oleh keterbatasan kemampuan teropong yang digunakan.
5.2.5 Status konservasi burung
Dari 49 jenis burung yang ditemukan terdapat 12 jenis atau 24 diantaranya merupakan jenis burung yang dilindungi berdasarkan PP No. 7 tahun
1999. Menurut UU No. 7 tahun 1990 spesies yang dilindungi tersebut, terdiri dari enam kelompok yang dilindungi pada tingkat suku yaitu Accipitridae,
Alcedinidae, Pittidae, Timaliidae, Rhipiduridae, dan Nectariniidae. Tiga jenis burung merupakan jenis yang masuk dalam CITES kategori Appendix II.
Appendix II merupakan kategori jenis yang statusnya tidak terancam punah, tetapi mungkin terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya
pengaturan. Accipitridae dilindungi pada tingkat suku oleh Pemerintah Indonesia dan
CITES, dikarenakan burung ini memiliki fungsi yang sangat penting bagi penyeimbang ekosistem. Jenis burung pemangsa ini memiliki fungsi untuk
menjaga keseimbangan ekosistem dari populsi hama tikus dan populasi ular yang berlebihan dengan cara memangsanya Sozer et al. 1999. Dijumpainya Elangular
Bido dan Elang Hitam di HPGW menunjukkan masih seimbangnya ekosistem di HPGW. Kehadiran burung top predator merupakan ciri yang menunjukkan
hubungan rantai makanan pada semua tingkatan ekosistem masih seimbang. Thiollay 1994 mengatakan bahwa burung pemangsa, sebagaimana satwa
pemangsa lainnya, dalam beberapa hal menjadi penting bagi strategi konservasi secara umum. Pertama, karena daerah jelajah burung pemangsa besar. Kedua,
burung pemangsa seringkali merupakan bio-indikator yang sensitif atas perubahan lingkungan atau kualitas habitat, jauh sebelum diketahuinya sensitivitas burung
pemangsa terhadap kontaminasi rantai makanan yang kronis. Ketiga, burung pemangsa merupakan flagship species jenis simbol yang dimanfaatkan untuk
pengelolaan konservasi yang meningkatkan keingintahuan publik dan menyokong program konservasi yang lebih luas.
Alcedinidae juga dilindungi pada tingkat suku. Suku ini perlu dilindungi karena burung pemakan ikan, terutama suku Alcedinidae dapat digunakan sebagai
indikator habitat. Jenis ini memiliki kepekaan tertentu terhadap kesehatan lingkungan dalam habitatnya Sozer et al. 1999, sehingga sangat bermanfaat
untuk indikator keseimbangan lingkungan alam. Keberadaan spesies-spesies burung yang dilindungi di HPGW antara lain karena habitat di HPGW
mendukung kebutuhan hidup spesies-spesies tersebut, baik sebagai tempat mencari makan, berlindung, dan berkembangbiak.
5.2.6 Implementasi terhadap pengelolaan