Pendugaan Potensi Volume, Biomassa, dan Cadangan Karbon Tegakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemanasan global (global warming) merupakan isu yang saat ini hangat diperbincangkan dikalangan masyarakat dunia. Pemanasan global yang terjadi disebabkan semakin banyaknya gas rumah kaca (GRK) yang dilepaskan ke atmosfer bumi (CIFOR 2010). Menurut Risnandar (2010), terdapat dua kelompok gas rumah kaca yaitu kelompok gas rumah kaca yang berpengaruh secara langsung dan kelompok gas rumah kaca yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap pemanasan global. Gas rumah kaca yang berpengaruh secara langsung salah satunya adalah CO2 (karbon dioksida). Konsentrasi CO2 yang berlebih di

atmosfer akan menyebabkan suhu udara menjadi lebih panas (CIFOR 2010). Meningkatnya suhu rata-rata atmosfer bumi dari tahun ke tahun menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Perubahan iklim tersebut berupa perubahan suhu udara, curah hujan dan kecepatan angin (CIFOR 2010).

Upaya untuk mengatasi perubahan iklim tersebut salah satunya dengan melakukan mitigasi. Mitigasi adalah tindakan untuk mengurangi emisi GRK dan untuk meningkatkan penyimpanan karbon dalam rangka mengatasi perubahan iklim (CIFOR 2010). Salah satu sektor yang berperan dalam mitigasi perubahan iklim adalah sektor kehutanan. Tegakan hutan merupakan rosot karbon yang paling efektif (Handoko et al. 1996 diacu dalam Rdi et al. 2005). Hutan mampu menyerap kelebihan karbon di atmosfer dan menyimpannya dalam bentuk biomassa di berbagai bagian tanaman (khususnya kayu) melalui proses fotosintesis (Lana et al. 2005). Selain itu, hutan juga melindungi sejumlah besar karbon yang tersimpan di bawah tanah (CIFOR 2010). Berdasarkan hasil penelitian Gardner dan Engelman 1999 diacu dalam Suhendang 2002, sekitar 40% atau 330 milyar ton karbon tersimpan dalam bagian pohon dan bagian tumbuhan hutan lainnya di atas permukaan tanah, sedangkan sisanya, yaitu sekitar 60% atau 500 milyar ton, tersimpan dalam tanah hutan dan akar-akar tumbuhan di dalam hutan.


(2)

Hutan-hutan Indonesia berpotensi menyimpan karbon. Menurut FAO, jumlah total vegetasi hutan Indonesia meningkat lebih dari 14 milyar ton biomassa, jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain di Asia dan setara dengan 20% biomassa di seluruh hutan tropis di Afrika. Jumlah biomassa tersebut menyimpan 3,5 milyar ton karbon (FWI 2003 diacu dalam Bakri 2009). Salah satu hutan Indonesia yang memiliki potensi cadangan karbon adalah Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW). Hal tersebut dapat dilihat dari potensi tegakan HPGW yang didominasi oleh tumbuhan berkayu dengan umur relatif tua dan terdiri dari berbagai jenis vegetasi berbeda.

Telah banyak dilakukan kajian dan penelitian di HPGW mengenai aspek ekonomi dan ekologi. Namun masih sedikit yang mengkaji tentang manfaat HPGW sebagai penyedia jasa lingkungan seperti penyerapan dan penyimpanan karbon. Oleh karena itu, pengukuran terhadap biomassa sangat dibutuhkan untuk mengetahui seberapa besar jumlah karbon yang tersimpan di HPGW dan pengaruhnya terhadap pemanasan global serta selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mendukung terlaksananya perdagangan karbon (carbon trading). Selain itu, untuk memastikan ketersediaan fungsi HPGW untuk jasa lingkungan guna mencapai pengelolaan hutan lestari (Sustainable Forest Management).

1.2Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menduga potensi volume, kandungan biomassa dan cadangan karbon yang tersimpan dalam tegakan hutan di HPGW.

1.3Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai potensi volume, kandungan biomassa dan karbon yang tersimpan dalam tegakan hutan di HPGW. Selain itu, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan perencanaan, pengelolaan dan perlindungan hutan guna mencapai pengelolaan hutan lestari (Sustainable Forest Management).


(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Potensi Hutan Sebagai Penyerap Karbon

Hutan mempunyai peranan yang sangat penting dalam penurunan emisi gas rumah kaca, karena hutan mampu memfiksasi karbon dan menyimpannya di dalam vegetasi yang dikenal sebagai rosot karbon (carbon sink). Vegetasi hutan mempunyai kemampuan untuk menyerap CO2 melalui proses fotosintesis. Hasil

fotosintesis tersebut umumnya disimpan dalam bentuk biomassa akar, batang, cabang, dan ranting (Salisbury & Ross 1992 diacu dalam Salim 2005) yang menjadikan vegetasi hutan tumbuh semakin besar dan semakin tinggi. Vegetasi hutan dengan kerapatan tinggi mampu menyerap lebih banyak CO2 dibandingkan

dengan vegetasi hutan dengan kerapatan rendah. Oleh karena itu, kegiatan penanaman vegetasi pada lahan kosong atau merehabilitasi hutan yang rusak akan membantu menyerap kelebihan CO2 di atmosfer.

Hutan-hutan Indonesia menyimpan jumlah karbon yang sangat besar. Seperti yang dikemukakan oleh Suhendang (2002), sumberdaya hutan di Indonesia memiliki potensi tinggi dalam keanekaragaman hayati (biodiversity) dan potensi penyerapan karbon. Hasil studi ALGAS (1997) diacu dalam Retnowati dan Gintings (1997) menunjukkan bahwa hutan di Indonesia mampu menyerap sekitar 686 mega ton CO2 pada tahun 1990, dan akan meningkat

menjadi 844 mega ton pada tahun 2020. Sedangkan menurut Suhendang (2002) hutan di Indonesia yang luasnya sekitar 120,4 juta hektar mampu menyerap dan menyimpan karbon sekitar 15,05 milyar ton karbon. Disisi lain, FAO menyatakan bahwa jumlah total vegetasi hutan Indonesia meningkat lebih dari 14 milyar ton biomassa, jauh lebih tinggi dari pada negara-negara lain di Asia dan setara dengan 20% biomassa di seluruh hutan tropis di Afrika. Jumlah biomassa ini menyimpan 3,5 milyar ton karbon (FWI 2003 diacu dalam Bakri 2009).

2.2 Biomassa dan Karbon Hutan

Biomassa didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik hidup di atas tanah pada pohon termasuk ranting, daun, cabang, batang utama dan kulit yang


(4)

dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area (Brown 1997). Biomassa dibedakan menjadi dua kategori, yaitu biomassa di atas permukaan tanah (above ground biomass) dan biomassa di bawah permukaan tanah (bellow ground biomass). Biomassa di atas permukaan tanah adalah berat bahan organik per unit area pada waktu tertentu yang dihubungkan ke suatu fungsi sistem produktivitas, umur tegakan, dan distribusi organik (Kusmana 1993 diacu dalam Salim 2005). Sedangkan biomassa di bawah permukaan tanah diartikan sebagai semua biomassa dari akar tumbuhan yang hidup.

Biomassa tersusun oleh senyawa karbohidrat yang terdiri dari elemen karbon, hidrogen, dan oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman (White & Planskett 1991 diacu dalam Salim 2005). Pada proses fotositesis tumbuhan menyerap CO2 dari udara kemudian mengubahnya menjadi bahan

organik sehingga jumlah total biomassa tumbuhan dapat bertambah. Biomassa tegakan hutan dipengaruhi oleh umur tegakan hutan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi, dan struktur tegakan (Lugo & Snedaker 1974 diacu dalam Onrizal 2004). Selain itu faktor iklim, seperti curah hujan dan suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju peningkatan biomassa pohon (Johnsen et al. 2001 diacu dalam Onrizal 2004).

Cadangan karbon yang dihasilkan oleh suatu vegetasi atau tegakan hutan dapat diperoleh dengan memperkirakan dari biomassa vegetasi. Karbon merupakan produk dari produksi biomassa yang terbentuk dikurangi dengan total yang hilang melalui jaringan akar halus, cabang, dan daun serta penyakit, sisanya tergabung di dalam struktur yang tersimpan dalam pohon (Johnson et al. 2001 diacu dalam Onrizal 2004). Karbon merupakan komponen penyusun biomassa tanaman, kandungannya sekitar 45-50% bahan kering dari tanaman. Pendugaan emisi dan penyerapan karbon oleh kegiatan-kegiatan kehutanan di Indonesia (TPTI, HTI, deforestasi, reboisasi, penghijauan, hutan rakyat) dapat menggunakan metode IPCC, yaitu dengan cara menggunakan biomassa tanaman (Anonymous 1996 diacu dalam Retnowati & Gintings 1997).


(5)

2.3 Metode Pendugaan Biomassa dan Karbon

Metode pengukuran biomassa pada dasarnya ada empat cara utama yaitu metode sampling dengan pemanenan (destructive sampling), metode sampling tanpa pemanenan (non-destructive sampling), metode pendugaan melalui pengindraan jauh, dan metode pembuatan model. Metode sampling dengan pemanenan (destructive sampling) merupakan metode pengukuran biomassa dengan cara merusak atau menebang pohon untuk selanjutnya dilakukan pengukuran berat basah di berbagai carbon pool yang terdiri dari biomassa atas, biomassa bawah/akar, biomassa kayu mati, biomassa serasah dan biomassa tanah organik (Ostwald 2008). Sedangkan metode sampling tanpa pemanenan (non-destructive sampling) merupakan pengukuran biomassa dengan cara tidak merusak pohon dan hanya mengukur biomassa atas kemudian mengukur diameter dan tinggi pohon serta serasah yang ada.

Metode sampling dengan pemanenan (destructive sampling) memberikan hasil yang paling akurat untuk menduga biomassa, tetapi teknik ini tidak dapat diterapkan pada semua areal hutan karena kerusakan yang diakibatkan cukup besar. Selain kerusakan yang cukup besar, mahalnya biaya dan lamanya waktu serta besarnya tenaga yang dibutuhkan dibandingkan dengan teknik pendugaan biomassa lain menjadi bahan pertimbangan dalam penggunaan teknik ini. Metode sampling tanpa pemanenan (non-destructive sampling) merupakan teknik pendugaan yang saat ini banyak dilakukan karena tidak perlu melakukan pemanenan pohon. Teknik ini memiliki efisiensi yang baik jika dibandingkan dengan teknik sampling destruktif. Parameter penyusun metode non-destructive sampling yaitu diameter pohon, tinggi pohon, volume batang, dan basal area untuk menduga biomassa.

Menurut Brown (1997) ada dua pendekatan untuk menduga biomassa pohon, yang pertama berdasarkan pendugaan volume kulit sampai batang bebas cabang yang kemudian diubah menjadi jumlah biomassa (ton/ha) dan yang kedua secara langsung dengan menggunakan regresi biomassa. Seperti dikemukakan oleh Tiryana (2005), potensi biomassa hutan juga dapat diketahui melalui data hasil inventarisasi baik dengan menggunakan faktor konversi volume ke biomassa maupun persamaan alometrik yang menghubungkan dimensi pohon (diameter dan


(6)

atau tinggi) dengan biomassanya. Persamaan alometrik berupa fungsi matematika yang didasarkan pada hubungan berat kering biomassa per pohon contoh dengan satu atau lebih kombinasi dari dimensi pohon contoh (diameter dan tinggi) dapat dikembangkan/dihasilkan dari metode destructive sampling atau diperkirakan dari Fractal Branching Analysis/FBA (Adinugroho 2002).

Martin et al. (1998) menyatakan bahwa persamaan alometrik dapat digunakan untuk menghubungkan antara diameter batang pohon dengan variabel yang lain seperti volume kayu, biomassa pohon, dan kandungan karbon pada tegakan hutan yang masih berdiri (standing stock). Diameter pohon merupakan salah satu variabel yang penting bagi pendugaan biomassa selain kerapatan jenis pohon dan tipe hutan (Chave et al. 2001). Sehubungan dengan pernyataan diatas Ketterings et al. (2001) membuat model penduga biomassa hutan dengan menggunakan variabel diameter dan kerapatan jenis dalam persamaan yaitu sebagai berikut:

W = 0,11 ρ D2,62 ... (1) Keterangan :

W = biomassa (kg/pohon)

ρ = kerapatan jenis (g/cm3) D = diameter setinggi dada (cm)

Pendugaan biomassa dengan persamaan alometrik memberikan hasil dugaan yang akurasinya dapat diuji dan dipertanggungjawabkan. Sehingga penggunaan persamaan alometrik suatu jenis pohon yang telah diketahui untuk menduga potensi biomassa pohon yang sama dapat menghasilkan hasil dugaan yang cukup akurat.

Berbeda dengan metode pendugaan biomassa untuk individu pohon seperti yang telah dijelaskan di atas, untuk pendugaan biomassa skala tegakan umumnya digunakan teknik penarikan contoh (sampling). Sampling adalah suatu cara pengamatan terhadap suatu populasi yang dilakukan hanya terhadap sebagian populasi yang mewakili seluruh unit yang terdapat di dalam populasi tersebut (Sutarahardja et al. 1982 diacu dalam Noronhae 2007). Cara sampling umum digunakan karena cara ini membutuhkan waktu pengukuran yang relatif singkat, memberikan keterwakilan contoh yang tinggi, pekerjaan lapangan lebih mudah dengan ketelitian tinggi dan dapat mengurangi biaya. Systematic sampling with


(7)

random start (penarikan contoh sistematik dengan pengacakan awal) merupakan salah satu teknik penarikan contoh yang sering digunakan dalam pendugaan potensi biomassa skala tegakan. Unit contoh dalam systematic sampling diambil secara sistematik menurut aturan atau pola tertentu. Pola yang umum digunakan dalam kegiatan inventarisasi hutan berupa grids (kotak-garis) berbentuk bujur sangkar atau persegi panjang yang dirancang pada peta dengan jarak tertentu, dimana unit-unit contoh ditempatkan pada titik-titik sudutnya. Dalam hal ini, hanya unit contoh pertama saja yang dipilih secara acak dari populasi, sedangkan unit contoh lainnya dipilih dengan interval/jarak (k) tertentu secara sistematik (Sutarahardja 1999 diacu dalam Noronhae 2007). Unit contoh yang digunakan biasanya berupa plot lingkaran berukuran tertentu dalam satuan hektar, misalnya 0,02 ha; 0,04 ha; 0,05 ha; 0,1 ha, dsb (Sutarahardja 1999 diacu dalam Noronhae 2007). Unit contoh lingkaran dapat dibuat dengan mudah karena hanya memerlukan titik pusat unit contoh dan jari-jari lingkaran selain itu relatif mudah dalam menentukan pohon batas (borderline tree).

Kesalahan sampling atau kesalahan contoh akan terjadi dalam pendugaan dengan menggunakan contoh sebagai akibat dari peluang pemilihan unit contoh. Kesalahan penarikan contoh merupakan perbandingan yang mungkin antara nilai taksiran dengan nilai sebenarnya dalam populasi/hutan tersebut yang dinyatakan dalam persen. Dengan demikian semakin kecil nilai perbedaan tersebut, maka penarikan contoh yang dilakukan semakin teliti (Husch 1987 diacu dalam Noronhae 2007).

Berdasarkan teknik sampling tersebut, dapat diperoleh nilai-nilai dugaan rata-rata dan total potensi biomassa atau karbon. Nilai biomassa yang diperoleh dari hasil perhitungan dapat digunakan untuk menduga potensi karbon yang tersimpan dalam vegetasi hutan. Karbon merupakan komponen penyusun biomassa tanaman, kandungannya sekitar 45-50% bahan kering dari tanaman. Berdasarkan hasil konferensi IPCC (2006), fraksi karbon dari biomassa hutan diatas tanah yaitu 0,47 sehingga untuk mengetahui potensi karbon (ton C/ha) dalam hutan dapat diduga dengan mengalikan biomassa dengan fraksi karbon tersebut.


(8)

C = W x 0,47 ... (2) Keterangan :

C = karbon (ton)

W = biomassa (kg/pohon) 0,47 = fraksi karbon

2.4 Volume Pohon dan Metode Pendugaannya

Volume merupakan suatu besaran tiga dimensi dari suatu benda yang besarannya dinyatakan dalam satuan kubik yang didapatkan dari hasil perkalian satuan dasar panjang (Husch 1963 diacu dalam Hardansyah R 2004). Volume pohon dapat diklasifikasikan menurut dimensi tinggi yaitu volume pohon berdiri, volume log/sortimen, dan volume kayu bakar. Volume pohon berdiri dibedakan menjadi volume total pohon, volume batang, volume kayu tebal, dan volume bebas cabang.

Cara penentuan volume pohon dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:

1. Cara analitik, yaitu cara penentuan volume benda dengan menggunakan rumus volume standar.

2. Cara langsung, yaitu cara penentuan volume yang dilakukan dengan mengukur dimensinya.

3. Cara grafik, yaitu cara yang dapat digunakan untuk menghitung volume berbagai bentuk benda putar tanpa memandang ciri-ciri permukaannya.

4. Penggunaan tabel volume

Rumus-rumus yang umum digunakan dalam penentuan volume adalah rumus Huber, Smalian, dan Newton. Dalam prakteknya, penggunaan tabel volume lebih memudahkan dalam penentuan volume pohon karena memberikan dugaan volume untuk diameter dan tinggi pohon secara spesifik. Tabel volume pohon adalah suatu tabel yang digunakan untuk mendapatkan volume pohon atau batang melalui pengukuran satu atau beberapa peubah penaksir volume pohon atau volume batang (Husch 1963 diacu dalam Hardansyah 2004). Menurut Simon (1996) diacu dalam Hardansyah 2004, terdapat tiga macam tabel volume yang dapat digunakan untuk menduga volume pohon yaitu tabel volume lokal, tabel volume standar, dan tabel volume kelas bentuk. Masing-masing tabel volume tersebut menggunakan parameter yang berbeda-beda dalam penyusunannya.


(9)

2.5 Jenis Tegakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat 2.5.1 Pinus

Pinus merkusii Jungh et de Vriese, merupakan salah satu jenis anggota famili Pinaceae. Pohon ini biasanya juga disebut dengan pohon damar batu, damar bunga, huyam, kayu sala, kayu sugi, uyam, dan tusam (Sumatera) atau pinus (Jawa). Tinggi pohon pinus dapat mencapai 20–40 m dengan panjang batang bebas cabang 2–23 m, diameter 100 cm, dan tidak berbanir. Pinus dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur, tanah berpasir dan tanah berbatu, tetapi tidak dapat tumbuh dengan baik pada tanah becek. Kayu pinus memiliki sifat fisis di antaranya memiliki berat jenis 0,55 (0,40–0,75) dan termasuk kelas kuat III (Martawijaya et al. 2005b).

2.5.2 Agathis

Agathis spp. merupakan salah satu famili Araucariaceae. Pohon ini juga biasanya disebut pohon damar sigi, kayu sigi (Sumatra); damar, kidamar (Jawa); bindang, damar bindang, damar pilau (Kalimantan); dama, damar kapas, damar wana, hulu sinua (Sulawesi); damar puti, damar raja, koano, (Maluku); damar putih, damar papeda, kesi, kosima. Tinggi pohon dapat mencapai 55 m, panjang batang bebas cabang 12–25 m, diameter mencapai 150 cm atau lebih, bentuk batang silindris dan lurus. Damar memiliki tajuk berbentuk kerucut dan berwarna hijau dengan percabangan mendatar melingkari batang. Kulit luar pohon damar berwarna kelabu sampai coklat tua, mengelupas kecil-kecil berbentuk bundar atu bulat telur. Pohon ini berbanir, mengeluarkan damar yang lazim disebut kopal. Pohon damar memiliki berat jenis dan kelas kuat sebagai berikut:

Tabel 1 Berat jenis dan kelas kuat pohon agathis

Jenis Berat jenis Kelas kuat

Agathis alba 0,48 (0,43–0,54) III

Agathis borneensis 0,47 (0,36–0,64) III

Agathis labillardieri 0,47 (0,42–0,52) III

Pohon damar tumbuh dalam hutan primer pada tanah berpasir, berbatu-batu atau liat yang selamanya tidak digenangi air, pada ketinggian 2–1.750 m dari permukaan laut (Martawijaya et al. 2005a).


(10)

2.5.3 Mahoni

Swietenia spp. merupakan salah satu famili Meliaceae yang meliputi dua jenis yaitu Swietenia macrophylla King (mahoni daun besar) dan Swietenia mahagoni Jacq. (mahoni daun kecil). Pohon ini tersebar diseluruh Jawa. Tinggi pohon dapat mencapai 35 m, diameter sampai 125 cm. Pohon mahoni bentuk silindris, tidak berbanir, dan tajuk membulat. Pohon mahoni daun besar memiliki berat jenis 0,61 (0,53–0,67) dan mahoni daun kecil memiliki berat jenis 0,64 (0,56–0,72). Mahoni dapat tumbuh baik di daerah dengan musim kemarau yang basah maupun kering, yaitu pada tipe curah hujan A–D. Jenis ini tumbuh pada tanah yang agak liat dan kurus dengan ketinggian sampai 1000 mdpl (Martawijaya et al. 2005a).

2.5.4 Sengon

Paraserianthes falcataria (L.) merupakan salah satu famili Mimosaceae. Pohon ini juga biasanya disebut jeungjing atau sengon laut. Daerah penyebaran sengon yaitu seluruh Jawa (tanaman), Maluku, Sulawesi Selatan, dan Irian Jaya. Tingi pohon sampai 40 m dengan panjang batang bebas cabang 10–30 m, diameter sampai 80 cm. Sengon memiliki kulit luar berwarna putih atau kelabu, tidak beralur, tidak mengelupas, dan tidak berbanir. Sengon memiliki berat jenis 0,33 (0,24–0,49) dan kelas IV–V. Sengon dapat tumbuh pada tanah yang tidak subur dan agak sarang, tanah kering maupun becek atau agak asin. Tanaman muda tahan kekurangan zat asam sampai 31,5 hari. Jenis ini menghendaki iklim basah sampai agak kering, pada daratan rendah hingga ke pegunungan sampai ketinggian 1.500 mdpl (Martawijaya et al. 2005b).

2.5.5 Puspa

Schima wallichii Korth. merupakan salah satu famili Theaceae. Pohon ini sering juga disebut merang salau atau madang gatal. Daerah penyebaran jenis ini di Sumatra, Jawa, dan Kalimantan. Tinggi pohon dapat mencapai 40 m dengan panjang batang bebas cabang sampai 25 m, diameter sampai 250 cm. Pohon puspa tidak memiliki banir, kulit luar berwarna merah muda, merah tua sampai hitam, beralur dangkal dan mengelupas, kulit hidup tebalnya sampai 15 mm berwarna


(11)

merah dan di dalamnya terdapat miang yang gatal. Puspa memiliki berat jenis dan kelas kuat sebagai berikut:

Tabel 2 Berat jenis dan kelas kuat pohon puspa

Jenis Berat jenis Kelas kuat

Schima wallichii ssp bancana 0,69 (0,62–0,79) II

Schima wallichii ssp crenata 0,66 (0,56–0,83) II

Schima wallichii ssp noronhae 0,62 (0,45–0,72) II

Schima wallichii ssp oblata 0,71 (0,61–0,92) II

Puspa tumbuh pada tanah kering dan tidak memilih keadaan tekstur dan kesuburan tanah, sehingga baik untuk reboisasi padang alang-alang, belukar dan tanah kritis. Jenis ini memerlukan iklim basah sampai agak kering dengan tipe curah hujan A–C, pada dataran rendah sampai di daerah pegunungan dengan ketinggian sampai 1000 mdpl (Martawijaya et al. 2005b).

2.5.6 Rasamala

Altingia excelsa Noronhae. merupakan salah satu familli Hamamalidaceae. Pohon ini juga sering disebut mala, rasamala, rasamala gadog. Daerah penyebaran rasamala di Sumatra dan Jawa Barat. Tinggi pohon sampai 50 m dengan panjang batang bebas cabang 15–30 m, diameter sampai 150 cm, dan berbanir. Rasamala memiliki kulit luar berwarna coklat muda atau kelabu merah dan sedikit mengelupas. Pohon rasamala memiliki berat jenis 0,81 (0,61–0,90) dan kelas kuat II. Rasamala tumbuh pada tanah sarang, tanah berpasir atau tanah berbatu, dan lebih menyukai tanah yang subur, umumnya pada lapangan yang miring di kaki bukit dan pegunungan. Jenis ini menghendaki iklim basah dan kemarau yang sedang dengan tipe curah hujan A–B pada ketinggian 500–1500 mpdl (Martawijaya et al. 2005b).

2.5.7 Sonokeling

Dalbergia latifolia Roxb. merupakan famili Papilionaceae. Jenis ini tersebar di seluruh Jawa. Sonokeling memiliki tajuk berbentuk bulat dan berdaun jarang. Tinggi pohon sampai 43 m dengan panjang batang bebas cabang 3–5 m, diameter dapat mencapai 150 cm, batang umumnya tidak lurus, kebanyakan berlekuk, dan


(12)

tidak berbanir. Sonokeling berkulit luar putih dan mengelupas kecil-kecil. Berat jenis sonokeling adalah 0,83 (0,77–0,86). Sonokeling tumbuh di daerah dengan musim kemarau sedang sampai kering (paling tinggi 30 hari hujan dalam 4 bulan terkering). Jenis ini masih dapat tumbuh pada tanah jelek, berbatu-batu dan keras, pada ketinggian 0–600 mdpl (Martawijaya et al. 2005a).

2.5.8 Meranti

Shorea spp. merupakan salah satu famili Dipterocarpaceae. Pohon ini sering juga disebut meranti, banio, lampung, merkuyung. Penyebaran meranti di Sumatra, Kalimantan dan Maluku. Tinggi pohon dapat mencapai 50 m dengan panjang batang bebas cabang sampai 30 m, diameter umumnya 100 cm. Meranti memiliki banir berukuran tinggi 3,5 m; lebar 2,5 m; dan tebal 20 cm. Kulit luar berwarna kelabu atau coklat dengan tebal lebih kurang 5 mm. Jenis ini memiliki berat jenis 0,52 (0,30–0,86) dan kelas kuat III–IV. Meranti tumbuh dalam hutan hujan tropis dengan tipe curah hujan A,B,C. Jenis ini tumbuh pada tanah latosol, podsolik merah-kuning dan podsolik kuning pada ketinggian sampai 1300 mdpl (Martawijaya et al. 2005a).

2.5.9 Kayu Afrika

Maesopsis eminii termasuk ke dalam famili Rhaminaceae dengan nama perdagangan setempat musici sedangkan di Indonesia dikenal dengan nama kayu afrika. Tanaman ini memiliki tajuk yang besar, tinggi pohon dapat mencapai 43 m dan diameter 120 cm serta dapat mencapai umur 200 tahun. Tumbuh pada daerah bergunung dengan ketinggian kira-kira 100 m dengan curah hujan tahunan bervariasi antara 1000–2000 mm. Kayu ini memiliki berat jenis kering udara berkisar 0,34–0,46 dan termasuk kedalam kelas kuat III–IV. Jenis ini merupakan tanaman perintis karena kecambah dan semainya dapat bertahan di bawah tajuk-tajuk hutan selama beberapa bulan dan membutuhkan celah tajuk-tajuk yang lebar untuk tumbuh.


(13)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai September 2011.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa data inventarisasi tegakan hutan Agathis lorantifolia (agathis), Pinus merkusii (pinus), Schima wallichii (puspa), Maesopsis eminii (kayu afrika), dan tegakan campuran yang ada di HPGW yang terletak di Kecamatan Cicantayan dan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat.

Peralatan yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah peta rancangan sampling HPGW, pita ukur, tambang plastik, kompas, GPS (Global Potisioning System), alat tulis, tally sheet, range finder, parang, kalkulator, komputer (yang dilengkapi dengan software MS Word, MS Excel) dan software Arc View 3.2.

Data penunjang yang digunakan dalam penelitian terdiri dari:

1. Peta HPGW berupa peta letak dan luas areal, peta tutupan dan penggunaan lahan, serta peta sebaran potensi tegakan.

2. Data informasi iklim, tanah dan geologi, keadaan lapangan serta keadaan hutan di HPGW.

3.3 Tahapan Pelaksanaan

Penelitian ini dilakukan dengan tahapan seperti diilustrasikan dalam Gambar 1. Tahapan dalam kegiatan penelitian ini secara umum terdiri dari persiapan dan pengambilan data lapangan, pengolahan data lapangan, serta pendugaan biomassa dan karbon di atas tanah.


(14)

Gambar 1 Diagram alir penelitian.

Selesai

Stratifikasi berdasarkan jenis vegetasi

Pendugaan potensi volume, biomassa,

dan karbon Stratifikasi berdasarkan nilai

potensi Pendugaan tanpa

stratifikasi

Pendugaan dengan stratifikasi

Nilai potensi biomassa dan karbon Mulai

Persiapan dan pembuatan rancangan sampling

Persamaan alometrik penduga biomassa Pendugaan

volume

Persamaan ketterings penduga biomassa Diameter batang

(Dbh) pohon (cm) Tinggi total

pohon (m)

Pengukuran di lapangan


(15)

Secara rinci, metode yang diterapkan dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

3.3.1 Persiapan dan Pengambilan Data Lapangan

Persiapan yang dilakukan sebelum melaksanakan penelitian ini diantaranya adalahperencanaan rancangan sampling untuk inventarisasi hutan di HPGW oleh divisi penelitian dan pengembangan HPGW. Pengambilan data lapangan direncanakan di atas peta kerja HPGW. Pengambilan data dilakukan dengan membuat plot contoh di lapangan dengan teknik systematic sampling with random start (penarikan contoh sistematik dengan pengacakan awal). Plot contoh diambil secara sitematik menurut aturan atau pola tertentu dengan plot contoh pertama dipilih secara acak dari populasi. Pola yang digunakan berupa grid berbentuk bujur sangkar yang dirancang pada peta HPGW dengan jarak antar plot 150 m untuk memperoleh keterwakilan yang tinggi. Plot contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 142 plot. Total plot contoh yang dibuat langsung dilapangan adalah sebanyak 48 plot sedangkan sisanya diperoleh dari data hasil inventarisasi hutan di HPGW tahun 2011 sebanyak 94 plot. Sebaran plot penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.


(16)

Pengambilan data lapangan dilakukan pada tegakan Agathis lorantifolia (agathis), Pinus merkusii (pinus), Schima wallichii (puspa), Maesopsis eminii (kayu afrika), dan tegakan campuran yang ada di HPGW. Plot contoh yang digunakan berbentuk lingkaran karena mudah dibuat dan mudah menentukan pohon batas. Sutaraharja (1999) diacu dalam Noronhae (2007) menyatakan bahwa ukuran satuan contoh untuk bentuk circular dan rectangular plot dinyatakan dalam luasan tertentu dalam satuan hektar, misalnya 0,02 ha; 0,004 ha; 0,005 ha; 0,10 ha, dsb. Pada penelitian ini, plot contoh yang digunakan adalah plot contoh dengan jari-jari 17,8 m yang mewakili luas 0,1 ha.

Pemilihan titik pengukuran lapangan dilakukan berdasarkan peta areal HPGW. Pemilihan titik dilakukan dengan metode systematic sampling with random start. Koordinat titik pengamatan di lapangan ditentukan dengan menggunakan GPS (Global Positioning System) sesuai dengan rancangan sampling yang telah dibuat pada peta kerja.

Parameter tegakan yang diukur pada plot-plot contoh berupa diameter

pohon setinggi dada (Dbh) ≥ 10 cm, tinggi total pohon (Tt), jenis pohon, kondisi

pohon (mati pucuk, kurus, berpenyakit), kondisi batang (bercabang, lurus, rusak, dan jumlah koakan /sadapan). Diameter batang (Dbh) pohon dan tinggi total (Tt) diukur untuk menduga volume. Sedangkan untuk menduga potensi biomassanya hanya digunakan data diameter melalui persamaan alometrik.

3.3.2 Pengolahan Data 3.3.2.1 Pendugaan Volume

Pendugaan volume pohon dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai cara tergantung pada jenis pohonnya (hardwood atau conifer), dimensi tinggi (pohon berdiri atau log), dan bentuk geometris batang (silinder, neiloid, parabola, kerucut). Rumus-rumus yang umum digunakan untuk menghitung volume pohon adalah rumus Huber, Smalian, dan Newton. Selain rumus-rumus tersebut juga dapat digunakan tabel volume baik tabel volume lokal maupun tabel volume standar dan tabel volume kelas bentuk. Pada penelitian ini, menggunakan persamaan tabel volume yang telah dikembangkan oleh peneliti terdahulu di


(17)

HPGW untuk menduga volume pohon. Persamaan penduga volume tersebut disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Persamaan penduga volume pohon di HPGW

Jenis Persamaan Sumber

Puspa V = -0,9344 + 5,4816 D + 0,0080 H (LPIPB 1985) Mahoni V = -1,0330 + 5,4816 D + 0,0080 H (LPIPB 1985) Pinus V = 10,3265 * –ee^(1,9928-0,0339D) (Wardasanti 2011) Agathis V = 0,00008872 D2,658 (Siagian 2011) Jenis lainnya V = 0,0000091 D 1,54 H 1,64 (LPIPB 1985) Keterangan:

Untuk puspa dan mahoni: D = dbh (m), T = tinggi total (m) Untuk jenis lainnya : D = dbh (cm), T = tinggi total (m) V = volume tegakan (m3)

D = diameter setinggi dada (cm) H = tinggi total pohon (m)

e = eksponensial

3.3.2.2 Model Pendugaan Biomassa Tegakan

Pendugaan potensi biomassa dalam penelitian ini menggunakan persamaan alometrik karena dalam pembuatan model penduga biomassa memerlukan tenaga, waktu, dan biaya yang besar. Selain itu, persamaan alometrik bersifat universal sehingga akan memudahkan dalam pengestimasian biomassa tanaman yang tumbuh pada beberapa daerah berbeda. Persamaan alometrik pada masing-masing jenis pohon berbeda satu sama lain. Persamaan-persamaan alometrik yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari penelitian terdahulu tentang pendugaan biomassa masing-masing jenis pohon sehingga memberikan hasil dugaan yang akurasinya dapat diuji dan dipertanggungjawabkan. Adapun persamaan alometrik yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 4.


(18)

Tabel 4 Berbagai model persamaan alometrik untuk menduga biomassa tegakan di HPGW

No Jenis pohon Model persamaan

alometrik Sumber

1 Mangium

(Acacia mangium) W = 0,0528 (D

2

)1,3612 (Heriansyah et al. 2003 diacu dalam Masripatin et al. 2010) 2 Agathis

(Agathis lorantifolia) W = 0,3406 D

2,0467

(Siregar & Dharmawan 2007) 3 Pinus

(Pinus merkusii)

W = 0,206 D2,26

W = 0,066 D2,13 H0,257 (Hendra 2002) 4 Mahoni

(Swietenia macrophylla) W = 0,048 D

2,68

(Adinogroho 2002) 5 Meranti

(Shorea leprosula) W = 0,058 D

2,62

(Handayani 2003) 6 Puspa

(Schima wallichii)

W = 0,4594 D1,9978

W = 0,0727 (D2H)0,8993 (Salim 2005) 7 Jati

(Tectona grandis) W = 0.2759 D

2.2227 (Hendri 2001 diacu dalam Tiryana et al. 2011) 8 Sengon

(Paraserianthers falcataria) W = 0.1479 D 2.2989

(Hairiyah & Rahayu 2007) Biomassa yang diukur dalam penelitian ini merupakan biomassa di atas permukaan tanah (above-ground biomass) dari berbagai tegakan yang ada di HPGW. Persamaan alometrik untuk menaksir biomassa di atas permukaan tanah untuk jenis-jenis pohon yang ada di HPGW sangat terbatas sehingga untuk jenis pohon yang tidak ada persamaan alometriknya digunakan persamaan alometrik yang bersifat universal seperti yang dikemukakan oleh Ketterings et al. (2001) yaitu sebagai berikut:

W = 0,11 ρ D 2,62 ... (3) Keterangan :

W = biomassa (kg/pohon)

ρ = massa jenis pohon (kg/cm3) D = diameter setinggi dada (1,3 m)

Persamaan tersebut menggunakan variabel diameter dan kerapatan kayu masing-masing jenis secara spesifik sehingga bisa meminimalkan kesalahan pengukuran. Tabel 5 menyajikan kerapatan kayu jenis-jenis pohon yang ada di HPGW.


(19)

Tabel 5 Kerapatan kayu berbagai jenis pohon di HPGW

Nama lokal Nama botani Wood density

(g/cm3) Sumber

Ampelas (Ficus ampelas) 0,48 (Oey Djoen Seng 1951) in Soewarsono (1990)

Beringin (Ficus benjamina) 0,52 (Anonim 1981) Ficus (Ficus sp.) 0,47 Prosea 5(3) p:233 Jambu (Syzygium sp) 0,73 Prosea 5(2) p:442 Jengkol (Pithecelobium

rosulatum) 0,73 (Anonim 1981)

Jenis lain - 0,57 Brown (data from reyes et al. 1992) Kayu afrika (Maesopsis eminii) 0,42 (Oey Djoen Seng 1951) in Soewarsono

(1990) Kayu manis (Cinnamomum

burmani) 0,57

(Oey Djoen Seng 1951) in Soewarsono (1990)

Kenanga (Cananga ordorata) 0,38 (Ginoga 1978)

Kepuh (Sterculia foetida) 0,64 (Oey Djoen Seng 1951) in Soewarsono (1990)

Keruing (Dipterocarpus

elongatus) 0,67 (Martawijaya et al. 1992)

Ketapang (Terminalia catappa) 0,65 (Oey Djoen Seng 1951) in Soewarsono (1990)

Ki huru (Macaranga

rhizinoides) 0,39

(Oey Djoen Seng 1951) in Soewarsono (1990)

Ki sireum (Eugenia cymosa) 0,73 prosea 5(2)p:442

Ki teja (Machilus rimosa) 0,59 (http://www.thewoodexchange.info) Laban (Vitex pubescens) 0,88 (Oey Djoen Seng 1951) in Soewarsono

(1990)

Sonokeling (Dalbergia latifolia) 0,83 (Martawijaya et al. 1992) Macaranga (Macaranga sp) 0,5 Prosea 5(3) p:340

Mangga (Mangifera indica) 0,67 (Oey Djoen Seng 1951) in Soewarsono (1990)

Mindi (Melia azedarach) 0,53 (Martawijaya et al. 1992) Nyamplung (Callophyllum

inophyllum) 0,69 (Martawijaya et al. 1992)

Pasang (Quercus sundaicus) 0,58 (Oey Djoen Seng 1951) in Soewarsono (1990)

Petai cina (Leucaena leucephala) 0,82 (Anonim 1981)

Pulai (Alstonia scholaris) 0,30 (Martawijaya et al. 1992) Rambutan (Nephelium lappaceum) 0,91 (Anonim 1981)

Rasamala (Altingia exelsa) 0,81 (Anonim 1981)

Resak (Vatica rassak) 0,6 (Martawijaya et al. 1992)

Sempur (Dillenia aurea) 0,76 (Oey Djoen Seng 1951) in Soewarsono (1990)

Sukun (Artocarpus communis) 0,40 (Oey Djoen Seng 1951) in Soewarsono (1990)

Sungkai (Peronema canescens) 0,52 (Martawijaya et al. 1992)

Tangkalak (Litsea sebifera) 0,72 Prospect: The Wood Database Version 2.1 Teureup (Artocarpus elastica) 0,44 (Oey Djoen Seng 1951) in Soewarsono

(1990)

Waru laut (Hibiscus tiliaceus) 0,54 (Oey Djoen Seng 1951) in Soewarsono (1990)


(20)

Terdapat beberapa jenis pohon yang tidak diketahui kerapatan kayu lokalnya seperti apus, dara uncal, ramu giling, harendong dan jenis lainnya sehingga digunakan kerapatan pohon di Asia seperti yang dikemukakan Brown (1997) diacu dalam Ketterings et al. (2001) yaitu 0,57 g/cm3.

3.3.2.3 Pendugaan Karbon Hutan

Nilai biomassa yang diperoleh dari hasil perhitungan dapat digunakan untuk menduga potensi karbon yang tersimpan dalam vegetasi hutan. Karbon merupakan produk dari produksi biomassa yang terbentuk dikurangi dengan total yang hilang melalui jaringan akar halus, cabang, dan daun serta penyakit, sisanya tergabung di dalam struktur yang tersimpan dalam pohon (Johnson et al. 2001 diacu dalam Onrizal 2004). Karbon merupakan komponen penyusun biomassa tanaman, kandungannya sekitar 45–50% bahan kering dari tanaman. Berdasarkan hasil konferensi IPCC (2006), fraksi karbon dari biomassa hutan yaitu 0,47 sehingga untuk mengetahui potensi karbon (ton C/ha) dalam hutan dapat diduga dengan mengalikan biomassa hutan dengan fraksi karbon tersebut.

C = W * 0,47 ... (4) Keterangan :

C = karbon

W = biomassa (kg/pohon) 0,47 = fraksi karbon

3.3.2.4 Analisis Data

Pendugaan potensi volume, biomassa, dan cadangan karbon pada penelitian ini menggunakan dua metode yaitu metode pendugaan tanpa stratifikasi dan metode pendugaan dengan strafitikasi. Metode pendugaan tanpa stratifikasi menggunakan systematic sampling with random start seperti dalam pengambilan plot contoh. Pada metode tersebut pendugaan parameter dapat dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus simple random sampling (SRS) (Shiver & Borders 1996) yaitu sebagai berikut:

a. Penduga nilai tengah/rata-rata populasi (μ) :


(21)

b. Ragam dugaan bagi ( ) :

= ; dimana : =

... (6) c. Selang kepercayaan (1-α).100% bagi nilai tengah/rata-rata populasi :

= sy ... (7)

d. Penduga total populasi ( ) :

= N. ... (8) e. Ragam dugaan bagi total populasi ( )

= = N 2

. => = N2 ... (9) f. Selang kepercayaan (1-α).100% bagi total populasi :

Y = ± ... (10) atau dapat dihitung dari selang kepercayaan bagi rata-rata : N. ... (11) g. Kesalahan penarikan contoh (sampling error, SE)

SE =

... (12)

Keterangan:

yi = nilai pada plot contoh ke-i

= ragam contoh

n = ukuran contoh

N = ukuran populasi

Selain menduga tanpa stratifikasi, juga dilakukan metode dengan stratifikasi setelah semua data hasil penelitian dilapangan terkumpul (poststratification). Poststratification dilakukan karena kondisi tegakan di HPGW yang cenderung heterogen, yaitu bervariasi dalam hal umur, komposisi jenis, kualitas tempat tumbuh (bonita), topografi dan lain sebagainya. Pada metode ini, terlebih dahulu dilakukan stratifikasi populasi yang akan diduga potensi volume, biomassa, dan cadangan karbonnya menjadi beberapa stratum yang kondisinya relatif homogen dan tidak saling tumpang tindih (overlap). Stratifikasi yang digunakan pada penelitian ini yaitu stratifikasi berdasarkan sebaran nilai volume dan biomassa tegakan serta berdasarkan jenis vegetasi. Stratifikasi tersebut dipilih


(22)

untuk mengurangi keragaman sehingga menghasilkan nilai dugaan yang lebih akurat.

Pada stratifikasi berdasarkan nilai potensi, stratifikasi dilakukan dengan terlebih dahulu menduga sediaan tegakan pada lokasi-lokasi yang tidak terwakili oleh plot contoh menggunakan teknik interpolasi permukaan (surface interpolation). Interpolasi permukaan adalah suatu teknik untuk menghitung nilai diantara dua atu lebih titik yang secara spasial berdekatan (Jaya et al. 2010). Data dari plot-plot contoh yang telah diukur kemudian ditransformasikan menjadi informasi petak. Metode interpolasi permukaan umumnya dilakukan dengan dua metode yaitu metode Inverse Distance Weighted (IDW) atau Invers Jarak Tertimbang dan spline. Akan tetapi, pada penelitian ini digunakan metode IDW karena metode ini menghasilkan kisaran estimasi sediaan yang mendekati kondisi aktualnya di lapangan dengan kesalahan relatif rendah (Jaya et al. 2010).

Berdasarkan hasil interpolasi tersebut kemudian dilakukan stratifikasi. Untuk stratifikasi berdasarkan nilai potensi volume, areal dengan kisaran nilai volume yang sama dijadikan sebagai satu stratum begitu pula pada stratifikasi berdasarkan biomassa. Areal dengan kisaran nilai biomassa yang sama dijadikan sebagai satu stratum. Sedangkan untuk pendugaan cadangan karbonnya, digunakan stratifikasi berdasarkan nilai potensi biomassa. Hal ini dikarenakan hasil pendugaan cadangan karbon pada tegakan merupakan hasil pengolahan data biomassa. Sehingga setiap penambahan kandungan biomassa akan diikuti oleh penambahan kandungan karbon dan apapun yang menyebabkan peningkatan ataupun penurunan biomassa maka akan menyebabkan peningkatan ataupun penurunan kandungan karbon. Selain dilakukan stratifikasi berdasarkan nilai volume dan biomassa, juga dilakukan stratifikasi berdasarkan jenis vegetasi yang ada di lokasi penelitian. Untuk stratifikasi berdasarkan jenis vegetasi, areal dengan jenis vegetasi yang sama dijadikan sebagai satu stratum.

Nilai-nilai dugaan bagi rata-rata per hektar dan total potensi biomassa dan karbon dihitung berdasarkan potensi pada setiap stratum serta keseluruhan populasi tegakan HPGW dengan menggunakan metode stratified systematic sampling with random start. Menurut Cochran (1997), Shiver and Borders (1996), Tiryana (2003), Vries (1986) diacu dalam Tiryana (2005) rumus-rumus yang


(23)

digunakan dalam metode pendugaan biomassa dan karbon dengan metode stratified systematic sampling with random start adalah sebagai berikut:

1. Pendugaan pada setiap stratum

a. Rata-rata potensi pada stratum ke-h:

h = ... (13)

b. Ragam rata-rata potensi pada stratum ke-h:

= ... (14)

dimana : =

... (15) 2. Pendugaan pada keseluruhan populasi tegakan:

a. Rata-rata potensi pada populasi:

= ... (16) b. Ragam rata-rata potensi pada populasi:

= ... (17)

c. Taksiran selang bagi rata-rata potensi pada populasi: ±

. ... (18)

d. Total potensi pada populasi:

= N. ... (19) e. Ragam bagi total potensi pada populasi:

= . ... (20)

f. Taksiran selang bagi total potensi pada populasi: ±

... (21)

atau N.

... (22)

g. Kesalahan penarikan contoh (sampling error) SE =


(24)

Keterangan:

yh,i = nilai potensi pada stratum ke-h dan plot contoh ke-i

= ragam contoh pada stratum ke-h nh = ukuran contoh pada stratum ke-h

Nh = ukuran stratum ke-h

N = ukuran populasi L = jumlah stratum


(25)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Status dan Peran Kawasan

Pada awalnya Hutan Pendidikan Gunung Walat adalah areal kawasan hutan seluas ± 359 ha yang peruntukannya sebagai Hutan Pendidikan dengan status hak pinjam pakai. Ketentuan tersebut didasarkan atas:

1. Surat Keputusan Kepala Jawatan Kehutanan Provinsi Jawa Barat tanggal 14 oktober 1969 No.7041/IV/2/69.

2. Surat Direktorat Jenderal Kehutanan tanggal 24 Januari 1973 No.291/05/79. 3. Surat Keputusan Menteri Pertanian No.008/Kpts/Dj/73.

4. Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.687/Kpts-II/92.

Setelah melalui proses panjang sejak tahun 1996, akhirnya pada tahun 2005 status kawasan HPGW dikuatkan dengan diterbitkannya SK Menhut No.188/Menhut–II/2005, yang menetapkan fungsi hutan kawasan HPGW seluas 359 ha sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) dan pengelolaanya diserahkan kepada Fakultas Kehutanan IPB dengan tujuan khusus sebagai Hutan Pendidikan (Badan Eksekutif HPGW 2010).

4.2 Letak dan Posisi Geografis

HPGW secara geografis terletak pada 106˚48’27”BT sampai 106˚50’29”BT

dan -6˚54’23”LS sampai -6˚55’35”LS. Secara administrasi pemerintahan termasuk dalam wilayah Kecamatan Cicantayan dan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Dalam administrasi kehutanan areal HPGW termasuk BKPH Gede Barat, KPH Sukabumi, Unit III Jawa Barat Perum Perhutani (Badan Eksekutif HPGW 2010).

HPGW berbatasan dengan Desa Batununggal dan Sekarwangi di bagian Utara, Desa Cicantayan dan Desa Cijati di bagian Timur, Desa Hegarmanah di bagian Selatan dan di bagian Barat (Badan Eksekutif HPGW 2010).

HPGW memiliki luas 359 ha, dibagi ke dalam 3 blok yaitu blok Cikatomas dengan luas 120 ha yang terletak di bagian Timur, blok Cimenyan dengan luas 125 ha yang terletak di bagian Barat dan blok Tengkalak/Seusepan dengan luas


(26)

114 ha yang terletak di bagian Tengah dan di bagian Selatan (Badan Eksekutif HPGW 2010).

4.3 Topografi

HPGW terletak pada ketinggian 460–715 mdpl. Kondisi topografi mulai dari agak curam (15–25%) sampai sangat curam (>40%). Bagian selatan merupakan daerah yang bergelombang mengikuti punggung-punggung bukit yang memanjang dan melandai dari Utara ke Selatan. Di bagian tengah terdapat puncak dengan ketinggian 676 mdpl (Badan Eksekutif HPGW 2010).

4.4Geologi dan Jenis tanah

HPGW terbentuk oleh batuan sedimen tersier bawah (oligosen) yang tersusun oleh batu pasir kuarsa yang berlapiskan silang konglomerat kerakal kuarsa lempung, lignit lapisan-lapisan arang tipis. Gunung Walat mengandung bebatuan alam yang terdiri dari batuan sedimen vulkanik berwarna hijau semu abu-abu, membentuk seri lapisan yang sangat tebal. Gunung Walat terdiri dari lapisan tufa dasit yang pada horizon tertentu diselingi dengan batuan tufa andesit,

yang merupakan bagian dari ”Breksi tua” yang berumur meosin. Keadaan Gunung

Walat merupakan pulau meosin di tengah-tengah formasi batuan vulkanik kuarter yang berasal dari Gunung Salak dan Gunung Gede (Badan Eksekutif HPGW 2010).

Jenis tanah Gunung Walat adalah keluarga tropophumult tipik (lotosol merah kekuningan), tropodult (latosol coklat), dystropept tipik (podsolik merah kekuningan) dan troporpent lipik (latosol). Tanah latosol merah kekuningan adalah jenis tanah yang terbanyak sedangkan di daerah berbatu hanya terdapat tanah latosol, dan di daerah lembah terdapat tanah podsolik (Badan Eksekutif HPGW 2010).

4.5 Iklim dan Hidrologi

Klasifikasi iklim daerah Gunung Walat menurut Schmidt dan Ferguson termasuk tipe B, dengan nilai Q=14,3% 33% dan banyaknya curah hujan tahunan


(27)

berkisar antara 1600–4000 mm. Suhu udara maksimum di siang hari 29˚C dan

minimum 19˚C di malam hari (Badan Eksekutif HPGW 2010).

Gunung Walat dilalui beberapa aliran sungai yang umumnya mengalir ke arah Selatan dan berair sepanjang tahun yaitu anak sungai Cipeureu, Citangkalak, Cikabayan, Cikatomas, dan Legok Pusar yang merupakan sumber air bersih bagi masyarakat sekitarnya. Kawasan Gunung Walat termasuk ke dalam sistem pengelolaan DAS Cimandiri (Badan Eksekutif HPGW 2010).

4.6 Vegetasi Hutan

Tegakan HPGW terdiri dari tanaman agathis (Agathis loranthifolia), pinus (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia macrophylla) dan jenis lainnya seperti kayu afrika (Maesopsis eminii), rasamala (Altingia excelsa), sonokeling (Dalbergia latifolia), mangium (Acacia mangium), dan meranti (Shorea leprosula). Selain itu terdapat 44 jenis tumbuhan, termasuk 2 jenis rotan dan 13 jenis bambu dan juga terdapat jenis tumbuhan obat sebanyak 68 jenis (Badan Eksekutif HPGW 2010).

Berdasarkan hasil inventarisasi hutan tahun 1984, HPGW memiliki potensi 10.855 m3 kayu Agathis lorantifolia (agathis), 9.471 m3 kayu Pinus merkusii (pinus), 464 m3 Schima wallichii (puspa), 132 m3 Paraserianthes falcataria (sengon) dan 88 m3 kayu Swietenia macrophylla (mahoni). Di HPGW juga ditemukan lebih dari 100 pohon plus damar, pinus, kayu afrika sebagai sumber benih dan bibit unggul. Tanaman damar dan pinus telah menghasilkan getah kopal dan getah pinus (Badan Eksekutif HPGW 2010).

4.7 Kehidupan Satwa Liar

Di areal HPGW terdapat beraneka ragam jenis satwa liar yang meliputi jenis-jenis mamalia, reptilia, burung, dan ikan. Dari kelompok jenis mamalia terdapat monyet ekor panjang, babi hutan, tupai, trenggiling, kelinci liar, meong congkok, musang. Dari kelompok jenis burung (aves) terdapat sekitar 20 jenis diantaranya adalah elang jawa, kutilang, emprit, dll. Jenis-jenis reptilia antara lain biawak, ulat, dan bunglon. Terdapat juga berbagai jenis ikan sungai seperti ikan


(28)

lubang (sejenis lele yang memiliki warna agak merah). Selain itu terdapat pula lebah hutan (tawon gung, odeng, apis dorsata) (Badan Eksekutif HPGW 2010).

4.8 Kependudukan

Penduduk di sekitar HPGW umumya memiliki mata pencaharian sebagai petani, peternak, tukang ojek, pedagang hasil pertanian, dan bekerja sebagai buruh pabrik. Pertanian yang dilakukan berupa sawah lahan basah dan lahan kering. Jumlah petani penggarap yang dapat ditampung dalam program agroforestry HPGW sebanyak 300 orang petani penggarap. Hasil pertanian dari lahan agroforestry seperti singkong, kapolaga, pisang, cabe, padi gogo, kopi, sereh, dll. Jumlah ternak domba/kambing di sekitar HPGW sebanyak 1875 ekor, jika setiap ekor domba/kambing memerlukan 5 kg rumput, maka diperlukan hijauan sebanyak 9.375 ton. Hijauan pakan ternak tersebut sebagian besar berasal dari HPGW (Badan Eksekutif HPGW 2010).

Kecamatan Cicantayan, khususnya Desa Hegarmanah juga merupakan desa penghasil manggis dengan mutu eksport. Jumlah pohon manggis di Desa Hegarmanah sebanyak 12.800 batang dan akan terus bertambah. Untuk menjadi sentra produksi diperlukan 40.000 pohon (Badan Eksekutif HPGW 2010).


(29)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pendugaan Potensi Tanpa Stratifikasi

Pendugaan potensi volume, biomassa, dan cadangan karbon dari berbagai jenis tegakan yang ada di HPGW didasarkan atas data hasil pengukuran langsung di lapangan sebanyak 48 plot contoh dan hasil inventarisasi hutan di HPGW tahun 2011 sebanyak 94 plot contoh. Berdasarkan 142 contoh tersebut kemudian diduga potensi volume, biomassa, dan cadangan karbon tegakan tanpa stratifikasi yaitu dengan menggunakan metode systematic sampling. Hasil dugaan tersebut disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Nilai-nilai dugaan potensi volume, biomassa, dan cadangan karbon tegakan tanpa stratifikasi

Statistik Volume Biomassa Karbon

Jumlah data 142 plot 142 plot 142 plot

Kisaran nilai 8,64–1054,35 m3/ha 28,64–516,74 ton/ha 13,46–242,87 ton/ha Kesalahan baku

rata-rata 14,95 m

3

/ha 6,40 ton/ha 3,01 ton/ha Penduga rata-rata

a. Batas atas 428,08 m3/ha 213,47 ton/ha 100,34 ton/ha b. Rata-rata 398,77 m3/ha 200,93 ton/ha 94,44 ton/ha c. Batas bawah 369,47 m3/ha 188,39 ton/ha 88,54 ton/ha Penduga total

a. Batas atas 153.065,75 m3 76.329,53 ton 35.874,89 ton b. Rata-rata 142.588,90 m3 71.847,14 ton 33.768,16 ton c. Batas bawah 132.112,05 m3 67.264,76 ton 31.661,43 ton

Sampling error 7,35% 6,24% 6,25%

Dari Tabel 6 terlihat bahwa volume per hektar dari tegakan di HPGW memiliki nilai dugaan antara 369,47 sampai 428,08 m3/ha dengan rata-rata sebesar 398,77 m3/ha. Sedangkan total potensi volume untuk seluruh tegakan (luas efektif yaitu 357,574 ha) diduga sebesar 142.588,90 m3. Kesalahan penarikan contoh dalam pendugaan potensi volume yaitu sebesar 7,35%. Adapun potensi biomassa yang dihitung dengan metode alometrik diduga memiliki nilai dugaan antara 188,39 sampai 213,47 ton/ha dengan rata-rata 200,93 ton/ha. Sedangkan total potensi biomassa untuk seluruh tegakan (luas efektif yaitu 357,574 ha) diduga sebesar 71.847,14 ton. Kesalahan penarikan contoh dalam pendugaan potensi


(30)

biomassa yaitu sebesar 6,24%. Sementara itu, kapasitas cadangan karbon yang dihitung berdasarkan potensi biomassa tegakan diduga memiliki nilai dugaan antara 88,54 sampai 100,34 ton/ha dengan rata-rata 94,44 ton/ha. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa HPGW memiliki cadangan karbon sebesar 33.768,16 ton. Kesalahan penarikan contoh dalam pendugaan potensi karbon yaitu sebesar 6,25%. Pendugaan potensi volume, biomassa, dan karbon tersebut menghasilkan nilai dugaan yang besar karena potensi pohon per/ha di HPGW juga besar yaitu 230 pohon/ha. Hasil pendugaan tersebut dapat dianggap teliti karena kesalahan penarikan contoh (sampling error) yang terjadi baik pada pendugaan volume, biomassa, dan cadangan karbon kurang dari 10%. Seperti yang dikemukaan oleh Spurr (1992) diacu dalam Herdiansyah (2004) bahwa kesalahan sampling (sampling error) dalam penarikan contoh dianggap tepat di dalam pendugaan apabila kesalahan sampling tersebut tidak lebih dari 10%.

5.2 Pendugaan Potensi Menggunakan Stratifikasi 5.2.1 Potensi Volume Tegakan

Stratifikasi yang digunakan untuk menduga potensi volume tegakan yaitu stratifikasi berdasarkan kisaran nilai volume. Areal dengan kisaran nilai volume yang sama dijadikan sebagai satu stratum. Dari hasil interpolasi nilai volume dengan menggunakan metode Inverse Distance Weight (IDW) dihasilkan empat stratum. Masing-masing stratum memiliki luasan yang berbeda-beda dengan jumlah plot contoh pada masing-masing stratum juga berbeda satu sama lain. Bentuk stratum dan sebaran plotnya dapat dilihat pada Gambar 3.


(31)

Gambar 3 Stratifikasi berdasarkan nilai volume tegakan.

Stratum 1 merupakan areal yang memiliki kisaran nilai potensi volume terendah yaitu sebesar 100 sampai 370 m3/ha. Stratum 2 merupakan areal yang memiliki kisaran nilai potensi volume sebesar 371 sampai 550 m3/ha. Stratum 3 merupakan areal yang memiliki kisaran nilai potensi volume sebesar 551 sampai 640 m3/ha. Stratum 4 merupakan areal yang memiliki kisaran nilai potensi volume tertinggi yaitu sebesar 641 sampai 1000 m3/ha.

Berdasarkan hasil stratifikasi tersebut kemudian diduga potensi volume pada masing-masing stratum. Volume pohon didapat dengan menggunakan persamaan volume masing-masing jenis pohon yang ada di HPGW dari penelitian terdahulu. Hasil perhitungan potensi volume tegakan pada masing-masing stratum tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.


(32)

Tabel 7 Potensi volume tegakan berdasarkan stratifikasi nilai volume

Statistik Stratum

1 2 3 4

Jumlah data (plot) 68 17 14 43

Luas (ha) 167,814 50,657 38,687 100,415

Kisaran nilai (m3/ha) 8,64–608,20 181,60–737,16 250,41–858,61 120,01–1054,35 Kesalahan baku (m3/ha) 12,86 29,73 36,89 28,97 Penduga rata-rata

a. Batas atas (m3/ha) 281,17 530,92 607,67 611,98 b. Rata-rata (m3/ha) 255,96 467,89 528,00 555,20 c. Batas bawah (m3/ha) 230,75 404,85 448,32 498,42 Penduga total

a. Batas atas (m3) 47.183,95 26.895,00 23.508,95 61.451,70 b. Rata-rata (m3) 42.953,75 23.701,78 20.426,63 55.750,41 c. Batas bawah (m3) 38.723,55 20.508,57 17.344,30 50.049,12

Koefisien variasi (%) 5,02 6,35 6,99 5,22

Keterangan:

Stratum 1 = areal dengan potensi volume 100–370 m3/ha Stratum 2 = areal dengan potensi volume 371–550 m3/ha Stratum 3 = areal dengan potensi volume 551–640 m3/ha Stratum 4 = areal dengan potensi volume 641–1000 m3/ha

Terlihat pada Tabel 7, hasil pendugaan menunjukkan bahwa potensi volume rata-rata tegakan pada stratum 3 memiliki selang dengan interval terlebar yaitu memiliki nilai dugaan antara 448,32 sampai 607,67 m3/ha dan interval tersempit pada stratum 1 yaitu memiliki nilai dugaan antara 230,75 sampai 281,17 m3/ha. Semakin sempit suatu selang semakin efisien dugaannya. Stratum 3 memiliki nilai koefisien variasi terbesar dibandingkan dengan stratum lain yaitu sebesar 6,99%. Hal tersebut menunjukkan bahwa potensi volume pada stratum 3 cenderung lebih bervariasi dibandingkan dengan stratum lain. Variasi potensi volume tersebut terjadi akibat adanya keragaman jenis dan keragaman pertumbuhan dimensi pohon (diameter dan tinggi). Sementara itu, volume rata-rata (m3/ha) terbesar terdapat pada stratum 4 yaitu 555,20 m3/ha dan volume rata-rata terkecil terdapat pada stratum 1 yaitu 255,96 m3/ha. Hal ini dapat terjadi karena stratum 4 merupakan areal dengan potensi volume yang tinggi yaitu antara 641 sampai 1000 m3/ha. Potensi volume yang tinggi tersebut terjadi akibat adanya jenis pohon yang berdimensi besar seperti agathis, pinus, dan puspa. Stratum 4 memiliki dugaan potensi volume total terbesar yaitu 55.750,41 m3 karena stratum 4 selain memiliki


(33)

rata-rata volume yang besar juga memiliki luas yang cukup besar yaitu ± 100,415 ha. Namun sebaliknya, stratum 1 merupakan areal dengan potensi volume per hektar rendah karena stratum 1 memiliki potensi volume rendah yaitu antara 100 sampai 370 m3/ha. Besarnya potensi volume tegakan bervariasi tergantung dari jenis dan ukuran pohon yang terdapat pada areal tersebut.

Selain dilakukan stratifikasi berdasarkan nilai volume, juga dilakukan stratifikasi berdasarkan jenis vegetasi untuk menduga potensi volume pada masing-masing jenis vegetasi yang ada di lokasi penelitian. Jenis-jenis vegetasi yang teridentifikasi di HPGW diantaranya adalah tegakan agathis, campuran (agathis, pinus, dan puspa), campuran (agathis dan puspa), kayu afrika, pinus, campuran (pinus dan agathis), campuran (pinus dan kayu afrika), campuran (pinus dan puspa), puspa, dan campuran (puspa dan mahoni). Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Stratifikasi berdasarkan jenis vegetasi tegakan.

Berdasarkan hasil stratifikasi tersebut, areal dengan jenis vegetasi sama dijadikan sebagai satu stratum sehingga dihasilkan 10 stratum yang kemudian diduga potensi volume pada masing-masing jenis vegetasi. Hasil perhitungan potensi volume tegakan pada masing-masing jenis vegetasi tersebut disajikan pada Tabel 8.


(34)

Tabel 8 Potensi volume tegakan berdasarkan stratifikasi jenis vegetasi

Statistik Stratum

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Jumlah data (plot) 12 3 23 3 35 2 13 10 36 5

Luas (ha) 27,426 7,964 54,045 7,418 104,003 4,260 29,692 23,880 89,464 9,422

Jumlah pohon/ha 96 123 197 55 141 260 275 266 126 206

Kisaran nilai (m3/ha) 200,56–

1.054,35 8,64–606,04

133,04– 992,55

17,24– 127,54

122,87– 795,53

453,44– 982,06

78,12– 568,50

80,45– 757,53

48,97– 606,66

26,31– 362,03 Kesalahan baku (m3/ha) 48,43 141,98 38,67 27,04 21,74 192,51 32,20 45,34 17,41 41,97 Penduga rata-rata

a. Batas atas (m3/ha) 819,28 867,29 607,64 174,11 460,96 3.163,84 364,03 499,60 318,31 296,56 b. Rata-rata (m3/ha) 712,70 256,33 527,44 57,77 418,34 717,75 293,87 397,05 284,19 180,04 c. Batas bawah (m3/ha) 606,11 -354,63 447,23 -58,57 375,72 -1.728,34 223,70 294,50 250,08 63,52 Penduga total

a. Batas atas (m3) 22.469,63 6.907,08 32.839,87 1.291,58 47.940,78 13.477,940 10.808,82 11.930,43 28.477,52 2.794,22 b. Rata-rata (m3) 19.546,37 2.041,40 28.505,23 428,57 43.508,52 3.057,60 8.725,51 9.481,51 25.425,20 1.696,34 c. Batas bawah (m3) 16.623,11 -2824,29 24.170,60 -434,49 39.076 -7.362,74 6.642,20 7.032,59 22.372,88 598,47 Koefisien variasi (%) 6,79 55,39 7,33 46,80 5,20 26,82 10,96 11,42 6,13 23,31

Keterangan :

Stratum 1 = tegakan agathis Stratum 6 = tegakan pinus dan agathis Stratum 2 = tegakan agathis, pinus, dan puspa Stratum 7 = tegakan pinus dan kayu afrika Stratum 3 = tegakan agathis dan puspa Stratum 8 = tegakan pinus dan puspa Stratum 4 = tegakan kayu afrika Stratum 9 = tegakan puspa

Stratum 5 = tegakan pinus Stratum 10 = tegakan puspa dan mahoni


(35)

Tabel 8 menunjukkan dugaan potensi volume berbagai jenis tegakan yang ada di HPGW. Potensi volume tegakan agathis memiliki rata-rata sebesar 712,70 m3/ha dengan total potensi volume untuk seluruh tegakan (luas efektif yaitu 357,574 ha) diduga sebesar 19.546,37 m3. Potensi volume tegakan campuran (agathis, pinus, dan puspa) memiliki rata-rata sebesar 256,33 m3/ha dengan total potensi volume sebesar 2.041,40 m3. Potensi volume tegakan campuran (agathis dan puspa) memiliki rata-rata sebesar 527,44 m3/ha dengan total potensi volume sebesar 28.505,23 m3. Potensi volume tegakan kayu afrika memiliki rata-rata sebesar 57,77 m3/ha dengan total potensi volume sebesar 428,57 m3. Potensi volume tegakan pinus memiliki rata-rata sebesar 418,34 m3/ha dengan total potensi volume sebesar 43.508,52 m3. Potensi volume tegakan campuran (pinus dan agathis) memiliki rata-rata sebesar 717,75 m3/ha dengan total potensi volume sebesar 3.057,60 m3. Potensi volume tegakan campuran (pinus dan kayu afrika) memiliki rata-rata sebesar 293,87 m3/ha dengan total potensi volume sebesar 8.725,51 m3. Potensi volume tegakan campuran (pinus dan puspa) memiliki rata-rata sebesar 397,05 m3/ha dengan total potensi volume sebesar 9.481,51 m3. Potensi volume tegakan puspa memiliki rata-rata sebesar 284,19 m3/ha dengan total potensi volume sebesar 25.425,20 m3. Potensi volume tegakan campuran (puspa dan mahoni) memiliki rata-rata sebesar 180,04 m3/ha dengan total potensi volume sebesar 1.696,34 m3.

Tegakan pinus memiliki dugaan total terbesar dibandingkan dengan tegakan lain. Hal ini dikarenakan pohon pinus merupakan pohon dengan dimensi pohon (diameter dan tinggi) besar sehingga menghasilkan nilai volume yang besar pula. Selain itu tegakan pinus memiliki luasan terlebar dibandingkan dengan tegakan lain di HPGW yaitu sekitar 104,003 ha. Sedangkan tegakan kayu afrika memiliki potensi volume terendah baik rata-rata per hektar maupun dugaan total tegakan yaitu 57,77 m3 dan 428,57 m3. Tegakan campuran antara agathis, pinus dan puspa memiliki potensi volume yang cenderung bervariasi dibandingkan dengan jenis tegakan lain. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien variasi yang besar yaitu 55,39%. Variasi tersebut terjadi akibat adanya keragaman jenis tegakan karena merupakan tegakan campuran serta variasi dimensi pohon (diameter dan tinggi). Tegakan campuran antara pinus dan agathis memiliki selang nilai volume terlebar


(36)

yaitu memiliki nilai dugaan antara -1.728,34 sampai 3.163,84 m3/ha dan selang nilai volume paling sempit pada tegakan puspa yaitu memiliki nilai dugaan antara 250,08 sampai 318,31 m3/ha. Selang nilai volume yang negatif dapat terjadi akibat keragaman yang tinggi. Tingginya nilai keragaman menunjukkan beragamnya jenis vegetasi dan dimensi pohon yang ada dalam tegakan baik diameter ataupun tinggi. Semakin tinggi variasi, potensi volume cenderung beragam/heterogen. Selain keragaman, jumlah plot contoh yang terdapat pada stratum juga dapat mempengaruhi kisaran nilai dugaan volume. Apabila plot contoh yang terdapat pada suatu stratum jumlahnya sedikit selang dugaan nilai potensi volume akan bernilai negatif. Hal ini dikarenakan jumlah plot contoh pada stratum tersebut tidak cukup mewakili untuk menduga potensi volumenya. Hal tersebut juga menyebabkan tingginya kesalahan penarikan contoh.

Potensi rata-rata volume tegakan agathis yang dihasilkan dari penelitian ini adalah 712,70 m3/ha berbeda jauh dengan penelitian Herdiansyah (2004) yang menduga potensi volume agathis di HPGW dengan mengunakan metode konvensional (systematic sampling) yaitu sebesar 575,39 m3/ha. Sedangkan untuk potensi rata-rata volume tegakan puspa, pada penelitian ini adalah 284,19 m3/ha. Hasil dugaan tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Noronhae (2007) yang menduga potensi volume puspa di HPGW dengan mengunakan metode systematic sampling with random start yaitu sebesar 294,22 m3/ha. Perbedaan hasil dapat terjadi karena adanya perbedaan metode yang digunakan dalam menduga potensi volume pohon.

Pada Tabel 9 disajikan nilai-nilai dugaan potensi volume seluruh tegakan di HPGW dengan stratifikasi yang diketahui dari hasil pendugaan dengan metode stratified sampling.

Tabel 9 Nilai-nilai dugaan potensi volume seluruh tegakan di HPGW Statistik Potensi volume

strata volume

Potensi volume strata vegetasi

Rata-rata (m3/ha) 399,45 398,29

Ragam rata-rata (m3/ha) 136,28 140,04

Kesalahan baku rata-rata (m3/ha) 11,67 11,83 Selang kepercayaan 95% bagi rata-rata (m3/ha) 376,57–422,33 375,09–421,48

Total tegakan (m3) 142.832,56 142.416,26


(37)

Nilai-nilai dugaan potensi volume tegakan di HPGW dengan stratifikasi memiliki nilai dugaan yang berbeda baik nilai rata-rata (m3/ha), ragam rata-rata (m3/ha), kesalahan baku rata-rata (m3/ha), total tegakan (m3/ha) maupun kesalahan penarikan contohnya (%) dibandingkan dengan nilai-nilai dugaan potensi volume tegakan tanpa stratifikasi. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa potensi volume per hektar yang dihitung berdasarkan strata volume dan jenis vegetasi menunjukan hasil yang berbeda meskipun keduanya menggunakan metode stratified sampling. Perbedaan nilai-nilai dugaan potensi volume tersebut terjadi karena adanya perbedaan peubah yang digunakan pada saat melakukan stratifikasi (nilai potensi dan jenis vegetasi) sehingga menghasilkan jumlah dan luas stratum yang berbeda-beda satu sama lain. Pada stratifikasi berdasarkan nilai volume, areal HPGW terbagi menjadi 4 stratum, sedangkan pada stratifikasi berdasarkan vegetasi, areal HPGW terbagi menjadi 10 stratum. Selain jumlah dan luas stratum yang berbeda, komposisi vegetasi pada masing-masing strata berbeda satu sama lain karena pada strata volume, stratifikasi dilakukan berdasarkan kisaran nilai volume yang sama dengan tidak memperhatikan jenis vegetasinya sehingga pada strata volume terdiri dari berbagai macam komposisi jenis vegetasi sedangkan pada strata vegetasi, stratifikasi dilakukan berdasarkan komposisi jenis yang sama sehingga terdapat perbedaan dimensi pada masing-masing jenis.

Pada strata volume, potensi volume per hektar memiliki nilai dugaan antara 376,57 sampai 422,33 m3/ha dengan rata-rata sebesar 399,45 m3/ha. Sedangkan total potensi volume untuk seluruh tegakan yang ada di HPGW (luas efektif 357,574 ha) diduga sebesar 142.832,56 m3. Adapun potensi volume yang dihitung berdasarkan jenis vegetasi, diduga memiliki nilai dugaan antara 375,09 sampai 421,48 m3/ha dengan rata-rata sebesar 398,29 m3/ha. Secara keseluruhan total potensi volume yang terdapat di HPGW sebesar 142.416,26 m3. Nilai kesalahan penarikan contoh ditentukan oleh kesalahan baku dan rata-rata contohnya, kesalahan penarikan contoh (sampling error) yang terjadi cukup kecil yaitu 5,73% dan 5,82%.


(38)

5.2.2 Potensi Biomassa Tegakan

Stratifikasi yang digunakan untuk menduga potensi biomassa tegakan yaitu berdasarkan kisaran nilai biomassa. Dari hasil interpolasi nilai biomassa dengan menggunakan metode (Inverse Distance Weigth) IDW dihasilkan empat stratum. Masing-masing stratum memiliki luasan yang berbeda-beda dengan jumlah plot contoh pada masing-masing stratum juga berbeda satu sama lain. Bentuk stratum dan sebaran plotnya dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Stratifikasi berdasarkan nilai biomassa tegakan.

Stratum 1 merupakan areal yang memiliki kisaran nilai potensi biomassa terendah yaitu sebesar 30 sampai 174 ton/ha. Stratum 2 merupakan areal yang memiliki kisaran nilai potensi biomassa sebesar 175 sampai 270 ton/ha. Stratum 3 merupakan areal yang memiliki kisaran nilai potensi biomassa sebesar 271 sampai 366 ton/ha. Stratum 4 merupakan areal yang memiliki kisaran nilai potensi biomassa tertinggi yaitu sebesar 367 sampai 510 ton/ha.

Berdasarkan hasil stratifikasi tersebut kemudian diduga potensi biomassa rata-rata per hektar dan potensi biomassa total pada masing-masing stratum. Biomassa sebagai jumlah total dari bahan organik hidup di atas tanah pada pohon termasuk daun, ranting, cabang, dan batang utama dinyatakan dalam berat kering


(39)

oven per unit area (Brown 1997). Biomassa dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu biomassa tumbuhan di atas permukaan tanah (above ground biomass) dan biomassa di bawah permukaan tanah (below ground biomass). Biomassa yang diduga pada penelitian ini adalah biomassa di atas permukaan tanah (above ground biomass). Proses pendugaan biomassa pada tegakan dilakukan dengan pengukuran keliling (cm) pohon untuk mendapatkan diameter (≥10cm) yang kemudian dikonversi menjadi biomassa melalui persamaan alometrik yang telah ada sesuai dengan jenis pohon pada tegakan tersebut. Potensi biomassa di atas permukaan tanah tersebut dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Potensi biomassa tegakan berdasarkan stratifikasi nilai biomassa

Statistik Stratum

1 2 3 4

Jumlah data (plot) 54 47 27 14

Luas (ha) 134,378 112,962 72,334 37,900

Kisaran nilai (ton/ha) 28,64–285,70 52,34–474,39 43,72–416,43 147,81–516,74 Kesalahan baku (ton/ha) 6,11 9,06 13,00 19,97 Penduga rata-rata

a. Batas atas (ton/ha) 136,07 242,39 296,45 328,12 b. Rata-rata (ton/ha) 124,10 224,64 269,73 284,99 c. Batas bawah (ton/ha) 112,13 206,88 243,01 241,86 Penduga total

a. Batas atas (ton) 18.284,81 27.381,12 21.443,76 12.435,85 b. Rata-rata (ton) 16.676,28 25.375,62 19.510,70 10.801,09 c. Batas bawah (ton) 15.067,76 23.370,11 17.577,65 9.166,34

Koefisien variasi (%) 4,92 4,03 4,82 7,01

Keterangan:

Stratum 1 = areal dengan potensi biomassa 30–174 ton/ha Stratum 2 = areal dengan potensi biomassa 175–270 ton/ha Stratum 3 = areal dengan potensi biomassa 271–366 ton/ha Startum 4 = areal dengan potensi biomassa 367–462 ton/ha

Rata-rata tertinggi potensi biomassa tegakan terdapat pada stratum 4 sebesar 284,99 ton/ha dan rata-rata terendah terdapat pada stratum 1 sebesar 124,10 ton/ha. Potensi biomassa tegakan masing-masing dapat diduga dengan penduga selang pada selang kepercayaan 95%. Selang dengan interval terpanjang adalah stratum 4, yaitu antara 241,86 sampai 328,12 ton/ha sedangkan selang potensi biomassa yang paling sempit adalah pada stratum 1, yaitu antara 112,13 sampai 136,07 ton/ha. Sementara itu, dugaan biomassa total tertinggi berada pada stratum 2 yaitu sebesar 25.375,62 ton dan dugaan biomassa total terendah berada pada


(40)

stratum 4 yaitu sebesar 10.801,09 ton. Koefisien variasi pada stratum 4 merupakan koefisien variasi dengan nilai terbesar yaitu sebesar 7,01%. Variasi yang terjadi pada stratifikasi ini cukup kecil karena kurang dari 10%.

Selain dilakukan pendugaan biomassa dengan stratifikasi berdasarkan nilai biomassa, juga dilakukan stratifikasi berdasarkan jenis vegetasi untuk menduga potensi biomassa pada masing-masing jenis vegetasi yang ada di lokasi penelitian. Seperti yang dilakukan sebelumnya pada pendugaan volume. Tabel 11 menyajikan dugaan potensi biomassa tegakan berdasarkan jenis vegetasi.


(41)

Tabel 11 Potensi biomassa tegakan berdasarkan stratifikasi jenis vegetasi

Statistik Stratum

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Jumlah data (plot) 12 3 23 3 35 2 13 10 36 5

Luas (ha) 27,426 7,964 54,045 7,418 104,003 4,260 29,692 23,880 89,464 9,422

Jumlah pohon/ha 96 123 197 55 141 260 275 266 126 206

Kisaran nilai (ton/ha) 102,41– 364,89 43,43– 262,58 59,15– 325,80 43,17– 155,65 67,78– 516,74 197,20– 325,67 85,03– 474,39 46,32– 456,09 28,64– 297,99 68,94– 232,98 Kesalahan baku (ton/ha) 14,77 56,54 12,70 28,86 12,96 46,79 26,44 26,04 8,98 25,49 Penduga rata-rata

a. Batas atas (ton/ha) 280,24 362,73 226,10 205,05 271,56 855,91 278,04 301,19 163,16 210,18 b. Rata-rata (ton/ha) 247,72 119,45 199,76 80,85 246,15 261,44 220,42 242,29 145,57 139,41 c. Batas bawah (ton/ha) 215,20 -123,83 173,41 -43,36 220,75 -333,04 162,807 183,39 127,97 68,64 Penduga total

a. Batas atas (ton) 7.685,79 2.888,76 12.219,62 1.521,07 28.243,34 3.646,16 8.255,63 7.192,36 14.596,87 1.980,28 b. Rata-rata (ton) 6.793,97 951,30 10.795,82 599,72 25.600,84 1.113,71 6.544,85 5.785,81 13.022,83 1.313,50 c. Batas bawah (ton) 5.902,15 -986,17 9.372,02 -321,62 22.958,35 -1.418,73 4.834,07 4.379,26 11.448,79 646,73 Koefisien variasi (%) 5,96 47,33 6,36 35,70 5,27 17,90 12,00 10,75 6,17 18,29

Keterangan :

Stratum 1 = tegakan agathis Stratum 6 = tegakan pinus dan agathis Stratum 2 = tegakan agathis, pinus, dan puspa Stratum 7 = tegakan pinus dan kayu afrika Stratum 3 = tegakan agathis dan puspa Stratum 8 = tegakan pinus dan puspa Stratum 4 = tegakan kayu afrika Stratum 9 = tegakan puspa

Stratum 5 = tegakan pinus Stratum 10 = tegakan puspa dan mahoni


(1)

59

Lampiran 1 Hasil pengukuran potensi volume, biomassa, dan simpanan karbon pada seluruh plot pengamatan

Plot Koordinat X Koordinat Y Volume (m3/ha) Biomassa (ton/ha) Karbon (ton/ha)

1 699860 9235685 329,02 164,91 77,51

2 700010 9235535 325,95 160,04 75,22

3 700010 9235685 266,18 132,71 62,37

4 700010 9235835 111,90 51,54 24,22

5 700010 9235985 436,16 247,42 116,29

6 700160 9235535 231,52 158,95 74,71

7 700160 9235685 216,50 98,68 46,38

8 700160 9235835 195,32 89,40 42,02

9 700160 9235985 424,43 238,42 112,06

10 700310 9235535 153,72 69,30 32,57

11 700310 9235685 606,66 297,99 140,06

12 700310 9235835 280,25 232,98 109,50

13 700310 9235985 542,05 295,60 138,93

14 700460 9235535 191,40 97,69 45,91

15 700460 9235685 858,61 283,01 133,01

16 700460 9235835 565,98 276,86 130,12

17 700460 9235985 757,53 456,09 214,36

18 700460 9236135 250,41 147,81 69,47

19 700610 9234935 184,76 95,27 44,78

20 700610 9235385 26,31 68,94 32,40

21 700610 9235535 111,60 75,74 35,60

22 700160 9235685 158,82 71,52 33,61

23 700610 9235835 234,80 101,94 47,91

24 700610 9235985 437,91 240,11 112,85

25 700760 9235085 608,06 202,38 95,12

26 700760 9235235 382,97 175,56 82,51

27 700760 9235385 266,42 141,43 66,47

28 700760 9235535 325,24 143,49 67,44

29 700760 9235685 240,64 114,79 53,95

30 700760 9235835 163,78 77,53 36,44

31 700760 9235985 795,53 516,74 242,87

32 700893 9234174 207,00 128,82 60,55

33 700910 9234935 216,99 101,90 47,89

34 700910 9235085 218,38 86,54 40,67

35 700910 9235235 531,98 256,03 120,33

36 700910 9235385 538,78 285,70 134,28

37 700910 9235535 130,01 72,05 33,86

38 700910 9235685 48,97 28,64 13,46

39 700910 9235835 469,74 244,84 115,07

40 700910 9235985 442,01 281,89 132,49


(2)

60

Lampiran 1 (lanjutan)

Plot Koordinat X Koordinat Y Volume (m3/ha) Biomassa (ton/ha) Karbon (ton/ha)

42 701080 9234334 133,04 59,15 27,80

43 701060 9234935 714,03 246,91 116,05

44 701060 9235085 460,39 192,32 90,39

45 701060 9235235 183,03 90,82 42,69

46 701060 9235385 261,25 135,48 63,68

47 701060 9235535 250,27 119,10 55,98

48 701060 9235685 576,93 217,58 102,26

49 701060 9235835 406,05 230,09 108,14

50 701207 9234486 219,95 109,59 51,51

51 701220 9234630 551,11 182,78 85,91

52 701196 9234853 790,97 269,86 126,83

53 701215 9234948 527,86 208,15 97,83

54 701210 9235085 685,79 258,56 121,52

55 701210 9235235 882,06 313,23 147,22

56 701210 9235385 218,05 116,20 54,61

57 701210 9235535 225,48 118,96 55,91

58 701242 9235636 555,11 175,17 82,33

59 701180 9235919 398,89 222,99 104,81

60 701348 923499 684,28 265,18 124,63

61 701340 9234653 413,64 147,59 69,37

62 701383 9234775 662,52 234,87 110,39

63 701376 9234914 1054,35 364,89 171,50

64 701365 9235058 657,04 226,87 106,63

65 701210 9235235 708,86 294,16 138,26

66 701369 9235449 780,76 325,80 153,13

67 701330 9235573 714,92 253,28 119,04

68 701210 9235085 991,26 312,08 146,68

69 701360 9235835 259,71 148,16 69,64

70 701510 923478 650,62 213,48 100,34

71 701510 9234935 866,43 270,61 127,19

72 701510 9235087 375,73 137,73 64,73

73 701526 9235455 453,44 197,20 92,68

74 701521 9235514 982,06 325,67 153,06

75 701504 9235714 201,49 127,92 60,12

76 701510 9235835 311,71 273,99 128,78

77 701665 9234660 395,52 161,50 75,91

78 701666 9234781 367,05 175,19 82,34

79 701663 9234934 855,82 297,59 139,87

80 701660 9235085 633,18 240,57 113,07

81 701659 9235230 8,64 43,43 20,41

82 701660 9235537 154,30 52,34 24,60


(3)

61

Lampiran 1 (lanjutan)

Plot Koordinat X Koordinat Y Volume (m3/ha) Biomassa (ton/ha) Karbon (ton/ha)

84 701649 9235827 568,50 474,39 222,96

85 701804 9234929 364,35 199,18 93,61

86 701810 9234785 371,11 202,43 95,14

87 701807 9234928 338,97 173,23 81,42

88 701819 9235084 242,28 134,14 63,05

89 701799 9235220 127,54 155,65 73,16

90 701815 9235374 606,04 262,58 123,41

91 701810 9235535 486,41 264,93 124,52

92 701812 9235689 546,73 334,79 157,35

93 701649 9235827 295,84 201,50 94,71

94 701947 9235215 272,82 151,44 71,18

95 701972 9235403 200,56 102,41 48,13

96 701958 9235527 362,03 227,13 106,75

97 701969 9235640 324,72 194,58 91,45

98 702118 9235095 442,13 248,58 116,83

99 702133 9235196 325,23 316,58 148,79

100 702105 9235380 320,77 188,37 88,53

101 702110 9235535 28,55 43,17 20,29

102 701969 9235651 127,78 85,03 39,96

103 702197 9235093 17,24 43,72 20,55

104 702279 9235247 455,73 409,93 192,67

105 702245 9235387 464,89 307,31 144,44

106 702260 9235535 294,03 181,21 85,17

107 702260 9235685 290,40 166,85 78,42

108 702410 9234635 464,78 258,33 121,42

109 702409 9234786 496,07 273,04 128,33

110 702008 9234962 482,24 337,62 158,68

111 702410 9235058 172,05 126,15 59,29

112 702437 9235239 608,20 337,12 158,45

113 702410 9235385 165,37 125,76 59,11

114 702410 9235535 122,87 67,78 31,86

115 702563 9234482 483,78 265,01 124,55

116 702560 9234635 502,40 275,49 129,48

117 702563 9234780 737,16 416,43 195,72

118 702541 9234906 325,99 198,31 93,21

119 702561 9235086 389,15 302,71 142,27

120 702560 9239235 357,31 184,28 86,61

121 702561 9235374 475,04 272,54 128,09

122 702558 9235531 78,12 87,97 41,35

123 702707 9234355 650,58 355,17 166,93

124 702711 9234482 181,60 146,07 68,65


(4)

62

Lampiran 1 (lanjutan)

Plot Koordinat X Koordinat Y Volume (m3/ha) Biomassa (ton/ha) Karbon (ton/ha)

126 702710 9234785 499,85 278,21 130,76

127 702658 9234901 326,05 201,55 94,73

128 702730 702730 304,15 295,43 138,85

129 702710 9235235 341,70 189,06 88,86

130 702705 9235404 369,13 210,41 98,89

131 702707 9235532 410,34 266,66 125,33

132 702839 9234642 250,04 154,96 72,83

133 702852 9234786 503,09 274,90 129,20

134 702848 9234925 695,35 378,86 178,06

135 702864 9235085 160,36 93,54 43,96

136 702860 9235235 215,00 117,04 55,01

137 702855 9235381 339,07 147,13 69,15

138 7022880 9235576 79,70 37,64 17,69

140 703024 9235098 488,22 284,65 133,79

141 702993 9235195 549,95 302,94 142,38

142 703012 9235375 307,77 172,87 81,25


(5)

RINGKASAN

VIVI SELVIANA. E14070049. Pendugaan Potensi Volume, Biomassa, dan Cadangan Karbon Tegakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat. Dibimbing oleh BUDI PRIHANTO dan TATANG TIRYANA.

Pemanasan global yang terjadi saat ini disebabkan semakin banyaknya gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer bumi. Gas rumah kaca yang berpengaruh secara langsung adalah CO2 (karbon dioksida). Konsentrasi CO2 yang berlebih di

atmosfer akan menyebabkan suhu udara menjadi lebih panas. Meningkatnya suhu rata-rata atmosfer bumi dari tahun ke tahun menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Upaya untuk mengatasi perubahan iklim tersebut dengan melakukan mitigasi. Salah satu sektor yang berperan dalam mitigasi perubahan iklim adalah sektor kehutanan. Hutan mampu menyerap kelebihan karbon di atmosfer dan menyimpannya dalam bentuk biomassa di berbagai bagian tanaman (khususnya kayu) melalui proses fotosintesis. Salah satu hutan Indonesia yang memiliki potensi simpanan karbon adalah Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW).

Penelitian ini bertujuan untuk menduga potensi volume, biomassa, dan cadangan karbon yang tersimpan dalam tegakan di HPGW untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan perencanaan, pengelolaan dan perlindungan hutan. Pengambilan data lapangan dilakukan pada tegakan

Agathis lorantifolia (agathis), Pinus merkusii (pinus), Schima wallichii (puspa),

Maesopsis eminii (kayu afrika), dan tegakan campuran di HPGW dengan plot

contoh lingkaran berukuran 0,1 ha. Perhitungan volume tegakan dilakukan dengan menggunakan persamaan tabel volume sedangkan pendugaan biomassa menggunakan persamaan alometrik. Pendugaan simpanan karbon diperoleh dari nilai biomassa yang dikonversikan dengan fraksi karbon (0,47). Analisis data dalam penelitian ini menggunakan dua metode yaitu pendugaan tanpa stratifikasi dengan systematic sampling with random start dan pendugaan menggunakan stratifikasi dengan stratified sampling. Pendugaan menggunakan stratifikasi dilakukan dengan dua cara yaitu stratifikasi berdasarkan nilai potensi dan stratifikasi berdasarkan jenis vegetasi.

Hasil pendugaan potensi di HPGW menggunakan stratifikasi memberikan hasil dugaan yang lebih akurat dibandingkan dengan pendugaan tanpa statifikasi. Pada stratifikasi berdasarkan nilai potensi memiliki rata-rata volume sebesar 399,45 m3/ha dengan total sebesar 142.832,56 m3, rata-rata biomassa sebesar 202,37 ton/ha dengan total sebesar 72.363,70 ton, dan rata-rata cadangan karbon sebesar 95,12 ton/ha dengan total sebesar 34.085,51 ton sedangkan pada stratifikasi berdasarkan jenis vegetasi memiliki rata-rata volume sebesar 398,29 m3/ha dengan total sebesar 142.416,26 m3, rata-rata biomassa sebesar 202,82 ton/ha dengan dugaan total sebesar 72.522,35 ton, dan rata-rata cadangan karbon sebesar 95,32 ton/ha dengan dugaan total sebesar 34.085,51 ton.


(6)

SUMMARY

VIVI SELVIANA. E14070049. Potential Estimation of Volume, Biomass, and Carbon Stocks in Stands of Gunung Walat University Forest, Sukabumi West Java. Supervised by BUDI PRIHANTO and TATANG TIRYANA.

The current global warming is caused by the increasing of greenhouse gases

emitted to the Earth’s atmosphere. Greenhouse gases that affect directly is CO2

(carbon dioxide). If there are too many concentration of CO2 in the atmosphere, it

will cause warmer temperature. Increasing the average temperature of Earth's atmosphere over the years led to climate change. The effort to solve climate change is conducting mitigation. One of the sectors that play a role in climate change mitigation is forestry sector. Forest able to absorb the excess carbon in the atmosphere and store it in the form of biomass in various parts of the plant (particularly timber) through the photosynthesis process. One of Indonesia's forests which has the potential carbon stocks is Gunung Walat University Forest (GWUF).

This research aims to estimate the potential of volume, biomass, and carbon stocks in the forest which can be use as a basis for making the forest planning, management, and protection. Field data collected at the stands of Agathis

lorantifolia (agathis), Pinus merkusii (pine), Schima wallichii (puspa), Maesopsis

eminii (kayu afrika), and the others stand with the circle sample plot sized 0.1 ha.

The stands volume estimated by using volume table equation and the biomass estimation by allometric models. Carbon stocks estimation obtained from biomass value that is converted to the carbon fraction (0.47). Data analysis in this research uses two methods, estimation without stratification through systematic sampling with random start and estimation with stratification through stratified sampling. Estimation with stratification is performed in two ways, stratification based on potential value and stratification based on the vegetation type.

The result of potential estimation with stratification in GWUF more accurate then the method of estimation without stratification. The average volume of estimation with stratification based on its potential value is 399.45 m3/ha and the total volume is 142,832.56 m3; the average and total of biomass potential are 202.37 tons/ha and 72,363.70 tons; and then the of average of carbon stocks is 95.12 tons/ha and the total carbon stocks is 34,085.51 tons. While the estimation results with stratification based on the vegetation type shows the average and total volume are 398.29 m3/ha and 142,416.26 m3; the average of biomass potential is 202.82 tons/ha and the total of biomass potential is 72,522.35 tons; with average of carbon stocks is 95.32 tons/ha and the total carbon stocks is 34,085.51 tons. Keywords: Volume, Biomass, Carbon, University Forest, Gunung Walat