13
METODE PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari kultur bakteri asam laktat isolat ASI yang berasal dari koleksi SEAFAST Center IPB, de Mann Rogosa Sharpe Broth
MRSB Oxoid, de Mann Rogosa Sharpe Agar MRSA Oxoid, akuades, natrium tioglikolat Sigma, kolesterol murni 95 Sigma, oxgall Merck, etanol Merck, 2-propanol Merck,
KOH Merck, n-hexan Merck, gas nitrogen, asam asetat glasial Merck, o-ftalaldehida Sigma, H
2
SO
4
pekat Merck, sodium taurodeoksikolat Sigma, CaCl
2,
NaCl Merck, HCl 37 Merck, ungu kristal, lugol, dan safranin. Bakteri asam laktat isolat ASI yang digunakan berjumlah 37
isolat, yang terdiri dari 34 isolat homofermentatif dan 3 isolat heterofermentatif. Isolat homofermentatif yang digunakan terdiri atas Lactobacillus A3, A6, A7, A11, A13, A25, A27,
A30, A32, A38, B2, B10, B13, B16, R19-a2, R27, dan R32, Lactobacillus fermentum A20, Lactobacillus fermentum2 B11, Lactobacillus acidophilus1 A8 dan A22 Lactobacillus
rhamnosus A15, A23, A24, A29, R12, R14, R21, R22, R23, R24, R26, dan R34; Pediococcus pentosaceus2 A16, sedangkan isolat heterofermentatif terdiri atas Lactobacillus R3 dan
Leuconostoc R1 dan R9. Alat-alat yang digunakan terdiri atas peralatan gelas, neraca analitik, rak tabung reaksi,
sudip, mikropipet, magnetic stirrer, tip, pipet mohr, bulb, sentrifuse, tabung sentrifuse, alumunium foil, membran filter steril 0.2 µl, autoklaf, bunsen, vortex, inkubator 37ºC, penangas air 60ºC,
refrigerator, hot plate, ruang asam, termometer, pH-meter, anoxomat, dan spektrofotometer.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini terdiri dari 4 tahap yang meliputi pengujian pertumbuhan BAL dalam media yang mengandung senyawa uji, pengujian ketahanan terhadap pH rendah dan garam empedu,
pengujian kemampuan mengasimilasi kolesterol, serta pengujian aktivitas BSH pada BAL. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
1. Pemeliharaan Kultur Dewanti-Hariyadi
et al. 2003
Dalam penelitian ini dilakukan pemeliharaan terhadap kultur yang digunakan, yang meliputi penyegaran dan pengawetan kultur. Kultur yang digunakan dalam penelitian ini
berupa kultur terimobilisasi pada manik-manik. Oleh karena itu, kultur harus disegarkan terlebih dahulu.
Sebanyak kurang lebih 3 buah manik-manik dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 10 ml MRSB steril, kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Selanjutnya dari
tabung reaksi berisi kultur tersebut diambil sebanyak 0.1 ml dan dimasukan ke dalam tabung reaksi lain yang berisi 10 ml MRSB steril untuk diinkubasi pada suhu 37
o
C selama 24 jam. Kultur yang telah diinkubasi siap untuk digunakan.
Pengawetan kultur perlu dilakukan untuk menjaga kualitas kultur. Pada penelitian ini pengawetan dilakukan dengan metode penjeratan imobilisasi pada manik-manik. Suspensi
bakteri asam laktat yang sudah ditumbuhkan selama 24 jam dalam medium MRSB dimasukkan ke dalam tabung yang berisi gliserol steril perbandingan kultur dan gliserol 4:1, kemudian
dikocok merata. Setelah itu, campuran suspensi bakteri dan gliserol tersebut dimasukkan ke
14 dalam tabung yang berisi manik-manik, sampai manik-manik terendam. Campuran dikocok
dan didiamkan selama 2-3 jam. Sisa cairan dipipet dan dibuang. Kultur yang telah terimobilisasi disimpan pada suhu -20°C.
Gambar 4. Diagram alir tahapan penelitian
2. Uji Pertumbuhan BAL pada Media yang Mengandung Senyawa Uji
Sebanyak 50 µl kultur bakteri asam laktat dalam MRSB berumur 24 jam dimasukkan ke dalam masing-masing 5 ml media yang mengandung senyawa uji. Media tersebut antara lain :
a. MRSB yang mengandung 2-propanol 4 vv
Tahap 3 Uji ketahanan terhadap pH dan
garam empedu Analisis:
Total BAL pada awal dan akhir inkubasi
Analisis: Konsentrasi
kolesterol terasimilasi Analisis:
Zona presipitasi pada media
BAL isolat ASI yang berpotensi menurunkan kolesterol
Tahap 2
Uji aktivitas bile salt
hydrolase BSH
Uji asimilasi kolesterol
37 Isolat bakteri asam laktat isolat ASI
Uji pertumbuhan pada media MRSB yang mengandung senyawa uji, antara lain:
1. 2-propanol
2. natrium tioglikolat
3. garam empedu oxgall
4. kombinasi 2-propanol, natrium tioglikolat,
dan garam empedu.
BAL Isolat ASI yang mampu tumbuh pada semua media yang mengandung
senyawa uji Tahap 1
Analisis: Pertumbuhan secara
kualitatif
15 b.
MRSB yang mengandung natrium tioglikolat 0.2 bv c.
MRSB yang mengandung oxgall 0.2 dan 0.3 bv d.
MRSB yang mengandung 2-propanol 4 vv, natrium tioglikolat 0.2 bv, dan oxgall 0.3 bv.
Setelah diinokulasi, media a dan b diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Media c diinkubasi selama 24 dan 48 jam, sedangkan media d diinkubasi selama 20 dan 48 jam pada
suhu 37°C. Sebagai kontrol, kultur bakteri asam laktat juga diinokulasikan ke dalam media MRSB yang tidak mengandung senyawa uji lalu diinkubasi pada suhu 37°C.
3. Uji Ketahanan terhadap pH Rendah dan Garam Empedu
a. Uji Ketahanan terhadap pH Rendah Ngatirah
et al. 2000
Sebanyak 1 10
6
-10
7
cfuml kultur yang telah disegarkan dalam MRSB selama 24 jam masing-masing diinokulasikan ke dalam MRSB yang terlebih dahulu diatur pH-nya
sampai pH 2 menggunakan HCl 37, kemudian diinkubasi selama 5 jam pada suhu 37ºC. Hal ini disesuaikan dengan lamanya makanan berada di dalam lambung, yaitu 2-6 jam
Gropper et al. 2009. Pada awal dan akhir inkubasi 0 dan 5 jam dilakukan perhitungan jumlah total BAL dengan menggunakan metode hitungan cawan pada media MRSA.
b. Uji Ketahanan Terhadap Garam Empedu Modifikasi Ngatirah
et al. 2000
Pengujian ini dilakukan sesuai dengan prosedur yang dilakukan Ngatirah et al. 2000, namun dalam penelitian ini tidak dilakukan pengukuran optical density OD.
Jumlah bakteri dihitung menggunakan metode hitungan cawan. Sebanyak 1 10
6
-10
7
cfuml kultur yang telah disegarkan dalam MRSB selama 24 jam ditumbuhkan dalam media MRSB yang mengandung 0.5 oxgall, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada
suhu 37ºC. Pada awal dan akhir inkubasi 0 dan 24 jam dilakukan perhitungan jumlah total BAL dengan menggunakan metode hitungan cawan pada media MRSA.
4. Uji Asimilasi Kolesterol secara
in vitro Modifikasi Kimoto et al. 2002
Uji asimilasi kolesterol pada penelitian ini menggunakan metode Kimoto et al. 2002 dengan modifikasi pada jumlah dan pelarut kolesterol yang digunakan. Kimoto et al. 2002
menggunakan etanol sebagai pelarut kolesterol dengan konsentrasi akhir kolesterol dalam broth sebesar 70 µgml. Dalam penelitian ini digunakan 2-propanol untuk melarutkan kolesterol.
MRSB yang mengandung 0.2 natrium tioglikolat bv dan 0.3 oxgall bv ditambah dengan larutan kolesterol steril 2.5 mgml dalam 2-propanol sehingga konsentrasi akhir
kolesterol dalam broth 95 µgml. Sebanyak 10 ml campuran tersebut diinokulasi dengan 100 µl kultur bakteri asam laktat, kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 20 jam. Setelah
diinkubasi, sel dipisahkan dari larutan dengan sentrifugasi selama 10 menit pada 12000 x g dan suhu 4°C. Supernatan yang dihasilkan kemudian diukur kadar kolesterolnya. Diagram alir uji
asimilasi ini dapat dilihat pada Gambar 5.
16 disterilisasi dengan membran filter disterilisasi pada suhu 121°C, 15 menit
diambil 10 ml ke dalam tabung reaksi diinokulasi dengan 100 µl kultur
diinkubasi pada suhu 37°C, 20 jam disentrifugasi pada 12000 x g, suhu 4°C, 10 menit
diukur kadar kolesterolnya Gambar 5. Diagram alir uji asimilasi kolesterol Modifikasi Kimoto et al. 2002
5. Uji Aktivitas
Bile Salt Hydrolase BSH Modifikasi Surono 2003
Uji aktivitas enzim BSH dilakukan dengan metode Surono 2003 dengan modifikasi pada umur dan jumlah kultur yang digunakan, serta cara inokulasi kultur. Surono 2003
melakukan uji aktivitas BSH dengan mencelupkan kertas saring steril berdiameter 8 mm ke dalam kultur berumur 12 jam, kemudian kertas saring tersebut diletakkan di atas MRSA
kontrol dan MRSA yang mengandung 0.5 sodium taurodeoksikolat TDCA dan 0.37 gL CaCl
2
. Setelah itu dilakukan inkubasi secara anaerob pada suhu 37ºC selama 72 jam. Dalam penelitian ini, kultur yang digunakan berumur 18 jam kondisi stasioner. Inokulasi kultur pada
media kontrol dan media uji dilakukan dengan dua cara. Cara pertama, kertas saring steril dibasahi dengan kultur sebanyak 10 µl. Setelah ditiriskan, kertas saring tersebut diletakkan di
atas media kontrol dan media uji. Cara kedua dilakukan dengan meletakkan satu ose kultur pada media kontrol dan media uji.
C. METODE ANALISIS
1. Analisis Pertumbuhan secara Kualitatif
Adanya pertumbuhan BAL pada medium yang mengandung senyawa uji 2-propanol, natrium tioglikolat, oxgall, dan campuran ketiganya diamati berdasarkan kekeruhan
kualitatif yang terjadi pada media. Pengamatan dilakukan secara subjektif dengan membandingkan tingkat kekeruhan media yang mengandung senyawa uji dengan media
kontrol tidak mengandung senyawa uji. MRSB yang mengandung 0.2 Natrium
tioglikolat bv dan 0.3 oxgall bv larutan kolesterol
2.5 mgml dalam 2- propanol
supernatan pelet
17
2. Analisis Total BAL BAM 2001
Dalam pengujian ketahanan terhadap pH rendah dan garam empedu perlu dilakukan perhitungan jumlah BAL pada media sebelum dan setelah inkubasi. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui ketahanan BAL tersebut terhadap perlakuan yang diberikan. Penentuan total BAL dilakukan dengan menggunakan metode hitungan cawan. Media diencerkan kemudian
dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Setelah itu, MRSA dituangkan ke dalam cawan petri tersebut, digoyang-goyangkan sampai merata, dibiarkan membeku, dan selanjutnya diinkubasi
pada suhu 37ºC selama 48 jam. Total bakteri asam laktat sebelum dan setelah inkubasi dibandingkan. Total BAL dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
N Σ C
1xn1 0.1xn2 xd
Keterangan: N
= Jumlah koloni per ml atau per gram Σ C = Jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung
n1 = Jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung n2 = Jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung
d = Pengenceran pada cawan pertama yang dihitung
Ketahanan terhadap pH rendah dan garam empedu dilihat berdasarkan perubahan jumlah sel bakteri yang terjadi setelah inkubasi, berdasarkan rumus di bawah ini:
a. Ketahanan terhadap pH rendah
Perubahan Σ sel = Σ sel setelah inkubasi 5 jam - Σ sel setelah inkubasi 0 jam b.
Ketahanan terhadap garam empedu Perubahan Σ sel = Σ sel setelah inkubasi 24 jam - Σ sel setelah inkubasi 0 jam
3. Analisis Konsentrasi Kolesterol Terasimilasi Modifikasi Gilliland
et al. 1985
Konsentrasi kolesterol terasimilasi ditentukan berdasarkan selisih konsentrasi kolesterol yang terdapat pada media kontrol media yang tidak diinokulasi kultur dengan media uji
diinokulasi dengan kultur. Konsentrasi kolesterol pada masing-masing media diukur dengan menggunakan reagen o-ftalaldehida 0.5 mg o-ftalaldehida dalam 1 ml asam asetat glasial
menurut Gilliland et al. 1985 dengan modifikasi jumlah supernatan yang dianalisis menjadi dua kali lipat. Metode ini merupakan analisis konsentrasi kolesterol secara kimiawi. Prinsip
metode o-ftalaldehida adalah terjadinya reaksi antara kolesterol dengan o-ftalaldehida dan asam sulfat pekat membentuk senyawa kompleks yang berwarna. Warna yang terbentuk diukur
pada panjang gelombang 550 nm. Intensitas warna berbanding lurus dengan konsentrasi kolesterol.
Sebanyak 1 ml supernatan yang diperoleh dari uji asimilasi pada Gambar 5 dimasukkan ke dalam tabung reaksi dibuat duplo untuk masing-masing sampel. Selanjutnya
ke dalam tabung tersebut ditambahkan 3 ml etanol 95, divortex, ditambah 2 ml KOH 50, lalu divortex kembali. Tabung tersebut dipanaskan di atas penangas air bersuhu 60°C selama
10 menit, lalu dibiarkan sampai suhu kamar dan setelah itu ditambah dengan 5 ml n-hexan. Setelah penambahan hexan, tabung berisi larutan divortex, selanjutnya ditambah 3 ml akuades
18 dan divortex kembali. Larutan dibiarkan selama 15 menit pada suhu kamar agar terjadi
pemisahan. Sebanyak 2.5 ml lapisan hexan yang terpisah dipindahkan ke dalam tabung reaksi lain, kemudian dievaporasi pada suhu 60°C di bawah aliran gas nitrogen. Setelah evaporasi, ke
dalam masing-masing tabung ditambahkan 4 ml reagen o-ftalaldehida. Tabung dibiarkan selama 10 menit pada suhu kamar, kemudian ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat dipipet
secara perlahan. Selanjutnya isi tabung segera divortex dan dibiarkan kembali selama 10 menit pada suhu kamar. Larutan dibaca absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 550 nm. Kurva standar dibuat dengan prosedur yang sama menggunakan kolesterol murni 95
dengan jumlah 0, 20, 30, 40, 50, 60, dan 70 µg. Selisih konsentrasi kolesterol yang terdeteksi pada sampel yang diinokulasi dengan BAL isolat ASI dan kontrol yang tidak diinokulasi
dengan BAL isolat ASI dinyatakan sebagai kolesterol yang diasimilasi oleh BAL dalam µgml. Diagram alir pengukuran kadar kolesterol dapat dilihat pada Gambar 6.
4. Analisis Zona Presipitasi Surono 2003
Adanya aktivitas BSH dalam mendekonjugasi garam empedu ditandai dengan terbentuknya zona presipitasi endapan di sekitar koloni pada media agar yang mengandung
TDCA dan CaCl
2,
karena asam kolat hasil dekonjugasi oleh enzim BSH akan bereaksi dengan CaCl
2
membentuk garam yang mengendap.
5. Analisis Statistik
Semua data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan one way ANOVA yang diikuti oleh uji lanjut Duncan untuk mengetahui perbedaan hasil pengujian di antara
masing-masing isolat yang diuji. Selain itu, dilakukan pula analisis korelasi terhadap beberapa variabel yang diuji. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS.
19 dimasukan ke dalam tabung reaksi dibuat duplo
divortex divortex
dipanaskan dalam penangas air 60°C selama 10 menit didinginkan sampai suhu kamar
divortex divortex
dibiarkan selama 15 menit
diambil sebanyak 2.5 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi
dievaporasi pada suhu 60°C di bawah aliran gas nitrogen didiamkan 10 menit pada suhu kamar
divortex didiamkan selama 10 menit pada suhu kamar
diukur absorbansinya pada λ 550 nm Gambar 6. Diagram alir pengukuran kadar kolesterol dengan metode
o-ftalaldehida modifikasi Gilliland et al. 1985 1 ml supernatan
3 ml etanol 95
5 ml n-hexan 2 ml KOH 50
3 akuades
Lapisan selain hexan Lapisan hexan
4 ml o-ftaladehida 2 ml H
2
SO
4
pekat
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PERTUMBUHAN
BAL ISOLAT
ASI PADA
MEDIA YANG
MENGANDUNG SENYAWA UJI 1.
Pertumbuhan BAL Isolat ASI pada MRSB yang Mengandung 2-propanol dan MRSB yang Mengandung Natrium tioglikolat
2-propanol isopropil alkohol merupakan senyawa dengan struktur C
3
H
8
O yang sering digunakan sebagai pelarut, bahan baku industri, dan sebagai desinfektan. Pada tahapan
penelitian selanjutnya, senyawa ini digunakan sebagai pelarut kolesterol dalam uji asimilasi kolesterol. Adapun natrium tioglikolat merupakan senyawa yang berfungsi sebagai penangkap
oksigen oxygen scavenger untuk menciptakan kondisi anaerob pada media Kimoto et al. 2002. Kondisi anaerob ini diciptakan untuk mencerminkan kondisi di dalam saluran
pencernaan. Natrium tioglikolat dapat berikatan dengan oksigen terlarut dan menghilangkan oksigen pada medium. Pengujian pertumbuhan BAL dalam media yang mengandung 2-
propanol dan media yang mengandung natrium tioglikolat dilakukan untuk mengetahui seberapa besar keberadaan 2-propanol ataupun natrium tioglikolat dapat mempengaruhi
pertumbuhan BAL yang diuji. Hasil pengujian pada Tabel 3 menunjukkan bahwa secara umum semua isolat dapat
tumbuh dengan baik pada media yang mengandung 2-propanol 4 vv maupun natrium tioglikolat 0.2 bv dengan waktu inkubasi 24 jam. Hal ini ditandai dengan timbulnya
kekeruhan pada media setelah masa inkubasi. Secara keseluruhan, tingkat kekeruhan pada media yang mengandung 2-propanol maupun natrium tioglikolat hampir sama dengan tingkat
kekeruhan pada media kontrol tanpa 2-propanol maupun natrium tioglikolat. Ini menunjukkan bahwa keberadaan 2-propanol maupun natrium tioglikolat tidak begitu
berpengaruh terhadap pertumbuhan BAL yang diuji. Kemampuan BAL untuk tumbuh pada media yang mengandung natrium tioglikolat menunjukkan bahwa BAL tersebut mampu hidup
pada kondisi anaerob. Hal ini sesuai dengan sifat yang dimiliki oleh BAL yaitu aerotoleran, anaerobik hingga mikroaerofilik Surono 2004.
2. Pertumbuhan BAL Isolat ASI pada MRSB yang Mengandung Oxgall
Selain diuji kemampuannya untuk tumbuh pada media yang mengandung 2-propanol dan natrium tioglikolat, semua isolat yang digunakan juga diuji kemampuannya untuk tumbuh
pada media yang mengandung oxgall garam empedu. Keberadaan oxgall dalam media dimaksudkan untuk menciptakan kondisi seperti di dalam pencernaan dimana garam empedu
diekskresikan ke dalam saluran pencernaan. Pada pengujian ini, semua BAL yang digunakan ditumbuhkan dalam media MRSB yang mengandung 0.2 dan 0.3 oxgall, kemudian
diinkubasi selama 24 dan 48 jam. Analisis terhadap pertumbuhan dilakukan secara subjektif dengan melihat tingkat kekeruhan dari media yang diinokulasi dengan kultur bakteri asam
laktat setelah diinkubasi dan membandingkannya dengan media kontrol tanpa oxgall. Hasil yang diperoleh Tabel 4 menunjukkan bahwa semua isolat yang diuji mampu
tumbuh pada konsentrasi garam empedu 0.2 selama 24 dan 48 jam inkubasi dengan derajat pertumbuhan yang berbeda berdasarkan tingkat kekeruhan. Pada konsentrasi garam empedu
21 0.3 dan waktu inkubasi 24 jam, dari 37 isolat yang diuji, terdapat 4 isolat yang tidak tumbuh
media tidak keruh, yaitu isolat Lactobacillus A25, A30, dan A32, serta L. rhamnosus A24. Pada inkubasi 48 jam, semua isolat dapat tumbuh pada konsentrasi garam empedu 0.3. Hal
ini terjadi karena garam empedu bersifat bakterisidal sehingga menghambat pertumbuhan bakteri, dan kemungkinan sebagian dari bakteri yang diinokulasikan mati. Bakteri yang masih
bertahan memerlukan waktu adaptasi yang cukup lama sehingga pertumbuhan baru terlihat setelah 48 jam. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Toit et al. 1998 dan
Usman Hosono 1999. Bakteri asam laktat yang ditumbuhkan pada media yang mengandung garam empedu mengalami penundaan pertumbuhan karena memerlukan adaptasi
yang lebih lama dibandingkan dengan bakteri yang ditumbuhkan pada media yang tidak mengandung garam empedu.
3. Pertumbuhan BAL Isolat ASI pada MRSB yang Mengandung 2-propanol,
Natrium tioglikolat, dan Oxgall
Pada uji ini, semua BAL ditumbuhkan dalam media MRSB yang mengandung 2- propanol 4 vv, natrium tioglikolat 0.2 bv, dan oxgall 0.3 vv. Inkubasi dilakukan
selama 20 dan 48 jam. Hasil pengujian pada Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 37 isolat yang diuji, hanya 13
isolat yang tumbuh setelah inkubasi 20 jam dan 15 isolat setelah 48 jam. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar isolat yang diuji tidak tahan terhadap kondisi media yang mengandung
kombinasi senyawa uji 2-propanol, natrium tioglikolat, dan oxgall. Terdapat beberapa isolat yang mampu tumbuh dalam media yang mengandung 2-propanol maupun natrium tioglikolat
Tabel 3 dan 4, namun dalam media kombinasi ini isolat-isolat tersebut tidak tumbuh. Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya sinergisme dari ketiga senyawa uji dalam menghambat
pertumbuhan bakteri. Dari 37 isolat yang diuji, dipilih 13 isolat untuk diuji pada tahap selanjutnya, yaitu isolat
Lactobacillus A6, A38, B2, B13, dan R3; Lactobacillus fermentum A20; Lactobacillus fermentum2 B11; Lactobacillus acidophilus1 A8 dan A22; Lactobacillus rhamnosus A23;
Pediococcus pentosaceus2 A16; serta Leuconostoc R1 dan R9. Pemilihan ini didasarkan pada kemampuan isolat-isolat tersebut untuk dapat tumbuh pada media yang mengandung semua
senyawa uji. Hal ini disesuaikan dengan kondisi pengujian pada tahap selanjutnya.
22 Tabel 3. Intensitas pertumbuhan BAL isolat ASI pada MRSB kontrol, MRSB yang mengandung 2-
propanol 4, dan MRSB yang mengandung natrium tioglikolat 0.2
Keterangan: + menunjukkan adanya kekeruhan, semakin banyak + semakin keruh.
Kode Isolat Media
MRSB MRSB + 2-propanol
MRSB + natrium tioglikolat A3
+++++ +++++
++++ A6
+++++ +++++
+++++ A7
+++++ +++++
+++++ A8
++++ ++++
++++ A11
++++ ++++
++++ A13
+++++ ++++
+++++ A15
+++++ +++++
+++++ A16
+++++ +++++
+++++ A20
++++++ ++++++
+++++ A22
+++++ +++++
+++++ A23
+++++ +++++
+++++ A24
+++++ ++++
++++ A25
+++++ ++++
+++++ A27
+++++ +++++
+++++ A29
+++++ +++++
+++++ A30
++++ ++++
+++++ A32
++++ ++++
+++++ A38
+++++ +++++
++++ B2
+++++ +++++
+++++ B10
+++++ +++++
+++++ B11
+++++ +++++
+++++ B13
+++++ +++++
+++++ B16
+++++ +++++
+++++ R1
+++++ +++++
+++++ R3
++++++ ++++++
++++++ R9
+++++ +++++
+++++ R12
+++++ +++++
+++++ R14
++++++ ++++++
++++++ R19a-2
++++++ ++++++
++++++ R21
++++++ +++++
+++++ R22
+++++ +++++
+++++ R23
++++++ ++++++
++++++ R24
++++ ++++
++++ R26
+++++ +++++
+++++ R27
++++++ ++++++
++++++ R32
++++ +++++
+++++ R34
+++++ +++++
+++++
23 Tabel 4. Intensitas pertumbuhan BAL isolat ASI pada MRSB yang mengandung 0 kontrol, 0.2,
dan 0.3 oxgall
Keterangan : + Menunjukkan adanya kekeruhan, semakin banyak + semakin keruh. – Tidak keruh
Kode Isolat 24 jam
48 jam Konsentrasi oxgall
Konsentrasi oxgall 0.2
0.3 0.2
0.3 A3
+++++ +++
+++ +++++
+++ +++
A6 ++++++
++++ +
++++++ ++++
++ A7
+++++ +++
+++ +++++
+++ +++
A8 ++++
+++ ++
++++ +++
+++ A11
++++ +++
++ +++++
+++ ++
A13 ++++++
++++ ++++
++++++ ++++
++++ A15
+++++ +++
++ +++++
+++ ++
A16 +++++
+++ +++
+++++ ++++
++++ A20
+++++ ++++
+++ ++++
++++ +++
A22 +++++
++++ ++
+++++ ++++
++ A23
+++++ ++++
++ +++++
++++ ++
A24 ++++
+++ -
++++ +++
+ A25
+++++ +++
- +++++
+++ ++
A27 +++++
++ +
+++++ ++
++ A29
+++++ ++++
++ +++++
+++ ++
A30 +++++
++ -
+++++ +++
++ A32
++++ +++
- ++++
+++ +
A38 +++++
+++ ++
+++++ +++
++ B2
+++++ ++++
+++ ++++++
+++++ ++++
B10 +++++
+++ +
+++++ +++
++ B11
+++++ +++
+++ +++++
+++ +++
B13 +++++
++++ ++++
+++++ +++++
++++ B16
+++++ ++
+ +++++
++ ++
R1 ++++++
++++ +++
++++++ ++++
+++ R3
+++++++ +++++
+++ +++++++
+++++ +++
R9 +++++
+++ +++
+++++ ++++
+++ R12
++++++ +++
+++ ++++++
++++ ++++
R14 +++++
++ +
+++++ ++
++ R19a-2
+++++ +++
+++ +++++
+++ +++
R21 ++++
+++ +
+++++ +++
++ R22
+++++ +++
++ +++++
+++ ++
R23 +++++
++++ ++
+++++ ++++
+++ R24
++++ +++
++ +++++
+++ ++
R26 +++++
+++ ++
+++++ +++
+++ R27
+++++ +++
++ +++++
+++ ++
R32 +++++
+++ +
+++++ +++
++ R34
+++++ +++
++ +++++
+++ ++
24 Tabel 5. Intensitas pertumbuhan BAL isolat ASI pada MRSB kontrol dan MRSB yang mengandung
2-propanol 4, natrium tioglikolat 0.2, dan oxgall 0.3
Keterangan : + Menunjukkan kekeruhan, semakin banyak + semakin keruh -
Tidak keruh
Kode isolat MRSB
MRSB yang mengandung 2-propanol, natrium tioglikolat, dan oxgall
20 jam 48 jam
20 jam 48 jam
A3 +++++
+++++ -
- A6
++++++ ++++++
+ ++
A7 +++++
+++++ -
- A8
++++ ++++
+++ +++
A11 ++++
+++++ -
- A13
++++++ ++++++
- -
A15 +++++
+++++ -
+ A16
+++++ +++++
+++ +++
A20 +++++
++++ +++
+++ A22
+++++ +++++
++ ++
A23 +++++
+++++ ++
++ A24
++++ ++++
- -
A25 +++++
+++++ -
- A27
+++++ +++++
- -
A29 +++++
+++++ -
- A30
+++++ +++++
- -
A32 ++++
++++ -
- A38
+++++ +++++
++ ++
B2 +++++
++++++ +++
+++ B10
+++++ +++++
- +
B11 +++++
+++++ +++
+++ B13
+++++ +++++
+++ +++
B16 +++++
+++++ -
- R1
++++++ ++++++
+++ +++
R3 +++++++
+++++++ +++
+++ R9
+++++ +++++
+++ +++
R12 ++++++
++++++ -
- R14
+++++ +++++
- -
R19a-2 +++++
+++++ -
- R21
++++ +++++
- -
R22 +++++
+++++ -
- R23
+++++ +++++
- -
R24 ++++
+++++ -
- R26
+++++ +++++
- -
R27 +++++
+++++ -
- R32
+++++ +++++
- -
R34 +++++
+++++ -
-
25
B. KETAHANAN BAL ISOLAT ASI TERHADAP pH RENDAH DAN
GARAM EMPEDU
1. Ketahanan terhadap pH Rendah
Salah satu syarat mikroorganisme dikatakan sebagai probiotik adalah kemampuannya untuk dapat bertahan dalam kondisi saluran pencernaan seperti ketahanan terhadap pH rendah
dan garam empedu. Stres yang pertama terjadi pada sel bakteri yang memasuki saluran pencernaan adalah terpapar pada asam lambung, yang menurut Wildman dan Medeiros 2000
memiliki pH sekitar 2. Uji ketahanan terhadap pH rendah diperlukan untuk mengetahui kemampuan kultur bakteri asam laktat isolat ASI untuk dapat bertahan terhadap asam lambung.
Gambar 7 menunjukkan perubahan jumlah sel yang terjadi pada 13 bakteri asam laktat yang ditumbuhkan pada media MRSB yang mengandung HCl pH 2 setelah diinkubasi selama
5 jam pada suhu 37°C. Nilai negatif menunjukkan terjadi penurunan terhadap jumlah sel bakteri setelah diberi perlakuan. Semakin banyak penurunan jumlah sel, semakin tidak tahan
bakteri tersebut terhadap pH rendah.
Gambar 7. Perubahan jumlah BAL isolat ASI setelah inkubasi pada media yang memiliki pH 2 selama 5 jam
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf superscript yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan p0.05
Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa semua isolat mengalami penurunan jumlah sel setelah diberi perlakuan. Nilai penurunan tersebut berbeda untuk setiap isolat dengan kisaran
penurunan sebesar 0.57-7.24 log cfuml. Dari 13 isolat BAL yang diuji, hanya isolat Lactobacillus R3 yang mengalami penurunan jumlah sel kurang dari 1 unit log paling tahan.
Nilai ini berbeda nyata p0.05 dengan nilai perubahan jumlah sel pada isolat lainnya berdasarkan hasil analisis statistik Lampiran 17, dimana isolat lain mengalami penurunan
jumlah sel 3 unit log cfuml. Beberapa isolat isolat L. acidophilus A8, Pediococcus pentosaceus2 A16, L. rhamnosus A22, dan Leuconostoc R9 mati setelah inkubasi 5 jam, yang
ditandai dengan tidak adanya koloni yang tumbuh pada MRSA, seperti terlihat pada Lampiran 3, 4, dan 7. Hal ini menunjukkan bahwa keempat isolat tidak tahan terhadap pH rendah.
Berdasarkan hasil analisis statistik Lampiran 17 nilai perubahan jumlah sel pada keempat isolat tersebut tidak berbeda nyata p0.05 dengan isolat L. rhamnosus A23.
-4.16
c
-6.87
a
-6.92
a
-3.95
c
-6.77
a
-6.06
ab
-5.15
bc
-3.85
c
-3.73
c
-4.52
c
-4.36
c
-0.57
d
-7.24
a
-8 -7
-6 -5
-4 -3
-2 -1
A6 A8
A16 A20
A22 A23
A38 B2
B11 B13
R1 R3
R9
P er
u b
ah an
Σ se
l l
o g
c fu
m l
Kode isolat
26 Menurut Jacobsen et al. 1999, semua bakteri yang berhasil bertahan pada kondisi pH
rendah dinyatakan bersifat tahanresisten terhadap asam. Namun, jumlah sel yang nantinya mampu mencapai usus harus dipertimbangkan, mengingat sel bakteri tersebut masih harus
melewati rintangan yang lain setelah terpapar asam lambung, yaitu terpapar garam empedu. Pada penelitian ini, semua isolat kecuali isolat Lactobacillus R3 mengalami penurunan jumlah
sel yang cukup besar setelah diberi perlakuan pH rendah. Jumlah sel bakteri yang masih hidup dikhawatirkan tidak mampu melawan patogen sehingga tidak dapat melakukan aktivitas
spesifik yang dimilikinya. Agar bakteri dapat melaksanakan aktivitas fungsionalnya, jumlah sel mikroba hidup yang umumnya terdapat dalam produk probiotik adalah sebesar 10
6
-10
8
cfuml Svensson 1999.
Perubahan jumlah sel yang berbeda pada semua isolat yang diuji menunjukkan bahwa kemampuan untuk bertahan pada kondisi asam berbeda untuk setiap isolat. Kemampuan ini
bersifat strain dependent. Hal ini kemungkinan terjadi karena komposisi asam lemak dan protein penyusun membran sitoplasma yang berbeda pada setiap bakteri. Keragaman tersebut
mempengaruhi karakteristik serta permeabilitas membran. Perbedaan kerentanan membran sitoplasma terhadap kondisi asam menentukan toleransi bakteri terhadap pH rendah
Kusumawati 20002; Hartanti 2007. Penambahan HCl pada media MRSB menciptakan kondisi yang sangat asam pada
media dan bersifat merusak terhadap membran sitoplasma bakteri. Membran sitoplasma merupakan pertahanan utama bagi bakteri terhadap lingkungannya. Membran ini terdiri atas
struktur lemak dua lapis lipid bilayer. Terpaparnya sel pada kondisi yang sangat asam dapat mengakibatkan kerusakan membran dan lepasnya komponen intraseluler seperti Mg, K, dan
lemak dari sel yang dapat menyebabkan kematian. Bakteri yang tahan terhadap asam, memiliki ketahanan yang lebih besar terhadap kerusakan membran akibat pH rendah dibandingkan
bakteri yang tidak tahan asam. Asam menghambat pertumbuhan bakteri melalui efek denaturasi enzim-enzim yang ada di permukaan sel, kerusakan lipopolisakarida dan membran
luar, serta penurunan pH sitoplasma melalui peningkatan permeabilitas membran terhadap proton pada gradien pH yang sangat besar. Penelitian yang dilakukan oleh Bender et al. 1987
menunjukkan bahwa pada galur streptococci yang kurang tahan terhadap asam, ion Mg keluar dari dalam sel ketika pH ekstraselular 4.0, sedangkan pada L. casei hal tersebut terjadi pada pH
eksternal di bawah 3.0. Perbedaan ketahanan terhadap kerusakan membran yang disebabkan oleh kondisi lingkungan yang asam tampak bervariasi untuk setiap organisme dan derajat
toleransi asam.
2. Ketahanan terhadap Garam Empedu
Selain harus tahan terhadap asam pada lambung, bakteri probiotik juga harus tahan terhadap garam empedu yang disekresikan ke dalam usus. Derajat toleransi terhadap garam
empedu merupakan karakteristik yang penting bagi bakteri asam laktat karena hal tersebut berpengaruh terhadap aktivitasnya dalam saluran pencernaan. Pada penelitian ini semua isolat
ditumbuhkan pada media yang mengandung 0.5 oxgall dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC untuk mengetahui tingkat ketahanannya terhadap garam empedu. Jumlah kultur
yang diinokulasikan ke dalam media adalah sebanyak 1 10
6
-10
7
cfuml.
27 Gambar 8. Perubahan jumlah BAL isolat ASI setelah inkubasi pada media yang mengandung
0.5 garam empedu selama 24 jam
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf superscript yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan p0.05
Gambar 8 menunjukkan perubahan jumlah sel pada semua bakteri isolat ASI yang ditumbuhkan pada media yang mengandung garam empedu 0.5 oxgall. Perubahan jumlah
sel diperoleh berdasarkan selisih antara jumlah sel bakteri yang tumbuh setelah inkubasi 24 jam dengan jumlah sel bakteri yang tumbuh setelah inkubasi 0 jam. Nilai positif menunjukkan
adanya pertumbuhan terjadi penambahan jumlah sel bakteri setelah inkubasi. Sebaliknya, nilai negatif menunjukkan terjadinya penurunan jumlah sel bakteri setelah inkubasi. Dari 13
isolat yang diuji, sebanyak 6 isolat mengalami penambahan jumlah sel setelah inkubasi selama 24 jam dengan kisaran 0.22-0.32 log cfuml. Sebaliknya, 7 isolat lainnya mengalami penurunan
jumlah sel dengan kisaran 0.01-0.22 log cfuml. Lactobacillus R3, L. fermentum A20, dan Pediococcus pentosaceus2 A16 merupakan isolat yang mempunyai ketahanan paling tinggi
jika dibandingkan dengan isolat lainnya berdasarkan analisis statistik. Isolat-isolat ini mampu tumbuh setelah inkubasi 24 jam dengan penambahan jumlah sel masing-masing sebesar 0.26,
0.31, dan 0.32 log cfuml. Namun, penambahan jumlah sel yang terjadi tidak berbeda nyata p0.05 dengan penambahan jumlah sel pada isolat L. fermentum2 B11, Lactobacillus B2, dan
Lactobacillus B13 berdasarkan hasil analisis statistik pada Lampiran 18. Isolat Leuconostoc R9 adalah isolat yang paling tidak tahan terhadap garam empedu
0.5 jika dibandingkan dengan isolat lainnya. Meskipun selisih jumlah sel bakteri setelah inkubasi 24 dan 0 jam sangat kecil -0.01 log cfuml, namun jumlah sel bakteri setelah
inkubasi 0 jam sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah kultur yang ditambahkan semula hanya sekitar 3 log. Dengan kata lain, pada saat pertama kali kontak dengan medium
yang mengandung garam empedu sudah banyak sel yang mati. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12. Pada pengujian sebelumnya Tabel 4, Leuconostoc R9 menunjukkan
kemampuannya untuk tumbuh pada media MRSB yang mengandung 0.2 dan 0.3 oxgall pada inkubasi 24 dan 48 jam dengan derajat pertumbuhan yang tidak berbeda dengan beberapa
isolat lain. Hal ini terjadi karena pada pengujian sebelumnya Tabel 4, konsentrasi garam empedu yang digunakan lebih rendah 0.2 dan 0.3. Semakin tinggi garam empedu yang
digunakan, semakin tidak tahan bakteri tersebut terhadap garam empedu.
-0.04
ab
-0.22
a
0.26
d
0.31
d
-0.12
a
-0.21
a
-0.08
a
0.22
bcd
0.22
bcd
0.24
cd
-0.08
a
0.32
d
-0.01
abc
-0,25 -0,2
-0,15 -0,1
-0,05 0,05
0,1 0,15
0,2 0,25
0,3 0,35
A6 A8
A16 A20
A22 A23
A38 B2
B11 B13
R1 R3
R9
P er
u b
ah an
Σ se
l l
o g
c fu
m l
Kode Isolat
Pada jam ke-0 sudah terjadi penurunan yang cukup banyak sekitar 3 log
28 Perbedaan ketahanan pada isolat-isolat yang diuji menunjukkan bahwa ketahanan
terhadap garam empedu bersifat strain dependent. Kimoto-Nira et al. 2007 melaporkan bahwa terdapat hubungan antara komposisi asam lemak setiap bakteri dengan kemampuannya
untuk dapat bertahan terhadap garam empedu. Perbedaan komposisi asam lemak pada setiap bakteri inilah yang mungkin menjadi penyebab perbedaan ketahanan pada bakteri-bakteri
tersebut. Cairan empedu merupakan campuran dari asam empedu, kolesterol, asam lemak,
fosfolipid, pigmen empedu, dan sejumlah xenobiotik terdetoksifikasi. Kombinasi tersebut bersifat bakterisidal bagi mikroorganisme komensal dalam tubuh manusia, kecuali bagi
beberapa genus penghuni usus yang tahan terhadap empedu Hill 1995 diacu dalam Kusumawati 2002. Gilliland et al. 1984 membuktikan bahwa sel yang diinkubasi pada
larutan penyangga yang mengandung oxgall mengalami peningkatan kebocoran materi intraseluler yang sangat besar, yang dapat diukur pada panjang gelombang 260 nm. Hal ini
menunjukkan adanya perubahan sifat permeabilitas pada membran sel bakteri. Cairan empedu bersifat sebagai senyawa aktif permukaan sehingga dapat menembus dan bereaksi dengan sisi
membran sitoplasma yang bersifat lipofilik, menyebabkan perubahan dan kerusakan pada struktur membran Hill 1995 diacu dalam Kusumawati 2002.
Surono 2004 menyatakan bahwa beberapa strain bakteri saluran pencernaan memiliki enzim yang dapat menghidrolisis garam empedu terkonjugasi menjadi garam empedu
terdekonjugasi bile salt hydrolase. De smet et al. 1995 menduga bahwa proses dekonjugasi mungkin menurunkan tingkat toksisitas dari garam empedu terkonjugasi terhadap bakteri.
Enzim ini mengubah sifat fisika-kimia yang dimiliki oleh garam empedu sehingga tidak bersifat racun bagi BAL. Hal inilah yang dimungkinkan menjadi penyebab beberapa isolat
BAL tahan terhadap garam empedu.
C. ASIMILASI KOLESTEROL
Kemampuan mengasimilasi kolesterol merupakan salah satu karakteristik bakteri asam laktat yang dapat digunakan untuk melakukan seleksi terhadap kultur yang akan dikembangkan
sebagai probiotik penurun kolesterol. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Gilliland et al. 1985, proses asimilasi hanya terjadi jika kultur ditumbuhkan secara anaerobik dengan adanya
garam empedu pada media pertumbuhannya. Jumlah garam empedu yang dibutuhkan agar kultur mampu mengambil kolesterol dari medium pertumbuhan setara dengan jumlah garam empedu
yang secara normal terdapat di dalam usus. Jadi, kondisi yang dibutuhkan pada sistem in vitro untuk pengambilan kolesterol oleh bakteri asam laktat juga diperkirakan menyerupai kondisi di
dalam usus. Dalam penelitian ini, media yang digunakan mengandung 0.3 garam oxgall sebagai garam empedu dan 0.2 natrium tioglikolat untuk menciptakan kondisi anaerob Kimoto et al.
2002, sehingga mendekati kondisi di dalam usus. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ketiga belas kultur bakteri asam laktat isolat ASI yang diuji memiliki kemampuan untuk mengasimilasi
kolesterol secara in vitro. Jumlah kolesterol yang diasimilasi oleh setiap kultur berbeda-beda dengan kisaran 0.86-14.97 µgml, seperti yang terlihat pada Gambar 9.
29 Gambar 9. Jumlah kolesterol yang diasimilasi oleh BAL isolat ASI setelah inkubasi 20 jam
pada suhu 37°C
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf superscript yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan p0.05
Lactobacillus A38, Lactobacillus B2, dan Pediococcus pentosaceus2 A16 merupakan isolat dengan aktivitas asimilasi terbesar, yaitu masing-masing 14.97 µgml, 14.27 µgml, dan 14.03
µgml. Berdasarkan hasil analisis statistik Lampiran 19 nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan aktivitas asimilasi yang dimiliki oleh L. fermentum2 B11 11.92 µgml, L. acidophilus1 A22
9.92 µgml, dan L. fermentum A20 9.55 µgml karena berada pada subset yang sama. Adapun isolat yang memiliki aktivitas asimilasi terendah yaitu L. rhamnosus A23 dengan aktivitas
asimilasi sebesar 0.86 µgml. Nilai ini tidak berbeda nyata dengan nilai aktivitas asimilasi yang dimiliki Lactobacillus A6, Leuconostoc R9, L. acidophilus1 A8, Leuconostoc R1, Lactobacillus
R3, dan Lactobacillus B13 Lampiran 19. Dilihat dari jenis bakteri berdasarkan aktivitas metabolismenya, baik bakteri
homofermentatif maupun heterofermentatif keduanya dapat mengasimilasi kolesterol. Dari hasil penelitian ini juga terlihat bahwa keragaman aktivitas asimilasi kolesterol tidak berhubungan
dengan perbedaan spesies tertentu akan tetapi tergantung dari masing-masing strain strain dependent. Perbedaan dalam pengikatan kolesterol tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh sifat
kimia dan struktural dari peptidoglikan dinding sel masing-masing strain yang mengandung asam amino yang mampu mengikat kolesterol Kimoto-Nira et al. 2007.
Dalam penelitian ini, besarnya kolesterol yang diasimilasi oleh masing-masing isolat dihitung berdasarkan selisih jumlah kolesterol yang terdeteksi pada media kontrol media yang
tidak diinokulasi oleh kultur bakteri dengan jumlah kolesterol yang terdeteksi pada media yang diberi perlakuan diinokulasi dengan kultur bakteri. Besarnya aktivitas asimilasi pada isolat-isolat
yang diuji dalam penelitian ini tergolong rendah jika dibandingkan dengan aktivitas asimilasi pada bakteri yang telah diuji sebelumnya oleh beberapa peneliti. Tabel 6 menunjukkan hasil uji
asimilasi dari beberapa penelitian.
1.76
a
3.50
ab
14.03
d
9.55
bcd
9.92
bcd
0.86
a
14.97
d
14.27
d
11.92
cd
6.82
abc
5.31
ab
5.67
abc
2.26
a
2 4
6 8
10 12
14 16
A6 A8
A16 A20
A22 A23
A38 B2
B11 B13
R1 R3
R9
K o
le st
er o
l y
an g
d ia
si m
il as
i µ
g m
l
Kode isolat
30 Tabel 6. Beberapa hasil penelitian uji asimilasi kolesterol
Jenis Bakteri Jumlah Kolesterol yang diasimilasi
µgml L. acidophilus dari feses babi
8.2 – 29.8
a
L. acidophilus dari feses manusia 20.5-83.3
b
L. acidophilus ATCC 43121 48
c
Lactobacillus dari makanan fermentasi 11.1-37.9
d
BAL yang diisolasi dari dadih, growol, sosis, bayi, gatot, asinan sawi, dan yoghurt
19.96 – 42.68
e
Lactococcus lactis 21.7 – 68.1
f
L. casei dan L. acidophilus 12.03 – 32.25
g
Sumber:
a
Gilliland et al. 1985;
b
Buck dan Gilliland 1994;
c
Noh et al. 1997;
d
Kusumawati 2002;
e
Ngatirah et al. 2000;
f
Kimoto et al.2002;
g
Liong dan Shah 2005a.
Perbedaan kemampuan mengasimilasi antara bakteri yang diuji dalam penelitian ini dengan bakteri yang diuji pada penelitian sebelumnya Tabel 6 terjadi karena strain yang digunakan
berbeda. Selain itu, menurut Kusumawati 2002, perbedaan kemampuan mengasimilasi kolesterol mungkin juga disebabkan oleh perbedaan sumber kolesterol yang digunakan dalam pengujian.
Gilliland et al. 1985 menggunakan fraksi serum pleuro-pneumonia like organism PPLO sebagai sumber kolesterol, Buck Gilliland 1994 dan Noh et al. 1997 menggunakan misel
kolesterol-fosfatidilkolin, sedangkan Liong dan Shah 2005a menggunakan polioxyethanyl cholesteryl kolesterol larut air sehingga memiliki kelarutan yang baik dalam media yang
digunakan untuk pengujian MRSB. Adapun sumber kolesterol yang digunakan dalam penelitian ini adalah kolesterol murni, seperti pada penelitian yang dilakukan Ngatirah et al. 2000 dan
Kusumawati 2002. Menurut Kusumawati 2002, kolesterol murni tidak dapat larut dengan baik pada media MRSB yang merupakan media berbasis air, karena kelarutan kolesterol dalam air
sangat rendah. Hal tersebut mungkin berpengaruh terhadap jumlah kolesterol yang dapat diasimilasi oleh bakteri. Pada penelitian ini, jumlah total kolesterol yang terdeteksi pada kontrol
dan perlakuan jika dibandingkan dengan jumlah kolesterol yang ditambahkan semula pada media, menghasilkan selisih yang cukup besar. Pada saat sentrifugasi diduga kolesterol yang tidak larut
ikut mengendap dan terbuang bersama massa sel sehingga tidak terdeteksi pada saat pengukuran. Namun, karena tahapan dan kondisi pengujian untuk media kontrol dan perlakuan dibuat sama,
kolesterol yang terbuang pada keduanya diasumsikan sama, sehingga selisih kolesterol pada kedua media tersebut cukup mencerminkan jumlah kolesterol yang diasimilasi oleh bakteri asam laktat
yang diuji. Pada penelitian ini digunakan 2-propanol untuk membantu melarutkan kolesterol sebelum dimasukkan ke dalam MRSB dengan konsentrasi yang masih bisa ditoleransi oleh bakteri
yang diuji. Jika dikaitkan dengan ketahanan masing-masing isolat terhadap pH rendah Gambar 7 dan
garam empedu Gambar 8, berdasarkan hasil analisis statistik Lampiran 20 tidak ada hubungan yang signifikan p0.05 antara ketahanan terhadap pH rendah, ketahanan terhadap garam
empedu, maupun total ketahanan terhadap pH rendah dan garam empedu dengan kemampuan mengasimilasi kolesterol pada isolat-isolat yang diuji. Hubungan yang tidak signifikan ini juga
terlihat dari nilai koefisien korelasi linear r yang rendah seperti pada Gambar 10 11, dan 12. Koefisien korelasi linear antara ketahanan terhadap pH dengan kemampuan mengasimilasi
kolesterol adalah sebesar 0.08, koefisien korelasi linear antara ketahanan terhadap garam empedu
31 dengan kemampuan mengasimilasi kolesterol adalah 0.466, sedangkan koefisien korelasi linier
antara total ketahanan terhadap pH rendah dan garam empedu dengan kemampuan mengasimilasi kolesterol adalah 0.123. Hal ini menunjukkan hubungan yang lemah antara ketahanan terhadap pH
dan garam empedu dengan kemampuan mengasimilasi kolesterol.
Gambar 10. Hubungan ketahanan terhadap pH rendah pH2 dengan jumlah kolesterol yang dapat diasimilasi oleh BAL
Gambar 11. Hubungan ketahanan terhadap 0.5 garam empedu dengan kolesterol yang dapat diasimilasi oleh BAL
r = 0.080
2 4
6 8
10 12
14 16
-8 -7
-6 -5
-4 -3
-2 -1
K o
le st
er o
l y
an g
d ia
si m
il sa
i µ
g m
l
Perubahan Σ sel karena pH rendah log cfuml
r = 0.466
4 8
12 16
-0,3 -0,2
-0,1 0,1
0,2 0,3
0,4 K
o le
st er
o l
y an
g d
ia si
m il
sa i
µ g
m l
Perubahan Σ sel karena garam empedu log cfuml
32 Gambar 12. Hubungan ketahanan terhadap pH rendah dan garam empedu dengan kolesterol yang
dapat diasimilasi oleh BAL Isolat yang memiliki ketahanan tinggi terhadap pH rendah dan garam empedu belum tentu
memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengasimilasi kolesterol. Sebagai contoh, isolat Lactobacillus R3 yang memiliki ketahanan paling tinggi terhadap pH rendah dan garam empedu,
memiliki aktivitas asimilasi yang lebih rendah dibanding isolat Lactobacillus A38 yang memiliki ketahanan terhadap pH dan garam empedu lebih rendah. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Usman dan Hosono 1999, dimana tidak ada hubungan yang signifikan antara ketahanan terhadap garam empedu pada Lactobacillus gasseri dengan kemampuannya dalam
mengikat kolesterol. Pereira dan Gibson 2002 melaporkan bahwa L. johnsonii memiliki ketahanan tinggi terhadap garam empedu dibanding L. casei shirota, namun L. johnsonii tidak
dapat mengasimilasi kolesterol sebanyak yang diasimilasi oleh L. casei shirota. Dalam proses asimilasi, diduga sebagian kolesterol yang diambil oleh sel bakteri bergabung
dengan membran seluler bakteri tersebut. Penelitian yang dilakukan Noh et al. 1997 menunjukkan bahwa sel bakteri Lactobacillus acidophilus ATCC 43121 yang ditumbuhkan pada
media yang mengandung oxgall dan misel kolesterol lebih tahan terhadap lisis oleh sonikasi dibandingkan dengan bakteri yang ditumbuhkan pada media kontrol media yang tidak diberi
oxgall dan kolesterol. Berdasarkan hasil tersebut, diduga bahwa adanya kolesterol telah mengubah dinding sel atau membran seluler lactobacilli sehingga lebih tahan terhadap gangguan
sonikasi. Kimoto et al. 2002 juga mengevaluasi penurunan kolesterol oleh beberapa strain bakteri lactococci. Berdasarkan hasil penelitiannya ditemukan perbedaan pola distribusi asam
lemak pada sel yang tumbuh pada media yang mengandung kolesterol dan yang tidak mengandung kolesterol. Diduga kolesterol bergabung ke dalam membran sel dan mengubah komposisi asam
lemak dalam sel. Adanya penggabungan tersebut meningkatkan total asam lemak pada membran sehingga membran menjadi lebih tahan terhadap lisis. Adanya pengambilan kolesterol oleh bakteri
asam laktat menyebabkan jumlah kolesterol yang diserap di dalam usus menjadi berkurang sehingga dapat menurunkan kolesterol dalam darah.
Untuk lebih mengetahui potensi BAL isolat ASI dalam menurunkan kolesterol, pengujian terhadap mekanisme lain dalam menurunkan kolesterol perlu dilakukan, mengingat kemampuan
isolat-isolat tersebut dalam mengasimilasi kolesterol cukup rendah. r = 0.123
4 8
12 16
-8 -6
-4 -2
K o
le st
er o
l y
an g
d ia
si m
il as
i µ
g m
l
Total perubahan Σ sel karena pengaruh pH rendah dan garam empedu log cfuml
33
D. AKTIVITAS