BAKTERI ASAM LAKTAT SEBAGAI PROBIOTIK

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. BAKTERI ASAM LAKTAT

Bakteri asam laktat BAL merupakan bakteri gram positif, katalase negatif, tidak membentuk spora, tidak mempunyai sitokrom, aerotoleran, anaerobik hingga mikroaerofilik, dan membutuhkan nutrisi yang kompleks. Bakteri asam laktat dapat bertahan dalam saluran pencernaan dan memberikan kontribusi terhadap kesehatan Surono 2004. Bakteri asam laktat mampu hidup pada berbagai habitat yang cukup luas di alam, seperti pada tanaman, saluran pencernaan, baik saluran pencernaan hewan maupun manusia, juga pada berbagai produk makanan fermentasi. Sifat terpenting dari BAL adalah kemampuannya memfermentasi gula menjadi asam laktat. BAL dapat memproduksi asam laktat dan metabolit lain yang bersifat antibakteri sehingga pertumbuhan mikroorganisme lain dapat dihambat Savadogo et al. 2000. Bakteri asam laktat dan Bifidobacteria termasuk dalam kelompok bakteri baik bagi manusia dan umumnya memenuhi status GRAS Generally Recognized as Safe, yaitu aman bagi manusia. Kelompok bakteri ini tidak membusukkan protein, dan dapat memetabolisme berbagai jenis karbohidrat secara fermentatif menjadi asam laktat Surono 2004. Pada mulanya bakteri asam laktat terdiri dari empat genus, yaitu Lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcus, dan Streptococcus. Namun, klasifikasi terbaru menggolongkan BAL ke dalam 12 genus, yaitu Aerococcus, Carnobacterium, Enterococcus, Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc, Oenococcus, Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, Vagococcus, dan Weissela Ray dan Bhunia 2008. Secara fisiologis dan berdasarkan aktivitas metabolismenya, BAL dikelompokkan ke dalam dua sub grup, yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Bakteri asam laktat homofermentatif melibatkan jalur Embden Meyerhof, yaitu glikolisis, menghasilkan asam laktat, 2 mol ATP dari 1 molekul glukosaheksosa dalam kondisi normal, tidak menghasilkan CO 2, dan menghasilkan biomassa sel dua kali lebih banyak dibanding bakteri asam laktat heterofermentatif. Bakteri asam laktat heterofermentatif, melalui jalur 6-fosfoglukonatfosfoketolase selain menghasilkan asam laktat juga menghasilkan etanol, CO 2 , asam asetat, senyawa cita rasa, mannitol, serta 1 mol ATP dari heksosa, dan tidak mempunyai enzim aldolase. BAL heterofermentatif banyak dimanfaatkan dalam industri susu untuk menghasilkan keju dan senyawa flavor, senyawa cita rasa maupun pengental, yaitu eksopolisakarida Surono 2004. Bakteri asam laktat homofermentatif membentuk 90 atau lebih asam laktat murni, sehingga bakteri ini sering digunakan dalam pengawetan makanan. Produksi asam laktat dalam jumlah tinggi dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain yang dapat merusak makanan Fardiaz 1992.

B. BAKTERI ASAM LAKTAT SEBAGAI PROBIOTIK

Probiotik adalah sediaan sel mikroba hidup yang memiliki pengaruh menguntungkan terhadap kesehatan dan kehidupan inangnya Salminen et al. 2004. FAOWHO 2006 mendefinisikan probiotik sebagai mikroorganisme hidup yang jika diberikan dalam jumlah yang cukup akan memberikan keuntungan kesehatan bagi inangnya. Tidak semua bakteri yang 4 menguntungkan dapat digolongkan sebagai probiotik. Menurut Tomasik dan Tomasik 2003, mikroorganisme dapat digolongkan sebagai probiotik bila memenuhi beberapa persyaratan berikut: 1 Dapat melalui saluran pencernaan yang memiliki pH rendah dan bertahan terhadap garam empedu dan tetap hidup 2 Dapat menempel pada sel epitel usus 3 Menstabilkan mikroflora di dalam usus 4 Tidak bersifat patogen terhadap inangnya 5 Bertahan hidup pada produk pangan dan dapat digunakan dalam pembuatan produk farmasi 6 Menggandakan diri dengan cepat, dengan pembentukan koloni temporari atau permanen pada saluran pencernaan 7 Memiliki kekhususan yang dimiliki probiotik lainnya. Bakteri asam laktat yang berpotensi sebagai probiotik harus tahan terhadap asam lambung. Menurut Wildman dan Medeiros 2000, asam lambung memiliki pH sekitar 2.0. Asam lambung terdiri atas air 97-99, musin lendir serta garam anorganik, dan enzim pencernaan pepsin, renin, dan lipase. Bakteri asam laktat harus dapat mempertahankan pH intraseluler lebih tinggi dibandingkan pH ekstraseluler agar dapat bertahan di dalam lingkungan asam Siegumfeldt 2000. Oleh karena itu sel harus mempunyai barier terhadap aliran proton, yang umumnya adalah membran sitoplasma yang terdiri dari dua lapis fosfolipid lipid bilayer. Pada bagian dalam dan pemukaan lapisan tersebut melekat protein dan glikoprotein. Lipid bilayer bersifat semipermeabel dan merupakan barier yang membatasi pergerakan senyawa yang keluar masuk antara sitoplasma dengan lingkungan luar Cano dan Colome 1986 diacu dalam Kusumawati 2002. Komposisi asam lemak penyusun membran sitoplasma berbeda diantara spesies bakteri dan keragaman tersebut mempengaruhi karakteristik dan permeabilitasnya. Perbedaan kerentanan membran sitoplasma terhadap kondisi asam menentukan toleransi bakteri terhadap pH rendah. Beberapa protein dalam membran secara spesifik memfasilitasi pergerakan senyawa melewati membran. Komposisi dan struktur protein yang berbeda pada membran sitoplasma juga menentukan karakteristik dan permeabilitas membran tersebut. Keragaman asam lemak dan protein pada membran sitoplasma diduga mempengaruhi keragaman ketahanan bakteri terhadap pH rendah Kusumawati 20002; Hartanti 2007. Terdapat beberapa mekanisme bagaimana bakteri mengatur pH internalnya. Namun, mekanisme yang paling penting adalah translokasi proton oleh enzim ATP-ase Hutkins dan Nannen 1993. Enzim ATP-ase melakukan reaksi reversibel dan bertindak sebagai pompa yang memindahkan ion. Enzim tersebut mengkatalisis gerakan proton menyebrangi membran sel sebagai akibat dari hidrolisis atau sintesis ATP. Pada bakteri yang tahan asam, pH optimal enzim tersebut lebih rendah dibandingkan dengan bakteri yang kurang tahan terhadap asam. Parameter lain yang terlibat dalam pengaturan pH internal adalah permeabilitas membran plasma terhadap proton. Faktor-faktor lain seperti kapasitas buffer sitoplasma, mempunyai pengaruh yang kecil terhadap pengaturan pH intraseluler Bender et al. 1987. Bila sel bakteri terpapar pada kondisi yang sangat asam, membran sel dapat mengalami kerusakan dan menyebabkan kehilangan komponen-komponen intraseluler seperti Mg, K, lemak, dan biasanya kerusakan ini dapat menyebabkan kematian pada sel. Kondisi ini dapat dideteksi dengan cara mengukur konsentrasi komponen intraseluler yang keluar dari dalam sel. Jacobsen et al. 1999 menguji ketahanan bakteri asam laktat terhadap pH rendah. Dari 44 strain Lactobacillus yang diuji, terdapat 29 strain yang tahan terhadap pH rendah 2.5 selama 4 jam dan tidak ada satu pun yang dapat tumbuh setelah itu. Kusumawati 2002 juga melakukan 5 penelitian terhadap bakteri asam laktat yang diisolasi dari makanan fermentasi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan ketahanan yang cukup tinggi pada 18 isolat yang diuji dengan penurunan log berkisar antara 0.04-1.1 log cfuml. Penelitian Zavaglia et al. 1998 menunjukkan bahwa dari 40 isolat Bifidobacterium yang diperoleh dari feses bayi secara umum bersifat kurang tahan terhadap pH rendah. Ngatirah et al. 2000 menguji ketahanan 9 isolat BAL terhadap pH rendah dan hasilnya menunjukkan penurunan jumlah sel yang cukup besar pada pH 2, yaitu berkisar antara 3.2-6.0 unit log cfuml. Hartanti 2007 melakukan penelitian terhadap isolat Lactobacillus yang diisolasi dari air susu ibu. Dari 24 isolat yang diuji, terdapat 17 isolat yang mengalami penurunan log kurang dari 1 unit log cfuml, sedangkan 7 isolat lainnya mengalami penurunan log 7.0 unit log cfuml. Setelah berhasil melalui lambung, probiotik akan memasuki saluran usus bagian atas dimana garam empedu disekresikan. Oleh karena itu, selain harus tahan terhadap asam, bakteri probiotik juga harus tahan terhadap garam empedu. Menurut Jacobsen et al. 1999, semua mikroba yang berhasil hidup setelah ditumbuhkan dalam MRSA yang ditambahkan 0.3 oxgall, dinyatakan bersifat tahan terhadap garam empedu. Konsentrasi garam empedu sebesar 0.3 merupakan konsentrasi kritikal, nilai yang cukup tinggi untuk menyeleksi isolat yang tahan terhadap garam empedu. Asam empedu primer disintesis dalam hati dari kolesterol. Asam empedu ini berkonjugasi dengan glisin atau taurin yang kemudian disekresikan ke dalam kantung empedu. Asam empedu tersebut dilepaskan ke dalam lumen duodenum dalam bentuk misel dengan asam lemak dan gliserol. Menurut Corzo dan Gilliland 1999, antara 5500 sampai 35000 mg asam empedu terkonjugasi disekresikan ke dalam usus manusia setiap harinya untuk membantu absorpsi lemak makanan, kolesterol, vitamin larut lemak, dan senyawa larut lemak yang lain. Asam empedu terkonjugasi diserap kembali di dalam usus halus sekitar 97 dan dikembalikan ke dalam hati melalui sirkulasi hepatik. Sebagian dari asam empedu bebas dikeluarkan melalui feses. Droault et al. 1999 melaporkan bahwa jumlah BAL yang terdapat pada bagian atas usus halus jejunum lebih rendah dibanding jumlah BAL yang terdapat di dalam ileum, cecum, dan kolon. Hal ini disebabkan konsentrasi garam empedu pada bagian jejunum lebih tinggi karena lokasinya paling dekat dengan saluran yang mengeluarkan garam empedu ke dalam usus. Oleh karena itu, laktobasili yang paling tahan terhadap garam empedu terdapat pada bagian tersebut. Menurut De Smet et al. 1995, Lactobacillus mempunyai enzim yang dapat menghidrolisis garam empedu bile salt hydrolase. Enzim ini mampu mengubah kemampuan fisik-kimia yang dimiliki oleh garam empedu sehingga tidak bersifat racun bagi BAL. Semakin tinggi konsentrasi garam empedu, maka jumlah sel Lactobacillus yang mati juga akan meningkat Ngatirah et al. 2000; Kusumawati 2000. Ngatirah et al. 2000 menguji ketahanan BAL yang diisolasi dari makanan fermentasi dan feses bayi terhadap garam empedu. Pengujian dilakukan pada MRSB yang mengandung garam empedu dengan konsentrasi 0.5, 1, 5, dan 10, serta diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Ketahanan terhadap garam empedu dihitung berdasarkan selisih unit OD Optical Density pada panjang gelombang 660 nm yang dicapai setelah inkubasi 24 jam dengan OD pada awal inkubasi yang hasilnya berkisar antara 1.16-2.34. Dari penelitian tersebut terdapat 11 isolat yang mampu tumbuh pada garam empedu sampai konsentrasi 10. Selain itu, dari penelitian tersebut diketahui bahwa isolat yang diisolasi dari sumber yang sama memiliki ketahanan terhadap garam empedu yang beragam. Dengan kata lain, ketahanan terhadap garam empedu bersifat strain dependent. 6 Penelitian yang dilakukan Kusumawati 2002 terhadap BAL yang diisolasi dari makanan fermentasi asal Indonesia menunjukkan adanya perbedaan ketahanan untuk tumbuh pada lingkungan yang mengandung garam empedu 1 dan 5. Perbedaan tersebut beragam untuk masing-masing isolat. Pada konsentrasi 1, Lactobacillus acidophilus FNCC 116 mengalami penurunan log sebesar 0.68 unit logml dan hasil tersebut tidak berbeda nyata dengan beberapa isolat lainnya. Hartanti 2007 menguji ketahanan 17 BAL isolat ASI terhadap 0.5 garam empedu selama 5 jam. Terdapat 3 isolat yang mengalami penurunan 1 log, 9 isolat mengalami penurunan 2.0-3.0 log cfuml, dan 5 isolat mengalami penurunan 7 log cfuml. Produk-produk bakteri asam laktat seperti probiotik memiliki beberapa sifat fungsional yang sangat penting, diantaranya memperbaiki daya cerna laktosa, mengendalikan bakteri patogen dalam saluran pencernaan, menurunkan kolesterol serum, menghambat tumor, antimutagenik dan antikarsinogenik, mestimulasi sistem imun, mencegah sembelit, memproduksi vitamin B dan bakteriosin, serta inaktivasi berbagai senyawa beracun Surono 2004.

C. ISOLAT BAKTERI ASAM LAKTAT ASAL AIR SUSU IBU