Perbandingan Jumlah Semai dan Pancang antara Hutan Primer dan LOA TPTJ

kesamaan komunitas IS terkecil di kelerengan sedang 15-25 sebesar 49,91, pada tingkat pancang indeks kesamaan komunitas IS terbesar di kelerengan curam 25-45 sebesar 64,33 sedangkan nilai indeks kesamaan komunitas IS terkecil di kelerengan sedang 15-25 sebesar 61,36, pada tingkat tiang indeks kesamaan komunitas IS terbesar di kelerengan datar 0-15 sebesar 67,88 sedangkan nilai indeks kesamaan komunitas IS terkecil di kelerengan sedang 15-25 sebesar 56,12, dan pada tingkat pohon indeks kesamaan komunitas IS terbesar di kelerengan sedang 15-25 sebesar 67,45 sedangkan nilai indeks kesamaan komunitas IS terkecil di kelerengan datar 0-15 sebesar 62,75. Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dua komunitas dari tingkat semai, pancang, tiang dan pohon yang dibandingkan dapat dikatakan relatif berbeda. Hal ini disebabkan adanya perubahan komposisi baik jenis maupun jumlah individu antara dua komunitas yang dibandingkan akibat kegiatan pemanenan dan penjaluran yang menyebabkan kerusakan tegakan tinggal. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pada kondisi satu tahun setelah penebangan LOA TPTJ 1 tahun belum sepenuhnya kembali seperti pada hutan primer karena proses suksesi masih berlangsung.

5.1.3 Perbandingan Jumlah Semai dan Pancang antara Hutan Primer dan LOA TPTJ

Menurut Mulyana et al. 2005, keanekaragaman jenis yang tinggi memang menjadi karakteristik umum sekaligus keunggulan yang dimiliki oleh hutan hujan tropika selain lingkungan yang konstan atau sedikitnya perubahan musim dan siklus hara tertutup. Pada penelitian yang telah dilakukan Wicaksono 2008 pada hutan primer dan LOA TPTJ memberikan informasi bahwa jumlah vegetasi pada hutan setelah penebangan mengalami penurunan dibandingkan hutan primer. Akan tetapi walaupun jumlah vegetasi menurun, keanekaragaman vegetasi yang terdapat di hutan setelah penebangan tetap tinggi. Perbandingan jumlah semai dan pancang antara hutan primer dengan hutan setelah penebangan umur 1 tahun LOA TPTJ 1 tahun disajikan pada Tabel 13 berikut. Tabel 13 Perbandingan jumlah semai dan pancang pada hutan primer dan LOA TPTJ 1 Tahun BatangHa Tingkat PermudaanJenis Kelerengan 0-15 Kelerengan 15-25 Kelerengan 25-45 A B A B A B Semai: a. Dipterocarpaceae 4958 2958 6125 1917 4958 4625 b. Semua Jenis 20375 11667 19917 11167 23417 13542 Pancang: a. Dipterocarpaceae 713 73 580 213 940 567 b. Semua Jenis 3413 1593 3440 1520 3440 1693 Keterangan : A : Hutan Primer B : Hutan Setelah penebangan umur 1 tahun LOA TPTJ 1 Tahun Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa secara keseluruhan jumlah semai dan pancang pada LOA TPTJ 1 tahun lebih kecil daripada hutan primer. Hal ini disebabkan selain adanya tebang penjaluran dan kegiatan pemanenan juga menyebabkan terjadinya penurunan jenis. Pada tingkat semai, jumlah jenis terbanyak di LOA TPTJ 1 tahun terdapat pada kelerengan curam 25-45 yaitu 4625 batangha dari Dipterocarpaceae yang didominasi oleh lempung Shorea leprosula. Sedangkan di hutan primer jumlah semai terbanyak pada kelerengan sedang 15-25 yaitu 6125 batangha dari Dipterocarpaceae yang didominasi oleh lempung Shorea leprosula. Pada tingkat pancang, jumlah jenis terbanyak di LOA TPTJ 1 tahun terdapat pada kelerengan curam 25-45 yaitu 567 batangha dari Dipterocarpaceae yang didominasi oleh lempung Shorea leprosula. Sedangkan di hutan primer jumlah pancang terbanyak pada kelerengan curam 25-45 yaitu 940 batangha dari Dipterocarpaceae yang didominasi oleh lempung Shorea leprosula. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa jenis yang mendominasi dari family Dipterocarpaceae adalah lempung Shorea leprosula. Perubahan jumlah vegetasi pada setiap tingkat vegetasi ini disebabkan adanya kegiatan penebangan dan penjaluran. 5.2 Sifat Fisik dan Kimia Tanah 5.2.1 Sifat Fisik Tanah Sifat morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Sebagian dari sifat-sifat morfologi tanah merupakan sifat- sifat fisik dari tanah tersebut Hardjowigeno, 2003. Sifat fisik tanah yang diamati pada penelitian ini antara lain adalah struktur, bobot isi dan kadar air. Struktur tanah berasal dari partikel-partikel tanah yang membentuk agregat tanah yang saling berikatan membentuk suatu bongkahan tanah. Peubah ini sangat ditentukan oleh komponen pembentuk tanah dan ukuran partikelnya tekstur. Untuk mengetahui sifat fisik tanah pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Pengukuran sifat fisik tanah pada hutan primer dan LOA TPTJ 1 Tahun Kondisi hutan Kelerengan Kedalaman cm Struktur Bobot isi grcm³ Kadar air Hutan Primer 0-15 20 Butiran 1,00 31,19 15-25 20 Butiran 0,86 38,28 25-45 20 Butiran 0,93 30,82 LOA TPTJ 1 Tahun 0-15 20 Butiran 0,93 34,03 15-25 20 Butiran 1,08 33,82 25-45 20 Butiran 0,95 35,36 Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa pada hutan primer bobot isi tertinggi berada pada kelerengan datar 0-15 dengan kedalaman 20 cm yaitu sebesar 1,00, sedangkan bobot isi terendah berada pada kelerengan sedang 15-25 dengan kedalaman 20 cm yaitu sebesar 0,86. Pada hutan setelah penebangan umur satu tahun LOA TPTJ 1 tahun bobot isi tertinggi berada pada kelerengan sedang 15-25 dengan kedalaman 20 cm yaitu sebesar 1,08, sedangkan bobot isi terendah berada pada kelerengan datar 0-15 dengan kedalaman 20 cm yaitu sebesar 0,93. Adanya kenaikan bobot isi dipengaruhi oleh meningkatnya kepadatan tanah sehingga bobot isi tanah bertambah yang disebabkan oleh kegiatan penebangan. Peningkatan bobot isi ini juga dapat mempengaruhi pertumbuhan akar tanaman, semakin besar nilai bobot isi tanah maka tanah akan semakin padat sehinga akar sulit untuk berkembang. Tanah dengan bobot yang besar akan sulit meneruskan air atau sulit ditembus akar tanaman, begitu pula sebaliknya tanah

Dokumen yang terkait

Komposisi dan struktur tegakan areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam Indonesia Intensif (TPII) di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawti, Kalimantan Tengah

3 49 107

Struktur Dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan Dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Tptj) (Di Areal Iuphhk Pt. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

3 30 125

Model Struktur Tegakan Pasca Penebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Studi Kasus di PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 19 70

Pertumbuhan Tanaman Shorea leprosula Miq dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat)

1 9 81

Perkembangan tegakan pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang pilih tanam Indonesia intensif (TPTII) (Di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 11 232

Kualitas tanah pada sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur(TPTJ) di areal kerja IUPHHK/HA PT. Sari Bumi Kusuma provinsi Kalimantan Tengah

1 14 77

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII): studi kasus di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah

2 16 96

Kondisi Vegetasi Pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur Di Kalimantan Tengah

8 55 134

Kualitas Tanah pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Areal IUPHHK-HA PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat

0 6 30

Pertumbuhan Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.) pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Areal IUPHHK-HA PT Sarmiento Parakantja Timber Kalimantan Tengah

1 21 29