Terlebih pada hutan alam hujan tropika basah yang terkenal dengan siklus hara tertutup dengan bentangan lahan yang didominasi oleh jenis-jenis dari famili
Dipterocarpaceae yang terkenal dengan potensi hutannya yang tinggi walaupun dalam kondisi miskin hara. Diduga yang menyebabkan pohon tersebut bisa tetap
dalam kondisi baik walaupun hidup dalam kondisi yang miskin hara adalah simbiosis mutualisme secara ektomikoriza oleh cendawan mikoriza dan akar dari
pohon.
5.3 Hubungan Antara Keadaaan Tanah dengan Perkembangan Vegetasi
Gambaran tentang perubahan dan keadaan hutan setelah penebangan umur satu tahun LOA TPTJ 1 tahun adalah sebagai berikut.
Adanya kegiatan pemanenan dan pembuatan jalur tanam menyebabkan terbukanya lapisan tajuk hutan pada beberapa tempat sehingga menyebabkan
terjadinya celah gap dan dapat berdampak mengurangi kualitas dari stratifikasi tajuk yang ada. Terbentuknya celah ini menyebabkan intensitas sinar matahari
lebih besar dan hal ini berdampak positif pada peningkatan pertumbuhan dan perkembangan permudaan tingkat semai dan pancang. Pertumbuhan permudaan
tingkat semai dan pancang terlihat mengalami peningkatan yang cukup pesat dengan adanya celah ini. Terlihat juga dampak negatifnya yaitu terjadi suksesi
ledakan populasi tumbuhan penutup lantai hutan seperti rumput, liana, semak dan belukar, yang pertumbuhannya menyebabkan kompetisi hara bagi permudaan
pohon tingkat semai dan pancang. Selain terjadinya celah, kegiatan pemanenan pada lokasi penelitian
menyebabkan tanah terbuka pada beberapa bagian dimana badan tanah terkelupas dari lapisan vegetasi penutup serta top soil tanah hilang. Dampak negatif seperti
ini terlihat pada bekas areal jalan sarad yang terlihat setelah kegiatan pemanenan. Kondisi ini dapat menyebabkan erosi tanah dalam jumlah besar pada kondisi awal
setelah kegiatan pemanenan dan tanah pada areal jalan sarad akan mengalami proses pemadatan setelah alat berat masuk pada jalan sarad. Terjadinya pemadatan
tanah pada jalan sarad menyebabkan tumbuhan cover crop yang tumbuh hanya terbatas pada jenis merambat liana dan jenis lain yang hanya tumbuh pada spot
tertentu.
Tingginya curah hujan pada kawasan yang turun dengan intensitas sedang sampai tinggi menyebabkan lahan terbuka mengalami erosi. Terlihat bahwa erosi
semakin meningkat pada kawasan dengan tingkat kelerengan lebih tinggi. Dengan kata lain curah hujan tinggi dapat menyebabkan pencucian hara yang semakin
meningkat pada areal yang semakin curam. Dapat diprediksi top soil pada daerah dengan kelerengan semakin tinggi semakin tipis, sehingga suplai unsur hara
tanaman pada areal dengan tingkat kelerengan semakin curam semakin sedikit PT. Erna Djuliawati, 2005.
Pertumbuhan permudaan tingkat semai dan pancang setelah kegiatan pemanenan dan penjaluran terlihat cukup pesat terutama untuk jenis-jenis
komersial. Hal ini dapat diakibatkan oleh terbukanya tajuk hutan akibat kegiatan penebangan dan dapat disebabkan karena jenis meranti merupakan jenis semi
toleran dimana pada saat tingkat permudaan awal membutuhkan sinar matahari dalam kondisi melimpah. Dengan kerapatan permudaan yang cukup tinggi,
kompetisi tanaman dalam mendapatkan unsur hara juga meningkat. Keterlibatan cendawan mikoriza yang banyak dijumpai pada perakaran jenis-jenis yang
mendominasi diduga cukup membantu proses suksesi tumbuhan jenis komersil untuk tumbuh dan tetap dapat beradaptasi dengan baik. Namun dikarenakan
penelitian dilakukan baru satu tahun setelah kegiatan penebangan sehingga belum didapat banyak informasi lain yang lebih menunjang.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Kegiatan pemanenan yang dilaksanakan satu tahun sebelumnya menyebabkan
perubahan komposisi dan struktur tegakan pada LOA TPTJ 1 tahun. Penurunan jumlah jenis terbesar yang terjadi pada tingkat pancang sebanyak
11 jenis, tingkat tiang sebanyak 10 jenis dan tingkat pohon sebanyak 26 jenis. Sedangkan pada tingkat semai mengalami kenaikan sebanyak 5 jenis dilihat
dari total jenisnya. Penurunan dan kenaikan jumlah jenis ini diakibatkan adanya kegiatan pemanenan dan penjaluran yang berdampak positif terhadap
pertumbuhan populasi pada tingkat semai. 2.
Jenis vegetasi yang mendominasi pada hutan primer masih cukup mendominasi pada LOA TPTJ 1 tahun. Jenis tersebut diantaranya adalah
lempung Shorea leprosula, medang Litsea spp., kayu arang Diospyros malam, jambu-jambu Eugenia sp. dan benitan Polyalthia laterifolia.
Penyebaran dari jenis ini hampir merata pada setiap kelerengan hutan. 3.
Keanekaragaman jenis H’ pada LOA TPTJ 1 tahun tergolong sedang dengan nilai berkisar antara 2,55
– 3,22. Untuk kekayaan jenis R
1
tergolong tinggi dengan nilai berkisar antara 5,50
– 8,67. Sedangkan untuk kemerataan jenis E nilai berkisar antara 0,73
– 0,85 dan tergolong tinggi. 4.
Indeks kesamaan komunitas IS antara hutan primer dan LOA TPTJ 1 tahun untuk tingkat semai berkisar antara 49,91 - 61,78, untuk tingkat pancang
berkisar antara 61,36 - 64,33, untuk tingkat tiang berkisar antara 56,12 - 67,88 dan untuk tingkat pohon berkisar antara 62,75 - 67,45. Hal ini
menunjukkan bahwa dua komunitas dari tingkat semai, pancang, tiang dan pohon yang dibandingkan relatif berbeda dan dapat dikatakan pada kondisi
satu tahun setelah penebangan LOA TPTJ 1 tahun belum sepenuhnya kembali seperti pada hutan primer karena proses suksesi masih berlangsung.
5. Struktur tanah pada hutan primer berupa butiran dengan bobot isi berkisar
antara 0,86-1,00, kadar air berkisar antara 30,82-38,28, pH H
2
O sebesar 3,9 dan KCl sebesar 3,0. Sedangkan pada hutan setelah penebangan umur satu
tahun LOA TPTJ 1 tahun bobot isi berkisar antara 0,93-1,08, kadar air