Kerapatan dan Frekuensi Kelompok Jenis

dari famili dipterocarpaceae pada kelerengan datar 0-15 mengalami penurunan sebanyak 30 pohon, pada kelerengan sedang 15-25 menurun sebanyak 53 pohon dan pada kelerengan curam 25-45 menurun sebanyak 46 pohon. Sedangkan untuk nilai luas bidang dasar pada kelerengan datar 0-15 menurun sebanyak 17,03 m 2 ha, pada kelerengan sedang 15-25 menurun sebanyak 34,14 m 2 ha dan pada kelerengan curam 25-45 menurun sebanyak 12,93 m 2 ha. Nilai ini lebih rendah dari kondisi hutan primer karena akibat kegiatan penebangan dan pembuatan jalur tanam yang menumbangkan sebagian besar pohon-pohon pada areal tersebut. Sehingga dapat dilihat bahwa dalam waktu satu tahun setelah kegiatan penebangan belum mampu mengembalikan nilainya menjadi sebesar semula.

5.1.2.1 Kerapatan dan Frekuensi Kelompok Jenis

Kerapatan tegakan pohon per hektar dapat digunakan untuk menganalisis apakah tegakan pada hutan tersebut sudah pulih terutama untuk jenis komersial yang akan ditebang pada daur berikutnya. Kerapatan suatu individu dapat diketahui dengan cara menghitung jumlah suatu jenis individu per luasan. Nilai kerapatan dan frekuensi kelompok jenis pada hutan primer dan hutan setelah penebangan umur satu tahun LOA TPTJ 1 tahun dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Komposisi permudaan jenis komersial ditebang pada plot pengamatan dilihat dari Kerapatan NHa serta Frekuensi Kondisi Hutan Kelerengan Semai Pancang Tiang Pohon K F K F K F K F Primer 0-15 17708,33 0,83 2733,33 0,76 1210,00 0,80 217,33 0,80 15-25 18583,33 0,89 2853,33 0,80 1096,67 0,84 257,33 0,84 25-45 20250,00 0,82 2620,00 0,72 475,00 0,75 165,33 0,76 LOA TPTJ 1 Tahun 0-15 10666,67 0,88 1353,33 0,79 311,67 0,82 76,33 0,82 15-25 9958,33 0,88 1320,00 0,86 418,33 0,91 98,33 0,84 25-45 11166,67 0,76 1393,33 0,81 501,67 0,78 133,00 0,82 Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai kerapatan antara kondisi hutan primer dan hutan setelah penebangan umur satu tahun LOA TPTJ 1 tahun secara umum mengalami penurunan untuk masing-masing tingkatan vegetasi di setiap kelerengan. Hal ini dikarenakan adanya dampak dari kegiatan pemanenan yaitu penebangan dan penyaradan maupun pembuatan jalur tanam. Permudaan jenis komersial di areal LOA TPTJ 1 tahun umumnya memiliki kerapatan yang lebih kecil dibandingkan dengan hutan primer kecuali pada vegetasi tingkat tiang kelerengan 25-45, dimana kerapatan pada hutan primer 475,00 NHa sedangkan di areal LOA TPTJ 1 tahun 501,67 NHa. Penurunan kerapatan terbesar untuk LOA TPTJ 1 tahun pada tingkat semai terjadi di kelerengan 25-45 sebesar 9083,33, pada tingkat pancang terjadi di kelerengan 15-25 sebesar 1536,33, pada tingkat tiang terjadi di kelerengan 0-15 sebesar 898,33 dan pada tingkat pohon terjadi di kelerengan 15-25 sebesar 159,00. Penurunan jumlah individu dapat dikarenakan oleh dampak dari kegiatan penebangan yaitu karena rebahnya pohon-pohon dan dampak tersebut tergantung dari topografi kawasan serta kondisi lanskap. Semakin tinggi tingkat kelerengan dan semakin tinggi kerapatan suatu kawasan maka dampak penebangan akan semakin tinggi. Berdasarkan nilai frekuensi untuk permudaan jenis komersial pada tingkat semai, pancang dan tiang secara umum memiliki nilai diatas 75. Frekuensi pohon komersial baik pada hutan primer maupun areal LOA TPTJ 1 tahun sebagian besar menunjukkan nilai 75 tetapi kurang dari 100. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6 berikut ini. Gambar 5. Kerapatan jenis komersial ditebang pada areal pengamatan 0,00 5000,00 10000,00 15000,00 20000,00 25000,00 0-15 15-25 25-45 0-15 15-25 25-45 Primer LOA TPTJ 1 Tahun K er a pa ta n NH a Kondisi Hutan Kerapatan Jenis Komersial DiTebang Semai Pancang Tiang Pohon Gambar 6. Frekuensi jenis komersial ditebang pada areal pengamatan Menurut Wyatt-Smith 1963 dalam Budiansyah 2006 permudaan dianggap cukup jika terdapat paling sedikit 40 stocking permudaan tingkat semai 1000 petak ukur milliacre per hektar, 60 tingkat pancang 240 petak ukur milliacre per hektar dan 75 tingkat tiang 75 petak ukur milliacre per hektar dari jenis komersial. Sedangkan pada pedoman Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia TPTI disebutkan bahwa permudaan alam dianggap cukup apabila tersedia minimal 400 batanghektar untuk tingkat semai, 200 batanghektar untuk tingkat pancang, 75 batanghektar untuk tingkat tiang dan 25 batanghektar untuk tingkat pohon jenis komersial dan sehat yang tersebar merata Departemen Kehutanan, 1993. Sehingga kondisi hutan dengan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur TPTJ telah memenuhi syarat. Berdasarkan kriteria tersebut vegetasi tingkat semai, pancang dan tiang memenuhi kriteria Wyatt-Smith dan pedoman TPTI. Hal ini berarti pada areal hutan primer dan hutan setelah penebangan umur satu tahun LOA TPTJ 1 tahun memiliki permudaan yang cukup dan tersebar merata. Untuk vegetasi tingkat pohon kerapatan pohon komersial pada seluruh petak pengamatan 25 batanghektar berarti memenuhi kriteria pedoman TPTI. Sedangkan untuk nilai frekuensi menunjukkan nilai diatas 75 tetapi kurang dari 100. Hal ini berarti 0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80 0,90 1,00 0-15 15-25 25-45 0-15 15-25 25-45 Primer LOA TPTJ 1 Tahun Fre k u ens i Kondisi Hutan Frekuensi Jenis Komersial DiTebang Semai Pancang Tiang Pohon frekuensi pohon komersial pada petak pengamatan mendekati kriteria Wyatt- Smith. Adapun mengenai perbandingan kerapatan pohon antara seluruh jenis dengan jenis komersial ditebang pada hutan primer dan hutan setelah penebangan umur 1 tahun LOA TPTJ 1 tahun dapat dilihat pada Gambar 7 berikut ini. Gambar 7. Perbandingan kerapatan pohon seluruh jenis dengan jenis komersial ditebang pada plot pengamatan Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa kerapatan pohon seluruh jenis dengan jenis komersial ditebang pada LOA TPTJ 1 tahun lebih kecil dibandingkan dengan hutan primer. Dimana kerapatan terbesar pada hutan primer untuk seluruh jenis pohon sebesar 297,67 NHa dan kerapatan terbesar untuk jenis pohon komersial ditebang sebesar 257,33 NHa. Sedangkan pada LOA TPTJ 1 tahun kerapatan terbesar untuk seluruh jenis pohon sebesar 155,33 NHa dan kerapatan terbesar untuk jenis pohon komersial ditebang sebesar 133,00 NHa. Penurunan disebabkan karena kegiatan penebangan yaitu robohnya pohon serta kegiatan pembuatan jalur tanam. Dapat dilihat juga pada grafik Gambar 7 diatas, kerapatan seluruh jenis masih tinggi daripada kerapatan jenis komersial ditebang. Karena dalam penebangan jenis yang ditebang adalah jenis komersial dan tidak dilindungi dengan diameter 50 cm up. 271,00 297,67 208,00 91,67 115,33 155,33 217,33 257,33 165,33 76,33 98,33 133,00 0,00 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00 300,00 350,00 0-15 15-25 25-45 0-15 15-25 25-45 Primer LOA TPTJ 1 Tahun K era p a ta n NHa Kondisi Hutan Perbandingan Kerapatan Pohon Seluruh Jenis Komersial Ditebang

5.1.2.2 Dominansi Jenis

Dokumen yang terkait

Komposisi dan struktur tegakan areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam Indonesia Intensif (TPII) di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawti, Kalimantan Tengah

3 49 107

Struktur Dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan Dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Tptj) (Di Areal Iuphhk Pt. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

3 30 125

Model Struktur Tegakan Pasca Penebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Studi Kasus di PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 19 70

Pertumbuhan Tanaman Shorea leprosula Miq dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat)

1 9 81

Perkembangan tegakan pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang pilih tanam Indonesia intensif (TPTII) (Di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 11 232

Kualitas tanah pada sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur(TPTJ) di areal kerja IUPHHK/HA PT. Sari Bumi Kusuma provinsi Kalimantan Tengah

1 14 77

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII): studi kasus di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah

2 16 96

Kondisi Vegetasi Pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur Di Kalimantan Tengah

8 55 134

Kualitas Tanah pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Areal IUPHHK-HA PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat

0 6 30

Pertumbuhan Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.) pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Areal IUPHHK-HA PT Sarmiento Parakantja Timber Kalimantan Tengah

1 21 29