menjadi asam diantaranya adalah tingginya curah hujan yang mengakibatkan basa-basa mudah tercuci yang kedua adanya dekomposisi mineral alumunium
silikat akan membebaskan ion alumunium Al³
+
, ion tersebut dapat dijerap kuat oleh koloid tanah dan bila dihidrolisis akan menyumbang ion H
+
sehingga menyebabkan tanah menjadi asam.
5.2.2.2 Analisis Unsur Hara Tanah
Kegiatan analisis tanah ini dilakukan untuk mengetahui unsur-unsur hara tanah yang terutama berhubungan langsung dengan pertumbuhan tanaman. Unsur-
unsur hara yang ingin diketahui adalah unsur hara yang termasuk kedalam unsur hara esensial. Pengambilan sampel dilakukan pada hutan primer dan hutan setelah
penebangan umur satu tahun LOA TPTJ 1 tahun menggunakan metode tanah terusik dengan kedalaman 20 cm. Pada Tabel 16 dapat dilihat penetapan unsur
hara tanah. Tabel 16 Analisis kimia unsur hara pada hutan primer dan LOA TPTJ 1 Tahun
Kondisi hutan Kelerengan
Kedalaman cm
P ppm Ca Mg
K Na
Hutan Primer -
20 2,54
0,40 0,40 0,11 0,92 LOA TPTJ 1 Tahun
0-15 20
14,9 1,45 0,48 0,51 0,46
15-25 20
4,3 0,44 0,33 0,13 0,51
25-45 20
4,1 0,32 0,28 0,10 0,24
Dari Tabel 16 terlihat bahwa kandungan unsur hara pada hutan primer dan hutan setelah penebangan umur satu tahun LOA TPTJ 1 tahun menunjukkan
kandungan unsur hara yang rendah menurut kriteria lahan pertanian secara umum. Kandungan Ca mempunyai nilai berkisar antara 0,32 sampai 1,45. Kandungan Mg
mempunyai nilai berkisar antara 0,28 sampai 0,48, Kandungan K mempunyai nilai berkisar antara 0,10 sampai 0,51 dan kandungan Na mempunyai nilai
berkisar antara 0,24 sampai 0,92. Kandungan kation basa yang rendah P, Ca, Mg, dan Na menyebabkan
tingkat kejenuhan basa juga rendah. Unsur hara fosfor P merupakan salah satu unsur hara yang keberadaannya dipengaruhi oleh kation asam. Pada kondisi asam
dengan kandungan Fe dan Al yang tinggi maka ion P akan diikat oleh kation asam sehingga unsur P tidak tersedia bagi tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat
Poerwowidodo 1992 yang menyatakan kemasaman tanah memegang peranan
penting pada ketersediaan P. Sedangkan menurut Hardjowigeno 2003 pada tanah masam unsur P tidak dapat diserap oleh tanaman karena difiksasi oleh Al,
sedangkan pada tanah alkalis unsur P juga tidak dapat diserap oleh tanaman karena difiksasi oleh Ca.
Untuk penetapan tingkat kesuburan hara esensial pada kondisi hutan primer dan hutan setelah penebangan umur satu tahun LOA TPTJ 1 tahun dapat
dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Penetapan tingkat kesuburan tanah berdasarkan hasil analisis kimia
tanah Kondisi hutan
Kelerengan Kedalaman
cm N
C-org KTK
me100g KB
Status kesuburan
tanah Hutan Primer
- 20
0,15 1,52
9,59 19,08
Rendah LOA TPTJ 1 Tahun
0-15 20
0,35 7,02
15,20 19,08
Rendah 15-25
20 0,21
2,47 6,52
21,63 Rendah
25-45 20
0,18 2,31
7,38 12,74
Rendah Salah satu faktor yang berperan dalam menentukan keberhasilan suatu
budidaya baik di kehutanan maupun pertanian adalah kandungan bahan organik dalam tanah. Hal ini dikarenakan bahan organik dapat meningkatkan kesuburan
kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik Anonim, 1991. Berdasarkan Tabel 17 diatas
kandungan C-organik dalam tanah menunjukkan nilai yang rendah pada hutan primer yaitu 1,52 dan pada hutan setelah penebangan umur satu tahun LOA
TPTJ 1 tahun menunjukkan nilai yang sangat tinggi pada kelerengan datar yaitu 7,02 dan sedang pada kelerengan sedang dan curam yaitu 2,47 dan 2,31.
Nilai N pada hutan primer berada dalam rentang 0,10 – 0,20 sehingga tergolong
rendah, sedangkan pada hutan setelah penebangan umur satu tahun berada dalam rentang 0,21
– 0,50 sehingga tergolong sedang. Musthofa 2007 dalam penelitiannya menyatakan bahwa kandungan bahan
organik dalam bentuk C-organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari 2, agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu
akibat proses dekomposisi mineralisasi, maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak harus diberikan setiap tahun.
Kandungan bahan organik sangat erat berkaitan dengan KTK Kapasitas Tukar Kation. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi
mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir Hardjowigeno, 2003. Nilai KTK tanah
sangat beragam dan tergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri. Besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah, tekstur atau jumlah liat, jenis mineral
liat, bahan organik dan pengapuran serta pemupukan. Pada Tabel 17 terlihat bahwa nilai KTK hutan setelah penebangan umur
satu tahun LOA TPTJ 1 tahun pada kelerengan datar lebih tinggi daripada hutan primer. Hal ini dapat disebabkan adanya kegiatan pemanenan dan
penjaluran yang mana terjadi pembukaan tajuk, sehingga intensitas cahaya lebih banyak masuk ke lantai hutan.
Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah kation - kation basa dengan jumlah semua kation kation basa dan kation asam yang
terdapat dalam kompleks jerapan tanah. Jumlah maksimum kation yang dapat dijerap tanah menunjukkan besarnya nilai kapasitas tukar kation tanah
tersebut, maka kejenuhan basa merupakan perbandingan dari jumlah kation basa yang ditukarkan dengan kapasitas tukar kation yang dinyatakan dalam
persen. Kejenuhan basa berhubungan erat dengan pH tanah, dimana tanah-tanah dengan pH rendah umumnya mempunyai kejenuhan basa rendah, sedang tanah-
tanah dengan pH yang tinggi mempunyai kejenuhan basa yang tinggi pula Hardjowigeno 2003.
Sedangkan untuk nilai kejenuhan basa KB pada hutan primer dan hutan setelah penebangan umur satu tahun LOA TPTJ 1 tahun mempunyai nilai
berkisar antara 19,08 sampai 21,63 dimana nilai ini masuk dalam kriteria tidak subur. Kejenuhan basa selalu dihubungkan sebagai petunjuk mengenai
kesuburan sesuatu tanah. Kemudahan dalam melepaskan ion yang dijerat untuk tanaman tergantung pada derajat kejenuhan basa. Tanah sangat subur bila
kejenuhan basa 80, berkesuburan sedang jika kejenuhan basa antara 50-80 dan tidak subur jika kejenuhan basa 50 . Hal ini didasarkan pada sifat
tanah dengan kejenuhan basa 80 akan membebaskan kation basa dapat dipertukarkan lebih mudah dari tanah dengan kejenuhan basa 50 Anonim, 1991.
Namun secara umum jenis-jenis dipterocarpaceae dapat tumbuh di daerah yang kurang subur menurut kriteria lahan pertanian secara umum. Hal ini
disebabkan karena setiap jenis pohon mempunyai range tertentu dan unsur hara terpenuhi.
Apabila dibandingkan antara hutan primer dengan hutan setelah penebangan umur satu tahun LOA TPTJ 1 tahun pada umumnya hasil analisis
tanah menunjukkan bahwa kandungan unsur hara di areal hutan setelah penebangan umur satu tahun LOA TPTJ 1 tahun lebih tinggi dari areal hutan
primer. Hal ini disebabkan oleh adanya keterbukaan tajuk yang cukup dari kegiatan pemanenan sehingga sinar matahari dapat langsung mengenai lantai
hutan. Kondisi ini akan memacu terjadinya proses dekomposisi dari unsur hara tanah oleh mikroorgaisme menjadi meningkat. Namun dengan adanya
keterbukaan tajuk ini akan mengakibatkan terjadinya leaching yang meningkat serta laju run-off yang membawa unsur hara yang telah terurai meningkat.
Menurut van Dam 1967 ukuran gap tidak mempengaruhi laju dekomposisi dari daun, tanaman berkayu, kayu bagi tanaman dan bunga, tetapi
keberadaannya mempercepat laju dekomposisi dari humus di permukaan tanah dibandingkan dengan hutan primer. Meskipun terjadi peningkatan dekomposisi
di lantai hutan dan tersedianya unsur hara yang cukup bagi tanaman tetapi dengan adanya gap ini akan menyebabkan terjadinya leaching sehingga unsur
hara yang telah terdekomposisi menjadi sedikit tersedia bahkan tidak tersedia bagi tanaman. Gap menyebabkan masuknya jenis-jenis pohon pionir seperti
Anthocepalus sp., Macaranga sp. dan sebagainya. Melihat dari hal yang telah disebutkan diatas maka tanah pada lokasi
penelitian dapat dikategorikan sebagai tanah kurang subur menurut kriteria lahan pertanian secara umum. Kondisi ini tidak banyak berubah setelah dilakukan
kegiatan penebangan dan penjaluran. Status kesuburan tanah pada hutan setelah penebangan umur satu tahun tetap tergolong rendah. Namun kondisi tanah seperti
ini tidak dapat dikatakan bahwa tanah tersebut kurang sesuai untuk jenis-jenis dari famili Dipterocarpaceae seperti lempung Shorea leprosula. Hal ini disebabkan
karena setiap jenis pohon dalam tumbuh dan berkembang mempunyai adaptasi lingkungan tempat tumbuh dan kebutuhan akan unsur-unsur hara yang berbeda.
Terlebih pada hutan alam hujan tropika basah yang terkenal dengan siklus hara tertutup dengan bentangan lahan yang didominasi oleh jenis-jenis dari famili
Dipterocarpaceae yang terkenal dengan potensi hutannya yang tinggi walaupun dalam kondisi miskin hara. Diduga yang menyebabkan pohon tersebut bisa tetap
dalam kondisi baik walaupun hidup dalam kondisi yang miskin hara adalah simbiosis mutualisme secara ektomikoriza oleh cendawan mikoriza dan akar dari
pohon.
5.3 Hubungan Antara Keadaaan Tanah dengan Perkembangan Vegetasi