Antioksidan dan Metode Pengukurannya
seperti butylated hydroxyanisole BHA, butylated hydroxytoluene BHT, metilen bisfenol dan difenilamin. Antioksidan-antioksidan tersebut bekerja dengan cara
berinteraksi dengan radikal bebas yang terdapat di dalam sistem dan membentuk produk subtrat non radikal dan suatu radikal antioksidan. Jika radikal antioksidan
yang dihasilkan cukup stabil mencegah reaksi berikutnya, maka radikal antioksidan tersebut tidak akan berperan sebagai inisiator dari berikutnya. Kedua
produk yang dihasilkan pada kenyataannya mungkin bereaksi dengan radikal bebas kedua dalam sistem
Mekanisme reaksi oksidasi lemak dapat dilihat sebagai berikut : Tahap inisiasi
: ROOH ROO
●
+ H
●
ROOH RO
●
+ OH 2ROOH RO
●
+ OH Tahap propagasi
: R
●
+ O
2
ROO
●
ROO
●
+ R
1
H R
1 ●
+ ROOH Tahap terminasi
: ROO
●
+ R
1
OO
●
ROOH
1
+ O
2
R
●
+ RO
●
ROR
1
Gambar 4 Mekanisme reaksi oksidasi lemak Gordon 1990. Kedua adalah antioksidan yang berfungsi dengan cara menghilangkan
molekul-molekul hidroperoksida dari sistem, tetapi tanpa melibatkan radikal bebas. Contoh antioksidan ini adalah dilauril tiodipropionat DLTP. Molekul ini
mengandung atom sulfur teroksidasi yang mampu bereaksi dengan molekul hidroperoksida berikutnya. Ketiga adalah antioksidan yang dapat menginaktivasi
logam yang bisa mempercepat terjadinya oksidasi. Penggolongan ketiga ini sama dengan antioksidan sekunder menurut Winarno 1984 dan Gordon 1990.
Jenis penggolongan antioksidan yang lain berdasarkan sumber diperolehnya senyawa tersebut. Penggolongan ini terdiri atas dua yaitu
antioksidan sintetik dan antioksidan alami. Beberapa antioksidan sintetik yang sering digunakan dalam industri pangan antara lain butylated hydroxytoluene
BHT, butylated hydroxyanisole BHA, Propil galat, tertiarybutyl hydroquinon TBHQ dan tokoferol Buck 1991. Antioksidan sintetik sangat efektif dalam
menghambat reaksi oksidasi lemak akan, tetapi penggunaan antioksidan sintetik banyak menimbulkan kekuatiran akan efek sampingnya karena telah banyak
penelitian tentang efek patologis yang ditimbulkannya. Antioksidan alami diperoleh dari hasil ekstrak bahan alami. Antioksidan alami dalam bahan pangan
diperoleh dari: a antioksidan berupa senyawa endogen yang terdiri dari satu atau lebih senyawa yang terdapat dalam bahan pangan, b antioksidan yang terbentuk
akibat reaksi selama pengolahan, c antioksidan yang merupakan senyawa eksogen yaitu dengan penambahan antioksidan yang diisolasi dari sumber alami
Pratt 1992. Adapun antioksidan yang terdapat di dalam bahan alami meliputi golongan senyawa turunan fenolat, turunan senyawa hidroksinat, kumarin,
tokoferol Sidik 1997. Penggunaan bahan antioksidan baik alami maupun sintetik dalam bahan pangan, harus memenuhi persyaratan tertentu yaitu: a tidak
beracun dan tidak mempunyai efek fisiologis, b tidak menimbulkan flavor yang tidak enak, rasa dan warna pada lemak atau bahan pangan, c larut sempurna
dalam lemak dan minyak, d efektif dalam jumlah yang relatif kecil menurut rekomendasi Food and Drug Administration dosis yang diizinkan dalam bahan
pangan adalah 0,01-0,1 dan e tidak mahal serta selalu tersedia Coppen 1983; Ketaren 1986.
Ada beberapa metode pengukuran aktivitas antioksidan yang dapat digunakan salah satunya adalah metode 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil DPPH.
Senyawa DPPH dalam metode ini digunakan sebagai model radikal bebas, yang memiliki rumus molekul C
18
H
12
N
5
O
6
dan Mr=394,33 Molyneux 2004; Vattem dan Shetty 2006. Jika senyawa ini masuk dalam tubuh manusia dan tidak
terkendalikan dapat menyebabkan kerusakan fungsi sel. Pada uji ini metanol digunakan sebagai pelarut, dan inkubasi pada suhu kamar dimaksudkan untuk
mengoptimumkan aktivitas DPPH. Radial bebas DPPH merupakan radikal sintetik yang stabil pada suhu kamar dan larut dalam pelarut seperti metanol atau
etanol Molyneux 2004; Suratmo 2009. Ketika sebuah antioksidan mampu mendonorkan hidrogen yang beraksi dengan radikal DPPH, reaksi ini akan
memberikan peningkatan kompleks non radikal dan menurunkan radikal DPPH yang ditandai dengan terbentuknya warna kuning. Penurunan pada absorbsi dapat
diukur secara spektrofotometrikal dan dibandingkan dengan sebuah kontrol etanol atau metanol untuk mengkakulasikan aktivitas scavenging radikal DPPH
Vattem dan Shetty 2006.
Ketika DPPH menerima elektron atau radikal hidrogen, maka akan terbentuk molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH
baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen, akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH, jika semua elektron pada radikal bebas DPPH
berpasangan, maka warna larutan berubah dari ungu tua menjadi kuning terang dan absorbansi pada panjang gelombang 517 nm akan hilang. Reaksi pengujian
aktivitas antioksidan dengan DPPH disajikan pada Gambar 5. DPPH + AH DPPH-H + A
Free radical antioksidan neutral new radical
Puplish color Yellowish color
Gambar 5 Reaksi pengujian aktivitas antioksidan dengan DPPH Munifah 2007. Parameter yang digunakan untuk menginterpretasikan hasil pengujian
dengan metode DPPH adalah EC
50
efficient concentration atau biasa disebut IC
50
inhibition concentration. Inhibition concentration IC
50
dapat didefinisikan sebagai kosentrasi larutan sampel yang akan menyebabkan reduksi
terhadap aktivitas DPPH sebesar 50. Semakin kecil nilai IC
50
berarti aktivitas antioksidannya semakin tinggi. Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan
sangat kuat apabila nilai IC
50
kurang dari 0,05 mgmL, kuat apabila nilai IC
50
antara 0,05-0,10 mgmL, sedang apabila nilai IC
50
berkisar antara 0,10-0,15 mgmL, dan lemah apabila nilai IC
50
berkisar antara 0,15-0,20 mgmL Blois 1958 diacu dalam Molyneux 2004.
3 METODOLOGI PENELITIAN