Tidak dilakukan, alasan saudara? langsung ke pertanyaan 7.32

Lampiran 4 Hasil pengujian validitas dan reliabilitas kuesioner tingkat implementasi pada pemasukan HPR impor-antar area dengan SPSS16.0 Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbachs Alpha if Item Deleted Ket Lab 47.0000 9.862 .000 .587 IKH 47.0000 9.862 .000 .587 dr ngr endemis 49.8667 9.016 .350 .558 HPR bunting 49.4667 10.464 -.262 .640 umur HPR impor 47.4000 8.041 .556 .515 Valid jeda vaksin impor 47.3000 9.666 -.007 .601 persyrt krtn impor 48.6333 7.826 .555 .509 Valid SPP 47.1667 8.902 .361 .555 masa karantina impor 47.5333 9.223 .124 .585 fisik impor 47.1333 8.809 .455 .547 Valid pemeriksaan lab impor 47.0000 9.862 .000 .587 hasil lab slm ini impor 48.0000 9.862 .000 .587 jika titer tdk protektif impor 47.1333 8.740 .490 .543 Valid tdk vak tp titer 48.4000 9.214 .047 .607 titer pembebasan 47.7000 8.286 .268 .562 persy krtn AA 48.7667 9.082 .230 .569 rekomendasi AA 47.6667 11.264 -.507 .666 Valid pemeriksaan fisik AA 47.5667 7.840 .626 .503 Valid masa karantina AA 49.0000 9.862 .000 .587 pemenuhan hsl lab 48.5333 7.706 .447 .522 Valid umur hpr AA 47.2667 9.030 .233 .568 jeda stlh vaksin AA 47.4667 9.154 .147 .581 seberapa impl 47.0000 9.862 .000 .587 Untuk mengetahui soal yang valid adalah dengan melihat nilai korelasi lalu dibandingkan dengan table corelasi product moment untuk dk = n-1 nilai r. Soal yang valid adalah jika nilai kolerasinya lebih besar dari nilai r. Dari soal 23 pertanyaan, dk=23-1 = 22 untuk alpha 5, ditulis dengan r 22,0.05 = 0,423. Jadi soal yang valid ada 7 soal yaitu umur HPR, persyaratan karantina, pemeriksaan fisik, jika titer tidak protektif, rekomendasi, pemeriksaan fisik antar area, pemenuhan hasil lab. Reliability Statistics Cronbachs Alpha N of Items .586 23 Sedangkan untuk mengetahui soal tersebut reliable atau tidak, dilihat pada nilai alpha = 0.586. Dicocokkan dengan nilai table r product moment adalah 0, 0,413. Ternyata, alpha lebih besar dari r tabel, artinya soal-soal yang valid tersebut adalah reliabel. Lampiran 5 Hasil pengujian validitas dan reliabilitas kuesioner tingkat implementasi pada kelompok pemasukan HPR antar area Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbachs Alpha if Item Deleted Ket Lab 18.0333 27.482 .554 .897 Tidak valid IKH 17.6000 28.179 .577 .895 Tidak valid Persyaratan krtn 18.6667 32.506 .000 .910 Tidak valid Rekomendasi 17.9333 23.995 .912 .874 Pemeriks. Fisik 17.9000 24.300 .836 .879 Masa krtn 17.8000 25.131 .691 .890 Observasi 6bln 18.2000 27.752 .736 .889 Hasil lab 18.0333 24.516 .916 .874 Umur HPR 17.1333 32.326 -.048 .930 Tidak valid Post vaksin 17.9333 24.202 .935 .872 Implementasi 17.4333 28.047 .938 .885 Soal yang valid dengan melihat nilai korelasi lalu dibandingkan dengan table corelasi product moment untuk dk = n-1 nilai r. Soal yang valid jika nilai kolerasinya lebih besar dari nilai r. Dari soal 11 pertanyaan, dk=11-1 =10 untuk alpha 5, ditulis dengan r 10,0.05 = 0,632. Jadi soal yang tidak valid ada 4, yaitu lab, IKH, persyaratan karantina, dan umur HPR. Reliability Statistics Cronbachs Alpha N of Items .901 10 Sedangkan untuk mengetahui soal tersebut reliable atau tidak, dilihat pada nilai alpha = 0.901. Dicocokkan dengan nilai table r product moment adalah 0, 0,632. Ternyata, alpha lebih besar dari r tabel, artinya soal-soal yang valid tersebut adalah reliabel. Lampiran 6 Realisasi tingkat partisipasi responden di UPTKP No. Unit Pelaksana Teknis Target Realisasi Pejabat Struktural Pejabat Fungsional Medik Veteriner Pejabat Struktural Pejabat Fungsional Medik Veteriner 1 BBKP Surabaya 1 4 1 4 2 BBKP Tanjung Priok 1 4 5 3 BBKP Soekarno Hatta 1 4 1 4 BBKP Belawan 1 3 1 3 5 BBKP Makassar 1 2 1 1 6 BKP Kelas I Denpasar 1 4 1 4 7 BKP Kelas I Semarang 1 2 2 8 BKP Kelas I Balikpapan 1 2 1 2 9 BKP Kelas I B. Lampung 1 2 1 2 10 BKP Kelas I Pekanbaru 1 2 1 2 11 BKP Kelas I Pontianak 1 2 1 12 BKP Kelas I Kupang 1 2 1 1 13 BKP Kelas I Banjarmasin 1 2 1 2 14 BKP Kelas I Mataram 1 2 1 15 BKP Kelas I Manado 1 2 1 2 16 BKP Kelas I Padang 1 1 1 1 17 BKP Kelas I Jayapura 1 1 1 18 BKP Kelas I Palembang 1 1 1 1 19 BKP Kelas I Jambi 1 1 1 1 20 BKP Kelas I Batam 1 1 1 21 BKP Kelas II Medan 1 1 1 1 22 BKP Kelas II T. Pinang 1 2 1 1 23 BKP Kelas II Ternate 1 1 1 1 24 BKP Kelas II Kendari 1 1 1 1 25 BKP Kelas II P. Pinang 1 1 1 1 26 BKP Kelas II Tarakan 1 1 1 1 27 BKP Kelas II Cilegon 1 1 1 1 28 BKP Kelas II Yogyakarta 1 2 1 29 BKP Kelas II Palangkaraya 1 1 1 1 30 BKP Kelas II Palu 1 1 1 1 31 BKP Kelas II Gorontalo 1 1 32 SKP Kelas I Biak 1 1 1 1 33 SKP Kelas I Entikong 1 1 1 34 SKP Kelas I TB Asahan 1 1 1 35 SKP Kelas I Cilacap 1 1 1 36 SKP Kelas I Sumbawa Besar 1 2 1 2 37 SKP Kelas I Banda Aceh 1 2 2 38 SKP Kelas I Sorong 1 1 1 39 SKP Kelas I Samarinda 1 1 2 40 SKP Kelas I Ambon 1 1 1 41 SKP Kelas I Bengkulu 1 1 1 42 SKP Kelas I Timika 1 1 2 43 SKP Kelas I Merauke 1 1 1 1 PV 44 SKP Kelas I Bandung 1 1 1 45 SKP Kelas I Pare-pare 1 1 2 46 SKP Kelas II TB Karimun 1 1 2 47 SKP Kelas II Ende 1 1 1 48 SKP Kelas II Mamuju 1 1 2 49 SKP Kelas II Monokwari 1 1 2 50 SKP Kelas II Bangkalan 1 1 2 Jumlah responden 49 77 26 75 Total keseluruhan 126 101 = 78.9 Lampiran 7 Uji Pearson antara prakondisi dengan tingkat implementasi pedoman pada kelompok pemasukan HPR impor-antar area kom_num sd_num dis_num sb_num totpra_num imp_IAA_num kom_num Pearson Correlation 1 -.092 .017 -.241 .044 -.350 Sig. 2-tailed .801 .963 .503 .904 .322 N 10 10 10 10 10 10 sd_num Pearson Correlation -.092 1 -.132 .025 .804 -.218 Sig. 2-tailed .801 .715 .945 .005 .545 N 10 10 10 10 10 10 dis_num Pearson Correlation .017 -.132 1 .664 .355 .057 Sig. 2-tailed .963 .715 .036 .315 .876 N 10 10 10 10 10 10 sb_num Pearson Correlation -.241 .025 .664 1 .551 .377 Sig. 2-tailed .503 .945 .036 .099 .282 N 10 10 10 10 10 10 totpra_num Pearson Correlation .044 .804 .355 .551 1 -.067 Sig. 2-tailed .904 .005 .315 .099 .854 N 10 10 10 10 10 10 imp_IAA_num Pearson Correlation -.350 -.218 .057 .377 -.067 1 Sig. 2-tailed .322 .545 .876 .282 .854 N 10 10 10 10 10 10 . Correlation is significant at the 0.01 level 2-tailed. Lampiran 8 Uji Pearson antara prakondisi dengan tingkat implementasi pedoman pada kelompok pemasukan HPR antar area kom_num sd_num dis_num sb_num totpra_num imp_AA_num Komunikasi Pearson Correlation 1 .631 .557 .213 .732 .644 Sig. 2-tailed .002 .009 .353 .000 .002 N 21 21 21 21 21 21 Sumberdaya Pearson Correlation .631 1 .331 .464 .939 .414 Sig. 2-tailed .002 .143 .034 .000 .062 N 21 21 21 21 21 21 Disposisi Pearson Correlation .557 .331 1 .080 .460 .178 Sig. 2-tailed .009 .143 .730 .036 .440 N 21 21 21 21 21 21 Struktur birokrasi Pearson Correlation .213 .464 .080 1 .661 .141 Sig. 2-tailed .353 .034 .730 .001 .542 N 21 21 21 21 21 21 Total prakondisi Pearson Correlation .732 .939 .460 .661 1 .457 Sig. 2-tailed .000 .000 .036 .001 .037 N 21 21 21 21 21 21 Implemen- tasi_ AA Pearson Correlation .644 .414 .178 .141 .457 1 Sig. 2-tailed .002 .062 .440 .542 .037 N 21 21 21 21 21 21 . Correlation is significant at the 0.01 level 2-tailed. . Correlation is significant at the 0.05 level 2-tailed. KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 344.bkptsPD.670.370L1206 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERSYARATAN DAN TINDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP LALULINTAS PEMASUKAN HEWAN PENULAR RABIES ANJING, KUCING, KERA, DAN HEWAN SEBANGSANYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN, Menimbang : a . Bahwa sebagian wilayah Indonesia masih merupakan wilayah bebas Rabies dan perlu dipertahankan; b. bahwa Karantina Pertanian sebagai gerbang terdepan dalam upaya mencegah masuk dan tersebarnya Hama dan Penyakit Hewan Karantina HPHK termasuk Rabies kedalam wilayah Republik Indonesia serta bertanggung jawab atas pengawasan lalulintas Hewan Penular Rabies; c. bahwa untuk itu, diperlukan pedoman sebagai dasar pelaksanaan dan keseragaman tindakan karantina hewan terhadap Hewan Penular Rabies di lapangan; d. bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas maka perlu disusun Petunjuk Teknis Persyaratan dan Tindakan Karantina Hewan terhadap Lalulintas Pemasukan Hewan Penular Rabies Anjing, Kucing, Kera dan Hewan Sebangsanya. Mengingat : a.. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan Lembaran Negara Tahum 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2824; b. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 3482; c. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437; d. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3253; e. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4002; f. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 206KptsTN.53032003 tentang Penggolongan Jenis-jenis Hama dan Penyakit Hewan Karantina, Penggolongan dan Klasifikasi Media Pembawa; g. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1096KptsTN.120101999 tentang Pemasukan Anjing, Kucing, Kera dan Hewan Sebangsanya ke WilayahDaerah Bebas Rabies di Indonesia. h. Keputusan Menteri Pertanian No. 892KptsTN.560997, tentang Pernyataan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur, Daerah Istimewa Yokyakarta dan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah Bebas Dari Penyakit Anjing Gila Rabies ; i. Keputusan Menteri Pertanian No. 473KptsTN.15082002, tentang Penetapan Pulau Flores dan Pulau Lembata Propinsi Nusa Tenggara Timur Sebagai Kawasan Karantina Penyakit Anjing Gila Rabies Serta Program Pembebasannya; j. Keputusan Menteri Pertanian No. 566KptsPD.640102004, tentang Pernyataan Propinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Banten dan Jawa Barat Bebas Dari Penyakit Anjing Gila Rabies; k. Keputusan Menteri Pertanian No. 568KptsPD.640102004, tentang Pernyataan Berjangkitnya Wabah Penyakit Anjing Gila Rabies di Pulau Ambon dan Pulau Seram Propinsi Maluku; l. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299KptsOT.1407 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian. MEMUTUSKAN Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERSYARATAN DAN TINDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP LALULINTAS PEMASUKAN HEWAN PENULAR RABIES ANJING, KUCING, KERA DAN HEWAN SEBANGSANYA. KESATU : Petunjuk Teknis Persyaratan dan Tindakan Karantina Hewan terhadap Lalulintas Pemasukan Hewan Penular Rabies Anjing, Kucing, Kera dan Hewan Sebangsanya sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan ini; KEDUA : Petunjuk Teknis sebagaimana dimaksud dalam diktum KESATU merupakan pedoman bagi petugas karantina hewan dalam melakukan pengawasan terhadap lalulintas Hewan Penular Rabies; KETIGA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 13 Desember 2006 Tembusan disampaikan kepada Yth, 1. Menteri Pertanian; 2. Para pejabat Eselon I Departemen Pertanian; 3. Para pejabat Eselon II Badan Karantina Pertanian; 4. Para Kepala Balai BesarBalaiStasiun Karantina Hewan di seluruh Indonesia. Lampiran Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor : 344.bkptsPD.670.370L1206 Tanggal : 13 Desember 2006 PETUNJUK TEKNIS PERSYARATAN DAN TINDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP LALULINTAS PEMASUKAN HEWAN PENULAR RABIES ANJING, KUCING, KERA, DAN HEWAN SEBANGSANYA

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Rabies merupakan salah satu penyakit hewan tertua di dunia dan tidak diketahui kapan penyakit rabies masuk ke Indonesia, namun penyakit rabies pertamakali dilaporkan terjadi pada jaman penjajahan Belanda. Schorl pada tahun 1884, melaporkan penyakit rabies menyerang seekor kuda di Bekasi, Jawa Barat. Sedangkan kasus rabies pada seekor kerbau di daerah Bekasi dilaporkan Esser pada tahun 1889. Kemudian kasus rabies pada anjing di Tangerang dilaporkan oleh Penning pada tahun 1890. Kasus rabies pada manusia dilaporkan oleh E.de Haan, menyerang seorang anak di desa Palimanan, Cirebon pada tahun 1894. Berdasarkan studi retrospektif, wabah rabies di Indonesia dimulai pada tahun 1884 di Jawa Barat; tahun 1953 di Jawa Tengah; Jawa Timur; Sumatera Barat, kemudian tahun 1956 di Sumatera Utara. Selanjutnya Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara tahun 1958; Sumatera Selatan tahun 1959; Lampung tahun 1969; Aceh tahun 1970; Jambi; DI Yogyakarta tahun 1971; DKI Jakarta; Bengkulu dan Sulawesi Tengah tahun 1972; Kalimantan Timur tahun 1974; Riau tahun 1975; Kalimantan Tengah tahun 1978 dan Kalimantan Selatan tahun 1981 Sampai dengan tahun 2006 wilayah di Indonesia yang dinyatakan daerah bebas rabies yaitu Propinsi Bali, Nusa Tenggara Barat NTB, Nusa Tenggara Timur NTT kecuali Pulau Flores dan Lembata, Irian Jaya Barat dan Papua, pulau-pulau di sekitar Sumatera serta Pulau Jawa. Pulau Jawa dinyatakan bebas rabies oleh Pemerintah secara bertahap, yaitu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No 892KptsTN560997 tanggal 9 September 1997, Jawa Timur, Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta dinyatakan bebas rabies diikuti tahun 2004, berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 566Kpts PDPD640102004, DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat dinyatakan bebas rabies, sehingga dengan demikian P. Jawa dinyatakan bebas rabies. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Karantina Hewan maka Badan Karantina Pertanian bertekad agar pulau-pulaudaerah yang bebas dari rabies dapat dipertahankan tetap bebas. Rabies disebabkan oleh virus RNA beramplop yang mengandung lemak. Karena itu virus rabies mudah rusak bila terpapar bahan pelarut lemak alkohol, ether, chloroform, dan pada kasus gigitan, dianjurkan untuk mencuci luka dengan alkohol 70. Rabies bersifat zoonosis yang sangat mematikan yaitu case fatality rate CFR nya 100, dapat ditularkan juga melalui jilatan pada luka atau selaput lendir dan melalui udara aerogen. Tindakan pencegahan pada hewan dilakukan melalui vaksinasi dengan vaksin inaktif killed secara intramusculer atau intradermal dan vaksin aktif live virus secara injeksi atau peroral. Hewan yang divaksinasi dan kebal titer antibodi 0,5 IUml tidak mengandung virus walaupun berasal dari daerah endemik. Kelompok masyarakat beresiko tinggi yaitu dokter hewan dan paramedis di laboratorium virologi serta petugas karantina di daerah endemik, sebaiknya divaksinasi dan menggunakan masker penutup hidung dan kacamata sewaktu bertugas. Di daerah endemik, terdapat hewan anjing, kucing, carnivora liar yang bertindak sebagai carrier tanpa menunjukkan gejala klinis, terutama hewan-hewan yang dibiarkan tidak terpelihara dengan baik dan tidak divaksinasi. Hewan carrier tersebut harus dicegah masuk ke daerah bebas melalui peraturan perkarantinaan, yang diatur didalam petunjuk teknis ini. 1.2. MAKSUD DAN TUJUAN Petunjuk Teknis ini sebagai pedoman bagi petugas karantina hewan di lapangan dalam melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap persyaratan dan tindakan karantina bagi lalulintas pemasukan dan pengeluaran Hewan Penular Rabies.

1.3. RUANG LINGKUP

Petunjuk Teknis ini menjelaskan sistem pengawasan karantina hewan terhadap Hewan Penular Rabies, persyaratan dan tindakan karantina hewan serta prosedur teknis pemeriksaan terhadap Hewan Penular Rabies yang berlaku untuk pemasukan impor dan antar area dan pengeluaran ekspor dan antar area, baik yang dilakukan untuk keperluan penelitian, komersial perdagangan atau keperluan lainnya oleh semua pihak.

1.4. DEFINISI

Dalam Petunjuk Teknis ini yang dimaksud dengan : 1. Penyakit Anjing Gila yang selanjutnya disebut Penyakit Rabies adalah penyakit hewan menular yang bersifat akut dan menyerang susunan syaraf pusat, disebabkan oleh Rhabdo virus yang dapat menyerang semua hewan yang berdarah panas dan juga menyerang manusia; 2. Hewan Penular Rabies yang selanjutnya disebut HPR adalah hewan-hewan yang tergolong sebagai hewan yang dapat menularkan rabies baik kepada sesama hewan maupun kepada manusia, yang terdiri dari anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya. 3. Hewan Sebangsanya adalah semua hewan satwa liar yang dapat bertindak sebagai pembawa penyakit rabies carier dan terjangkit serta menularkan rabies; 4. Tindakan Karantina Hewan yang selanjutnya disebut Tindakan Karantina adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencegah masuk dan tersebarnya hama dan penyakit hewan karantina dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia. 5. Petugas Karantina Hewan yang selanjutnya disebut Petugas Karantina adalah pegawai negeri tertentu yang diberi tugas untuk melakukan tindakan karantina berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 6. Wabah Rabies adalah kejadian rabies disuatu negaradaerah asal HPR atau letupan out break rabies yang meluas secara cepat disuatu negaradaerah HPR yang semula dikategorikan endemic berdasarkan informasi dari OIE atau dari sumber lainnya. 7. NegaraDaerah yang dinyatakan bebas rabies adalah negaradaerah yang belum pernah tertular rabies; negaradaerah yang tertular rabies dan dalam 12 bulan terakhir tidak ada kasus rabies dan tidak melakukan vaksinasi; atau negaradaerah yang tertular rabies tetapi melaksanakan vaksinasi dan dalam 12 bulan berikutnya tanpa vaksinasi tidak terjadi kasus rabies; 8. NegaraDaerah yang dinyatakan tertular endemic enzootic rabies adalah negaradaerah dimana masih terjadi kasus rabies; dan dalam 30 hari sejak kasus rabies terakhir tidak ada lagi kasus serta belum dinyatakan bebas rabies. 9. NegaraDaerah yang dinyatakan wabah rabies adalah negaradaerah yang semula berstatus bebas rabies kemudian terjadi kasus rabies; atau negaradaerah yang semula berstatus tertular rabies kemudian terjadi letupan outbreak rabies yang meluas secara cepat. 10. Pemasukan adalah memasukkan HPR dari luar negeri ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia atau dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia. 11. Pengeluaran adalah mengeluarkan HPR dari wilayah Negara Republik Indonesia atau dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia. 12. Dokumen Persyaratan Karantina Hewan adalah sertifikat kesehatan dari negaraarea asal health certificate, surat keterangan asal certificate of origin, Pasport hewan dan surat keterangan mutasitransit;Surat Persetujuan Pemasukan Surat Rekomendasi Pemasukan; 13. Surat Persetujuan Pemasukan yang selanjutnya disebut SPP adalah Keputusan Pemberian Persetujuan Pemasukan izin yang diberikan kepada peorangan atau badan hukum oleh Menteri Pertanian ataupejabat yang ditunjuk. 14. Surat Rekomendasi Pemasukan adalah surat rekomendasi pemasukan dari Dinas Peternakan PropinsiKabupatenKota atau Dinas yang membidangi Peternakan atau Kesehatan Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner di daerah tujuan; BAB II PERSYARATAN KARANTINA TERHADAP LALULINTAS PEMASUKAN HEWAN PENULAR RABIES

2.1. PERSYARATAN KARANTINA TERHADAP LALULINTAS PEMASUKAN HPR DARI LUAR NEGERI YANG

BEBAS RABIES

A. Dari Luar Negeri

Dari negara bebas rabies sesuai dengan Lampiran Keputusan Menteri Pertanian No. 1096 Tahun 1999 yang dapat diperbaharui sesuai perkembangan status bebas rabies dunia;

B. Kelengkapan Dokumen : Harus memiliki

i Sertifikat Kesehatan Hewan yang diterbitkan oleh pejabat berwenang di negara asal dan negara transit; ii Surat Persetujuan Pemasukan; iii Pasport hewan atau surat keterangan identitas hewan dalam bahasa inggris yang dikeluarkan oleh dokter hewan berwenang di negara asal yang memuat antara lain telah berada atau dipelihara sekurang-kurangnya 6 enam bulan di negara asal sebelum diberangkatkan, dan hewan sekurang-kurangnya telah berumur 6 enam bulan serta tidak dalam keadaan bunting umur 6 enam minggu atau lebih, dan atau hewan tersebut tidak sedang menyusui pada saat diberangkatkan. Pasport mencantumkan informasi sekurang-kurangnya jenis hewan, bangsa, jenis kelamin, warna bulu, umurtanggal lahir dan penanda identitas; atau memiliki iv Penanda identitas permanen dengan identifikasi elektronik microchip. Bila microchip yang digunakan tidak sesuai dengan alat baca pada pelabuhanbandara pemasukan, maka pemilik atau kuasa pemilik harus menyediakan sendiri perangkat alat baca untuk microchip tersebut. v Hewan yang akan masuk ke wilayahdaerah bebas rabies di Indonesia diberangkatkan langsung dari negara bebas rabies. Apabila harus transit maka harus ada persetujuan dari Menteri Pertanian Cq. Dirjen Peternakan dan otoritas veteriner di negara transit memberikan keterangan transit; vi Surat keterangan vaksinasi bagi negara yang melaksanakan vaksinasi, yang menerangkan bahwa vaksinasi menggunakan vaksin inaktif, yang diberikan : - untuk hewan yang divaksinasi pertama kali primer, sekurang-kurangnya 6 enam bulan dan tidak lebih dari 1 tahun sebelum diberangkatkan yang diberikan saat hewan berumur minimal 3 tiga bulan; - untuk vaksinasi booster, sekurang-kurangnya 1 bulan atau tidak lebih dari 1 tahun sebelum diberangkatkan; vii Surat keterangan hasil pemeriksaan titer antibodi dari negara asal. Pengujian titer antibodi tidak boleh dilakukan lebih lama dari 6 bulan setelah vaksinasi DARI LABORATORIUM YANG TELAH DIAKREDITASI;

C. Ketentuan Vaksinasi

1 Bila di negara asal bebas rabies dan wilayahdaerah tujuan tidak ada kegiatan vaksinasi, maka hewan yang dilalulintaskan tidak dilakukan vaksinasi; 2 Bila di negara asal bebas rabies tidak ada kegiatan vaksinasi sedangkan di wilayahdaerah tujuan ada kegiatan vaksinasi, maka hewan yang dilalulintaskan dilakukan vaksinasi di wilayahdaerah tujuan; 3 Bila di negara asal bebas rabies dan di wilayahdaerah tujuan ada kegiatan vaksinasi, maka hewan yang dilalulintaskan dilakukan vaksinasi di negara asal; 4 Bila di negara asal bebas rabies ada kegiatan vaksinasi sedangkan di wilayahdaerah tujuan tidak ada kegiatan vaksinasi, maka hewan yang dilalulintaskan dilakukan vaksinasi di negara asal; 5 Vaksinasi di negara asal bebas rabies sekurang-kurangnya dilakukan 30 hari dan selambat-lambatnya 1 satu tahun sebelum diberangkatkan; 6 Dengan uji Serum Netralisasi SN Test memiliki titer antibodi rabies kurang dari 0,1 IU ml 0,1 IUml dari negara asal bebas rabies tidak ada kegiatan vaksinasi ; dan lebih besar atau sama dengan 0,5 IUml ≥ 0,5 IUml dari negara asal bebas rabies ada kegiatan vaksinasi; oleh laboratorium yang ditunjuk oleh Kepala Badan Karantina Pertanian; 2.2. PERSYARATAN KARANTINA TERHADAP LALULINTAS PEMASUKAN HPR ANTAR WILAYAHDAERAH DI INDONESIA ANTAR AREA 2.2.1. Dari Wilayah Daerah Bebas Ke WilayahDaerah Bebas Rabies A. Kelengkapan Dokumen : Harus memiliki i Sertifikat Kesehatan Hewan yang diterbitkan oleh pejabat berwenang di wilayahdaerah asal; ii Surat Rekomendasi Pemasukan dari Dinas Peternakan PropinsiKabupatenKota atau Dinas yang membidangi Peternakan atau Kesehatan HewanKesehatan Masyarakat Veteriner wilayahdaerah tujuan; iii Pasport hewan atau surat keterangan identitas hewan yang dikeluarkan oleh dokter hewan berwenang di wilayahdaerah asal yang memuat antara lain tidak dalam keadaan bunting umur 6 enam minggu atau lebih, dan atau hewan tersebut tidak sedang menyusui pada saat diberangkatkan. Pasport mencantumkan informasi sekurang- kurangnya jenis hewan, bangsa, jenis kelamin, warna bulu, umurtanggal lahir dan penanda identitas; iv Surat keterangan vaksinasi bagi wilayahdaerah yang melaksanakan vaksinasi, yang menerangkan bahwa vaksinasi menggunakan vaksin inaktif, yang diberikan : - untuk hewan yang divaksinasi pertama kali primer, sekurang-kurangnya 6 enam bulan dan tidak lebih dari 1 tahun sebelum diberangkatkan yang diberikan saat hewan berumur minimal 3 tiga bulan; - untuk vaksinasi booster, sekurang-kurangnya 1 bulan atau tidak lebih dari 1 tahun sebelum diberangkatkan; v Surat keterangan hasil pemeriksaan titer antibodi dari daerah asal. Pengujian titer antibodi tidak boleh dilakukan lebih lama dari 6 bulan setelah vaksinasi DARI LABORATORIUM YANG TELAH DIAKREDITASI; B. Ketentuan Vaksinasi 1 Bila di wilayahdaerah asal bebas rabies dan wilayahdaerah tujuan tanpa vaksinasi, maka hewan yang dilalulintaskan tidak dilakukan vaksinasi; 2 Bila di wilayahdaerah asal bebas rabies tanpa kegiatan vaksinasi sedangkan di wilayahdaerah tujuan ada kegiatan vaksinasi, maka hewan yang dilalulintaskan divaksinasi di wilayahdaerah tujuan; 3 Bila di wilayahdaerah asal bebas rabies dan di wilayahdaerah tujuan ada kegiatan vaksinasi, maka hewan yang dilalulintaskan dilakukan vaksinasi di wilayahdaerah asal;