Analisis Data Lobster Panulirus sp. Perahu

semua selesai dilakukan maka mesin perahu dinyalakan kembali menuju pantai, kemudian mesin dimatikan dan perahu didorong menuju daratan. Alasan dilakukan pengecekan pada pagi hari karena lobster adalah hewan nokturnal. Hewan nokturnal seperti lobster ini mencari makan dan melakukan kegiatan lainnya pada malam hari dan cenderung bersembunyi pada siang hari. Untuk itu, dilakukan pengecekan pada pagi hari. Data yang dikumpulkan berupa data primer. Data primer yang dikumpulkan melalui uji coba penangkapan diantaranya adalah jumlah hasil tangkapan dari setiap perlakuan. Hasil tangkapan dari setiap unit korang per ulangan dicatat untuk kemudian dibandingkan.

3.4 Analisis Data

Data hasil tangkapan juvenil lobster pada korang dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah hasil tangkapan juvenil lobster menggunakan atraktor rumput laut dan kelompok kedua dengan rumput laut dan daun kelapa. Data yang diperoleh berupa hasil tangkapan juvenil lobster tiap atraktor yang dianalisis dengan menggunakan uji statistik non parametrik Mann- Whitney. Analisis ini digunakan untuk mengetahui perbedaan penggunaan kombinasi atraktor a dan b. Uji statistik non-parametrik Mann-Whitney ini digunakan untuk menguji hipotesis: 1. H o : Tidak ada perbedaan rata-rata penggunaan kombinasi atraktor. 2. H 1 : Terdapat perbedaan rata-rata penggunaan kombinasi atraktor. Menurut Hasan 2004, model statistik dari uji non-parametrik Mann- Whitney ini adalah: U 1 = + dan U 2 = + dengan: U 1 = Jumlah peringkat 1 U 2 = Jumlah peringkat 2 n 1 = Jumlah sampel 1 n 2 = Jumlah sampel 2 R 1 = jumlah peringkat rank dari perlakuan n 1 R 2 = jumlah peringkat rank dari perlakuan n 2 . Nilai U yang diambil adalah nilai U terkecil dan untuk memeriksa ketelitian perhitungan digunakan rumus : U terkecil = n 1 . n 2 - U terbesar 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Perairan Palabuhanratu terletak di sebelah selatan Jawa Barat, daerah ini merupakan salah satu daerah perikanan yang potensial di Jawa Barat. Palabuhanratu adalah sebuah kecamatan yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Sukabumi. Palabuhanratu memiliki banyak daerah dan pedesaan, salah satu desa yang peneliti tempati adalah Sangrawayang. Sangrawayang merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Palabuhanratu. Daerah ini terletak ke arah selatan dari kota Palabuhanratu. Daerah penelitian merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 18 meter dari permukaan laut. Mayoritas penduduk di daerah ini bekerja sebagai budidaya rumput laut dan nelayan. Di lokasi penelitian terdapat budidaya lobster Panulirus sp. dimana berbagai macam jenis yang dibudidayakan seperti lobster hijau pasir Panulirus homarus, lobster mutiara panulirus ornatus dan lobster hijau Panulirus versicolor. Keramba jaring apung digunakan untuk membudidayakan lobster tersebut. Keramba jaring apung ini diletakkan di laut dengan jarak sekitar 200 meter dari pantai. Pantai di daerah penelitian ini umumnya berupa batu-batuan, sedangkan untuk pendaratan sampan dan perahu kecil ada beberapa tempat yang landai dan berpasir. Kebanyakan hewan air yang sering dijumpai di wilayah tersebut adalah hewan-hewan yang hidupnya di dekat karang seperti lobster, kepiting dan ikan- ikan karang serta hewan lunak seperti cumi-cumi. Selain itu ikan-ikan pelagis lainnya seperti ikan pepetek Leiognathus equulus dan layur Trichiurus savala juga hidup di perairan tersebut. Daerah daratan tempat penelitian ini merupakan pegunungan kering, berbukit-bukit dan kering. Masyarakat menggunakan lahan pegunungan ini untuk ditanami pepohonan seperti pisang dan nangka. Pada daerah pantai, ditumbuhi oleh kelapa yang biasanya digunakan nelayan untuk membuat rumpon. Jarak pemukiman penduduk ke pantai paling dekat sekitar 100 meter.

4.1.1 Keadaan Geografis dan Topografi Lokasi Penelitian

Palabuhanratu merupakan wilayah perairan yang memiliki potensi perikanan yang cukup besar. Palabuhanratu terletak disebelah selatan Jawa Barat tepatnya di Kabupaten Sukabumi. Secara geografis, wilayah Palabuhanratu terletak pada posisi 6 o 58’–7 o 25’ LS dan 106 o 33’ BT. Dilihat dari topografi, daerah perairan Palabuhanratu merupakan perairan dangkal dengan kedalaman sekitar 200 m. Palabuhanratu merupakan wilayah teluk dengan empat muara sungai yaitu S. Cimandiri, S. Cipalabuhan, S. Citepus, dan S. Cidadap. Pada bagian tengah teluk Palabuhanratu merupakan lereng kontinental continental shelf. Perairan Palabuhanratu juga dipengaruhi oleh adanya arus disepanjang pantai long shore current Pariwono et al. 1988. Gambar 20 Lokasi penelitian Lokasi penelitian berada di desa Sangrawayang, secara geografis terletak pada posisi 7 o 05,23 ’14” LS dan 106 o 30,42’10” BT dengan ketinggian kurang lebih 20 - 50 meter dari permukaan laut. Lokasi penelitian terletak di bagian selatan kota Palabuhanratu. Dilihat dari topografi, desa Sangrawayang merupakan perairan dangkal dengan kedalaman 25 – 50 meter. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 20.

4.1.2 Kondisi Fisik Oseanografi

Perairan Palabuhanratu dipengaruhi oleh adanya arus disepanjang pantai long shore current. Sifat arus di selatan Jawa berlawanan arah dengan arus di Samudera Hindia. Selama bulan Februari sampai Juni, arus permukaan di Selatan Jawa bergerak ke arah timur sedangkan arus di Samudera Hindia menuju ke arah barat, kemudian melemah di bulan April sampai Juni. Selama bulan Agustus, arus pantai di selatan Jawa bergerak ke arah barat sesuai dengan kecepatan dan arah arus di Samudera Hindia. Sampai bulan Oktober, arah arus masih menuju ke barat sedangkan di Samudera Hindia berubah menuju Barat Laut Pariwono et al. 1988. Daerah Palabuhanratu memiliki pasang surut yang bersifat campuran dominan ganda. Arus menyusuri pantai longshore current yang diakibatkan oleh gelombang. Arah arus berubah sesuai dengan perubahan arah gelombang datang. Gelombang yang datang dari arah barat menyebabkan arah arus menyusuri pantai bergerak ke utara dan arah gelombang dari barat daya menyebabkan arah arus pantai bergerak ke barat Pariwono et al. 1988. Suhu permukaan air di daerah penelitian ini berkisar antara 25,5 – 28 o C. Suhu tersebut cocok untuk pertumbuhan dan kegiatan konsumsi makan. Pernyataan tersebut dijelaskan dalam jurnal Kemp et al. 2008 yang mengatakan bahwa suhu ideal untuk pertumbuhan dan konsumsi makan juvenil lobster adalah 24 – 28 o C. Di wilayah perairan tersebut hempasan gelombang cukup kuat dan tiupan angin di lokasi penelitian cukup kuat sehingga tinggi gelombang cukup tinggi dan sulit diduga. Gelombang yang cukup tinggi di daerah penelitian ini mengakibatkan alat tangkap dan rumput laut yang dipasang di daerah sekitar oleh nelayan rusak dan terhempas ke daratan. Hal ini mengakibatkan kerugian besar bagi nelayan. Selain itu, arus di daerah ini cukup kuat yang menyebabkan banyak alat tangkap demersal seperti bubu hanyut yang menyebabkan ghost fishing.

4.1.3 Keadaan Musim Ikan

Daerah Palabuhanratu mengenal dua musim yaitu musim timur dan barat. Periode musim timur merupakan periode musim banyak ikan lobster dan pada musim barat musim paceklik umumnya hasil tangkapan ikan lobster tidak sebanyak musim timur Pariwono et al. 1988 Tampubolon 1991 menyimpulkan bahwa di Palabuhanratu dapat digolongkan tiga musim penangkapan ikan lobster, yaitu: 1 Musim banyak ikan Juni – September 2 Musim sedang ikan Maret – Mei dan Oktober – November 3 Musim kurang ikan Desember – Februari Nelayan di desa Sangrawayang kebanyakan melakukan penangkapan ikan lobster pada musim timur yaitu pada bulan Juni – September. Pada musim barat musim paceklik, mereka lebih banyak di darat melakukan usaha sampingan mereka. Beberapa orang merawat dan menanam rumput laut mereka, beberapa orang ada yang tetap mencari lobster namun dengan cara menyelam di bebatuan sekitar pantai pada saat arus tidak kencang, dan yang lainnya masih tetap melakukan penangkapan ikan dengan cara one day fishing dengan menggunakan alat tangkap bubu, pancing rawai dan bagan.

4.2 Lobster Panulirus sp.

Lobster Panulirus sp. merupakan hewan nokturnal yang berarti hewan yang aktif pada malam hari seperti mencari makan dan mengurangi kegiatannya pada siang hari. mereka memakan kumpulan hewan mulai dari benthos bahkan mollusca dan krustasea kecil lainnya Phillip Kittaka 2000. Tubuh lobster diselubungi oleh kulit yang keras dan berzat kapur dan terdapat duri – duri. Jenis lobster yang tertangkap di lokasi penelitian umumnya adalah lobster hijau pasir Panulirus homarus, lobster mutiara Panulirus ornatus dan lobster hijau Panulirus versicolor. Struktur tubuh lobster yang ditangkap pada umumnya adalah seperti Gambar 21. Gambar 21 Struktur tubuh lobster Panulirus sp.

4.3 Perahu

Perahu yang digunakan dalam penelitian ini berfungsi untuk sarana angkut dan media transportasi. Perahu yang digunakan adalah perahu fiber serta perahu dayung atau biasa disebut dengan sampan. Kedua perahu tersebut memiliki alat penyeimbang di sisi kiri dan kanan yang disebut katir. Katir terbuat dari bahan bambu dan kayu. Perahu dilengkapi dengan alat bantu dua buah dayung sebagai tenaga penggerak ketika perahu menuju pantai yang dangkal. Perahu fiber memiliki panjang total LOA 8,5 m, lebar 90 cm dan tingginya 60 cm. Perahu ini memiliki kapasitas muat 6 - 8 orang. Perahu fiber ini bermesin “out board engine” dengan daya 40 PK. Sedangkan pada perahu dayung memiliki Keterangan: 1 Lempeng antasula 2 Karapas 3 Permukaan ruas perut 4 Pleura 5 Garis lebar yang pucat 6 Eksopod 7 Endopod 8 Telson Sumber: Febrianti 2000. panjang total LOA 2 m, lebar 65 cm dan tingginya 45 cm. Perahu ini memiliki kapasitas muat 4 - 5 orang dan dayung sebagai tenaga penggerak. a b Gambar 22 Perahu sebagai sarana angkut dan media transportasi: a sampan; b perahu motor tempel

4.4 Nelayan