0.92 0.80 0.91 Analisis Ketimpangan Perekonomian Pada Provinsi di Pulau Jawa Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah, Serta Solusi Dengan Peningkatan Pendapatan dari Sektor Basis

Pada masa otonomi daerah, sektor Pertanian, sektor Pertambangan, sektor Industri Pengolahan serta sektor Listrik, Gas dan Air Minum termasuk pada sektor basis, sedangkan sisanya termasuk pada sektor non-basis. Sektor Basis yang mengalami peningkatan LQ di Provinsi Jawa Barat diantaranya sektor Pertanian, Industri Pengolahan, dan sektor Listrik, Gas dan Air Minum. Jawa barat memiliki wilayah yang berpotensi dalam industri tekstil dan garmen seperti Bandung. Sektor industri tekstil dan garmen merupakan sektor industri yang membutuhkan tenaga kerja yang banyak, sdangkan Bandung memiliki jumlah tenaga kerja yang banyak dan upah yang relatif rendah. Sehingga, hal inilah yang memacu pertumbuhan sektor industri tektil dan garmen di wilayah ini. 110 Kemudian, wilayah yang terkenal dengan industri pengolahan air minum yaitu Sukabumi. Wilayah Sukabumi merupakan wilayah industri pengolahan tekstil, garmen dan air minum. Pada tahun 2012 banyak investor yang akan berinvestasi di bidang pengolahan air minum. Salah satu faktor ang menarik investor untuk menenamkan modal di wilayah ini adalah karena tersedianya jumlah pekerja yang banyak dengan upah yang relatif lebih rendah. Kemudian, salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya nilai LQ sektor Listrik, Gas dan Air Bersih yaitu kemampuan dari provinsi ini dalam menyediakan pelayanan pengguna listrik dan air bersih. Adanya Waduk Jatiluhur di Provinsi Jawa Barat memberikan kemampuan pada provinsi ini dalam memenuhi kebutuhan listrik dan air minum untuk wilayah sendiri hingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Provinsi DKI Jakarta. Selain itu, ditambah dengan infrastruktur ketenagalistrikan pada provinsi ini dilayani oleh PLN Distribusi Jawa Barat secara interkoneksi dengan propinsi se Jawa-Bali. 111 Sebaliknya, sektor basis Pertambangan justru mengalami penurunan nilai LQ yang sangat tinggi yaitu 3.00 pada tahun 1991 sebelum otonomi daerah menjadi 1.69 pada tahun 2010 otonomi daerah. Penururnan ini disebabkan oleh semakin turunnya produktifitas sektor Pertambangan terutama sektor Migas. Salah satu wilayah yang memiliki paerambangan Migas terbesar di Jawa Barat yaitu Kabupaten Indramayu. Pada tahun 1996 sektor Migas menyumbang 53.82 persen PDRB Kabupaten Indramayu, kemudian nilai ini semakin turun pada masa otonomi daerah. Dana imbangan untuk sektor Migas untuk daerah penghasil hanya 6 persen dari produksi. Faktor kedua yang menyebabkan turunnya produktifitas di sektor Migas adalah semakin turunnya harga minyak dunia. Penurunan harga minyak yang paling tinggi terjadi pada tahun 2008. Harga minyak pada tahun ini turun dari 147 US menjadi 38 US per barel. Penurunan ini disebabkan oleh terjadinya krisis global pada tahun 2008 yang dipicu oleh krisis ekonomi di negara Amerika Serikat dna penambahan suplai Migas oleh negara-negara OPEC. 112 Rata-rata nilai multiplier sektor basis di Provinsi Jawa Barat pada masa sebelum otonomi lebih besar daripada rata-rata nilai Multiplier pada saat otonomi daerah. Pada saat sebelum otonomi rata-rata multiplier sebesar 2.037 sedangkan pada saat otonomi sebesar 1.633. Artinya, jika terjadi 110 Waluya, Bagja: Relokasi Industri di Kabupaten Bandung. hal, 1-3. Diunduh dari http:file.upi.eduDirektoriFPIPSJUR._PEND._GEOGRAFI197210242001121- BAGJA_WALUYAJurnalJurnal_Bagja_2.pdf 111 Dewi Sondari.2006. Analissi Sektor Unggulan dan Kinerja Ekonomi Provinsi Jawa Barat. Bogor: IPB Pres. [Skripsi]. Hal. 43 112 Casidraku.wordpress.com20090308ekonomi-indramayu-dan-dilema-sektor-Migas peningkatan pendapatan dari sektor basis sebesar 1 miliyar Rupiah pada saat sebelum otonomi daerah akan meningkatkan PDRB sebesar 2.037 miliyar Rupiah, sedangkan jika terjadi peningkatan pendapatan dari sektor basisi sebesar 1 miliyar Rupiah pada masa otonomi akan meningkatkan PDRB sebesar 1.633 miliyar Rupiah. Analisis Sektor Basis di Jawa Tengah Sebelum Otonomi Daerah 1991 dan 1999 dan Setelah Otonomi Daerah 2001 dan 2010 Berdasarkan Tabel 26, sektor yang termasuk sektor basis pada masa sebelum otonomi di Provinsi Jawa Tengah hanya sektor Pertanian, sektor Industri Pengolahan dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Pada masa otonomi daerah, yang terklasifikasi sebagai sektor basis hanya sektor Pertanian dan sektor Industri Pengolahan, sedangkan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran hanya menjadi sektor basis pada saat awal otonomi daerah 2000. Tingginya produktifitas sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran karena banyaknya kegiatan bisnis dan perdagangan di wilayah ini, sehingga aktivitas Meeting, Intentive, dan Exibitbion MICE juga relatif banyak. 113 Sama halnya dengan Provinsi DKI Jakarta, dengan tingginya aktivitas bisnis sehingga dibutuhkan akomodasi penginapan yang tinggi, dan 12 persen hotel di Pulau Jawa-Bali berada di provinsi ini yang merupakan jumlah akomodasi hotel terbanyak atau sejumlah 36.424 hotel yang tersedia di provinsi ini. 114 Kemudian, sektor BangunanKonstruksi serta sektor Jasa hanya menjadi sektor basis pada tahun 2010. Provinsi Jawa Tengah memiliki komoditi unggulan dari pertanian yang terdiri atas padi, jagung, karet, kopi, teh, kelapa, tebu dan kakao. Dan beberapa daerah di Jawa Tengah merupakan sentra produksi pertanian rakyat, swasta dan negara. 115 Tabel 26 Perhitungan LQ Sembilan Sektor Perekonomian di Provinsi Jawa Tengah Sektor Sebelum Otonomi Daerah Setelah Otonomi daerah 1991 1999 2000 2010 Pertanian 1.50 1.66 1.81 1.90 Pertambangan 0.14 0.91 0.43 0.82 Industri Pengolahan 1.09 1.09 1.06 1.13 Listrik, gas dan air minum 0.43 0.49 0.46 0.59 BangunanKonstruksi 0.90 0.65 0.78 1.00 Perdagangan, Hotel dan Restoran

1.16 1.06 1.10

0.90 Pengangkutan dan Komunikasi 0.56 0.66 0.84 0.66 Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 0.42 0.40 0.30 0.33 Jasa

0.54 0.98 0.91 1.10

Rata-rata Multiplier 1.280 1.392 113 Suara merdeka.com 114 Kemenkeu.go.idsitesdefaultfilesProfil Sektor Rill.pdf. 115 http:bisnisukm.comsektor-sektor-unggulan-provinsi-jawa-tengah.html Sumber: BPS, 1993-2011 diolah. Meningkatnya nilai LQ sektor Industri Pengolahan di provinsi ini disebabkan oleh relokasi sektor industri ke wilayah Provinsi Jawa Tengah. Wilayah yang menjadi tujuan relokasi industri diantaranya Sragen, Kendal, Boyolali dan Semarang. Salah satu faktor yang menyebabkan pengusaha memindahkan basis produksi dari DKI Jakarta ke wilayah provinsi ini karena UMP di provinsi ini relatif lebih rendah dibandingkan dengan UMP DKI Jakarta. 116 Kemudian provinsi ini juga memiliki industri pengalengan ikan berteknologi modern yang terdapat di Demak, pabrik gula tebu yang terdapat di Kabupaten Rembang, produksi minyak Atsiri yang dipasarkan ke luar negeri yang terdapat di Kabupaten Batang. 117 Rata-rata nilai multiplier sektor Basis di Provinsi Jawa Tengah pada masa sebelum otonomi sebesar 1.280 sedangkan pada masa otonomi 1.392. Artinya, jika terjadi peningkatan pendapatan dari sektor basis pada saat sebelum otonomi daerah sebesar 1 Miliyar Rupiah maka akan meningkatkan PDRB sebesar 1.280 miliyar Rupiah, sedangkan jika terjadi peningkatan pendapatan dari sektor basis sebesar 1 miliyar Rupiah pada masa otonomi akan terjadi meningkatkan PDRB sebesar 1.392 Miliyar Rupiah. Analisis Sektor Basis di Jawa Timur Sebelum Otonomi Daerah 1991 dan 1999 dan Setelah Otonomi Daerah 2001 dan 2010 Tabel 27 menunjukkan bahwa yang menjadi sektor basis pada saat sebelum dan setelah otonomi di Provinsi Jawa Timur hanya Sektor Pertanian. Meskipun menjadi sektor unggulan dimana 65 persen penduduk di provinsi ini bekerja di sektor Pertanian, namun nilai LQ sektor Pertanian di provinsi ini cenderung turun. Hal ini disebabkan kurangnya perhatian pemerintah provinsi terhadap sektor pertanian. Salah satu buktinya adalah rendahnya anggaran dana untuk sektor Pertanian yaitu hanya 159.3 miliyar Rupiah pada tahun 2013. Jumlah ini mrelatif sangat kecil karena anggaran untuk sektor pertanian merupakan anggaran terkecil ketiga, meskipun sebagian besar penduduk bekerja di sektor pertanian. 118 Kemudian, sektor BangunanKonstruksi, serta sektor Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya merupakan sektor non-basis pada masa sebelum dan setelah otonomi daerah. Artinya kebijakan Desentralisasi tidak mengubah kedua sektor ini untuk menjadi sektor basis pada masa otonomi daerah. Sektor Industri Pengolahan hanya menjadi sektor basis pada tahun 1991 dan 2000. Peningkatan LQ di sektor ini disebabkan karena tingginya minat investor untuk berinvestasi di di sektor Industri pengolahan bai untuk kebutuhan domestik maupun ekspor seperti industri penyedap makanan di Jombang, Bangil dan Pasuruan sebagai pusat industri farmasi, dan lain-lain. Selain itu banyak lagi sektor industri lain seperti Maspion Group, Sekar Group, Gudang Garam, Twiji Kimia, Petrokimia, Semen Gresik, Radjin Steel, Wings, tekstil, pupuk, kayu lapis dan lain-lain Kemudian, sektor Listrik, Gas dan Air Minum hanya menjadi sektor basis pada tahun 1999. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran hanya menjadi sektor basis pada masa otonomi daerah, sedangkan sektor Pengangkutan dan Komunikasi, kemudian sektor Jasa hanya menjadi sektor basis pada masa sebelum 116 www.radarcirebon.compemerintah-setuju-relokasi-industri 117 http:bisnisukm.comsektor-sektor-unggulan-provinsi-jawa-tengah.html 118 http:bappeda.jatimprov.go.id20121012anggaran-pertanian-terkecil-ketiga