1.26 Analisis Ketimpangan Perekonomian Pada Provinsi di Pulau Jawa Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah, Serta Solusi Dengan Peningkatan Pendapatan dari Sektor Basis

kantor, dan perusahaan jasa lain yangsangat cepat dengan basis kegiatan diantaranya Jakarta Pusat Thamrin-Sudirman, Harmoni dan Kemayoran, Jakarta Selatan Kuningan, MT. Haryono, Gatot Subroto, Jakarta Barat Grogol, Slipi, Palmerah, dan Jakarta Utara Kemayoran, Tanjung Priok dan Kelapa Gading. 109 Rata-rata nilai multiplier sektor Basis di Provinsi DKI Jakarta pada masa sebelum otonomi sebesar 0.172 sedangkan pada masa otonomi 0.386. Artinya pada jika terjadi peningkatan pendapatan dari sektor basis sebesar 1 miliyar Rupiah pada masa sebelum otonomi akan meningkatkan PDRB sebesar 0.172 miliyar Rupiah, sedangkan jika terjadi peningkatan pendapatan dari sektor basis sebesar 1 miliyar Rupiah pada masa otonomi, maka akan meningkatkan PDRB sebesar 0.386 miliyar Rupiah. Analisis Sektor Basis di Jawa Barat Sebelum Otonomi Daerah 1991 dan 1999 dan Setelah Otonomi Daerah 2001 dan 2010 Berdasarkan Tabel 25, sektor yang termasuk sektor basis di Provinsi Jawa Barat pada masa sebelum dan sesudah otonomi hanya sektor Pertambangan. Sektor Pertanian, Industri Pengolahan dan sektor Listrik, Gas dan Air Minum hanya menjadi sektor basis pada akhir periode sebelum otonomi daerah 1999. Kemudian sektor Bangunan dan Konstruksi serta sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran hanya menjadi sektor basis pada tahun 1991. Sektor Bank dan lembaga keuangan lain serta sektor Jasa hanya menjadi sektor non-basis pada masa sebelum dan setelah otonomi. Kebijakan desentralisasi di Provinsi Jawa Barat tidak terlalu berpengaruh terhadap perubahan ekonomi basis dan non-basis. Hal ini terlihat dari tidak adanya perubahan klasifikasi sektor basis dan non-basis saat sebelum dan setelah otonomi daerah. Tabel 25 Perhitungan LQ Sembilan Sektor Perekonomian di Provinsi Jawa Barat Sektor Sebelum Otonomi Daerah Setelah Otonomi daerah 1991 1999 2000 2010 Pertanian 0.94

1.21 1.12 1.33

Pertambangan 3.00 2.22 2.79 1.69 Industri Pengolahan 0.86

1.25 1.34 1.45

Listrik, gas dan air minum 0.81

1.45 1.95 1.56

BangunanKonstruksi 1.22 0.58 0.58 0.62 Perdagangan, Hotel dan Restoran

1.17 0.92 0.80 0.91

Pengangkutan dan Komunikasi 0.73 0.79 0.90 0.60 Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 0.41 0.40 0.31 0.29 Jasa 0.66 0.93 0.88 0.73 Rata-rata Multiplier 2.037 1.633 Sumber: BPS, diolah. 109 Op,cit hal 46 Pada masa otonomi daerah, sektor Pertanian, sektor Pertambangan, sektor Industri Pengolahan serta sektor Listrik, Gas dan Air Minum termasuk pada sektor basis, sedangkan sisanya termasuk pada sektor non-basis. Sektor Basis yang mengalami peningkatan LQ di Provinsi Jawa Barat diantaranya sektor Pertanian, Industri Pengolahan, dan sektor Listrik, Gas dan Air Minum. Jawa barat memiliki wilayah yang berpotensi dalam industri tekstil dan garmen seperti Bandung. Sektor industri tekstil dan garmen merupakan sektor industri yang membutuhkan tenaga kerja yang banyak, sdangkan Bandung memiliki jumlah tenaga kerja yang banyak dan upah yang relatif rendah. Sehingga, hal inilah yang memacu pertumbuhan sektor industri tektil dan garmen di wilayah ini. 110 Kemudian, wilayah yang terkenal dengan industri pengolahan air minum yaitu Sukabumi. Wilayah Sukabumi merupakan wilayah industri pengolahan tekstil, garmen dan air minum. Pada tahun 2012 banyak investor yang akan berinvestasi di bidang pengolahan air minum. Salah satu faktor ang menarik investor untuk menenamkan modal di wilayah ini adalah karena tersedianya jumlah pekerja yang banyak dengan upah yang relatif lebih rendah. Kemudian, salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya nilai LQ sektor Listrik, Gas dan Air Bersih yaitu kemampuan dari provinsi ini dalam menyediakan pelayanan pengguna listrik dan air bersih. Adanya Waduk Jatiluhur di Provinsi Jawa Barat memberikan kemampuan pada provinsi ini dalam memenuhi kebutuhan listrik dan air minum untuk wilayah sendiri hingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Provinsi DKI Jakarta. Selain itu, ditambah dengan infrastruktur ketenagalistrikan pada provinsi ini dilayani oleh PLN Distribusi Jawa Barat secara interkoneksi dengan propinsi se Jawa-Bali. 111 Sebaliknya, sektor basis Pertambangan justru mengalami penurunan nilai LQ yang sangat tinggi yaitu 3.00 pada tahun 1991 sebelum otonomi daerah menjadi 1.69 pada tahun 2010 otonomi daerah. Penururnan ini disebabkan oleh semakin turunnya produktifitas sektor Pertambangan terutama sektor Migas. Salah satu wilayah yang memiliki paerambangan Migas terbesar di Jawa Barat yaitu Kabupaten Indramayu. Pada tahun 1996 sektor Migas menyumbang 53.82 persen PDRB Kabupaten Indramayu, kemudian nilai ini semakin turun pada masa otonomi daerah. Dana imbangan untuk sektor Migas untuk daerah penghasil hanya 6 persen dari produksi. Faktor kedua yang menyebabkan turunnya produktifitas di sektor Migas adalah semakin turunnya harga minyak dunia. Penurunan harga minyak yang paling tinggi terjadi pada tahun 2008. Harga minyak pada tahun ini turun dari 147 US menjadi 38 US per barel. Penurunan ini disebabkan oleh terjadinya krisis global pada tahun 2008 yang dipicu oleh krisis ekonomi di negara Amerika Serikat dna penambahan suplai Migas oleh negara-negara OPEC. 112 Rata-rata nilai multiplier sektor basis di Provinsi Jawa Barat pada masa sebelum otonomi lebih besar daripada rata-rata nilai Multiplier pada saat otonomi daerah. Pada saat sebelum otonomi rata-rata multiplier sebesar 2.037 sedangkan pada saat otonomi sebesar 1.633. Artinya, jika terjadi 110 Waluya, Bagja: Relokasi Industri di Kabupaten Bandung. hal, 1-3. Diunduh dari http:file.upi.eduDirektoriFPIPSJUR._PEND._GEOGRAFI197210242001121- BAGJA_WALUYAJurnalJurnal_Bagja_2.pdf 111 Dewi Sondari.2006. Analissi Sektor Unggulan dan Kinerja Ekonomi Provinsi Jawa Barat. Bogor: IPB Pres. [Skripsi]. Hal. 43 112 Casidraku.wordpress.com20090308ekonomi-indramayu-dan-dilema-sektor-Migas