stasiun 2 merupakan daerah yang paling cocok untuk keberadaan ikan jeler, yang mana kondisi habitat yang masih baik dan tentu saja ketersediaan makanannya
yang melimpah sehingga cocok untuk berkembang biak secara produktif. Kottelat et al. 1993 menjelaskan bahwa ikan jeler pada umumnya menyukai daerah yang
perairannya bersubstrat pasir, ukuran batunya kecil-kecil kerikil, dangkal, arusnya agak lambat, keadaan oksigennya tinggi dan memiliki tingkat
kecerahannya tinggi dan ikan ini termasuk jenis ikan yang rentan terhadap perubahan kondisi fisika kimia perairan.
Gambar 17. Dendogram tingkat kesamaan habitat antara stasiun berdasarkan jumlah Nekton
4.8. Pola Adaptasi Nekton Terhadap Kondisi Habitatnya
Suatu karakteristik habitat perairan dapat mempengaruhi pola adaptasi biota yang hidup di dalamnya. Arus air merupakan ciri khas dari ekologi sungai,
terutama daerah hulu. Oleh karena itu dapat diasumsikan pola adaptasi dari jenis nekton yang hidup di Sungai Cihideung adalah penyesuaian morfologi dan
tingkah laku terhadap adanya arus sungai yang kuat. Kecepatan arus di sungai sangat di pengaruhi oleh kemeringan, tipe substrat, kedalaman, dan curah hujan.
Berdasarkan gambar 18 dapat diamati bahwa kecepatan arus yang paling besar terdapat di stasiun 1, kondisi perairannya bersubstrat dasar batu-batu
berukuran besar ataupun kecil dan daerahnya terjal. Hal ini diduga berpengaruh terhadap kelimpahan nekton yang ditangkap, dibandingkan stasiun 2 yang mana
Stasiun S
im ila
ri ty
2 4
3 1
1.81
34.54
67.27
100.00
80
kelimpahan nektonnya paling banyak namun arusnya tergolong sedang. Menurut Darajat 2008, ukuran batuan dibagi menjadi beberapa bagian diantaranya
Boulder bongkahan 256 mm; Cobble karakal 64-256 mm; Pebble kerikil 2- 64 mm; Sand pasir 16-2 mm; Sand stone silt Lanau 1256-116 mm; dan Silt
batu lanau clay lempung 1256 mm. Hal ini bisa dikatakan kondisi stasiun 1 substrat dasarnya termasuk Boulder dan cobble dan di stasiun 2 termasuk ukuran
Pebble dan sand karena daerahnya bersubstrat dasar kerikil dan berpasir. Sedangkan pada stasiun 3 dan 4 kondisi arusnya tidak jauh dari stasiun 2 dengan
kelimpahan nekton lebih banyak dari stasiun 1. Hal ini sesuai dengan mekanisme adaptasi morfologi nekton di sungai yang dipaparkan Odum 1972, maka banyak
jenis ikan yang tertangkap pada stasiun 1 adalah jenis ikan yang dilengkapi struktur tubuh streamline dan memiliki alat penempel, misalkan jenis yang
diperoleh dari stasiun 1 yaitu beunteur, kehkel, berod dan jeler. Hal ini sesuai dengan kondisi arus di stasiun 1 kelimpahan nektonnya
cukup sedikit dibandingkan stasiun 2. Berdasarkan hal tersebut, dapat diasumsikan bahwa kondisi kecepatan arus yang ada masih dapat ditolerir dan di
adaptasikan dengan baik oleh jenis nekton yang berkembang biak pada stasiun 1. Adanya kelimpahan nekton yang tinggi pada stasiun 2 sebesar 559 ekor, diduga di
pengaruhi oleh faktor-faktor lain yang dianggap cukup baik bagi ikan untuk berkembang biak secara produktif.
Gambar 18. Grafik hubungan antara jumlah nekton dan kecepatan arus
4.9.
Keterkaitan Faktor Kualitas Air dengan Parameter Biologi
Sifat korelasi antara kelimpahan nekton dengan parameter fisika-kimia perairan yang mempengaruhi serta korelasi antara parameter fisika-kimia parairan
itu sendiri diperoleh dengan menggunakan analisis komponen utama. Salah satu tujuan di gunakannya analisis ini adalah untuk menghasilkan suatu representative
grafik yang memudahkan interpretasi Bengen, 2000. Parameter fisika-kimia perairan yang diperhitungkan dalam analisis ini adalah suhu, kedalaman,
kecerahan, kekeruhan, lebar sungai, arus, pH, DO, BOD, Alkalinitas, Nitrat dan Orthofospat.
Kelimpahan nekton bila dilihat berdasarkan data secara parsial yang memiliki perolehan paling banyak terdapat pada stasiun 2 sebesar 442 ekor,
dengan jenis nekton yang memiliki perolehan paling banyak yaitu ikan jeler Nemecheilus spiniferus. Ikan jeler ini ditemukan di perairan yang dangkal
dengan substrat kerikil dan pasir, kecerahannya tinggi, dan arus sedang. Hal ini berdasarkan yang dikemukakan oleh Kottelat et al. 1993, ikan jeler pada
umumnya menyukai daerah perairan yang bersubstrat pasir, dangkal, dan memiliki kecerahan yang tinggi. Adapun pada stasiun 1 perolehan nekton paling
banyak ditemukan
dari jenis
udang-udangan diantaranya
dari jenis
Macrobrachium sp yang meliputi Macrobrachium pilimanus dan Macrobrachium sintangense dimana kondisi perairan stasiun 1 yang jernih, bersubstrat batu
berukuran besar dan kecil dengan daerah yang terjal, arus yang deras, pH berkisar antara 6,5-7.2, dan oksigennya berkisar antara 6,6-6,8. Hal ini menyebabkan jenis
udang ini banyak ditemukan di daerah bagian hulu sungai. Berdasarkan Hana, 2007, kelangsungan hidup udang sangat dipengaruhi oleh kualitas air yang
menjadi media tempat hidupnya. Bila kualitas air tidak sesuai dengan yang dibutuhkan, maka kelangsungan hidup udang akan terganggu. Boyd 1990
menjelaskan udang dapat hidup baik pada pH berkisar antara 6-9. Pada Gambar 19a menjelaskan informasi mengenai hubungan antara
kelimpahan nekton dengan parameter fisika dan kimia perairan. Semakin dekat suatu titik variabel pada lingkaran korelasi, semakin besar peranannya terhadap
sumbu. Kelimpahan nekton memiliki panjang sumbu yang hampir sama dengan variabel DO, namun membentuk sudut yang lebar. Hal ini menjelaskan hubungan
yang berbanding lurus antar parameter Bengen, 2000, diperkuat dengan nilai korelasi antara kelimpahan nekton dengan DO sebesar 0.656 Lampiran 6
Sebaran stasiun terlihat pada Gambar 19b bahwa stasiun 1 dicirikan dengan variabel kecerahan, lebar sungai, arus dan alkalinitas. Hal ini terlihat dari
sumbu parameter tersebut yang mengarah pada plot stasiun 1. Adapun stasiun 2 dicirikan dengan kelimpahan nekton dan stasiun 3 dicirikan dengan variabel
kekeruhan, BOD, Nitrat, dan kedalaman sedangkan stasiun 4 tidak memiliki penciri. Hal ini terlihat tidak ada sumbu parameter yang mengarah pada plot
stasiun 4. Berdasarkan data korelasi antara kelimpahan nekton dengan parameter
fisika-kimia perairan tidak begitu berkorelasi erat, diduga karena parameter fisika- kimia di Sungai Cihideung masih dapat di toleril oleh nekton, Hal ini berdasarkan
PP No. 82 tahun 2001 tentang baku mutu tentang kualitas air untuk perikanan, sehingga variasi parameter fisika-kimia tidak terlalu berpengaruh terhadap
komunitas nekton di Sungai Cihideung.
a b Gambar 19. Garafik analisis komponen utama
a Parameter lingkungan yang diamati b Sebaran stasiun berdasarkan parameter yang mempengaruhi
Nekton
Suhu
kedalaman kecerahan
arus kekeruhan
lebar pH
DO BOD
Nitrat
Alkalinitas Orthophosphat
-1.0 -0.5
0.0 0.5
1.0 Factor 1 : 60.57
-1.0 -0.5
0.0 0.5
1.0
F a
c to
r 2
: 2
4 .4
3
1 2
3 4
-5 -4
-3 -2
-1 1
2 3
4 5
6 Factor 1: 60.57
-4 -3
-2 -1
1 2
3 4
F a
c to
r 2
: 2
4 .4
3
V. KESIMPULAN DAN SARAN