Komposisi dan Kelimpahan Relatif Nekton

Macrobrachium sintangense; Jumlah keseluruhan individu nekton yang diperoleh terdiri dari 1133 ekor dan lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Klasifikasi jenis nekton yang terdapat di Sungai Cihideung serta data jumlah jenis nekton berdasarkan stasiun pengamatan dan waktu pengambilan sampel. Ordo Famili Spesies Tangkapan Parsial Temporal St.1 St.2 St.3 St.4 S.1 S.2 S.3 Cypriniformes Cyprinidae Puntius binotatus 7 11 43 22 49 20 14 Rasbora spilotaenia 3 9 5 5 7 11 4 Triacanthidae Trichogaster tricopterus 5 2 1 2 Balitoridae Nemacheilus spiniferus 10 442 9 2 67 272 124 Cobitidae Pangio oblonga 4 1 3 Pangio anguilaris 1 1 Hamalopteridae Hypostomus sp. 1 3 1 2 1 2 Hamirhampidae Dermogenys pussila 9 2 5 4 2 Perciformes Mastacembellidae Macrognathus maculatus 1 1 3 1 4 1 1 Channidae Channa striata 1 6 3 2 2 Cichlidae Oreochromis niloticus 4 2 2 Siluriformes Bagridae Mystus nemerus 3 2 1 Sisoridae Glyptothorax platypogon 4 1 2 1 Decapoda Palaemonidae Macrobranchium pilimanus 125 50 44 63 109 93 80 Macrobranchium sintangense 98 40 37 58 73 50 110 Jumlah Total 251 559 159 164 326 459 348

4.4. Komposisi dan Kelimpahan Relatif Nekton

Ordo yang paling banyak ditemukan adalah Cypriniformes dengan famili Cyprinidae yang meliputi jenis ikan beunteur Puntius binotatus, dan paray Rasbora spilotainia; famili Triacanthidae meliputi jenis ikan sepat Trichogaster tricopterus; famili Balitoridae meliputi jenis ikan jeler Nemacheilus spiniferus; famili Cobitidae meliputi jenis ikan serewot Pangio oblonga dan Pangio anguilaris; famili Hamalopteridae meliputi jenis ikan sapu-sapu Hypostomus sp.; dan famili Datniodidae dari jenis ikan julung-julung Dermogenys pussila. Berdasarkan stasiun pengamatan, nekton yang ditemukan di tiap stasiun adalah dari famili Cyprinide meliputi jenis ikan beunteur dan paray; famili Mastacembellidae meliputi jenis ikan berod; dan famili Palaemonidae dari jenis udang-udangan seperti Macrobrachium pilimanus dan Macrobrachium sintangense. Hal ini dapat mengindikasikan habitat Sungai Cihideung cocok untuk ketiga famili tersebut sehingga dapat bertahan dan berkembang biak dengan baik. Secara keseluruhan, nekton yang tertangkap paling banyak terdapat pada stasiun 2 di Desa Neglasari yaitu sebanyak 559 ekor yang didominasi oleh famili Balitoridae dari jenis ikan jeler Nemacheilus spiniferus sebanyak 442 ekor, sedangkan perolehan nekton yang sedikit terdapat di stasiun 3 yaitu sebanyak 159 ekor. Perolehan nekton sedikit diduga disebabkan oleh kondisi perairan yang keruh akibat banyaknya sampah-sampah di pinggiran sungai dan aktivitas masyarakat diantaranya MCK dan pembuangan limbah domestik yang dapat menganggu keberadaan nekton. Data kelimpahan relatif nekton di Sungai Cihideung dapat dilihat dari Gambar 12. Kelompok nekton yang memiliki kelimpahan relatif tertinggi adalah dari famili Balitoridae yang meliputi jenis ikan jeler Nemacheilus spiniferus dengan persentase sebesar 41 dan nilai kelimpahan relatif kedua terbesar yaitu famili Palaemonidae dengan persentase 25 dari jenis udang-udangan Macrobachium pilimanus. Gambar 12. Kelimpahan relatif nekton di Sungai Cihideung, Bogor, Jawa Barat Persentase nekton tertinggi pada lokasi pengamatan adalah Nemacheilus spiniferus ikan jeler sebesar 79,07 yang terdapat pada stasiun 2. Kondisi stasiun 2 yang bersubstrat kerikil dan pasir, dangkal dan berarus sedang menyebabkan jenis ikan ini banyak tertangkap. Hal ini dijelaskan dalam penelitian Sinaga 1995 bahwa ikan jeler biasanya tertangkap di tepi sungai pada bagian yang dangkal, dasar sungai batu kerikil yang di tumbuhi oleh lumut dan berpasir dengan kondisi arus yang sedang. Menurut Kottelat at al. 1993, ikan jeler pada umumnya menyukai daerah perairan yang bersubstat pasir, dangkal, dan memiliki tingkat kecerahan yang tinggi. Kelimpahan relatif berdasarkan lokasi pengamatan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Data kelimpahan relatif nekton berdasarkan lokasi pengamatan Nama Spesies Persentase Nekton yang tertangkap Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Puntius binotatus 2.79 1.97 27.04 13.41 Rasbora spilotaenia 1.20 1.61 3.14 3.05 Trichogaster tricopterus 0.00 0.00 3.14 0.00 Nemacheilus spiniferus 3.98 79.07 5.66 1.22 Pangio oblonga 0.00 0.72 0.00 0.00 Pangio anguilaris 0.00 0.18 0.00 0.00 Hypostomus sp. 0.00 0.18 1.89 0.61 Dermogenys pussila 0.00 0.00 5.66 1.22 Macrognathus maculates 0.40 0.18 1.89 0.61 Channa striata 0.00 0.00 0.63 3.66 Oreochromis niloticus 0.00 0.00 0.00 2.44 Mystus nemurus 1.20 0.00 0.00 0.00 Glyptothorax platypogonoides 1.59 0.00 0.00 0.00 Macrobrachium pilimanus 49.80 8.94 27.67 38.41 Macrobrachium sintangense 39.04 7.16 23.27 35.37 Jumlah 100.00 100.00 100.00 100.00 Jumlah ekor 251 559 159 164 Berdasarkan waktu pengambilan sampel pada Tabel 6 kelimpahan relatif nekton tertinggi diperoleh ikan jeler Nemacheilus spiniferus pada sampling kedua dengan persentase sebesar 59,26. Hal ini diduga akibat pada waktu sampling kedua tepatnya pada bulan September telah memasuki musim penghujan. Pada umumnya, nekton khususnya ikan menetapkan waktu pemijahan ketika musim hujan sedang berlangsung sehingga produksi ikan sedang mengalami titik tertinggi. Dari data yang pada Tabel 6, perolehan nekton tertinggi pada waktu sampling kedua yaitu sebesar 459 ekor dan perolehan nekton terendah yaitu pada sampling pertama sebesar 326 ekor. Tabel 6. Data kelimpahan relatif nekton berdasarkan waktu pengambilan sampel Nama Spesies Persentase Nekton yang tertangkap Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3 Puntius binotatus 15.03 4.36 4.02 Rasbora spilotaenia 2.15 2.40 1.15 Trichogaster tricopterus 0.61 0.22 0.57 Nemacheilus spiniferus 20.55 59.26 35.63 Pangio oblonga 0.31 0.00 0.86 Pangio anguilaris 0.31 0.00 0.00 Hypostomus sp. 0.61 0.22 0.57 Dermogenys pussila 1.53 0.87 0.57 Macrognathus maculatus 1.23 0.22 0.29 Channa striata 0.92 0.44 0.57 Oreochromis niloticus 0.00 0.44 0.57 Mystus nemurus 0.61 0.00 0.29 Glyptothorax platypogonoides 0.31 0.44 0.29 Macrobrachium pilimanus 33.44 20.26 22.99 Macrobrachium sintangense 22.39 10.89 31.61 Jumlah 100.00 100.00 100.00 Jumlah ekor 326 459 348 Dari hasil penangkapan nekton selama tiga bulan, dapat dilihat pada Gambar 16 bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada kelimpahan nekton tiap bulan pengamatan, dimana kelimpahan nekton tertinggi pada bulan September sebanyak 459 ekor dan terendah pada bulan Agustus sebanyak 326 ekor. Kelimpahan nekton terendah pada bulan Agustus diduga pada bulan ini masih termasuk musim kemarau, sehingga keberadaan nekton biasanya tidak begitu banyak melakukan aktivitas, misalnya melakukan pemijahan. Dibandingkan pada bulan September telah masuk musim penghujan, karena berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika BMG hampir setiap hari pada bulan ini terjadi hujan, sehingga fluktuasi air sungai sedikit menjadi meningkat dan daerah aliran sungai yang semulanya tidak tergenangi air menjadi tergenang. Hal ini bisa mempengaruhi terhadap hasil penangkapan nekton, yang mana biasanya bila sudah masuk musim penghujan nekton jenis ikan banyak melakukan aktifitasnya baik melakukan pemijahan, mencari makan, dan migrasi. Effendie 1997 menjelaskan bahwa pemijahan ikan di sungai biasanya bertepatan dengan meningginya permukaan air pada waktu awal musim hujan. 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 Agustus September Oktober K el im p ah an n ek to n Ek o r 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 Kelimpahan Nekton Curah hujan C u ra h h u ja n m m Gambar 13. Grafik hubungan kelimpahan nekton dengan rata-rata curah hujan. Tabel 6 dibawah ini memperlihatkan nilai frekuensi keterdapatan dari jenis nekton disetiap stasiun berdasarkan waktu sampling. Nilai frekuensi keterdapatan berkaitan dengan wilayah penyebaran distribusi. Semakin besar nilai frekuensi keterdapatan berarti akan semakin luas wilayah penyebarannya. Nilai frekuensi keterdapatan nekton tertinggi dimiliki oleh spesies Macrobrachium pilimanus dan Macrobrachium sintangense dengan persentase keterdapatan 100 , sedangkan nilai terendah dimiliki spesies Pangio anguilaris sebesar 8,3 . Nilai tersebut menunjukan bahwa Macrobrachium pilimanus dan Macrobrachium sintangense diperoleh dihampir dari semua stasiun dan diperoleh setiap pengambilan sampel dilakukan, diduga kondisi habitat yang masih baik dan cocok untuk perkembang biakkan jenis nekton tersebut, sehingga jenis ini sering diperoleh di setiap stasiun. sedangkan Pangio anguilaris memiliki wilayah penyebaran paling sempit dan ikan tersebut hanya diperoleh dari satu stasiun dan hanya satu kali saja selama pengambilan sampel dilakukan. Tabel 7. Data frekuensi keterdapatan nekton Nama Spesies Frekuensi Keterdapatan Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3 Rata-rata Puntius binotatus 100 75 100 91.7 Rasbora spilotaenia 75 75 100 83.3 Trichogaster tricopterus 25 25 25 25.0 Nemacheilus spiniferus 50 100 50 66.7 Pangio oblonga 25 25 16.7 Pangio anguilaris 25 8.3 Hypostomus sp. 50 25 25 33.3 Dermogenys pussila 50 25 25 33.3 Macrognathus maculatus 50 25 25 33.3 Channa striata 50 25 25 33.3 Oreochromis niloticus 25 25 16.7 Mystus nemurus 25 25 16.7 Glyptothorax platypogonoides 25 25 25 25.0 Macrobrachium pilimanus 100 100 100 100.0 Macrobrachium sintangense 100 100 100 100.0

4.5. Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi nekton