Prosedur kerja Lab METODE PENELITIAN

3.3. Prosedur kerja Lab

Nekton yang telah diawetkan selanjutnya di amati di Lab Biologi Makro Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK IPB. Identifikasi jenis untuk ikan menggunakan buku identifikasi berdasarkan Kottelat et al. 1993 dan identifikasi udang menggunakan buku identifikasi berdasarkan Lovett 1981 . Sampel nekton yang telah diidentifikasi dikelompokan dan dicacah. 3.4. Analisis Data Untuk menganalisis data dimana dilakukan pengumpulan untuk nekton sungai meliputi data komposisi jenis, kelimpahan relatif, frekuensi keterdapatan, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, indeks dominansi, kemiripan habitat antar stasiun dan analisis komponen utama PCA. Data-data tersebut dianalisis menurut kaidah sebagai berikut: 3.4.1. Komposisi Jenis Komposisi jenis diperoleh dari data ukuran dan jumlah spesies nekton yang diperoleh dari setiap lokasi dengan 3 stasiun yang telah ditentukan. 3.4.2. Kelimpahan Relatif Perhitungan kelimpahan relatif setiap jenis nekton dilakukan dengan perhitungan persentase jumlah, dengan persamaan yang digunakan adalah Krebs, 1972 : Kr = N ni x 100 Keterangan : Kr = Kelimpahan Relatif ni = Jumlah individu spesies ke-i N = Jumlah total individu semua jenis 3.4.3. Frekuesi Keterdapatan Frekuensi keterdapatan digunakan untuk menunjukan luasnya penyebaran lokal jenis tertentu. Hal ini dilihat dari frekuensi nekton yang tertangkap, dimana dengan menggunakan persamaan Misra,1968 : Fi = T ti X 100 Keterangan : Fi = Frekuensi keterdapatan ikan spesies ke-i yang tertangkap Ti = Jumlah stasiun dimana spesies ke-i tertangkap T = Jumlah semua stasiun Bila persentase mendekati 100 maka nekton tersebut memiliki penyebaran lokal yang luas. Sedangkan jika jenis nekton yang memiliki nila Fi mendekati 0 merupakan jenis ikan yang penyebaran lokal sempit atau terbatas. 3.4.4. Indeks Keanekaragaman Odum 1996 menyatakan bahwa ada dua cara pendekatan untuk menganalisis keragaman jenis dalam keadaan yang berlainan:1 Pembandingkan- pembanding yang didasarkan pada bentuk, pola atau persamaan kurva banyaknya jenis, dan 2 Pembandingan yang didasarkan pada indeks keanekaragaman, yang merupakan nisbah atau pernyataan matematika lainnya dari hubungan-hubungan jenis kepentingan. Dalam menentukan suatu keanekaragaman nekton digunakan indeks Shannon-Wiener Brower dan Zar, 1977 sebagai berikut: H’= -        N ni log 2       N ni Keterangan : H’ = Indeks Diversitas Shannon-Winer ni = Jumlah individu spesies ke- i N = Jumlah individu semua spesies Kisaran nilai indeks keanekaragaman menurut Kreb 1989 adalah: H’ 1 : keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu tiap spesies rendah dan kestabilan komunitas rendah. 1H’3 : keanekaragaman sedang, penyebaran jumlah individu tiap spesies sedang dan kestabilan komunitas sedang. H’3 : keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap spesies tinggi dan kestabilan komunitas tinggi. 3.4.5. Indeks Keseragaman Diversitas maksimun H maks terjadi bila kelimpahan semua speies di semua staiun merata, atau apabila H’ = H maks = log 2 rasio keanekaragaman yang terukur dengan keanekaragaman maksimum dapat dijadikan ukuran keseragaman E, yaitu: Odum, 1996 E = maks H H = S Log H . 2 Keterangan : E = Indeks Keseragaman H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Winner H maks = Keanekaragaman maksimum S = Jumlah spesies Nilai indeks keseragaman berkisar antara 0-1, indeks yang mendekati 0 menunjukan adanya jumlah individu yang terkonsentrasi pada satu atau bebrapa kenis, hal ini dapat diartikan ada bebrapa jenis biota yang memiliki jumlah individu relatif banyak, sementara beberapa jenis lainnya memiliki jumlah individu yang relatif sedikit. Nilai indeks keseragaman yang mendekati 1 menunjukna bahwa jumlah jumlah individu disetiap spesies adalah sama atau hampir sama. 3.4.6. Indek Dominansi Untuk mengetahui ada tidaknya, digunakan indeks dominan Simpson Odum, 1996: C = ∑ 2       N ni Keterangan : C = Indeks Dominansi Simpson Ni = Jumlah individu spesies ke-i N = Jumlah individu semua spesies Nilai indeks dominansi berkisar antara 0-1; indeks 1 menunjukan dominansi oleh satu jenis spesies sangat tinggi hanya terdapat satu jenis pada satu stasiun. Sedangkan indeks 0 menunjukan bahwa diantara jenis-jenis yang ditemukan tidak ada yang dominansi. 3.4.7. Kemiripan Habitat Antar Stasiun Kemiripan habitat antar stasiun berdasarkan kesamaan sifat fisika dan kimia perairan dapat dihitung menggunakan Indek Similaritas Canberra Legendre dan Legendre, 1983: Ic = 1-     n i j X j X j X j X n 1 2 1 2 1 1 Keterangan: Ic = Indeks Similaritas Canberra n = Jumlah parameter yang dibandingkan X 1j dan X 2j = Nilai parameter ke –i dan ke-j pada daerah yang berbeda Nilai kesamaan berkisar antara 0-1; Ic = 0, menunjukan tingkat kesamaan yang paling rendah dan Ic = 1, menunjukan tingkat kesamaan yang paling tinggi. Kumpulan indeks similaritas canberra dibentuk dalam matrik similaritas canberra dan kemudian dikombinasikan untuk pembuatan dendrogram berdasarkan metode keterkaitan ikatan rata-rata antar kelompok. Dari nilai tingkat keterkaitan dapat dibuat hirarki kelompok stasiun pengamatan. Sedangkan kemiripan habitat antar stasiun berdasarkan kesamaan parameter biologi dihitung dengan menggunakan indeks similaritas Bray-Curtis Kreb, 1989. Ib =         n i n i Xik Xij Xik Xij 1 1 Keterangan : Ib = Indeks Similaritas Bray-Curtis n = Jumlah spesies dalam sempel Xij dan Xik = Julah indibvidu spesies ke-i pada setiap stasiun 3.4.8. Analisis komponen utama AKU Informasi mengenai hubungan antara kelimpahan nekton dengan parameter fisika-kimia perairan diperoleh dengan menggunakan pendekatan analisis statistik multivariabel yang didasarkan pada Analisis Komponen Utama atau AKU Principal Component Analysis; PCA Analisis Komponen Utama AKU merupakan metode statistik deskriptif yang bertujuan untuk mempersentasikan informasi maksimum yang terdapat dalam suatu matrik data ke dalam bentuk grafik. Matrik data terdiri dari variabel jumlah nekton sebagai individu baris dan variabel parameter fisika-kimia perairan sebagai variabel kuantitatif kolom. Data pada tabel diharapkan memiliki bentuk yang homogen sehingga variasi dari suatu unit dapat diinterpretasikan dengan cara yang identik untuk setiap variabel. Hal ini dilakukan dengan penggunaan tabel atau matrik data yang dipusatkan dan direduksi. Rata- rata setiap variabel dibawa ke nol melalui pengurangan, sedangkan simpangan baku dibawa ke satu satuan dengan membagi setiap nilai oleh ragam atau varian asli. Pengolahan data AKU dilakukan dengan piranti lunak Statistica 6.0 Bengen, 2000. Semakin dekat suatu titik variabel pada lingkungan korelasi, semakin besar peranannya terhadap sumbu grafik bidang. Korelasi terhadap sumbu sama dengan koinis sudut antara sumbu dan garis lurus yang melewati pusat gravitasi dan titik variabel. Dengan demikian, kita menginterpretasikan posisi suatu variabel berdasarkan sudut yang dibentuk oleh garis lurus dengan sumbu atau dengan variabel lain apabila variabel ini memberikan kontribusi yang besar dekat dengan lingkaran korelasi. Matriks korelasi menjelaskan hubungan antar parameter yang ada. Tanda minus atau plus menunjukan sifat korelasi negatif atau positif antar parameter. Nilai positif yang mendekati satu 0,5 sampai 1 menjelaskan hubungan yang berbanding lurus antar parameter. Nilai negatif yang mendekati minus satu -0,5 sampai 1 menjelaskan hubungan yang berbanding terbalik antar parameter. Nilai yang tidak erat atau tidak mempunyai pengaruh terhadap parameter yang lain Bengen, 2000

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN