Karakteristik fisika dan kimia di sungai

Secara alami, fungsi sungai adalah sebagai penyalur masa hujan yang jatuh di daratan dan mengalir ke laut berdasarkan prinsip garvitasi. Karenanya, bila alur alirannya terganggu tersumbat, masa airnya akan meluap dan akibatnya akan terjadi banjir. Keadaan sungai di daerah hulu yang terletak di dataran tinggi merupakan daerah rawan erosi dan keadaan sungai di daerah hilir yang terletak di dataran rendah merupakan daerah rawan deposisi, sehingga antara kedua daerah tersebut hulu dan hilir keadaan perairannya, terutama kualitas airnya berbeda sekali Payne, 1986.

2.2. Karakteristik fisika dan kimia di sungai

2.2.1. Karakeristik fisika perairan Arus air merupakan ciri utama dari jenis perairan mengalir. Kecepatan arus dapat bervariasi sangat besar, di tempat yang berbeda dari suatu aliran yang sama membujur atau melintang dari poros arah aliran dan dari waktu ke waktu dan merupakan faktor berharga yang patut dipertimbangkan untuk dapat diukur, kecepatan arus di sungai ditentukan oleh kemiringan, kekerasan, kedalaman, dan kelebaran dasarnya Odum, 1996. Menurut Darajat 2008, jenis batuan dibagi menjadi beberapa bagian diantaranya Boulder bongkahan 256 mm; Cobble karakal 64-256 mm; Pebble kerikil 2-64 mm; Sand pasir 16-2 mm; Sand stone silt Lanau 1256-116 mm; dan Silt batu lanau clay lempung 1256 mm. Menurut Payne 1986, arus tergantung pada alur sungai, lokasi arus tercepat dapat berada di tengah atau pinggiran sungai. Pada alur sungai yang lurus, arus yang tercepat berada di tengah sungai. Hal ini adalah sesuai dengan hukum fisika mengenai gesekan friction yaitu daerah yang terbebas dari gesekan adalah daerah yang tercepat arusnya. Pada alur sungai yang berkelok meander, bagian yang tercepat arusnya adalah di pinggir bagian luar sungai. Menurut Whitton 1975, kecepatan arus merupakan faktor penting di perairan. Mason 1981 mengelompokan sungai berdasarkan kecepatan arusnya yaitu: arus yang sangat cepat 1 mdetik, arus yang cepat 0.5-1 mdetik, arus yang sedang 0,25-0,5 mdetik, arus yang lambat 0,1-0,25 mdetik, dan arus yang sangat lambat 0,1 mdetik. Arus dalam perairan mengalir merupakan faktor pembatas karena plankton-plankton yang merupakan makanan bagi nekton tidak dapat bertahan dan cendrung untuk terbawa arus. Hal ini merupakan faktor pembatas bagi jenis nekton untuk memperoleh makanan. Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang latitude, ketinggian dari permukaan laut altitude, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air Effendi, 2003. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya gas O 2 , CO 2 , N 2 , dan sebagainya Haslam, 1995 in Effendi, 2003. Lebar badan sungai merupakan jarak titik di satu sisi sungai dimana merupakan titik tertinggi air dengan titik sisi sungai di seberangnya. Penentuan nilainya berguna untuk melihat perubahan debit air. Kedalaman merupakan salah satu parameter fisika, dimana semakin dalam perairan maka intensitas cahaya yang masuk semakin berkurang. Kedalaman merupakan wadah penyebaran atau faktor fisik yang berhubungan dengan banyak air yang masuk kedalam suatu sistem perairan Lumban Batu, 1983. Pengukuran kedalaman dilakukan dengan paralon berskala. Paralon berskala ini dimasukan ke dalam perairan dengan posisi tegak sampai menyentuh dasar perairan. Batas yang ditunjukan pada paralon adalah kedalaman dari perairan tersebut. Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparasi yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk, dimana nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran Effendi, 2003. Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan saat cuaca cerah. Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan larut misalnya lumpur dan pasir halus, maupun bahan organik dan anorganik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain Effendi, 2003. 2.2.2. Karakteristik kimia perairan Derajat keasaman pH merupakan parameter penera banyaknya ion hidrogen yang terkandung dalam air. Nilai pH di sungai dipengaruhi oleh karakteristik batuan dan tanah di sekelilingnya. Effendi 2003 menjelaskan bahwa sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses kimia perairan. Menurut Pescod 1973, pH yang ideal untuk kehidupan nekton berkisar antara 6,5-8,5. Dissolved Oxygen DO atau Oksigen terlarut yaitu jumlah mgl gas oksigen yang telarut dalam air. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer Jeffries dan Mills, 1996 in Effendi, 2003. Semakin besar suhu dan ketinggian altitude serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Di perairan tawar, kadar oksigen terlarut berkisar antara 15 mgliter pada suhu 0º C dan 8 mgliter pada suhu 25º C. Kadar oksigen terlarut di perairan alami biasanya kurang dari 10 mgliter Effendi, 2003. Menurut Pescod 1973, ada tiga sumber utama oksigen dalam air yaitu, masukan oksigen lewat air tanah, limpasan air permukaan surface run of, fotosintesis, dan aerasi fisik. Keadaan perairan dengan kadar oksigen yang sangat rendah berbahaya bagi organisme akuatik. Semakin rendah kadar oksigen terlarut, semakin tinggi toksisitas daya racun zinc, copper tembaga. lead timbal, sianida, hidrogen sulfida, dan amonia. Perairan yang diperuntukan bagi kepentingan perikanan sebaiknya memiliki kadar oksigen tidak kurang dari 5 mgliter Effendi, 2003. Biochemical Oxygen Demand BOD 5 merupakan gambaran secara tak langsung kadar bahan organik. BOD 5 menunjukan jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh mikroba aerob ketika mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air, yang terdapat pada botol BOD yang diinkubasi pada suhu 20 o C selama 5 hari dalam keadaan tanpa cahaya Boyd, 1988 in Effendi, 2003. Bahan organik yang digambarkan oleh BOD hanyalah bahan organik yang terdekomposisi secara biologis biodegradable. Contoh bahan organik ini adalah lemak, protein, kanji, glukosa, aldehid dan ester Effendi, 2003. Keberadaan Nitrat-Nitrogen NO 3 -N mendukung keberadaan fitoplankton yang merupakan makanan nekton. Secara hipotetik, kandungan nitrat yang tinggi dapat mendukung produktifitas yang tinggi pula. Kandungan optimum NO 3 -N yang dibutuhkan bagi pertumbuhan alga dan fitoplankton berkisar 0,3-17,0 mgl. Sedangkan kandungan NO 3 -N yang dapat memberikan pengaruh pembatas bagi pertumbuhan alga dan fitoplankton berkisar ≤0,10 mgl dan ≥45,0 mgl Mahida, 1993 in Ali, 1994. Fosfor merupakan suatu elemen penting dalam aktifitas biologi suatu oranisme. Ketersediannya sering menentukan produktifitas suatu perairan Boyd, 1990. Konsentrasi fosfor ditentukan oleh proses dekomposisi, bilasan phosphat dari daerah yang dilalui air run off, pelapukan batuan, pupuk buatan, serta buangan domestik dan detergen. Fosfor dalam air terdapat dalam bentuk senyawa anorganik orthophosphat, metaphosphat dan polyphosphat dan senyawa organik yang terdapat dalam tubuh organisme maupun sisa organisme. Bentuk senyawa fosfor yang dapat langsung dimanfaatkan oleh organisme nabati bakteri, fitoplankton dan makifita adalah orthophosphat Hariyadi et al., 1992. Kandungan phosphat dalam air merupakan karakteristik kesuburan perairan yang bersangkutan. Pada umumnya perairan yang mengandung phosphat antara 0,003-0,010 mgl digolongkan pada perairan oligotrofik; 0,011-0,030 mgl adalah perairan mesotrofik; dan 0,031-0,100 mgl adalah perairan eutrofik. Sedangkan untuk pertumbuhan optimal organisme nabati akuatik diperlukan fosfat antara 0,090- 1,800 mgl Chu in Mackentum, 1969. Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam, atau dikenal dengan sebutan acid-neutralizing capacity ANC atau kuantitas anion didalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas juga diartikan sebagai kapasitas penyangga buffer capacity terhadap perubahan pH perairan Effendi, 2003. Nilai alkalinitas perairan alami hampir tidak pernah melebihi 500 mgliter CaCO 3 . Perairan dengan nilai alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh organisme akuatik karena biasanya diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi atau kadar garam natrium yang tinggi Effendi, 2003. Menurut Effendi 2003 bahwa alkalinitas perairan berkaitan dengan gambaran kandungan karbonat dari batuan dan tanah yang dilewati oleh air serta sedimen dasar perairan. Nilai alkalinitas tinggi biasanya juga ditemukan di wilayah kering dimana terjadi evaporasi secara intensif. Nilai alkalinitas yang baik berkiar antara 30-500 mg liter CaCO 3 . Nilai alkalinitas pada perairan alami adalah 40 mgliter CaCO 3 . Perairan dengan nilai alkalinitas 40 mgliter CaCO 3 Boyd, 1988 in Effendi, 2003.

2.3. Keanekaragaman Sumberdaya Hayati Nekton