11
11. Silitol
Silitol adalah senyawa poliol dengan 5 atom karbon dengan tingkat kemanisan yang relatif sama dengan sukrosa. Secara alami terdapat dalam
beberapa buah dan sayur. Nilai kalori silitol sebesar 2,4 kkalg atau setara dengan 10,03 kJg dan ADI tidak dinyatakan karena termasuk GRAS BPOM 2004; Olinger
Pepper 2001. CAC dan Indonesia mengatur penggunaan silitol pada berbagai produk
pangan sebagai CPPB, kecuali pada kategori pangan 09.2.5 sebesar 35.000 mgkg produk BPOM 2004; GSFA 2008.
12. Sorbitol
Sorbitol merupakan monosakarida poliol dengan rumus kimia C
6
H
14
O
6
. Sorbitol memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 0,6 kali tingkat kemanisan sukrosa
dengan nilai kalori sebesar 2,6 kkalg atau setara dengan 10,87 kJg dan ADI tidak dinyatakan karena termasuk GRAS BPOM 2004; Le Mulderrig 2001.
CAC dan Indonesia mengatur maksimum penggunaan sorbitol pada berbagai produk pangan sebagai CPPB, kecuali pada kategori pangan 08.1.2 sebesar 5.000
mgkg dan kategori pangan 09.2.5 sebesar 35.000 mgkg BPOM 2004; GSFA 2008.
13. Sukralosa
Sukralosa atau 1,6-dichloro-1,6-dideoxy-
-D-fructofuranosyl-4-chloro-4- deoxy-
-D-galactopyranoside dengan rumus kimia C
12
H
19
Cl
3
O
8
. Sukralosa memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 600 kali tingkat kemanisan sukrosa tanpa nilai
kalori dan ADI 0 – 15 mgkg berat badan BPOM 2004; Goldsmith Merkel 2001. CAC mengatur maksimum penggunaan sukaralosa pada berbagai produk
pangan berkisar antara 120 – 5.000 mgkg produk, sedangkan Indonesia menetapkan antara 150 – 5.000 mgkg produk dan CPPB untuk sediaan pemanis
buatan BPOM 2004; GSFA 2008.
Regulasi Pemanis Buatan
Penggunaan pemanis buatan pada produk pangan diatur dalam Permenkes RI No. 722MenkesPerIX88 tentang Bahan Tambahan Makanan. Ada 4 jenis
pemanis buatan yang diatur penggunaannya dalam produk pangan seperti ditunjukkan pada Tabel 3.
12
Badan POM RI juga mengeluarkan izin khusus penggunaan pemanis buatan yang tidak ada dalam Permenkes RI No. 722MenkesPerIX88 tentang Bahan
Tambahan Makanan. Selama periode tahun 1993 hingga 2000 telah dikeluarkan izin khusus sebanyak 7 jenis pemanis buatan yaitu maltitol, isomalt, asesulfam K, alitam,
silitol, manitol dan sukralosa, seperti pada Tabel 4. Jadi, sebelum tahun 2004, pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya menurut Permenkes RI No.
722MenkesPerIX88 tentang Bahan Tambahan Makanan dan izin khusus ada 11 jenis yaitu aspartam, sakarin dan garam natrium, siklamat garam natrium dan
garam kalsium, sorbitol, maltitol, isomalt, asesulfam K, alitam, silitol, manitol dan sukralosa.
Pada tahun 2004 Badan POM RI menerbitkan Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan. Ada 13 jenis pemanis buatan yang diizinkan ditambahkan ke dalam produk pangan dalam jumlah tertentu,
yaitu alitam, asesulfam K, aspartam, isomalt, laktitol, maltitol, manitol, neotam, sakarin dan garam natrium, kalium, kalsium, siklamat asam siklamat dan garam
natrium, kalium, kalsium, silitol, sorbitol, dan sukralosa BPOM 2004. Tabel 3 Batas maksimum penggunaan pemanis buatan
No. Nama BTP
JenisBahan Pangan Batas Maksimum Penggunaan
1. Aspartam
Hanya dalam bentuk sediaan 2.
Sakarin dan garam natrium
Pangan Berkalori Rendah: a. Permen
Karet b. Permen
c. Saus d.
Es Krim dan sejenisnya e. Es
Lilin f.
Jem dan Jeli g. Minuman
ringan h. Minuman
yogurt i. Minuman
ringan fermentasi
50 mgkg Sakarin 100 mgkg Na Sakarin
300 mgkg Na Sakarin 200 mgkg Na Sakarin
300 mgkg Na Sakarin 200 mgkg Na Sakarin
300 mgkg Na Sakarin 300 mgkg Na Sakarin
50 mgkg Sakarin
3. Siklamat garam
natrium dan garam kalsium
Pangan Berkalori Rendah: a. Permen
Karet b. Permen
c. Saus d.
Es Krim dan sejenisnya e. Es
Lilin f.
Jem dan Jeli g. Minuman
ringan h. Minuman
yogurt i. Minuman
ringan fermentasi
Dihitung sebagai asam siklamat: 500 mgkg
1 gkg 3 gkg
2 gkg 3 gkg
2 gkg 3 gkg
3 gkg 500 mgkg
4. Sorbitol a. Kismis
b. Jem dan jeli; Roti
c. Pangan lain
5 gkg 300 gkg
120 gkg
Permenkes RI nomor 722MenkesPerIX88
13
Jenis-jenis pemanis buatan yang dizinkan penggunaannya pada ke-3 regulasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Sebelum tahun 2004, ada 11 jenis pemanis
buatan yang diizinkan penggunaannya pada berbagai produk pangan berdasarkan Permenkes RI nomor 722MenkesPerIX88 tentang Bahan Tambahan Makanan dan
izin khusus. Jika dibandingkan sebelum dan sesudah tahun 2004, ada penambahan jenis pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya pada berbagai produk pangan,
yaitu laktitol dan neotam. Tabel 4 Izin khusus penggunaan pemanis buatan dalam produk pangan
No. Tanggal Nama
Pemanis Bahan Pangan
Kadar
1. 3-5-1993
Isomalt Cokelat dan cokelat susu, kembang gula,
permen karet, jam, selai, marmalad, es krim dan sejenisnya, yogurt, biskuit, produk
panggang, cake, sereal sarapan, makanan ringan ekstrudat
Secukupnya
2. 14-7-1993 dan
30-5-1997 Maltitol
minuman ringan, jeli, kembang gula, permen karet, produk cokelat, susu dan hasil olahnya
Secukupnya 3. 6-9-1993
Asesulfam K Minuman ringan, kembang gula, saos dan
sejenisnya, produk roti, sari buah, susu dan hasil olahnya, pangan ringan, marmalad, jam
dan jeli Secukupnya
4. 20-10-1995
Alitam Minuman, tepung dan hasil olahnya, kembang
gula, yogurt, es krim, jam, jeli Secukupnya
5. 30-10-1995 30-5-1997
Silitol - Kembang gula, permen karet
- Sereal, jam, jeli, saus, mustard Secukupnya
6. 30-5-1997 Manitol - Produk bakeri
Secukupnya 7. 27-10-2000 Sukralosa
- Desert dengan dasar susu es krim, es susu, puding
- Desert dengan dasar lemak - Desert dengan dasar buah-buahan
- Kembang gula lunak dan keras - Roti dan produk bakeri
- Table Top Sweetener - Pangan diet pangan untuk bayi dan anak
- Pangan diet untuk mengurangi berat badan - Pangan diet pangan suplemen untuk
penggunaan dietary 400 mgkg
250 mgkg 1250 mgkg
1500 mgkg 750 mgkg
GMP 400 mgkg
1250 mgkg 800 mgkg
Kompilasi izin khusus Direktorat Standardisasi Produk Pangan
CAC mengatur penggunaan pemanis buatan dalam Codex General Standard for Food Additives. Ada 24 jenis pemanis yang diizinkan penggunaannya dalam
produk pangan yaitu asesulfam K, alitam, aspartam, garam aspartam-asesulfam, kalsium siklamat, kalsium sakarin, asam siklamat, eritritol, isomal isomaltitol, laktitol,
maltitol, sirup maltitol, manitol, neotam, sirup poliglisitol, kalium sakarin, sakarin, natrium siklamat, natrium sakarin, sorbitol, sirup sorbitol, sukralosa, thaumatin, dan
silitol. Tiga belas jenis pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya dalam GSFA tersebut sama dengan yang diizinkan di Indonesia, yaitu alitam, asesulfam K,
aspartam, isomalt, laktitol, maltitol, manitol, neotam, sakarin dan garam natrium,
14
kalium, kalsium, siklamat asam siklamat dan garam natrium, kalium, kalsium, silitol, sorbitol, dan sukralosa, seperti pada Lampiran 2.
Tabel 5 Jenis pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya di Indonesia
No. Sebelum Tahun 2004
Sesudah tahun 2004 Permenkes RI No.
722MenkesPerIX88 tentang Bahan
Tambahan Makanan Izin khusus
Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang
Persyaratan Penggunaan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan
1. Aspartam Isomalt
Alitam 2. Sakarin
Maltitol Asesulfam
K 3. Siklamat
Asesulfam K
Aspartam 4. Sorbitol
Alitam Isomalt
5. Silitol
Maltitol 6.
Manitol Manitol
7. Sukralosa
Sakarin 8.
Siklamat 9.
Sukralosa 10.
Silitol 11.
Sorbitol 12.
Laktitol 13.
Neotam
Analisis Risiko
Analisis risiko merupakan ‘generasi ketiga’ dari sistem keamanan pangan. Ketiga generasi tersebut adalah:
1 Good Hygienic Practices dan pendekatan serupa dalam produksi dan penyiapan pangan untuk menurunkan prevalensi dan konsentrasi bahaya
2 HACCP dan pendekatan serupa yang secara pro-aktif mengidentifikasi dan mengendalikan bahaya pada tahap-tahap proses dan menitikberatkan pada
tindakan pencegahan 3 Analisis risiko yang secara sistematis memfokuskan pada penanggulangan
kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan jika mengkonsumsi pangan yang mengandung bahaya dan terdapatnya bahaya pada seluruh rantai pangan.
Melalui analisis risiko diharapkan dapat diperoleh suatu proses yang secara sistematis dan transparan; dapat mengumpulkan, menganalisis, dan mengevaluasi
informasi ilmiah maupun non-ilmiah yang relevan tentang bahaya kimia, mikrobiologis maupun fisik yang mungkin terdapat dalam pangan, sebagai landasan
pengambilan keputusan untuk memilih opsi terbaik dalam menangani risiko tersebut berdasarkan berbagai alternatif yang diidentifikasi Rahayu Kusumaningrum 2004.
15
Komponen Analisis Risiko
Sebagai proses pengambilan keputusan yang terstruktur, menurut CAC yang dipakai sebagai acuan oleh Rahayu dan Kusumaningrum 2004, analisis risiko
dibagi dalam 3 komponen, meliputi: kajian risiko, manajemen risiko, dan komunikasi risiko, seperti pada Gambar 1. Risiko yang dimaksud adalah kemungkinan terjadinya
gangguan kesehatan dan tingkat gangguan kesehatan sebagai akibat adanya bahaya hazard dalam pangan.
Kajian Risiko adalah suatu proses penentuan tingkat risiko yang berlandaskan data-data ilmiah yang terdiri dari 4 empat tahapan, yakni: i
identifikasi bahaya; ii karakterisasi bahaya; iii kajian pemaparan; iv karakterisasi risiko.
Manajemen risiko secara prinsip adalah suatu proses yang terpisah dari kajian risiko yang meliputi pembuatan dan penerapan kebijakan dengan
mempertimbangkan masukan dari pihak-pihak terkait mengenai kajian risiko dan faktor lain yang relevan untuk melindungi kesehatan konsumen dan mempromosikan
perdagangan yang ‘fair’, dan jika diperlukan memilih opsi pencegahan dan pengendalian yang sesuai untuk menanggulangi risiko.
Gambar 1 Komponen analisis risiko Komunikasi Risiko adalah pertukaran informasi dan opini secara interaktif
dalam pelaksanaan proses analisis risiko mengenai risiko, faktor yang berkaitan dengan risiko, dan persepsi risiko, antara pengkaji risiko, manajer risiko dan pihak
Kajian Risiko
Landasan ilmiah
Manajemen Risiko
Landasan kebijakan
Komunikasi Risiko
Pertukaran informasi dan opini yang interaktif terus menerus
16
terkait lainnya, seperti pihak pemerintah, konsumen, industri dan akademisi informasi yang diberikan termasuk penjelasan tentang temuan-temuan dalam kajian risiko dan
landasan keputusan manajemen risiko.
Manajemen Risiko
Menurut Rahayu dan Kusumaningrum 2004, manajemen risiko merupakan bagian yang esensial dalam analisis risiko. Proses manajemen risiko terdiri dari
tahapan-tahapan yang meliputi identifikasi dan evaluasi suatu risiko keamanan pangan, pengkajian semua opsi yang mungkin untuk mengendalikan risiko tersebut,
pengambilan keputusan manajemen risiko, dan penjaminan bahwa keputusan yang diambil adalah keputusan yang terbaik, seperti terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Proses Manajemen Risiko Proses manajemen risiko merupakan proses yang berkesinambungan.
Dengan demikian setiap model manajemen risiko harus fleksibel, sehingga memungkinkan untuk dilakukan review terhadap berbagai kegiatan, melakukan
pengulangan dan melakukan modifikasi jika diperlukan. Tahapan dalam proses
Evaluasi Risiko
- Identifikasi masalah - Pengembangan profil
risiko - Pengurutan bahaya
- Pembentukan komisi kajian risiko
Mengkaji Opsi Manajemen Risiko
- Identifikasi opsi - Seleksi opsi
- Pengambilan keputusan
akhir
manajemen
Monitoring dan Review
- Review hasil - Pengkajian
keberhasilan tindakan yang
diambil
Implementasi Keputusan Manajemen
Risiko - Pelaksanaan tindakan
terbaik untuk menangani masalah
17
manajemen risiko tidak harus selalu mempunyai urutan yang sama, yang penting adalah perhatian harus diberikan pada semua tahapan.
Evaluasi Risiko
Evaluasi risiko adalah proses yang meliputi tahapan sebagai berikut:
a. Identifikasi masalah keamanan pangan
Identifikasi yang dimaksukan adalah menentukan masalah keamanan pangan yang akan dikaji. Informasi permasalahan dapat diperoleh berdasarkan pengalaman
pada waktu inspeksi, uji toksisitas, data surveilan penyakit, keterbatasan aturan standar, serta studi laboratorium, klinis dan epidemiologi.
b. Mengembangkan profil risiko Pengembangan profil adalah suatu analisis keadaan yang dapat memberikan
informasi yang cukup tentang masalah keamanan pangan yang menggambarkan kapan dan bagaimana munculnya masalah tersebut dan kemungkinan cara
pemecahan-pemecahannya, yang akan digunakan oleh manajer risiko untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan kajian risiko terhadap masalah tersebut.
c. Mengurutkan bahaya untuk kajian risiko dan menetapkan prioritas untuk
manajemen risiko
Dalam menentukan urutan bahaya maupun prioritas perlu disusun terlebih dahulu tujuan dan kriteria untuk manajemen risiko. Tujuan tersebut misalnya: untuk
menurunkan tingkat cemaran mikrobiologis pada produk pangan pada saat penjualan, menurunkan jumlah penyakit yang disebabkan patogen tertentu, dan
sebagainya. d. Penetapan kebijakan kajian risiko
Penetapan kebijakan kajian risiko merupakan tanggung jawab manajemen risiko yang dilakukan bersama-sama dengan pengkaji risiko. Kebijakan kajian risiko
merupakan acuan yang terdokumentasi tentang pemilihan opsi-opsi dan penilaiannya untuk pengambilan keputusan dalam kajian risiko. Kebijakan tersebut harus
memberikan pemahaman yang jelas tentang manfaat dan lingkup kajian risiko dan cara pelaksanaan kajian risiko.
18
e. Pembentukan komisi kajian risiko
Komisi kajian risiko dibentuk sesudah ada keputusan diperlukannya kajian risiko, dengan melibatkan keahlian di berbagai bidang, termasuk ahli
mikrobiologikimia dan matematikastatistik.
f. Interpretasi hasil-hasil kajian risiko
Interpretasi hasil-hasil kajian risiko dilakukan jika kajian risiko sudah selesai, untuk meninjau apakah hasil-hasil kajian risiko sudah dapat menjawab pertanyaan
manajemen risiko ataupun mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pengkajian Opsi-opsi Manajemen Risiko
Pengkajian opsi-opsi manajemen dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Identifikasi opsi-opsi manajemen risiko yang tersedia
Proses identifikasi opsi manajemen dapat dilakukan dengan membuat daftar semua kejadian, perubahan ataupun hal-hal lain yang dapat mempengaruhi tujuan
manajemen risiko yang sudah ditentukan. b. Memilih opsi manajemen yang sesuai
Pemilihan opsi manajemen meliputi suatu analisis yang sistematis, perbandingan dan evaluasi dampak yang mungkin terjadi dari berbagai opsi yang
ada, untuk menurunkan atau mencegah terjadinya risiko. Manajer risiko dapat menggunakan berbagai cara untuk menentukan pilihan, misalnya dengan
mempertimbangkan perlunya ‘zero risk’, ‘cost-benefit analysis’, dan sebagainya.
c. Menentukan keputusan akhir manajemen
Keputusan akhir manajemen harus diambil berdasarkan pada ketersediaan informasi ilmiah, teknis dan ekonomis serta informasi lain yang relevan. Prioritas
harus lebih ditekankan pada pencegahan bahaya daripada pengendalian bahaya.
Implementasi Keputusan Manajemen Risiko
Keputusan manajemen risiko dapat diimplementasikan oleh berbagai pihak, termasuk pejabat pemerintahan, industri pangan, dan konsumen. Jenis dan metode
implementasi dapat berbeda-beda disesuaikan dengan pihak yang terkait, misalnya melalui inspeksi rutin oleh inspektor, penerapan GMP atau HACCP oleh industri
pangan ataupun pendidikan konsumen.
19
Monitoring dan Review
Keputusan manajemen risiko harus dipantau secara periodik. Berdasarkan pada perkembangan informasi ilmiah yang baru atau temuan-temuan selama
monitoring, dimungkinkan untuk memperbaiki keputusan manajemen risiko yang ditetapkan ataupun tujuan manajemen risiko. Selama monitoring, manajer risiko
dapat mengukur keberhasilan suatu proses atau prevalensi maupun tingkat bahaya tertentu pada bagian spesifik pada rantai pangan.
Berdasarkan hasil monitoring ada kemungkinan diperlukan revisi dan pengulangan kajian risiko, pengambilan keputusan baru, dan implementasi
keputusan, sehingga merupakan suatu proses yang berulang iteratif. Perubahan- perubahan tujuan umum yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat, informasi
maupun data baru, atau inovasi teknologi merupakan faktor-faktor yang menentukan perlu tidaknya peninjauan kembali opsi-opsi manajemen risiko dan memperbanyak
proses analisis risiko.
Industri Rumah Tangga Pangan
Industri Rumah Tangga Pangan IRTP menurut definisi Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, adalah
perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis. Namun demikian, Badan POM RI
tidak memiliki batasan tentang berapa tenaga kerja dan modal bagi IRTP yang menjadi objek pengawasannya. Menurut UU No. 9 tahun 1995, usaha kecil adalah
usaha dengan kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dengan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.
1.000.000.000,-. Kriteria lainnya menurut UU tersebut adalah: milik WNI, berdiri sendiri, berafiliasi langsung atau tidak langsung dengan usaha menengah atau besar
dan berbentuk badan usaha perorangan, baik berbadan hukum maupun tidak. IRTP sebagai produsen yang memproduksi pangan untuk dikonsumsi
seyogyanya mendapat perhatian pemerintah. IRTP harus mampu menghasilkan pangan olahan yang bersih, higienis, dan bebas dari cemaran bakteri patogen dan
bahan kimia berbahaya yang dapat membahayakan dan merugikan masyarakat. Untuk mewujudkan itu, adalah tugas pemerintah untuk melakukan pembinaan
terhadap IRTP agar hasil produksinya aman untuk dikonsumsi dengan tetap membentuk jaring pengaman sosial dan memberdayakan serta mengembangkan
potensi ekonomi rakyat. Setidaknya, ketika program pembangunan kurang mampu
20
menyediakan peluang kerja bagi angkatan kerja, IRTP dengan segala kekurangannya mampu berperan sebagai penampung dan alternatif peluang kerja
bagi para pencari kerja. Oleh karena itu, disamping melakukan pengawasan terhadap IRTP agar mampu menghasilkan pangan yang bermutu dan aman
dikonsumsi, pemerintah juga diharapkan dapat memberikan kebijakan-kebijakan yang mendorong untuk mengembangkan potensi ekonomi rakyat.
Dalam upaya peningkatan mutu dan keamanan pangan, IRTP harus didukung oleh peningkatan pengetahuan dan ketrampilan SDM. Pengembangan dan
peningkatan kualitas SDM ini dilakukan melalui berbagai pelatihan, yaitu pelatihan dasar dan lanjutan, serta bimbingan teknis bagi tenaga penyuluh keamanan pangan
dan District Food Inspector kabupatenkota. Pengawasan keamanan pangan harus melibatkan peran dan tanggung jawab
semua pihak yang terkait dalam satu jaringan yang bersinergi, yang mencakup 3 subsistem yaitu pengawasan oleh produsenpelaku usaha, pengawasan oleh
pemerintah dan pengawasan oleh masyarakat. Badan POM dalam melakukan pengawasan bekerja sama dengan berbagai pihak terutama pemerintah daerah baik
propinsi maupun kabupatenkota berupaya secara maksimal untuk mencegah, memantau dan mengawasi agar tidak terjadi penyalahgunaan BTP ilegal misalnya
penggunaan formalin sebagai pengawet pangan atau penggunaan BTP yang tidak sesuai dengan takaran penggunaannya.
21
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di wilayah Propinsi Daerah Khusus Ibukota DKI Jakarta, selama 10 sepuluh bulan sejak bulan April 2008 sampai dengan bulan
Januari 2009. Data sekunder berupa data pendaftaran produk pangan dalam negeri diperoleh dari Direktorat Penilaian Keamanan Pangan dan data hasil inspeksi
sampling pangan dan pangan jajanan anak sekolah diperoleh dari Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, Badan POM RI. Data primer diperoleh melalui survei yang
dilakukan pada IRTP dan toko kimia yang berada di wilayah Jakarta.
Bahan
Bahan yang digunakan berupa data sekunder, meliputi: 1 data penggunaan pemanis buatan dalam produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun
1992 – 2007, 2 data hasil sampling pangan dan PJAS nasional dari Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan.
Data primer diperoleh melalui survei pada IRTP dan 7 toko kimia di Jakarta, dengan alat bantu berupa: 1 kuesioner sebagai instrumen untuk mengetahui
persepsi produsen tentang aspek-aspek CPPB dan implementasi penggunaan pemanis buatan dalam produknya, 2 pedoman pemeriksaan sarana produksi IRTP
dan formulir pemeriksaan sarana produksi IRTP untuk mengetahui penerapan CPPB IRTP.
Metode
Penelitian dilaksanakan melalui beberapa tahapan kegiatan sesuai dengan tujuan penelitian dan hasil yang diharapkan yaitu: 1 Kajian Implementasi
Penggunaan Pemanis Buatan pada Pangan yang Terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992 - 2007 2 Studi Kasus pada IRTP.
Kajian Implementasi Penggunaan Pemanis Buatan pada Pangan yang Terdaftar di Badan POM RI meliputi a Kajian jenis dan kadar pemanis buatan
tunggal yang digunakan pada produk pangan dan b kajian jenis pemanis buatan kombinasi yang digunakan pada produk pangan.
Studi Kasus pada IRTP meliputi a kajian penggunaan pemanis buatan oleh IRTP didukung dengan data distribusi pemanis buatan di toko kimia di Jakarta b
kajian terhadap persepsi pengusaha IRTP mengenai aspek-aspek CPPB dan penerapannya.
22
Kajian Implementasi Penggunaan Pemanis Buatan pada Produk Pangan Terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992 - 2007
Penggunaan Pemanis Buatan Tunggal Pada Produk Pangan
Kegiatan diawali dengan inventarisasi data produk pangan yang menggunakan pemanis buatan yang terdaftar di Direktorat Penilaian Keamanan
Pangan, Badan POM RI antara tahun 1992 hingga 2007. Data yang dikumpulkan meliputi: 1 nomor file, 2 nomor persetujuan pendaftaran, 3 nama dan alamat
produsen, 4 tahun persetujuan pendaftaran 5 jenis pangan 6 jenis pemanis buatan 7 kadar pemanis buatan. Kadar pemanis buatan untuk tiap-tiap produk
dihitung dengan mengkonversikan kadar pemanis buatan yang digunakan dalam produk pangan dari satuan atau persajian menjadi satuan ppm. Kemudian, dibuat
interval dari kadar terendah hingga kadar tertinggi. Dari interval tersebut dihitung rata-rata kadar pemanis buatan untuk tiap jenis pemanis pada masing-masing jenis
produknya. Data yang terkumpul dibuat matriks yang membandingkan jumlah per jenis
pangan yang menggunakan pemanis buatan selama tahun 1992 – 2003 dan selama tahun 2004 - 2007, jenis pemanis buatan yang digunakan pada produk pangan
selama tahun 1992 – 2003 dan selama tahun 2004 - 2007, kadar tiap-tiap pemanis buatan yang digunakan pada produk pangan selama tahun 1992 – 2003 dan selama
tahun 2004 – 2007. Pengolahan data dilakukan untuk mengetahui kesesuaian implementasi
penggunaan pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada produk pangan terhadap regulasi pemanis buatan, meliputi jenis pemanis, jenis produk pangan dan
kadarnya.
Penggunaan Pemanis Buatan Secara Kombinasi Pada Produk Pangan
Kegiatan yang dilakukan sama dengan kegiatan kajian jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada produk pangan yang terdaftar di BPOM antara
tahun 1992 hingga 2007, perbedaannya adalah jenis pemanis buatan yang digunakan merupakan kombinasi.
Dari data base Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, dikelompokkan tiap nomor file dan nomor persetujuan pendaftaran yang sama, sehingga dapat diketahui
kombinasi pemanis buatan yang digunakan untuk produk tersebut. Data yang terkumpul dibuat matriks yang membandingkan jumlah per jenis pangan yang
23
menggunakan pemanis buatan kombinasi antara tahun 1992 – 2003 dan 2004 – 2007 serta kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada produk pangan antara
tahun 1992 – 2003 dan 2004 – 2007. Pengolahan data dilakukan untuk mengetahui kesesuaian implementasi
penggunaan pemanis buatan yang digunakan secara kombinasi pada produk pangan terhadap regulasi pemanis buatan, meliputi jenis pemanis dan jenis produk pangan.
Studi Kasus pada Industri Rumah Tangga Pangan Penyusunan Kuesioner. Kuesioner merupakan salah satu instrumen untuk
mendapatkan informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk memperoleh data tentang pemahaman pengusaha industri rumah tangga pangan
mengenai pengetahuan keamanan pangan. Kuesioner terdiri dari 3 tiga bagian meliputi identitas responden, persepsi
produsen IRTP tentang aspek-aspek CPPB dan implementasi regulasi pemanis buatan oleh IRTP Lampiran 3. Disamping kuesioner, penulis menggunakan
Pedoman Pemeriksaan Sarana Produksi IRTP Lampiran 4 dan Formulir Pemeriksaan Sarana Produksi IRTP untuk mengkaji penerapan CPPB yang telah
dilakukan oleh IRTP Lampiran 5. Identitas responden meliputi nama dan alamat perusahaan, jenis produk
pangan, status badan hukum, nama pemilikpenanggungjawab, umur, pendidikan terakhir pengusaha, dan cakupan wilayah pemasaran produk.
Persepsi produsen IRTP tentang aspek-aspek CPPB berisi 41 pernyataan yang terdiri dari 13 unsur CPPB yaitu:
1. Lingkungan Produksi
2. Bangunan dan Fasilitas 3. Peralatan
Produksi 4. Suplai
Air 5. Fasilitas Dan Kegiatan Higiene Dan Sanitasi
6. Pengendalian Hama
7. Kesehatan dan Higiene Karyawan 8. Pengendalian Proses
9. Label Pangan
10. Penyimpanan 11. Manajemen Pengawasan
12. Pencatatan Dan Dokumentasi 13. Pelatihan Karyawan
24
Data yang dihasilkan dari survei ini berupa jawaban pernyataan dengan alternatif jawaban: ST = Sangat Tahu, T = Tahu, R = Ragu-ragu, TT = Tidak Tahu, STT =
Sangat Tidak Tahu. Penerapan CPPB pada IRTP dilakukan dengan melakukan pengamatan di
lapang menggunakan Formulir Pemeriksaan Sarana Produksi IRTP dan hasilnya dinilai berdasarkan Pedoman Pemeriksaan Sarana Produksi IRTP yang disusun oleh
Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan POM RI. Untuk mendukung hasil survei terhadap IRTP, dilakukan juga survei terbatas
di 7 tujuh toko kimia yang menjual pemanis buatan di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Pusat, untuk mengetahui distribusi pemanis buatan di tingkat yang paling
mudah diakses oleh masyarakat.
Penetapan Kriteria dan Jumlah Responden. Responden dipilih dari IRTP
yang ada di DKI Jakarta yang diduga menggunakan pemanis buatan pada produknya. Sesuai dengan data produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI,
maka IRTP yang dipilih adalah IRTP yang memproduksi minuman baik minuman serbuk maupun minuman yang siap minum.
Dengan menggunakan variabel estimasi proporsi populasi dengan tingkat kepercayaan 95 dihitung dengan menggunakan rumus Nazir 2003 sebagai
berikut: n = z
α22
pq E
2
dengan: E = galat estimasi = error estimation
p = proporsi populasi, 0.5 apabila tidak diketahui q = 1 – p
α = taraf keterandalan 100 1 –
α = tingkat keyakinan
Pada penelitian ini, diharapkan galat estimasi tingkat kesalahan tidak lebih dari 18 dengan tingkat keyakinan 95. Dengan demikian, maka nilai
α = 0.05, dan α2 = 0.025, sehingga z
0.025
= 1.96 diperoleh dari tabel distribusi normal standar. Dengan nilai E = 0.18; p = 0.5; q = 0.5, maka diperoleh jumlah responden untuk penelitian ini
adalah: n = 1.96
2
x 0.5 x 0.5 = 29 responden 0.18
2
25
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka ditetapkan jumlah responden sebanyak 30 tiga puluh IRTP.
Pelaksanaan survei. Survei dilaksanakan melalui pengisian kuesioner dan
wawancara. Responden merupakan pengusana IRTP, diminta mengisi kuesioner sesuai dengan persepsi mereka tentang aspek-aspek CPPB. Wawancara dilakukan
untuk mengetahui bagaimana IRTP menggunakan pemanis buatan pada produknya. Disamping itu, dilakukan pengamatan terhadap kondisi IRTP menggunakan formulir
pemeriksaan IRTP dan dinilai menggunakan Pedoman Pemeriksaan Sarana Produksi IRTP.
Survei terbatas ke 7 tujuh toko kimia di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Pusat dilakukan untuk mengetahui distribusi pemanis buatan di tingkat yang paling
mudah diakses oleh masyarakat. Hal ini bermanfaat untuk mendukung hasil survei terhadap IRTP.
Pengolahan data. Keluaran dari kajian ini berupa :
a Profil responden meliputi jenis produk pangan yang diproduksi oleh IRTP, status badan hukum IRTP, pendidikan pengusaha, dan cakupan wilayah pemasaran
produk b gambaran implementasi regulasi pemanis buatan. Dari ke-30 IRTP dihitung
jumlah IRTP yang menggunakan pemanis berupa gula, gula dan pemanis buatan, serta yang menggunakan pemanis buatan saja; data didukung dengan hasil
survei distribusi pemanis buatan di toko kimia. c gambaran persepsi pengusaha IRTP tentang aspek-aspek CPPB Tiap-tiap unsur
CPPB yang ditanyakan kepada ke-30 reponden, dihitung jumlah dari masing- masing alternatif jawaban yaitu ST, T, R, TT, atau STT. Kemudian dihitung
persentase untuk masing-masing alternatif jawaban tersebut.. d gambaran penerapan CPPB oleh IRTP. Dari ke-30 IRTP dilihat penerapan
CPPBnya menggunakan formulir pemeriksaan sarana produksi IRTP, kemudian hasilnya dinilai menggunakan Pedoman Pemeriksaan Sarana Produksi IRTP.
26
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kajian Implementasi Penggunaan Pemanis Buatan pada Produk PanganTerdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992 - 2007
Penggunaan Pemanis Buatan Tunggal Pada Produk Pangan
Data produk pangan yang menggunakan pemanis buatan diperoleh dari database Direktorat Penilaian Keamanan Pangan selama tahun tahun 1992 hingga
2007, karena pada tahun 2008 entry data pendaftaran pangan sempat terhenti dikarenakan adanya uji coba sistem registrasi yang baru. Data dikelompokkan
menjadi 2 dua kelompok pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal, yaitu yang terdaftar pada tahun tahun 1992 – 2003 dan yang terdaftar pada tahun tahun
2004 – 2007. Pengelompokan tersebut ditujukan untuk melihat kecenderungan industri pangan dalam menggunakan pemanis buatan pada produknya terkait
dengan diberlakukannya Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan.
Perbandingan kelompok pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal pada tahun 1992 – 2003 dengan 2004 – 2007 dapat dilihat pada Tabel 6.
Berdasarkan jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan, ada pengurangan dan penambahan jenis pangan baru setelah dibelakukannya Keputusan Kepala
Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan.
Pengurangan jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal terdapat pada jenis pangan Ikan dan Hasil Olahnya, Lemak Hewani-nabati dan
Minuman Gula Asam. Pengurangan jenis pangan tersebut sebenarnya tidak terkait dengan pemberlakuan Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547
tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, namun kemungkinan disebabkan tidak adanya pendaftaran jenis pangan tersebut
pada tahun 2004 hingga 2007. Karena menurut regulasi yang berlaku, pemanis buatan diizinkan penggunaannya pada jenis pangan tersebut.
Penambahan jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan pada tahun 2004 - 2007 dibandingkan pada tahun 1992 - 2003 terdapat pada jenis pangan:
Penguat Rasa, Jam, KueRoti, Dekorasi Pengisi Roti, Es Krim, Krimer Nabati,
Minuman Beralkohol, Minuman Beroksigen, Minuman Susu, dan Yogurt. Berdasarkan regulasi pemanis buatan yang berlaku saat itu yaitu Permenkes RI No.
27
722MenkesPerIX88 dan izin khusus, terdapat penambahan 2 jenis pangan yaitu minuman beralkohol dan krimer nabati. Penambahan jenis pangan Penguat Rasa,
Jam, KueRoti, Dekorasi Pengisi Roti, Es Krim, Minuman Beroksigen, Minuman
Susu, dan Yogurt lebih terkait dengan pengembangan produk oleh industri pangan, seperti minuman beroksigen yang baru ada pada sekitar tahun 2005.
Tabel 6 Jenis dan jumlah produk pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992-2007
No. JENIS PRODUK PANGAN
JUMLAH PRODUK PANGAN 1992-2003
2004-2007 I
Bahan Tambahan Pangan 1. Bahan Pengembang
2. Perisa 3. Pengemulsi
4. Pewarna Makanan 5. Sediaan Pemanis Buatan
6. Penguat Rasa 4
20 1
61 36
- 24
3 11
128 35
2
II Makanan
1. Agar-agar Jeli 2. Jam
3. Saus 4. Biskuit
5. Ikan dan Hasil Olahnya 6. Kecap
7. Kembang Gula 8. Lemak Hewani-Nabati
9. Makanan Ringan 10. Kue Roti
11. Dekorasi Pengisi Roti 20
- 10
1 4
1 33
1 5
- -
14 4
25 1
- 4
46 -
11 8
1
III Minuman
1. Sirup Berperisa 2. Susu Bubuk
3. Makanan Diet Khusus 4. Minuman Sari Buah
5. Minuman Gula Asam 6. Minuman Isotonik
7. Minuman Jeli 8. Minuman Berperisa
9. Minuman Serbuk 10. Minuman Teh
11. Es Krim 12. Krimer Nabati
13. Minuman Beralkohol 14. Minuman Beroksigen
15. Minuman Susu 16. Yogurt
39 5
3 7
1 3
3
41 77
3 -
- -
- -
- 80
19 15
3 -
10 17
91 197
23 2
5 5
8
25 3
JUMLAH 379
820
Selain penambahan jenis pangan, jumlah produk pangan yang menggunakan pemanis buatan pada tahun 2004 - 2007 mengalami peningkatan yang cukup tinggi
yaitu dari 379 produk pangan menjadi 820 produk pangan meningkat 116 dibanding tahun 1992 - 2003. Hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan industri
pangan untuk menekan biaya produksi karena krisis ekonomi, adanya penambahan
28
varian baru pada jenis pangan yang sama dan adanya permintaan dari konsumen tertentu yang ingin membatasi asupan kalorinya, karena pemanis buatan tidak atau
sangat kecil kandungan kalorinya. Gambar 3 menunjukkan histogram jenis dan jumlah kelompok pangan yang
menggunakan pemanis buatan tunggal yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992-2003 dan 2004-2007, untuk melihat sejauh mana penambahan jenis dan
jumlah produk pangan yang menggunakan pemanis buatan.
Gambar 3 Histogram jenis dan jumlah kelompok pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun
1992-2003 dan 2004-2007
Berdasarkan histogram di atas dapat dilihat bahwa pengurangan jenis pangan dan penambahan jenis pangan pada masing-masing kategori BTP, Makanan, dan
Minuman pada tahun 1992 – 2003 dibanding tahun 2004 – 2007, ternyata sangat kecil. Artinya pada tahun 1992 – 2003 dan 2004 – 2007 jenis pangan yang
menggunakan pemanis buatan sebenarnya hampir sama. Proporsi jenis produk pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal
pada tahun 1992 – 2003 dapat dilihat pada Gambar 4. Pada tahun 1992 hingga tahun 2003 yakni sebelum diberlakukannya Keputusan Kepala Badan POM RI No.
HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, jenis pangan yang paling banyak menggunakan pemanis buatan
adalah minuman serbuk, BTP pewarna makanan, sediaan pemanis buatan,
29
essence, minuman ringan berkarbonasi, sirup beraroma, kembang gula, agar-agar dan jeli. Jenis pangan lain yang menggunakan pemanis buatan memiliki proporsi
hanya sedikit.
Gambar 4 Proporsi jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal pada tahun 1992 - 2003
Proporsi jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal pada tahun 2004 - 2007 dapat dilihat pada Gambar 5. Sesudah diberlakukannya Keputusan
Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, jenis pangan yang paling banyak
menggunakan pemanis buatan tunggal ternyata hampir tidak ada perubahan dibanding tahun 1992-2003, yaitu minuman serbuk, BTP pewarna makanan,
sediaan pemanis buatan, bahan pengembang, minuman ringanberkarbonasi, sirup beraroma, kembang gula, saus, minuman susu, dan minuman teh. Jenis pangan lain
yang menggunakan pemanis buatan juga memiliki proporsi yang sedikit. Penambahan jumlah produk pangan tersebut terdapat pada jenis pangan yang sama.
Hal ini berkaitan dengan adanya perkembangan industri baru atau pengembangan produk penambahan varian dari industri yang sudah ada, tidak terkait langsung
n = 379
30
dengan diberlakukannya Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan.
Gambar 5 Proporsi jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal pada tahun 2004 - 2007
Berdasarkan jenisnya, pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada produk pangan pada tahun 1992 - 2003 dapat dilihat pada Gambar 6. Jenis pemanis
buatan yang digunakan secara tunggal pada produk pangan pada tahun 1992 - 2003 ada 5 jenis yaitu aspartam, sorbitol, asesulfam K, siklamat dan sakarin.
Jenis pemanis buatan yang paling banyak digunakan dalam pangan adalah sorbitol, diikuti siklamat, aspartam, sakarin dan asesulfam K. Hal ini sesuai regulasi
pemanis buatan yang menyatakan bahwa fungsi dari sorbitol tidak hanya sebagai pemanis, namun juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai perisa, bahan pengisi,
penstabil, pengental, anti kempal, humektan, sekuestran dan bahan utama. Data registrasi pada Direktorat Penilaian Keamanan Pangan memasukkan sorbitol ke
dalam BTP Pemanis Buatan, karena sesuai regulasi pemanis buatan, sorbitol termasuk dalam golongan BTP pemanis buatan, walaupun sebenarnya fungsi
sorbitol pada produk pangan tersebut bukan sebagai pemanis buatan, sehingga
n = 820
31
diperoleh data bahwa penggunaan sorbitol paling banyak 123 produk dari 379 produk.
Gambar 6 Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada produk pangan pada tahun 1992 - 2003
Jenis-jenis pangan yang menggunakan ke-5 jenis pemanis buatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Ada beberapa hal yang perlu dicermati yaitu adanya
penyimpangan penggunaan pemanis buatan yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam regulasi yang berlaku pada saat itu yaitu Permenkes RI No.
722MenkesPerIX88 dan izin khusus yang diterbitkan oleh Direktorat Pengawasan Makanan dan Minuman. Sebagai contoh, aspartam digunakan pada berbagai jenis
pangan, sedangkan pada Permenkes RI No. 722MenkesPerIX88 aspartam hanya dapat digunakan sebagai sediaan. Alasan diizinkannya penggunaan aspartam pada
saat itu adalah karena sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, aspartam dapat digunakan dalam berbagai produk pangan Butcho et al. 2001.
Menurut Schiffman 1984 yang diacu oleh Butchko et al. 2001, dari segi teknologi pangan, aspartam memiliki rasa manis seperti gula, tetapi tanpa rasa pahit atau
metallic aftertaste seperti pada pemanis yang memiliki tingkat kemanisan yang tinggi. Tingkat kemanisan aspartam antara 160 hingga 220 kali kemanisan sukrosa,
sehingga dengan menggunakan aspartam, dapat menekan penggunaan gula. Keuntungan lain dari penggunaan aspartam adalah dapat menguatkan rasa buah-
buahan dalam produk pangan, terutama rasa asam, sehingga sangat menguntungkan jika digunakan pada produk pangan yang menggunakan perisa
buah, seperti minuman, kembang gula, jeli, sirup dan susu Baldwin dan Korschgen 1979. Oleh karena itu industri pangan menggunakannya untuk berbagai jenis
pangan, walaupun belum ditetapkan pada regulasi pemanis buatan. Dalam Codex
n = 379
32
GSFA, aspartam diizinkan penggunaannya dalam berbagai produk pangan dengan batas maksimum antara 300 ppm hingga 10.000 ppm, dan GMP untuk Table Top
Sweetener GSFA 2008. Tabel 7 Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada berbagai produk
pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992-2003
NO. JENIS
PEMANIS JENIS PRODUK PANGAN
JUMLAH PRODUK PANGAN
1 Aspartam
Sediaan Pemanis Buatan 9
Susu bubuk 5
Kembang Gula 9
Minuman Serbuk 39
Minuman Isotonik 3
Minuman Teh 3
Minuman Ringan Berkarbonasi 21
Minuman Lidah Buaya 3
Minuman Gula Asam 1
Makanan Diet Khusus 3
Sirup Beraroma 2
Essence 1
Agar-agar dan Jelly 4
2 Asesulfam K
Minuman Buah Sari Buah 1
3 Siklamat
Sediaan Pemanis Buatan 23
Minuman Ringan Berkarbonasi 10
Sirup Beraroma 26
Minuman Serbuk 31
Saus 2
Makanan Ringan 4
Agar-agar dan Jelly 16
Biskuit 1
4 Sakarin
Sediaan Pemanis Buatan 4
Minuman Ringan Berkarbonasi 10
Sirup Beraroma 9
Minuman Serbuk 6
Saus 8
Kecap 1
Makanan Ringan 1
5 Sorbitol Kembang
Gula 24
Essence 19
Pewarna Makanan 61
Pengemulsi 1
Lemak Hewani - Nabati 1
Bahan Pengembang 4
Ikan dan hasil olahnya 4
Sirup Beraroma 2
Minuman Buah Sari Buah 6
Minuman Serbuk 1
Kecap 1
Makanan Ringan 1
JUMLAH 379
Penyimpangan yang lain terjadi pada penggunaan siklamat pada makanan ringan dan biskuit serta penggunaan sakarin pada kecap dan makanan ringan.
Siklamat dan sakarin diizinkan penggunaannya pada berbagai produk pangan, namun penggunaan pada kategori pangan tersebut belum ada dalam peraturan.
33
Penggunaan sakarin dan siklamat pada jenis pangan tersebut sudah diatur pada Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang
Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan. Berdasarkan jenisnya, pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada
produk pangan pada tahun 2004 - 2007 dapat dilihat pada Gambar 7. Ada 8 jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada produk pangan pada tahun
2004 – 2007 yaitu aspartam, asesulfam K, isomalt, maltitol, sorbitol, siklamat, sakarin, dan sukralosa.
Gambar 7 Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada produk pangan pada tahun 2004-2007
Jenis pemanis buatan yang paling banyak digunakan dalam pangan adalah aspartam diikuti siklamat dan sorbitol. Jenis-jenis pangan yang menggunakan ke-8
jenis pemanis buatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada berbagai produk
pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 2004-2007
NO. JENIS PEMANIS
JENIS PRODUK PANGAN JUMLAH PRODUK
PANGAN
1. Aspartam
Sediaan Pemanis Buatan 6
Susu Bubuk 17
Minuman Susu 19
Minuman Ringan Berkarbonasi 24
Kembang Gula 11
Minuman Serbuk 141
Minuman Isotonik 3
Minuman Teh
3
n = 820
34
Tabel 8 Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada berbagai produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 2004-
2007 lanjutan
NO. JENIS PEMANIS
JENIS PRODUK PANGAN JUMLAH PRODUK
PANGAN
Minuman Beralkohol 1
Makanan Diet Khusus 6
Sirup Beraroma 12
Agar-agar dan Jelly 5
Makanan Ringan 6
Saus 2
2. Asesulfam K
Minuman Ringan Berkarbonasi 7
Minuman Beroksigen 8
Minuman Teh 4
Makanan Diet Khusus 3
Minuman Susu 5
Minuman Serbuk 13
Kembang Gula 1
Minuman Isotonik 3
Saus 2
3. Isomalt Kembang
Gula 5
4. Maltitol
Makanan Diet Khusus 1
5. Siklamat
Sediaan Pemanis Buatan 18
Minuman Ringan Berkarbonasi 52
Sirup Beraroma 68
Minuman Serbuk 43
Saus 1
Kecap 4
Makanan Ringan 1
Agar-agar dan Jelly 9
Minuman Lidah Buaya, Jelly Nata de coco 17
Es krim 2
Minuman Teh 13
Makanan Diet Khusus 2
Yogurt 3
Minuman Beralkohol 2
Minuman Sari Buah 3
Penguat Rasa 1
Minuman Isotonik 1
6. Sakarin
Sediaan Pemanis Buatan 4
Saus 20
Makanan Ringan 4
Minuman Susu 1
Minuman Ringan Berkarbonasi 3
Minuman Beralkohol 2
7. Sorbitol Kembang
Gula 28
Essence 3
Pewarna Makanan 128
Pengemulsi 11
Bahan Pengembang 24
Kue, Roti 8
Minuman Isotonik 1
Minuman Diet Khusus 5
Jam 1
Susu Bubuk 2
Sediaan Pemanis Buatan 6
Biskuit 1
Krimer Nabati 5
Dekorasi Pasta, Pengisi Roti 1
Penguat Rasa 1
35
Tabel 8 Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada berbagai produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 2004-
2007 lanjutan
NO. JENIS PEMANIS
JENIS PRODUK PANGAN JUMLAH PRODUK
PANGAN
8. Sukralosa Jam
3 Minuman Ringan Berkarbonasi
2 Kembang Gula
1 Sediaan Pemanis Buatan
1 Minuman Isotonik
2 Minuman Teh
3 Makanan Diet Khusus
1
JUMLAH 820
Kadar pemanis buatan tunggal yang digunakan pada produk pangan dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10, dan untuk lebih detailnya dapat dilihat pada
Lampiran 6. Pencantuman kadar pemanis buatan pada label pangan, sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Kepala Badan POM RI No.
HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, belum sepenuhnya berdasarkan hasil analisa, karena
keterbatasan kemampuan laboratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional yang baru mampu melakukan analisa terhadap 4 jenis pemanis
aspartam, asesulfam K, sakarin dan siklamat dari 13 jenis pemanis yang diizinkan. Selain ke-4 jenis pemanis buatan tersebut, pencantuman kadar
pemanis buatan pada label dihitung berdasarkan kadar pemanis buatan pada formulasi atau berdasarkan hasil analisa yang dilampirkan oleh industri pangan
dari laboratorium lain. Tabel 9 Kadar pemanis buatan tunggal pada kelompok kategori pangan yang
terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992-2003
No JENIS
PEMANIS KELOMPOK
KATEGORI PANGAN
JUMLAH INTERVAL KADAR
min – maks ppm RATA-RATA
KADAR ppm
Batas Maksimum Ket
1. Aspartam BTP
10 500-48.000
26.793 Khusus sediaan
Makanan 13
100-60.000 10.252
- Minuman
80 100-4.000
562 -
2. Asesulfam K Minuman
1 300
300 CPPB
3. Siklamat BTP
23 995.000-1.000.000
999.783 CPPB Makanan
23 1.300 2.000-3.000
Minuman 67
1.433 3.000 4. Sakarin
BTP 4
1.000.000 1.000.000 CPPB
Makanan 10
100-700 306
300 TMS:2
Minuman 25
100-400 243
300 5. Sorbitol
BTP 85
17.000-975.000 618.992 120.000
Makanan 29
150-994.500 411.892 120.000
Minuman 9
25.000-92.000 75.333 120.000
Jumlah 379
Batas maksimum menurut Permenkes RI No. 722MenkesPerIX88 tentang Bahan Tambahan Makanan dan izin khusus
36
Pada tahun 1992 – 2003 ada ketidaksesuaian penggunaan sorbitol pada pewarna makanan, pengemulsi dan kembang gula yang melebihi batas
maksimum penggunaan. Menurut Permenkes RI No. 722MenkesPerIX88 tentang Bahan Tambahan Makanan, batas maksimum penggunaan sorbitol
pada ‘pangan lain’ adalah 120 gkg. Definisi ‘pangan lain’ disini kurang jelas, apakah produk pangan yang siap dikonsumsi ataukah mencakup BTP yang di
dalam penggunaannya hanya sedikit. Seperti penggunaan sorbitol pada pewarna makanan dan pengemulsi memang melebihi batas maksimum, namun
karena pewarna makanan dan pengemulsi merupakan bahan tambahan pangan, maka bila pewarna makanan dan pengemulsi tersebut digunakan dalam
produk pangan, kadar sorbitol pada produk pangan siap dikonsumsi diperkirakan akan lebih rendah dan tidak melebihi batas maksimum. Disamping itu, fungsi
sorbitol pada bahan tambahan pangan tersebut pewarna makanan dan pengemulsi sebenarnya sebagai bahan pengisi, bukan sebagai pemanis
buatan. Tabel 10 Kadar pemanis buatan tunggal pada produk pangan yang terdaftar di
Badan POM RI tahun 2004-2007
No JENIS
PEMANIS KELOMPOK
KATEGORI PANGAN
JUMLAH INTERVAL KADAR
min – maks ppm RATA-RATA
KADAR ppm
Batas Maksimum
Ket
1. Aspartam BTP
6 2.500-200.000
45.883 CPPB
Makanan 24
320-1.920 846
500-10.000 Minuman
227 50-1.000
245 600 – CPPB
TMS: 1 2. Asesulfam
K Makanan 3
100-1.000 400
350-2.000 Minuman
43 48-450
119 500-600
3. Siklamat BTP
18 800.000-1.000.000
987.647 CPPB
Makanan 15
100-1.620 710
500-1.600 Minuman
207 10-1.750
532 250-1.000
4. Sakarin BTP
4 1.000.000
1.000.000 CPPB Makanan
24 98-500
300 100-500
Minuman 5
58-200 124
80-500 5. Sorbitol
BTP 173
10.000-990.000 756.032
CPPB Makanan
39 190-990.000
535.456 CPPB Minuman
13 6,5-850.000
87.962 CPPB
6. Isomalt Makanan
5 960.000-980.000
976.000 CPPB
7. Maltitol Minuman
1 2.000
2.000 CPPB
8. Sukralosa BTP
1 5.000
5.000 CPPB
Makanan 4
400-645.000 161.649 1.250-5.000
TMS: 1
Minuman 8
65-560 169
250-800
Jumlah 820
Batas maksimum menurut Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan
37
Penggunaan sorbitol dalam kembang gula menurut Permenkes RI No. 722MenkesPerIX88 tentang Bahan Tambahan Makanan, memang melebihi
batas maksimum, namun seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sorbitol atau gula alkohol telah dikembangkan sebagai bahan utama
pembuatan kembang gula bebas gula sugar free untuk tujuan khusus yaitu mengurangi karies gigi. Dalam Codex GSFA, penggunaan sorbitol pada produk
kembang gula juga diizinkan dengan takaran GMP. Penyimpangan juga terjadi pada penggunaan sakarin pada makanan
ringan dan kecap yang belum diatur pada Permenkes RI No. 722MenkesPerIX88 dan izin khusus, namun penggunaan sakarin pada
makanan ringan dan kecap ini telah diatur pada Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis
Buatan dalam Produk Pangan. Pada tahun 2004-2007, ada 2 dua produk yaitu minuman beralkohol dan
permen rendah kalori yang menggunakan pemanis buatan melebihi batas maksimum persyaratan. Temuan ini merupakan human error, namun hasilnya
tidak signifikan, karena hanya 2 dari 820 produk 0,2.
Penggunaan Pemanis Buatan Secara Kombinasi Pada Produk Pangan
Kelompok pangan yang menggunakan pemanis buatan secara kombinasi ditunjukkan pada Tabel 11. Ada beberapa produk pangan yang mengalami
peningkatan atau tetap dalam menggunakan pemanis buatan, dan ada pula pengurangan dan penambahan jenis pangan.
Pengurangan jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan secara kombinasi pada tahun 2004 - 2007 dibandingkan pada tahun 1992 – 2003 hanya
pada jenis pangan kecap. Pengurangan jenis pangan ini tidak terkait dengan diberlakukannya Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547
tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, namun kemungkinan karena pada kurun waktu 2004-2007 tidak ada industri
pangan yang mendaftarkan produk kecap yang meggunakan pemanis buatan, karena sesuai regulasi tersebut kecap diizinkan menggunakan pemanis buatan.
Penambahan jenis produk pangan yang menggunakan pemanis buatan secara kombinasi pada tahun 2004 - 2007 dibandingkan pada tahun 1992 -
2003 terdapat pada jenis pangan: jam, saus, minuman sari buah, minuman gula asam, minuman lidah buaya, minuman ringan, minuman teh, minuman
38
beralkohol, minuman beroksigen, minuman susu, yogurt, dan minuman berenergi. Penambahan jenis pangan tersebut tidak berkaitan dengan
diberlakukannya Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan,
karena jenis pangan tersebut sudah diatur pada Permenkes RI No. 722MenkesPerIX88 dan izin khusus, kecuali minuman beralkohol.
Penambahan jenis pangan kemungkinan adanya pengembangan produk oleh industri pangan seperti minuman beroksigen dan adanya permintaan dari
konsumen tertentu yang ingin membatasi asupan kalorinya. Tabel 11 Produk pangan yang menggunakan pemanis buatan secara kombinasi
pada tahun 1992 – 2007
No. JENIS PRODUK PANGAN
JUMLAH PRODUK PANGAN 1992-2003
2004-2007 I
Bahan Tambahan Pangan 1. Sediaan Pemanis Buatan
5 17
II Makanan
1. Agar-agar Jeli 2. Jam
3. Saus 4. Kecap
5. Kembang
Gula 4
- -
4 24
19 2
5 -
45
III Minuman
1. Sirup Berperisa
2. Susu Bubuk
3. Makanan Diet Khusus 4. Minuman
Sari Buah
5. Minuman Gula
Asam 6. Minuman Lidah Buaya, Jeli Nata de Coco
7. Minuman RinganBerkarbonasi
8. Minuman Serbuk
9. Minuman Teh
10. Minuman Beralkohol 11. Minuman Beroksigen
12. Minuman Susu 13. Yogurt
14. Minuman Berenergi 13
1 2
- -
- -
23 -
- -
- -
- 16
4 2
1 3
19 20
93 7
6 5
1 4
1
JUMLAH 76
270
Selain penambahan jenis pangan, jumlah produk pangan yang menggunakan pemanis buatan kombinasi pada tahun 2004 - 2007 mengalami
peningkatan yang cukup tinggi yaitu dari 76 produk pangan menjadi 270 meningkat 255 dibanding pada tahun 1992 - 2003. Peningkatan jumlah
produk pangan yang menggunakan pemanis buatan ini kemungkinan disebabkan oleh adanya penambahan industri pangan baru atau
pengembangan produk baru penambahan varian baru, karena kalau dilihat dari
39
jenis pangannya hampir sama. Adanya permintaan dari konsumen tertentu yang ingin membatasi asupan kalorinya, karena pemanis buatan tidak atau sangat
kecil kandungan kalorinya juga mendorong meningkatnya jumlah produk yang menggunakan pemanis buatan.
Penggunaan pemanis buatan kombinasi menurut pakar teknologi pangan memiliki beberapa keuntungan, yaitu sifat kemanisannya lebih mendekati
kemanisan sukrosa dan menghilangkan aftertaste yang kurang disukai konsumen seperti sakarin yang memiliki aftertaste pahit; lebih stabil, membuat
rasa manis baru seperti halnya penggunaan perisa pada industri pangan dan juga lebih dapat menekan biaya produksi, karena beberapa pemanis bila
dikombinasikan akan memiliki sifat saling menguatkan sehingga mengurangi penggunaannya Bakal 2001.
Gambar 8 menunjukkan histogram jenis dan jumlah kelompok pangan yang menggunakan pemanis buatan kombinasi yang terdaftar di Badan POM RI
pada tahun 1992-2003 dan 2004-2007, untuk melihat sejauh mana penambahan jenis dan jumlah produk pangan yang menggunakan pemanis buatan.
Gambar 8 Histogram jenis dan jumlah kelompok pangan yang menggunakan pemanis buatan kombinasi yang terdaftar di Badan POM RI pada
tahun 1992-2003 dan 2004-2007
Pengurangan dan penambahan jenis pangan pada masing-masing kategori BTP, Makanan, dan Minuman pada tahun 1992 – 2003 dibanding
tahun 2004 – 2007, ternyata sangat kecil. Artinya pada tahun 1992 – 2003 dan 2004 – 2007 jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan sebenarnya
40
hampir sama. Pada kelompok Minuman, penambahan jenis dan jumlah pangan paling besar, namun hal ini tidak berkaitan dengan diberlakukannya Keputusan
Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, karena jenis minuman yang
menggunakan kombinasi pemanis buatan pada tahun 2004-2007 sudah diatur pada Permenkes RI No. 722MenkesPerIX88 dan izin khusus. Penambahan
jenis pangan ini disebabkan oleh pengembangan produk baru oleh industri pangan, misalnya minuman beroksigen, atau adanya permintaan dari konsumen
tertentu yang ingin membatasi asupan kalorinya. Ada 9 jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada berbagai
produk pangan yang terdaftar pada tahun 1992 - 2007, seperti ditunjukkan pada Tabel 12. Pemanis buatan yang paling banyak dikombinasikan dengan pemanis
lain pada tahun 1992 – 2003 adalah aspartam. Aspartam banyak digunakan secara kombinasi baik dengan sorbitol maupun siklamat, karena aspartam dapat
menguatkan rasa buah, dan dapat menutupi rasa pahit yang ditimbulkan oleh pemanis lain. Kombinasi tersebut banyak digunakan pada produk kembang gula
dan minuman serbuk yang pada formulasinya seringkali ditambahkan perisa buah-buahan, sehingga dengan mengkombinasikan pemanis lain dengan
aspartam, maka rasa buahnya semakin kuat. Tabel 12 Jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada berbagai
produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992 – 2003
NO. JENIS KOMBINASI
JENIS PANGAN JUMLAH PRODUK
PANGAN
1. Aspartam Sorbitol
Sediaan Pemanis Buatan 5
Jelly 4
Kembang Gula 12
Minuman Serbuk 1
Sirup 4
Susu Bubuk 1
2. Aspartam Isomalt
Makanan Diet Khusus 1
3. Aspartam Siklamat
Kembang Gula 1
Minuman Serbuk 22
Makanan Diet Khusus 1
4. Asesulfam Isomalt
Kembang Gula 2
5. Siklamat Sorbitol
Sirup 1
6. Siklamat Sakarin
Sirup 8
Kecap Manis 4
7. Sorbitol Silitol
Kembang Gula 2
8. Aspartam - Isomalt - Silitol
Kembang Gula 5
9. Alitam - Isomalt - Silitol
Kembang Gula 2
JUMLAH 76
41
Kombinasi siklamat dengan sakarin sering dijumpai pada produk pangan, karena tingkat kemanisan yang dihasilkan oleh kombinasi ke-2 pemanis tersebut
lebih tinggi jika dibandingkan dengan penggunaan pemanis tersebut secara tunggal, karena kombinasi tersebut memilki sifat sinergis. Sebagai contoh,
kombinasi 5 mg Sakarin dan 50 mg Siklamat pada Table Top Sweetener memiliki rasa manis yang sama dengan 125 mg Siklamat tunggal atau 12,5 mg
Sakarin tunggal. Meskipun rasio Siklamat dengan Sakarin mungkin bervariasi untuk tiap-tiap produk, namun rasio yang paling sering digunakan adalah 10:1.
Dengan kombinasi ini, setiap komponen menyumbang rasa manis yang setara karena Sakarin memiliki tingkat kemanisan 10 kali Siklamat Bopp Price 2001.
Keuntungan bagi industri pangan yang menggunakan kombinasi siklamat dan sakarin ini adalah dapat menekan biaya produksi dan penggunaan siklamat
dapat menutupi rasa pahit yang sering ditimbulkan dengan penggunaan sakarin. Pada tahun 2004 - 2007, jumlah produk pangan yang menggunakan
kombinasi pemanis buatan mengalami peningkatan. Tercatat ada 26 kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada produk pangan, seperti ditunjukkan pada
Tabel 13. Pemanis buatan aspartam adalah pemanis buatan yang paling banyak digunakan untuk dikombinasikan dengan pemanis buatan yang lain.
Tabel 13 Jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada berbagai produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 2004 – 2007
NO. JENIS KOMBINASI
JENIS PANGAN JUMLAH PRODUK
PANGAN
1. Aspartam Sorbitol
Sediaan Pemanis Buatan 3
Kembang Gula 15
Susu Bubuk 4
Minuman Serbuk 1
2. Aspartam Sakarin
Minuman Serbuk 1
3. Aspartam Asesulfam
Sediaan Pemanis Buatan 1
Minuman jelly 1
Minuman Susu 1
Minuman Teh 1
Minuman Serbuk Diet Khusus 1
Minuman Serbuk 18
Minuman Beroksigen 5
Yogurt 4
Minuman Ringan Berkarbonasi 3
Minuman Berenergi 1
Kembang Gula 1
4. Aspartam Siklamat
Minuman Ringan Berkarbonasi 6
Minuman Serbuk 44
Jelly 18
Minuman Jelly Nata de Coco 10
Minuman Gula Asam 2
Minuman Teh 1
5. Aspartam Silitol
Kembang Gula 1
6. Asesulfam Maltitol
Makanan Diet Khusus 1
7. Asesulfam Isomalt
Kembang Gula 1
42
Tabel 13 Jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada berbagai produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 2004 – 2007
lanjutan
NO. JENIS KOMBINASI
JENIS PANGAN JUMLAH PRODUK
PANGAN
8. Asesulfam Siklamat
Sirup Beraroma 7
Minuman Jelly 4
Minuman Teh 4
Minuman Ringan Berkarbonasi 5
9. Asesulfam Sorbitol
Jam 2
Kembang Gula 1
Minuman Sari Buah 1
10. Siklamat Sakarin
Sediaan Pemanis Buatan 4
Sirup Beraroma 9
Jelly 1
Minuman Ringan Berkarbonasi 4
Minuman Beralkohol 6
Minuman Teh 1
Minuman Jelly Nata de Coco 2
Minuman Gula Asam 1
Saus 5
11. Alitam Silitol
Kembang Gula 1
12. Sorbitol Sukralosa
Sediaan Pemanis Buatan 3
13. Sorbitol Silitol
Kembang Gula 5
14. Aspartam - Asesulfam - Isomalt
Kembang Gula 1
15. Aspartam - Asesulfam - Sorbitol
Minuman Serbuk 1
16. Aspartam - Sakarin - Siklamat
Sediaan Pemanis Buatan 5
Minuman Ringan Berkarbonasi 2
17. Aspartam - Isomalt - Silitol
Kembang Gula 5
18. Aspartam - Siklamat - Asesulfam
Minuman Serbuk 28
19. Aspartam - Maltitol - Silitol
Kembang Gula 7
20. Asesulfam - Maltitol - Sorbitol
Kembang Gula 1
21. Asesulfam - Isomalt - Maltitol
Kembang Gula 1
22. Sakarin - Siklamat - Sorbitol
Sediaan Pemanis Buatan 1
23. Sakarin - Siklamat - Neotam
Nata de Coco dg Jelly 2
24. Aspartam - Asesulfam - Isomalt - Silitol
Kembang Gula 1
25. Aspartam - Maltitol - Sorbitol - Silitol
Kembang Gula 2
26. Aspartam - Maltitol - Sorbitol - Silitol -
Manitol Kembang Gula
2
JUMLAH 270
Jenis pangan yang menggunakan kombinasi pemanis buatan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992-2007 dapat dilihat pada Gambar 9. Jenis pangan yang banyak
menggunakan pemanis buatan kombinasi tersebut berturut-turut adalah minuman serbuk, kembang gula, sirup beraroma, agar-agar dan jeli, sediaan pemanis buatan, minuman
ringan dan minuman jeli. Jenis pangan yang paling banyak menggunakan pemanis buatan kombinasi adalah minuman serbuk, ada 116 produk 33,5 yang terdaftar dari tahun 1992
hingga tahun 2007. Jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada minuman serbuk ada 6 jenis, seperti ditunjukkan pada Tabel 13. Jenis kombinasi pemanis buatan yang
digunakan pada minuman serbuk tersebut ada 6 jenis, seperti ditunjukkan pada Tabel 14.
43
Gambar 9 Jenis produk pangan yang menggunakan pemanis buatan kombinasi yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992-2007
Tabel 14 Jenis-jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada minuman serbuk yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992-2007
No. JENIS KOMBINASI PEMANIS
JUMLAH
1. Aspartam Sorbitol
2 2.
Aspartam Sakarin 1
3. Aspartam Asesulfam
18 4.
Aspartam Siklamat 66
5. Aspartam - Asesulfam - Sorbitol
1 6.
Aspartam - Siklamat - Asesulfam 28
JUMLAH 116
Kombinasi pemanis buatan yang digunakan dalam minuman serbuk menurut data sistem registrasi pangan di Direktorat Penilaian Keamanan Pangan selama tahun 1992
hingga 2007 selalu menggunakan aspartam yang dikombinasikan dengan pemanis lain. Hal ini sesuai dengan sifat aspartam yang memiliki stabilitas yang baik pada bentuk sediaan
n = 346
44
serbuk. Selain itu aspartam memiliki rasa manis yang mirip dengan sukrosa, dapat berfungsi sebagai penguat rasa buah dan dapat menutupi rasa pahit yang ditimbulkan oleh pemanis
lain. Jenis pangan yang paling banyak menggunakan variasi kombinasi pemanis buatan
adalah kembang gula. Ada 69 produk yang terdaftar selama tahun 1992 hingga 2007 dengan 17 jenis kombinasi pemanis buatan, seperti ditunjukkan pada Tabel 15. Kombinasi
pemanis buatan yang digunakan pada kembang gula tersebut hampir selalu menggunakan gula alkohol sorbitol, silitol, manitol dan maltitol yang dikombinasikan dengan pemanis lain.
Hal ini terkait dengan pengembangan produk kembang gula bebas gula sugar free candy yang menggunakan bahan utama gula alkohol sebagai pengganti gula. Penggunaan gula
alkohol ini menguntungkan karena tidak menyebabkan karies gigi dan nilai kalorinya juga rendah. Hingga tahun 2007, pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya, namun belum
pernah digunakan dalam produk pangan adalah Laktitol. Tabel 15 Jenis-jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada kembang gula yang
terdaftar di Badan POM RI pada tahun 1992-2007
No. JENIS KOMBINASI
PEMANIS JUMLAH
1. Aspartam Sorbitol
27 2.
Aspartam Siklamat 1
3. Asesulfam Isomalt
3 4.
Sorbitol Silitol 7
5. Aspartam - Isomalt - Silitol
10 6.
Alitam - Isomalt - Silitol 2
7. Aspartam Asesulfam
1 8.
Aspartam Silitol 1
9. Asesulfam Sorbitol
1 10. Alitam Silitol
1 11. Aspartam - Asesulfam - Isomalt
1 12. Aspartam - Maltitol - Silitol
7 13. Asesulfam - Maltitol - Sorbitol
1 14. Asesulfam - Isomalt - Maltitol
1 15. Aspartam - Asesulfam - Isomalt - Silitol
1 16. Aspartam - Maltitol - Sorbitol - Silitol
2 17.
Aspartam - Maltitol - Sorbitol - Silitol - Manitol 2
JUMLAH 69
Studi Kasus pada Industri Rumah Tangga Pangan IRTP Profil Responden
Jumlah Responden
Pengambilan data dilaksanakan melalui survei dan wawancara pada bulan November 2008 – Januari 2009 dengan jumlah responden 30 IRTP. Jumlah responden
berdasarkan jenis produk yang diproduksi, yang terlibat pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 10.
45
Gambar 10 Proporsi jumlah responden menurut jenis produknya Responden yang sudah memiliki nomor izin edar P-IRT ada 18 60 responden, 7
23 responden memiliki nomor SP, dan sisanya 5 17 responden belum memiliki P- IRT.
Badan Hukum
IRTP merupakan perusahaan kecil, karena pada umumnya, pelaku kegiatan ekonomi ini adalah keluarga itu sendiri ataupun salah satu dari anggota keluarga yang
berdomisili di tempat tinggalnya itu dengan mengajak beberapa orang di sekitarnya sebagai karyawannya. Menurut UU No. 9 tahun 1995, usaha kecil adalah usaha dengan kekayaan
bersih paling banyak Rp. 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dengan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,-. Kriteria lainnya menurut
UU tersebut adalah: milik WNI, berdiri sendiri, berafiliasi langsung atau tidak langsung dengan usaha menengah atau besar dan berbentuk badan usaha perorangan, baik
berbadan hukum maupun tidak. Profil responden berdasarkan status badan hukum seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 11. Sebagian besar responden tidak berbentuk badan hukum yaitu sebesar 63 sedangkan yang berbentuk badan hukum sebesar 37. Menurut UU No. 9 tahun 1995
status IRTP yang tidak berbadan hukum tersebut tidak menyalahi aturan, karena IRT tidak harus berbadan hukum.
n = 30
46
Gambar 11 Satus badan hukum responden Semua responden yang berbadan hukum sudah memiliki nomor P-IRT, sedangkan
responden yang belum berbadan hukum, ada 5 17 responden belum memiliki P-IRT, 7 23 responden memiliki P-IRT dan 7 23 responden memiliki nomor SP.
Pendidikan Pengusaha IRTP
Profil responden berdasarkan tingkat pendidikan seperti yang diperlihatkan pada Gambar 12.
Gambar 12 Tingkat pendidikan responden Pendidikan sebagian besar pengusaha IRTP adalah Sekolah Menengah Atas. Hal ini
sesuai dengan jenis produk yang diproduksi oleh IRTP tersebut umumnya pangan yang sederhana dan tidak terlalu membutuhkan pendidikan formal. Namun tingkat pendidikan ini
kemungkinan dapat mempengaruhi kesadaran IRTP dalam menerapkan CPPB.
Wilayah Pemasaran
Hasil analisis data wilayah pemasaran produk IRTP menunjukkan bahwa 3 responden 10 memasarkan produknya hanya satu kecamatan, 10 responden 33
memasarkan produknya di satu kotamadya, 5 responden 17 memasarkan produknya di seluruh wilayah Jakarta, 11 responden 37 memasarkan produknya di wilayah
n = 30 n = 30
47
Jabodetabek dan 1 responden 3 telah memasarkan produknya secara nasional. Diagram wilayah pemasaran IRTP dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 Distribusi frekuensi wilayah pemasaran produk
Implementasi Regulasi Pemanis Buatan pada IRTP
Data hasil survei terhadap 30 IRTP yang diduga menggunakan pemanis buatan dapat dilihat pada Gambar 14. Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap 30 responden,
IRTP yang menggunakan pemanis buatan pada produknya hanya 4 responden dan 23 responden menggunakan gula dan pemanis buatan. Dari hasil survei tersebut diketahui
bahwa pemanis buatan yang digunakan oleh IRTP tersebut adalah natrium siklamat yang oleh responden sering disebut sebagai “sodium” atau “biang gula”.
Gambar 14 Penggunaan pemanis oleh responden
n = 30
48
Karena keterbatasan pengetahuan responden, umumnya takaran penggunaan dari pemanis buatan tersebut tidak sesuai dengan batas maksimum persyaratan, karena
responden menggunakan pemanis buatan tersebut berdasarkan sensori saja. Berdasarkan wilayah pemasaran produk, responden yang menggunakan pemanis
buatan tersebut memasarkan produknya: satu kecamatan saja: 1 responden 3
satu kotamadya: 2 responden 7 seluruh wilayah DKI Jakarta: 3 responden 10
seluruh wilayah Jabodetabek: 2 responden 7 Untuk mendukung penelitian implementasi regulasi pemanis buatan pada IRTP,
dilakukan survei terbatas ke toko kimia dan warung di pasar-pasar di Jakarta Timur dan Jakarta Pusat yang menjual bahan-bahan untuk keperluan pembuatan rotikue. Hal ini
diperlukan untuk mengetahui sejauh mana distribusi pemanis buatan di tingkat yang paling mudah diakses oleh masyarakat. Karena hasil wawancara dengan responden, ada 27
reponden yang menggunakan pemanis buatan, yang terdiri dari: 4 responden hanya menggunakan pemanis buatan dan 23 responden yang menggunakan campuran gula dan
pemanis buatan pada produknya. Sementara hasil sampling terhadap PJAS tahun 2007, lebih dari 20 PJAS yang menggunakan sakarin dan siklamat melebihi batas maksimum
penggunaan. Artinya sebagian besar IRTP tersebut menggunakan pemanis buatan tidak dengan takaran yang benar. Hasil survei terbatas terhadap toko kimia dan warung di pasar-
pasar tersebut adalah: Jenis pemanis buatan: natrium siklamat dan natrium sakarin
Merek: cap Nona, Cap Gentong, Cap Cangkir, cap Tiga T, tanpa merek Jenis kemasan: sachet ukuran 25 g bermerek, dan kemasan bulk tanpa merek;
kemasan bulk dijual minimal 500 gram. Pelabelan: tidak mencantumkan takaran penggunaan.
Karena tidak ada takaran penggunaan pada label, penjual hanya menginformasikan bahwa penggunaannya berdasarkan rasa sensori saja.
Mudahnya akses untuk mendapatkan pemanis buatan, sebenarnya dapat disimpulkan bahwa responden kurang jujur dalam mengungkapkan penggunaan pemanis buatan pada
produknya. Apalagi Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia seringkali mengatakan di media mengenai dampak negatif dari penggunaan pemanis buatan, sehingga responden
merasa takut bila diketahui menggunakan pemanis buatan pada produknya. Hal ini perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah mengingat bahaya
penggunaan pemanis buatan yang digunakan tanpa batas maksimum yang jelas, sehingga distribusi dan perdagangannya perlu mendapatkan pengawasan. Di sisi lain, penyuluhan
terhadap pengusaha IRTP juga perlu dilakukan terus menerus karena pendidikan
49
pengusaha IRTP yang rendah mempengaruhi kesadaran pengusaha tersebut dalam menggunakan bahan tambahan pangan dengan takaran yang benar.
Persepsi Responden tentang Aspek-aspek Cara Produksi Pangan yang Baik dan Penerapannya
Hasil survei terhadap 30 IRTP yang berada di wilayah Jakarta mengenai persepsi responden pengusaha IRTP tentang aspek-aspek CPPB dapat dilihat pada Gambar 15.
Hasil survei menunjukkan bahwa persepsi pengusaha IRTP tentang aspek-aspek CPPB adalah cukup baik, karena ada 37,6 responden menjawab sangat tahu dan 52,4
responden menjawab tahu tentang aspek-aspek keamanan pangan CPPB. Sedangkan responden yang menjawab Ragu-ragu, Tidak Tahu dan Sangat Tidak Tahu tentang aspek-
aspek CPPB sebanyak 10 dari responden.
Keterangan: Aspek-aspek CPPB: 1: Lingkungan Produksi; 2: Bangunan dan Fasilitas; 3: Peralatan Produksi; 4: Suplai Air; 5: Fasilitas Dan Kegiatan Higiene Dan Sanitasi; 6: Pengendalian Hama; 7: Kesehatan dan Higiene Karyawan; 8:
Pengendalian Proses; 9: Label Pangan; 10: Penyimpanan; 11: Manajemen Pengawasan; 12: Pencatatan Dan Dokumentasi; 13: Pelatihan Karyawan
Gambar 15 Persepsi responden tentang aspek-aspek CPPB Pengamatan penerapan CPPB di lapang dilakukan menggunakan Formulir
Pemeriksaan Sarana Produksi IRTP, kemudian hasil penilaiannya disimpulkan menggunakan Pedoman Pemeriksaan Sarana Produksi IRTP. Kesimpulan hasil penilaian
penerapan CPPB oleh IRTP tersebut seperti terlihat pada Gambar 16.
50
Gambar 16 Hasil penilaian penerapan CPPB responden Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa praktek CPPB pada IRTP belum
sesuai dengan harapan pemerintah, dimana sebagian besar IRTP 83 nilainya “Cukup” dan “Kurang”, sedangkan nilai “Baik” masih rendah 17. Walaupun sebagian responden
90 responden menjawab sangat tahu dan tahu aspek-aspek CPPB, namun tidak mempengaruhi IRTP tersebut dalam menerapkan CPPB. Hasil pengamatan di lapang
menunjukkan bahwa IRTP yang mendapatkan nilai Kurang sebanyak 26 dan Cukup 57, artinya 90 responden yang menjawab sangat tahu dan tahu aspek-aspek CPPB, ada 16
reponden tidak menerapkan CPPB tersebut sama sekali dan 57 responden belum menerapkannya secara menyeluruh. Hal ini berkaitan juga dengan fasilitas yang dimiliki oleh
IRTP, ada yang bangunannya sudah tua dan lokasi IRTP juga masih banyak yang berada di lingkungan kumuh.
Jumlah responden yang menggunaan pemanis buatan, baik dicampur dengan gula atau pemanis buatan saja ada 8 responden, dan dari ke-8 responden tersebut penerapan
CPPB-nya yang mendapatkan nilai “Kurang” ada 2 responden dan yang mendapatkan nilai “Cukup” ada 6 responden. Berdasarkan izin edar P-IRT, ada 4 13,3 responden yang
belum memiliki izin edar dan 4 13,3 responden sudah memiliki izin edar. Untuk meredam penggunaan pemanis buatan yang tidak sesuai dengan batas maksimum persyaratan, maka
seharusnya IRTP yang menggunakan pemanis buatan pada produknya harus memiliki izin edar P-IRT.
Analisis terhadap hasil pengamatan dari unsur-unsur CPPB yang seharusnya diterapkan oleh IRTP adalah sebagai berikut:
1. Lingkungan Produksi
Dalam menetapkan lokasi IRTP perlu mempertimbangkan keadaan dan kondisi lingkungan yang mungkin dapat menjadi sumber pencemaran dan mempertimbangkan
n = 30
51
berbagai tindakan pencegahan yang mungkin dapat dilakukan untuk dapat melindungi pangan yang diproduksinya. Lingkungan produksi IRTP harus bersih dan bebas dari
pencemaran, sarang hama, semak belukar, tidak berada di sekitar pembuangan sampah dan tidak berada di daerah pemukiman penduduk yang kumuh.
Data pengetahuan responden mengenai lingkungan produksi yang sesuai dengan CPPB tersebut cukup baik, karena 30 responden menjawab sangat tahu, 59 responden
menjawab tahu, dan hanya 11 yang menjawab ragu-ragu. Data hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa 47 responden mendapatkan nilai “Baik”, 37 responden
mendapatkan nilai “Cukup” dan 16 responden mendapatkan nilai “Kurang”.
2. Bangunan dan Fasilitas
Bangunan dan fasilitas IRTP dapat menjamin bahwa pangan yang diproses tidak tercemar oleh bahaya fisik, kimia dan biologis serta mudah dibersihkan. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam bangunan dan fasilitas IRTP adalah: ruang produksi, kelengkapan fasilitas ruang produksi dan tempat penyimpanan bahan baku dan produk serta bahan
bukan pangan. Data pengetahuan responden mengenai bangunan dan fasilitas IRTP menunjukkan
bahwa 33 responden menjawab sangat tahu, 50 responden menjawab tahu, 10 responden menjawab ragu-ragu dan 7 responden menjawab tidak tahu. Namun demikian,
pada kenyataannya hanya 30 reponden yang bangunan dan fasilitasnya mendapat nilai “Baik”, sementara 60 responden hanya mendapat nilai “Cukup” dan 10 responden
mendapatkan nilai “Kurang”.
3. Peralatan Produksi